Pengertian
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera sebagai akibat kontak langsung atau terpapar
dengan sumber-sumber panas, listrik, zat kimia, atau radiasi. Merupakan jenis luka, kerusakan
jaringan atau kehilangan jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang
tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam
dan memiliki penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar,
tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar dapat merusak
jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan kerusakan
yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir sistem persarafan. Seorang korban luka bakar
dapat mengalami berbagai macam komplikasi yang fatal termasuk diantaranya kondisi shock,
infeksi, ketidak seimbangan elektrolit dan masalah distress pernapasan. Selain komplikasi yang
berbentuk fisik, luka bakar dapat juga menyebabkan distress emosional dan psikologis yang
berat dikarenakan cacat akibat luka bakar dan bekas luka.
Secara anatomik, sebagian besar luka bakar terletak pada daerah kulit. Kulit merupakan
organ tubuh yang sangat penting. Ia merupakan struktur tubuh yang terbesar dan merupakan
penyatu dari bagian-bagian tubuh. Oleh karena itu, kulit memainkan peran yang sangat
signifikan dalam tubuh. Sama pentingnya dengan sistem lainnya dalam badan.
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam
homeostasis. Kulit mmepunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dari berbagai trauma dan
merupakan penahan terhadap bakteri, virus dan jamur. Kehilangan panas dan penyimpanan panas
diatur oleh vasodilatasi atau sekresi kelenjar-kelenjar keringat dan tanpa adanya kulit, maka
cairan tubuh akan hilang dalam beberapa waktu.
Kulit terdiri ada tiga lapisan, epidermis, dermis dan jaringan subkutan. Setiap lapisan
menjadi lebih berdiferensiasi (menjadi matur dan dengan fungsi yang lebih spesifik). Epidermis
merupakan lapisan yang terluar dengan ketebalan sekitar 0,1mm pada kelopak mata dan 1mm
pada telapak tangan dan telapak kaki. Lapisan eksternal dari sel-sel epitel bertingkat ini terutama
terdiri atas kreatinosit. Lapisan eksternal ini hamper pasti digantikan setiap 3-4 minggu. Sel-sel
yang mati mengandung sejumlah besar keratin, suatu protein fibrosa tak larut yang membentuk
barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan
cairan yang berlebihan dari tubuh.
Jaringan subkutan atau hipodermis adalah lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini
terutamanya adalah jaringan adipose, yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur
internal seperti otot dan tulang. Lapisan ini memungkinkan mobilitas kulit, pembentuk kontur
tubuh, dan pelindung tubuh. Lemak disimpan dan didistribusikan sesuai gender individu, dan
sebagian bertanggung jawab dalam membedakan bentuk tubuh antara wanita dan pria.
Kebanyakan makan menyebabkan peningkatan penumpukan lemak dibawah kulit. Jaringan
subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan factor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
2.2 Etiologi
Secara garis besar ada lima mekanisme penyebab timbulnya luka bakar, yaitu terutama
adalah sbb.:
a. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan
panas atau objek-objek panas lainnya.
b. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa
kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan
luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak
dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai
zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk
zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
c.
penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat
dua, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang
khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan menurun, dan
produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan
jam. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya
diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium
yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena
daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh
ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar,
selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan
kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya
karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Laju Metabolik
Sel
darah
merah
Anemia
glukoneogenesis
glukogenolisis
kebutuhan O2
LUKA BAKAR
MAYOR
Aldosteron
Sekresi
Faktor depresan
Adrenal
miokard
Kehilangan O2
Pelepasankate
kolamin
infisiensi
miokard
aliran
vasokontriksi
Hipovolemia
ke ginjal
curah jantung
Retensi
Na+
LFG
aliran
ke
limpa
Asidosis
Kehilangan K+
Gagal ginjal
hipoksia hepatik
Gagal hepar
Gambar 2.2 Patofisiologi Luka Bakar
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan/kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang
mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar
telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai
disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya.
intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali
lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan
suhu tubuh normal perhari adalah 350 ml. (lihat tabel 1)
Tabel 1 : Rata-rata output cairan perhari untuk orang dewasa
Rute
Urin
Insensible losses:
350
Paru
350
b. Kulit
100
a.
