Anda di halaman 1dari 32

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Menurut Billings and Stokes (1999) dalam bukunya Medical

Surgical Nursing, menyatakan bahwa : “Burns are injuries caused by

thermal (liquid or flame), chemical, or electrical agents”. Menurut

terjemahan penulis berdasarkan kutipan diatas yaitu: Luka bakar adalah

luka pada jaringan yang disebabkan oleh panas, (cairan atau api), kimia,

atau radiasi energi listrik dan pergesekan.

Pengertian luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak

dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan

radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah (frost-bite). Luka

bakar ini dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan

dengan problem fungsi maupun estetik ( Kapita Selekta Kedokteran,

2000 ).

Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja dan dimana saja yang

disebabkan oleh banyak faktor, yang dapat mengakibatkan kerusakan

kulit dan gangguan berbagai sistem tubuh. Luka bakar juga dapat

menjadi penyebab utama kematian atau disfungsi berat jangka panjang.

Untuk itu perlu perawatan khusus karena luka bakar merupakan media

yang dapat ditempati oleh kuman dengan patogenitas tinggi, terdapat


banyak jaringan yang mati, mengeluarkan banyak air, serum dan darah,

dan jika luka bakar terbuka untuk waktu yang lama akan mudah

terinfeksi atau mudah terkena trauma.

Di Indonesia luka bakar merupakan masalah yang berat karena

perawatan dan rehabilitasinya sukar, perlu ketekunan, tenaga terlatih

dan terampil serta biaya yang mahal. Luka bakar juga memerlukan

penanganan yang serius secara tim yang meliputi dokter, perawat,

fisioterapis, ahli gizi, psikiater, dan pekerja sosial.

2. Anatomi Fisiologi

Anatomi kulit yang utama adalah tersusun dari tiga lapisan;

yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan ( Brunner & Suddarth,

2002 ).

a. Lapisan Epidermis

Tersusun dari keratinosit, yang tersusun atas beberapa lapisan,

yaitu :

1). Lapisan Corneum atau lapisan tanduk

Terdiri dari atas sel-sel tipis melekat satu dengan yang lain.

Merupakan barrier tubuh paling luar dan memiliki

kemampuan mengusir organisme patogen dan mencegah

kehilangan cairan.

2). Lapisan Lucidum

Terdiri dari 2-3 lapisan sel gepeng tanpa inti.

8
3). Lapisan Granulosum

Terdiri dari 2-3 lapisan sel gepeng dengan sitoplasma

berbatas kasar dan inti terdapat diantaranya, butir-butir kasar

ini terdiri dari keratohyalin.

4). Lapisan Spinosum

Terdiri atas beberapa lapisan sel yang berbentuk poligonal

yang besarnya berbeda-beda karena adanya amitosis.

5). Stratum Basale

Terdiri dari atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang

tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris

seperti pagar (palisade).

b. Lapisan Dermis

Lapisan dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1). Lapisan papilaris tersusun dari sel fibroblast yang

menghasilkan bentuk kolagen merupakan komponen utama

jaringan ikat.

2). Lapisan retikularis terdiri atas serabut-serabut penunjang

seperti serabut kolagen dan berkas serabut elastik.

Dermis juga tersusun oleh pembuluh darah serta limfe, serabut

saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut.

c. Jaringan Subkutan

Jaringan subkutan berupa jaringan adiposa yang memberikan

bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal. Fungsi utama

9
kulit adalah proteksi, absorsi, eksresi, persepsi, pengaturan suhu

tubuh, pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan

keratinisasi. Fungsi proteksi, kulit melindungi tubuh dari segala

pengaruh luar, misalnya terhadap bahan-bahan kimia, mekanis,

bakteriologis dan lingkungan sekitarnya. Fungsi absorbsi,

penyerapan dapat berlangsung melalui cerah antar sel, menembus

sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar. Fungsi

eksresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak

berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl,

urea, asam urat. Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di

dermis dan subkutis. Untuk merasakan rasa nyeri gatal, panas,

dingin, rabaan dan tekanan. Pengaturan suhu tubuh, kulit

melakukan fungsi ini dengan cara mengeluarkan keringat dan

mengerutkan pembuluh darah kulit. Pembentukan pigmen, sel

pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basale

epidermis. Pembentukan vitamin D, dengan bantuan sinar

matahari, pro vitamin D diubah menjadi vitamin D. Fungsi

keratinisasi, keratinosit dimulai dari sel basale mengadakan

pembelahan, sel basale yang lain akan berpindah ke atas dan

berubah bentuknya menjadi sel spinosum. Makin ke atas sel

menjadi gepeng dan bergranulosum. Makin lama ini menghilang

dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf.

10
3. Etiologi

Luka bakar disebabkan oleh kontak langsung antara anggota

tubuh dengan faktor penyebab luka bakar seperti api, listrik, bahan

kimia ataupun radiasi ( Effendi. C, 1999 ).

Setelah mengalami luka bakar maka seorang penderita akan

berada dalam tiga tingkatan fase, yaitu :

a. Fase akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum

pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang

bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan

mengalami ancaman gangguan jalan nafas (airway), mekanisme

bernafas (breathing), dan sirkulasi (circulation). Gangguan airway

tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah

terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan

akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera

inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase

akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.

Masalah sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya

ketidakseimbangan antara pasokan O2 dan tingkat kebutuhan

respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat

berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi

dengan masalah instabilitas sirkulasi.

11
b. Fase sub akut

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang

terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak

dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan proses

inflamasi dan infeksi; masalah penutupan luka dengan titik

perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan

atau pada struktur atau organ – organ fungsional, keadaan

hipermetabolisme.

c. Fase lanjut

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi

parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional.

Masalah yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut

yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan

kontraktur.

4. Patofisiologi luka bakar

Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis

tubular akut dan disfungsi serebral. Kondisi ini dapat dijumpai pada

fase awal/akut/syok yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama.

Kehilangan kulit sebagai sawar tubuh membuat luka mudah terinfeksi

selain itu kehilangan kulit yang luas menyebabkan penguapan cairan

tubuh yang berlebihan disertai dengan pengeluaran protein dan energi

sehingga terjadi gangguan metabolisme.

Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu

lipid protein kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis

12

Thermal
Injury
yang menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ seperti paru

dan hepar yang berakhir dengan kematian. Reaksi inflamasi yang

berkepanjangan menyebabkan kerapuhan jaringan dan struktur

fungsional. Kondisi ini menyebabkan parut yang tidak beraturan,

kontraktur dan deformitas sendi. ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 ).

Patofisiologi berdasarkan bagan :


Kerusakan Jaringan Kulit

Merangsang Saraf
Nyeri Dikulit

Therm Nyeri Edema Mukosa Trakhea


al Bronkhial
Injury

Bersihan Jalan Nafas


Tidak Efektif
Permiabel
Kapiler
meningkat

Volume
Plasma Edema

Hemokonsentrasi
&
Kulit Terbuka
Viscosity Darah

Cardiac
Output Hubungan Langsung
Dengan Dunia Luar

Aliran Darah
Lambat
Transport Resiko Tinggi
Oxygen Infeksi
Terganggu
Perubahan Perfusi
Jaringan

Resiko Tinggi Kurang Evaporasi


Volume Cairan Meningkat
13
5. Gambaran klinis

Gambaran klinis luka bakar( Brunner & Suddarth, 2002 ).

a. Derajat satu (superfisial)

Penyebab tersengat matahari dan terkena api dengan

intensitas yang rendah. Melibatkan hanya epidermis, gejala yang

dirasakan kesemutan, hiperestesia (supersensitivitas) dan nyeri

mereda bila didinginkan. Luka tampak merah muda terang sampai

merah dengan edema minimal dan putih ketika ditekan.

Kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu disertai

pengelupasan kulit.

b. Derajat dua (partial thickness)

Penyebab tersiram air mendidih dan terbakar oleh nyala

api. Melibatkan epidermis dan bagian dermis, gejala nyeri,

hiperestesia dan sensitif terhadap udara dingin. Keadaan melepuh,

dasar luka berbintik – bintik merah, epidermis retak, permukaan

basah dan edema. Kesembuhan dalam waktu 2 hingga 3 minggu

disertai pembentukan jaringan parut dan bila ada infeksi dapat

berubah menjadi derajat tiga.

c. Derajat tiga (full thickness)

Penyebab terbakar nyala api, terkena cairan mendidih

dalam waktu lama dan tersengat arus listrik. Melibatkan semua

lapisan kulit, gejala tidak terasa nyeri, syok, (hematuria ada dalam

urin) dan kemungkinana hemolisis (destruksi sel darah merah),

kemungkinan terdapat luka masuk atau keluar (pada luka bakar

14
listrik). Kesembuhan dengan pembentukan eskar, diperlukan

pencangkokan, pembentukan parut dan hilangnya kontour serta

fungsi kulit. Pada fase yang lebih berat dapat terjadi amputasi pada

daerah jari atau ekstremitas.

6. Luas luka bakar

Perhitungan luas luka bakar berdasarkan rule of nine

( Keperawatan Klinis, 2003 ).

a. Kepala dan leher : 9%

b. Ekstremitas atas (2 x 9%) : 18% (kiri dan kanan)

c. Dada, perut, punggung dan bokong

(4 x 9%) : 36%

d. Paha dan betis – kaki(4 x 9%) : 36% (kiri dan kanan)

e. Genetalia/perineum : 1%

Total keseluruhan : 100%

Rumus tersebut tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas

relatif permukaan kepala jauh lebih besar dan relatif permukaan kaki

lebih kecil digunakan rumus 10 untuk bayi dan rumus 10 – 15 – 20 dari

lund dan browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam

rumus – rumus tersebut diatas adalah luas telapak tangan dianggap 1%.

( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 )

7. Berat ringannya luka bakar

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan

beberapa faktor ( Engram B, 1999 ).

a. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.

b. Kedalaman luka bakar.

c. Anatomi lokasi luka bakar.

15
d. Umur klien.

e. Riwayat pengobatan yang lalu.

f. Trauma yang menyertai atau bersamaan.

8. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar

Beberapa indikasi klien dengan luka bakar yang harus menjalani rawat

inap ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 )

a. Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10%

pada anak atau > 15% pada orang dewasa.

b. Terancam edema laring akibat terhirupnya asap, udara hangat.

c. Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti

pada wajah, mata, tangan, kaki dan perineum.

9. Pemeriksaan diagnostik.

Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien

luka bakar ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

a. LED: mengkaji hemokonsentrasi.

b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan

biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat

peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium

dapat menyebabkan henti jantung.

c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi

pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.

d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.

e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen

menandakan kerusakan otot pada luka bakar.


16
f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat

menurun pada luka bakar masif.

h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi

asap.

10. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan luka bakar adalah dengan menutup lesi

sesegera mungkin, pencegahan infeksi dan mengurangi rasa sakit.

Pencegahan trauma pada kulit yang vital dan elemen didalamnya dan

pembatasan pembentukan jaringan parut ( Kapita Selekta Kedokteran,

2000).

Pada saat kejadian, hal yang pertama harus dilakukan adalah

menjauhkan korban dari sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit

yang panas dengan air. Pada trauma dengan bahan kimia, siram kulit

dengan air yang mengalir. Proses koagulasi protein pada sel di jaringan

yang terpajan suhu yang tinggi berlangsung terus menerus walau api

telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut

dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan

mempertahankan suhu dingin pada jam pertama setelah kejadian. Oleh

karena itu, merendam bagian yang terkena selama lima belas menit

pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan untuk luka

bakar >10%, karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan cardiac

arrest.