Keringat
100
Total :
2300
Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang intravaskuler
tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka shock hipovolemik dan ancaman kematian bagi
penderita luka bakar yang luas dapat terjadi.
Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak
mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac outuput kembali
normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24
jam setelah luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi
intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian
menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena kehilangan sel darah
merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan
edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.
3. Sistem Renal dan Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR
(glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus juga berkurang,
yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien dengan
luka bakar yang lebih dari 25 %.
4. Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu
penurunan
dalam
produksi
immunoglobulin,
supresi
aktivitas
complement
dan
perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang
mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya
infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.
5. Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar oksigen
arteri dan lung compliance.
a. Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali berhubungan dengan
injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri
yang diakibatkan oleh api.
Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang
mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx, rambut
hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, tachipnoe, kemerahan pada selaput hidung, stridor,
wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum, dan batuk. Bronchoscopy dan
Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan berat dan
tipe asap atau gas yang dihirup.
b. Keracunan Carbon Monoxide.
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik terbakar. Ia
merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat mengikat
hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen
digantikan dan CO secara reversibel berikatan dengan hemoglobin sehingga membentuk
carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara
menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat dengan
mudah dimonitor melalui kadar serum darah. Manifestasi dari keracunan CO adalah sbb (lihat
tabel 2) :
Tabel 2 : Manifestasi klinik keracunan CO (Carbon Monoxida)
Kadar CO (%)
Manifestasi Klinik
5 10
11 20
Nyeri kepala
21 30
31 40
41 50
Tachypnea, tachicardia
> 50
Coma, mati
b. Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
c.
d. Edema minimal.
e.
f.
Kulit hangat/kering.
g. Nyeri / hyperethetic
h. Nyeri berkurang dengan pendinginan.
i.
j.
d. Terbentuk blister
e. Edema
f. Nyeri
g.Sensitif terhadap udara dingin
h.Penyembuhan luka :
1)
2)
Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai permukaan otot, dan
persarafan dan pembuluh darah.
b. Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam.
c.
Edema.
f.
Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif.
ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomi, dimana setiap bagian mewakili 9
% kecuali daerah genitalia 1 %.
Pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian
tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka
bakar.
Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu
mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan luas atau persentasi luka
bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari permukaan
tubuh yang mengalami luka bakar.
Kesehatan umum
Adanya kelemahan jantung, penyakit pulmoner, endocrin dan penyakit-penyakit ginjal,
khususnya diabetes, insufisiensi kardiopulmoner, alkoholisme dan gagal ginjal, harus diobservasi
karena semua itu akan mempengaruhi respon klien terhadap luka dan penanganannya.
Angka kematian pada klien yang memiliki penyakit jantung adalah 3,5 - 4 kali lebih
tinggi dibandingkan klien luka bakar yang tidak menderita penyakit jantung. Demikian pula
klien luka bakar yang juga alkolism 3 kali lebih tinggi angka kematiannya dibandingkan klien
luka bakar yang nonalkoholism. Disamping itu juga klien alkoholism yang terkena luka bakar
masa hidupnya akan lebih lama berada di rumah sakit, artinya penderita luka bakar yang juga
alkoholism akan lebih lama hari rawatnya di rumah sakit.
d.
Mekanisme Luka
Mekanisme luka merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan berat
ringannya luka bakar. Secra umum luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasi memerlukan
perhatian khusus.
Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan
kerusakan jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi kerusakan
otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bila injury elektrik dengan
voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau alternating), tempat kontak, dan
lamanya kontak adalah sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat
mempengaruhi morbiditi.
Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada direct current (DC). Ini seringkali
berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel, kontraksi otot
tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra. Pada luka bakar karena zat
kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat terjadi.
e.
Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya (Mortality
rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1
tahun dan klien yang berusia di atas 65 th.
Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka bakar
merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya bereaksi,
gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri, dan bahayabahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan terhadap injury luka bakar
karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada bagian-bagian kulit lain. Sehingga
situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.
2.6 Kategori berat luka bakar menurut ABA
Perkumpulan Luka Bakar America (American Burn Asociation/ABA) mempublikasikan
petunjuk tentang klasifikasi beratnya luka bakar. Perkumpulan itu mengklasifikasikan beratnya
luka bakar ke dalam 3 kategori, dengan petunjuknya seperti berikut ini:
1.
a.
< 10 th
b.
> 40 th
c.
2.7 Penatalaksanaan
Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar
menuntut
perlunya
pendekatan
antar
disiplin.
Perawat
bertanggung
jawab
untuk
mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang merefleksikan
kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting.
Diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensinya dapat dilihat pada rencana perawatan di
halaman lainnya. Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu : 1) Fase
emergent dan resusitasi 2) Fase acut dan 3) Fase Rehabilitasi. Berikut ini akan diuraikan sekilas
tentang fase tsb.:
1. Fase Darurat (Resusitasi)
Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya
permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama
pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi
dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah (a) perawatan sebelum di
rumah sakit, (b) penanganan di bagian emergensi dan (c) periode resusitasi. Hal tersebut
akan dibahas berikut ini:
A.
dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care dimulai dengan
rumah. Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan perawatan diri serta lingkungan di rumah
mendukung terjadinya pemulihan maka klien dapat dipulangkan.
Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi : menagemen nyeri,
profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.
a) Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan morphine atau
meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh pasien
rawat jalan.
b) Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada penderita LB baik yang
ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi
tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang tidak
diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan karenanya harus diberikan tetanus
toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid.
c) Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka yaitu debridemen
jaringan yang mati; membuang zat-zat yang merusak (zat kimia, tar, dll); dan
pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan balutan secara steril. Selain itu
juga perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan tentang perawatan luka di rumah dan
manifestasi klinis dari infeksi agar klien dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang
diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan latihan ROM
mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan untuk menurunkan pembentukan edema dan
kemungkinan terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau penanganan follow up juga harus
dibicarakan dengan klien pada waktu itu.
d) Pendidikan / penyuluhan kesehatan
Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi, pencegahan komplikasi,
diet, berbagai fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat yang dapat di kunjungi jika
memmerlukan bantuan dan informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar klien dapat
menolong dirinya sendiri.
(2) Penanganan Luka Bakar Berat.
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi akan
meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang
mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine;
pemasangan nasogastric tube (NGT); pemeriksaan tanda-tanda vital dan laboratorium;
management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka. Berikut adalah
penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai berikut.
a) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang mungkin terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi unutk lebih memastikan
ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan
pengkajian ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang,
adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera diketahui dan
ditangani.
b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang). Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih
dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer
dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang
terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada klien
dimana tempat-tempat untuk pemberian intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan
kanul (cannulation) pada vena central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau
femoral) oleh dokter mungkin diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan
resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan berbagai formula yang telah
dikembangkan seperti pada tabel 6 tentang formula resusitasi cairan berikut.
Tabel : Formula resusitasi cairan yang digunakan dalam perawatan luka bakar
Formula
Evans
24 jam pertama
24 jam kedua
Elektrolit Koloid
Dextros Elektrolit
Koloid
Dextros
Normal
1 ml/kg/% 2000 0,5 kebutuhan 0,5 kebutuhan 2000
saline
Brooke
1 ml/kg/%
RL
ml
0,5 ml/kg/ 2000
1,5 ml/kg/% %
ml
24 jam I
24 jam I
ml
0,5-0,75
0,5-0,75
2000
kebutuhan 24 kebutuhan 24 ml
jam I
jam I
Modifikas RL
0,3-0,5 ml/kg/
i Brooke
Parkland
2 ml/kg/%
RL
%
0,3-0,5 ml/kg/ 2000
4 ml/kg/%
ml
Periode resusitasi dimulai dengan tindakan resusitasi cairan dan diakhiri bila integritas
kapiler kembali mendekati keadaan normal dan perpindahan cairan yang banyak mengalami
penurunan.