17
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :

a. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas (airway),

pernapasan (breathing) dan sirkulasi (circulation).

b. Periksa jalan napas.

c. Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan

pembersihan jalan napas (suction dan lain sebagainya), bila perlu

lakukan trakeostomi atau intubasi.

d. Berikan oksigen.

e. Pasang intravena line untuk resusitasi cairan, berikan cairan ringer

laktat untuk mengatasi syok.

f. Pasang kateter buli – buli untuk pemantau diuresis.

g. Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada

ileus paralitik.

h. Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous

pressure/CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar

ekstensif.

i. Periksa cedera seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan

adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan

demikian jumlah dan jenis cairan dapat yang diperlukan untuk

resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan lebih diindikasikan pada

luka bakar derajat 2 dan 3 dengan luas >25%, atau pasien tidak

dapat minum. Terapi cairan dapat dihentikan bila masukkan oral

dapat menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan

18
untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar,

yaitu :

1). Cara Evans.

Untuk menghitung jumlah cairan pada hari pertama

hitunglah :

Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)

Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc larutan koloid (2)

2000 cc glukosa 5% (3)

Separuh dari jumlah (1), (2) dan (3) diberikan dalam 8 jam

pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada

hari kedua diberikan cairan setengah dari hari pertama. Pada

hari ketiga berikan cairan setengah dari hari kedua. Sebagai

monitoring pemberian cairan lakukan penghitungan diuresis.

2). Cara Baxter.

Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak

dipakai. Jumlah cairan hari pertama dihitung dengan rumus =

%luka bakar x BB (kg) x 4cc. Separuh dari jumlah cairan ini

diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16

jam selanjutnya. Hari pertama diberikan larutan ringer laktat

karena terjadi hipotermi. Untuk hari kedua di berikan

setengah dari jumlah hari pertama.

19
B. Asuhan Keperawatan

Dalam proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam

melaksanakan proses keperawatan tersebut seorang perawat harus harus

mempunyai keterampilan khusus agar dapat memberikan asuhan

keperawatan yang berkualitas, yaitu keterampilan intelektual, teknikal dan

interpersonal.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan

menganalisanya, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan klien

tersebut. Data dasar pengkajian klien dengan luka bakar (Doengoes, 2000)

yang perlu dikaji :

a. Aktifitas/istirahat :

Tanda :

Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area

yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.

b. Sirkulasi :

Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT) :

Hipotensi (syok); takikardia (syok/ansietas/nyeri); pembentukan

oedema jaringan (semua luka bakar).

c. Integritas ego:

Gejala:

Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.

20
Tanda :

Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,

marah.

d. Eliminasi :

Tanda :

Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin

hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan

otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan

ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada

luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan

motilitas/peristaltik gastrik.

e. Makanan/cairan :

Tanda :

Oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

f. Neurosensori:

Gejala:

Area batas; kesemutan.

Tanda:

Perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam

(RTD) pada cedera ekstremitas.

21
g. Nyeri/kenyamanan :

Gejala :

Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara ekstern

sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu;

luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara

respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada

keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

h. Pernafasan :

Gejala :

Terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera

inhalasi).

Tanda :

Serak; batuk mengi; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan

menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.

Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar

dada; jalan nafas atau stridor/mengi (obstruksi sehubungan dengan

laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema

paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

i. Keamanan:

Tanda:

Kulit umum :

Destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari

sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.

22
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan

pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung

sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera Api :

Terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase

intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong,

mukosa hidung dan mulut kering, merah; lepuh pada faring posterior;

edema lingkar mulut dan / atau lingkar nasal.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dibuat setelah dilakukan analisa dari data – data

yang terkumpul. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien

luka bakar (Doenges, 2000) adalah sebagai berikut :

a. Risiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan:

1) Obtruksi trakeabronkial: edema mukosa dan hilangnya kerja silia

(inhalasi asap). Luka bakar daerah leher, kompresi jalan napas

torak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.

2) Trauma: cedera jalan napas atas langsung oleh api, pemanasan,

udara panas dan kimia/gas.

3) Perpindahan cairan, edema paru, penurunan komplains paru.

b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

1) Kehilangan cairan melalui rute abnormal.

2) Peningkatan kebutuhan: status hypermetabolik, ketidakcukupan

pemasukan.

23
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan

1) Pertahanan primer tidak adekuat: kerusakan perlindungan kulit,

jaringan traumatik.

2) Pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb, penekanan

respons inflamasi.

d. Nyeri berhubung dengan

1) Kerusakan kulit/jaringan, pembentukan edema.

2) Manifulasi jaringan cedera contoh debridemen luka.

e. Resiko tinggi terhadap perubahan atau disfungsi perpusi jaringan,

neurovaskular perifer berhubungan dengan

1) Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar

seputar ekstremitas dengan edema.

2) Hipovolemia

f. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Status

hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi

normal pada cedera berat) berhubungan dengan:

1) Katabolisme protein.

g. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan

1) Gangguan neuromuskular, nyeri/tidak nyaman, penurunan

kekuatan dan tahanan.

2) Terapi pembatasan, imobilisasi tungkai dan kontraktur.

h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

1) Trauma: kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit

(parsial/luka bakar dalam).

24
i. Ketakutan /ansietas berhubungan dengan

1) Krisis situasi: perawatan dirumah sakit/prosedur isolasi, transmisi

interpersonal dan kontagion, mengingat pengalaman trauma,

ancaman kematian dan atau kecacatan.

j. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan

1) krisis situasi: kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan

dan nyeri.

k. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan

1) Kurang terpajan/mengingat

2) Salah interpretasi informasi

3) Tidak mengenal sumber informasi.

3. Perencanaan

Adapun perencanaan klien dengan luka bakar berdasarkan

diagnosa keperawatan yang muncul ( Doenges, 2000) adalah:

a. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan:

1) Obstruksi trakeabronkial: edema mukosa dan hilangnya kerja silia

(inhalasi asap). Luka bakar daerah leher, kompresi jalan napas

torak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.

2) Trauma: cedera jalan napas atas langsung oleh api, pemanasan,

udara panas dan kimia/gas.

3) Perpindahan cairan, edema paru, penurunan komplains paru.

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :

Menunjukkan bunyi napas yang jelas, frekuensi napas dalam rentang

normal, bebas dispnea/sianosis.

25
Rencana tindakan:

1) Kaji reflek menelan, serak dan batuk mengi.

2) Awasi frekuensi, irama, sianosis dan sputum merah muda.

3) Dorong batuk/latihan napas dalam.

4) Berikan 02 dengan tepat.

5) Awasi 24 jam keseimbagan cairan.

b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan :

1) Kehilangan cairan melalui rute abnormal.

2) Peningkatan kebutuhan: status hypermetabolik, ketidakcukupan

pemasukan, kehilangan perdarahan.

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :

Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh

haluaran urine adekuat, tanda vital stabil, membran mukosa lembab.

Rencana tindakan:

1) Awasi tanda – tanda vital.

2) Awasi haluaran urine dan berat jenis

3) Perkirakan drainase.luka dan kehilangan yang tak tampak.

4) Pertahankan pencatatan kumulatif jumlah dan tipe pemasukan

cairan

5) Timbang berat badan tiap hari.

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan :

1) Pertahanan primer tidak adekuat: kerusakan perlindungan kulit,

jaringan traumatik.

26
2) Pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb, penekanan

respons inflamasi.

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :

Mencapai penyembuhan tepat waktu bebas eksudat purulen dan tidak

demam.

Rencana tindakan:

1) Implementasikan teknik isolasi yang tepat sesuai indikasi.

2) Tekankan teknik cuci tangan yang baik bagi semua yang kontak

dengan pasien.

3) Gunakan teknik aseptik yang ketat dalam perawatan luka.

4) Cukur/ikat rambut disekitar area yang terbakar.

5) Ganti balutan dan bersihkan area terbakar.

6) Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas .

7) Periksa luka tiap hari, perhatikan perubahan penampilan, bau atau

kuantitas drainase.

8) Awasi peningkatan tanda vital.

9) Kolaborasi dalam pemberian obat baik yang topikal maupun

sistemik.

d. Nyeri berhubungan dengan :

1) Kerusakan kulit / jaringan, pembentukan edema

2) Manipulasi jaringan cedera contoh debridement luka

27
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :

Melaporkan nyeri berkurang / terkontrol, menunjukan ekspresi wajah /

postur tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktifitas dan tidur / istirahat

denga tepat.

Rencana tindakan :

1) Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai

indikasi

2) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi / karakter dan intensitas (

skala 0 – 10 ).

3) Kaji tanda – tanda vital.

4) Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh nafas dalam.

5) Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.

6) Kolaborasi dengan tim medis.

e. Resiko tinggi terhadap perubahan atau disfungsi perfusi jaringan,

neurovaskuler perifer berhubungan dengan :

1) Penurunan / interupsi aliran darah arterial / vena, contoh luka

bakar seputar ekstremitas dengan edema

2) Hipovolemia

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :

Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas / kekuatan sama,

pengisian kapiler baik dan warna kulit normal pada area yang cidera.

28
Rencana tindakan :

1) Kaji warna,sensasi, gerakan, nadi perifer dan pengisian kapiler

pada ekstremitas luka bakar.

2) Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat.

3) Ukur tekanan darah pada ektremitas yang mengalami luka bakar.

4) Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang sakit.

5) Selidiki nadi secara teratur.

f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan :

1) Katabolisme protein.

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :

Menunjukan pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan

metabolik dibuktikan oleh berat badan stabil / massa otot terukur,

keseimbangan nitrogen positif, dan regenerasi jaringan.

Rencana tindakan :

1) Auskultasi bising usus

2) Pertahankan jumlah kalori ketat, timbang tiap hari

3) Berikan makan dan makanan kecil sedikit dan sering

4) Dorong klien untuk duduk saat makan dan dikunjungi orang lain.

5) Berikan kebersihan oral sebelum makan.

g. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan :

1) Gangguan neuromuskuler, nyeri / tidak nyaman, penurunan

kekuatan dan tahanan.

2) Terapi pembatasan, imobilisasi tungkai dan kontraktur.

29
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :

Klien menyatakan dan menunjukan keinginan berpartisipasi dalam

aktifitas, mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya

kontraktur, mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi

yang sakit dan atau kompensasi bagian tubuh, menunjukan teknik /

perilaku yang memampukan melakukan aktifitas.

Rencana tindakan :

1) Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan

pasif kemudian aktif.

2) Beri obat sebelum aktifitas / latihan.

3) Jadwalkan pengobatan dan aktifitas perawatan untuk memberikan

periode istirahat tak terganggu.

4) Instruksikan dan bantu dalam mobilitas, contoh tongkat, walker

secara tepat.

5) Dorong dukungan dan bantuan keluarga / orang terdekat pada

latihan rentang gerak.

6) Dorong partisipasi klien dalam semua aktifitas sesuai kemampuan

individual.

h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan :

1) Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan

kulit.

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :

Menunjukan regenerasi jaringan, mencapai penyembuhan tepat waktu

pada area luka bakar.

30
Rencana tindakan :

1) Kaji / catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan

nekrotik dan kondisi sekitar luka.

2) Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol

infeksi.

3) Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila

diindikasikan.

4) Pertahankan balutan diatas area graft baru dan atau sisi donor

sesuai indikasi

5) Evaluasi warna sisi graft dan donor, perhatikan adanya / tak

adanya penyembuhan.

i. Ketakutan / ansietas berhubungan dengan :

1) Krisis situasi : perawatan dirumah sakit / prosedur isolasi,

transmisi interpersonal dan kontagion, mengingat pengalaman

trauma, ancaman kematian dan atau kecacatan.

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :

Klien menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara

sehat, kilen mengatakan ansietas / kecemasan menurun sampai tingkat

dapat ditangani, menunjukan keterampilan pemecahan masalah,

penggunaan sumber yang efektif.

Rencana tindakan :

1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur

perawatan

31
2) Tunjukan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien

bila prosedur bebas dari nyeri

3) Libatkan pasien / orang terdekat dalam proses pengambilan

keputusan kapanpun

4) Berikan orientasi konstan dan konsisten.

5) Identifikasi metode koping / penanganan situasi stres sebelumnya.

j. Gangguan citra tubuh ( penampilan peran ) berhubungan dengan :

1) Krisis situasi : kejadian traumatik peran klien tergantung,

kecacatan dan nyeri.

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :

Klien menyatakan penerimaan situasi diri, bicara dengan keluarga /

orang terdekat tentang situasi, perubahan yang terjadi, membuat tujuan

realitas / rencana untuk masa depan, memasukan perubahan dalam

konsep diri tanpa harga diri negatif.

Rencana tindakan :

1) Kaji makna kehilangan / perubahan pada klien / orang terdekat

2) Terima dan akui ekspresi frustasi.

3) Susun pembatasan perilaku maladaptif.

4) Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan

kesehatan, dan menyusun tujuan dalam keterbatasan.

5) Dorong interaksi keluarga dan tim rehabilitasi.

k. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan :

32
1) Kurang terpajan / mengingat.

2) Salah interpretasi informasi.

3) Tidak mengenal sumber informasi.

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :

Klien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan,

melakukan dengan benar tindakan tertentu dan menjelaskan alasan

tindakan, melakukan perubahan pola hidup tertentu dan berpartisipasi

dalam program pengobatan

Rencana tindakan :

1) Kaji ulang prognosis dan harapan yang akan datang

2) Diskusikan harapan pasien untuk kembali kerumah, bekerja dan

aktifitas normal.

3) Kaji ulang perawatan luka bakar, graft kulit dan luka.

4) Diskusikan perawatan kulit, contoh penggunaan pelembab.

5) Jelaskan proses jaringan parut dan perlunya untuk menggunakan

pakaian penekan yang tepat bila menggunakannya.

6) Identifikasi keterbatasan spesifik aktifitas sesuai individu.

7) Tekankan perlunya / pentingnya mengevaluasi

perawatan/rehabilitasi.

4. Implementasi

Merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat

dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan

implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana

33
setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal,

intelektual, dan teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan

efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik, dan psikologi dilindungi

dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan.

(Engram B, 1999).

Pelaksanaan adalah implementasi atau penerapan tindakan-

tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Pada tahap ini ada

beberapa yang perlu dikerjakan, antara lain :

a. Melaksanakan/menerapkan tindakan-tindakan keperawatan yang

ada dalam rencana.

b. Mengisi format asuhan keperawatan.

Adapun prioritas keperawatan dalam tahap pelaksanaan tindakan

keperawatan untuk klien luka bakar (Keperawatan Klinis, 2003) adalah :

a. Mempertahankan potensi jalan napas/fungsi pernapasan.

b. Memperbaiki stabilitas hemodinamik/volume sirkulasi

c. Menghilangkan nyeri.

d. Mencegah komplikasi.

e. Memberikan dukungan emosi pada pasien/orang terdekat.

f. Memberikan informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan.

5. Evaluasi

Merupakan hasil perbandingan yang sistematis dan direncanakan antara

status kesehatan klien dengan hasil yang diharapkan. Evaluasi hasil yang di

34
harapkan pada klien dengan luka bakar berdasarkan diagnosa keperawatan

(Brunner & Suddarth, 2002).

a. Memelihara pertukaran gas dan bersihan jalan napas

1) Memeperlihatkan paru-paru yang terdengar bersih pada auskultasi.

2) Tidak memperlihatkan dispnea atau cyanosis dan dapat bernafas

dengan baik ketika berdiri, duduk serta berbaring.

3) Memperlihatkan frekuensi respirasi antara 12 – 20 x/menit.

4) Memiliki sekret respirasi yang minimal, tidak berwarna dan encer.

5) Memiliki irama jantung yang stabil.

b. Mendapatkan kembali keseimbangan cairan yang optimal

1) mempertahankan asupan serta keluaran cairan dan berat badan yang

mempunyai korelasi dengan pola yang diharapkan.

2) Memperlihatkan tanda-tanda vital, CVP, tekanan arteri pulmonalis dan

tekanan baji (wedge presure) yang tetap berada dalam batas-batas yang

direncanakan.

3) Memiliki frekuensi denyut jantung yang kurang dari 110 /menit

dengan irama sinus yang normal.

c. Tidak mengalami infeksi lokal maupun sistemik

1) Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur dengan jumlah bakteri yang

minimal

2) Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur sputum dan urin yang

normal.

35
Mengalami nyeri yang minimal.

1) Memerlukan preparat analgetik hanya untuk aktifitas fisioterapi atau

perawatan luka yang spesifik.

2) Melaporkan nyeri yang minimal.

3) Tidak memperlihatkan tanda-tanda fisiologik atau non verbal yang

menunjukan terdapatnya nyeri.

4) Menggunakan tindakan untuk mengendalikan nyeri seperti teknik

relaksasi.

5) Dapat tidur tanpa terganggu oleh rasa nyeri.

Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas / kekuatan sama.

1) Meningkatkan sirkulasi sistemik / aliran balik vena.

2) Meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik.

3) Memaksimalkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan.

Memperlihatkan status nutrisi yang anabolik.

1) Tidak memperlihatkan tanda-tanda difisiensi protein, vitamin dan

mineral.

2) Memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan lewat asupan oral.

3) Turut berpartisipasi dalam memilih makanan yang mengandung

nutrien yang dipreskripsikan.

4) Memperlihatkan kadar protein serum yang normal.

Memperlihatkan mobilitas fisik yang optimal.

1) Memperbaiki kisaran gerak pada sendi setiap hari.

2) Memperlihatkan kisaran gerak pra luka bakar pada semua sendi.

36
3) Tidak mengalami tanda-tanda kalsifikasi disekitar sendi.

4) Turut berpartisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari.

Memperlihatkan perbaikan intergritas kulit.

1) Mempertahankan kulit yang secara umum tampak utuh dan bebas dari

infeksi, dekubitus serta cidera.

2) Memperlihatkan daerah-daerah luka terbuka yang berwarna merah

muda, mengalami reepitelisasi dan bebas dari infeksi.

3) Sudah memperlihatkan luka yang sembuh, teraba lunak dan halus.

4) Memperlihatkan kulit yang licin dan elastis.

Mengaitkan dengan tepat dalam proses klien / keluarga.

1) Klien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan perasaan

mereka yang berkenaan dengan perubahan dalam interaksi keluarga.

2) Keluarga memberikan dukungan emosional kepada klien selama

perawatan dirumah sakit.

3) Keluarga mengatakan bahwa kebutuhan mereka sendiri terpenuhi.

j. Menggunakan strategi koping untuk menghadapi masalah pasca luka

bakar.

1) Dengan kata-kata mengutarakan reaksi terhadap luka bakar, prosedur

terapeutik, kehilangan.

2) Mengidentifikasi strategi koping yang digunakan secara efektif dalam

menghadapi situasi stres yang pernah dialami sebelumnya.

3) Dengan kata-kata mengutarakan pandangan yang realistik terhadap

masalah yang terjadi akibat luka bakar dan rencananya untuk masa

depan.

4) Mengatasi kesedihan akibat kehilangan yang terjadi akibat luka bakar.


37
k. Klien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan pemahaman

mereka terhadap proses penanganan luka bakar.

1) Menyatakan dasar pemikiran bagi berbagai aspek penanganan.

2) Menyatakan periode waktu yang realistik untuk kesembuhan.

38

Anda mungkin juga menyukai