Resusitasi cairan dimulai untuk meminimalkan efek yang merusak dari perpindahan
cairan. Tujuan resuscitasi cairan adalah untuk mempertahankan ferfusi organ vital serta
menghindari komplikasi terapi yang tidak adekuat atau berlebihan. Terdapat beberapa formula
yang digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan seperti tampak dalam tabel diatas.
Banyaknya/jumlah cairan yang pasti didasarkan pada berat badan klien dan luasnya luka
bakar. Faktor lain yang menjadi pertimbangan meliputi adalah adanya inhalasi luka,
keterlambatan resusitasi awal, atau kerusakan jaringan yang lebih dalam. Faktor-faktor ini
cenderung meningkatkan jumlah/banyaknya cairan intravena yang dibutuhkan untuk resusitasi
adekuat di atas jumlah yang telah dihitung. Dengan pengecualian pada formula Evan dan
Brooke, cairan yang mengandung colloid tidak diberikan selama periode ini karena perubahanperubahan pada permeabilitas kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan yang banyak
mengandung protein kedalam ruang interstitial, sehingga meningkatkan pembentukan edema.
Selama 24 jam kedua setelah luka bakar, larutan yang mengandung colloid dapat diberikan,
dengan dextrose 5% dan air dalam jumlah yang bervariasi.
Sangat penting untuk diingat bahwa senmua formula resusitasi yang ada hanyalah
sebagai alat bantu dan harus disesuaikan dengan respon fisiologis klien. Keberhasilan atau
keadekuatan resusitasi cairan pada orang dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs,
adekuatnya output urine, dan nadi perifer yang dapat diraba.
c) Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap jam. Output
urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu dilakukan untuk mencegah
emesis dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus
dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua
pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu.
e) Pemeriksaan vital signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan untuk menentukan
adekuat tidaknya resusitasi. Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula
darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas
darah arteri (analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri
inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya
fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus
menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat, khususnya jika disebabkan oleh
karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung
atau dysrhythmia.
f) Manajemen nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik intravena, seperti
morphine. Pemberian melalui intramuskuler atai subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari
jaringan lunak tidak cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan perpindhan cairan yang
banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral tidak
dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.
g) Propilaksis tetanus
Propilaksis tetanus pada klien LB adalah sama, baik pada luka bakar berat maupun luka
bakar yang ringan.
h) Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan tanggung jawab yang sangat penting bagi team yang
berada di ruang emergensi. Kepada klien atau yang lainnya perlu ditanyakan tentang kejadian
kecelakaan LB tersebut. Informasi yang diperlukan meliputi waktu injuri, tingkat kesadaran pada
waktu kejadian, apakah ketika injuri terjadi klien berada di ruang tertutup atau terbuka, adakah
truma lainya, dan bagaimana mekanisme injurinya. Jika klien terbakar karena zat kimia, tanyak
tentang zat kimia apa yang menjadi penyebabnya, konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah
dilakuak irigari segera setelah injuri. Sedangkan jika klien menderita LB karena elektrik, maka
perlu ditanyakan tentang sumbernya, tipe arus dan voltagenya yang dapat digunakan untuk
menentukan luasnya injuri. Informasi lain yang diperlukan adalah tentang riwayat kesehatan
klien masa lalu seperti kesehatan umum klien. Informasi yang lebih khusus adalah berkaitan
dengan penyakit-penyakit jantung, pulmoner, endokrin dan penyakit ginjal karena itu semua
mempunyai implikasi terhadap treatment. Disamping itu perlu pula diketahui tentang riwayat
alergi klien, baik terhadap obat maupun yang lainnya.
i) Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat mengganggu sirkulasi dan
respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama
resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya. Pada LB
yang mengenai sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan
membantu menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan sirkulasi masih dapat
terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah
penting untuk dilakukan.
Escharotomy merupakan tindakan yang tepat untuk masalah gangguan sirkulasi karena
LB yang melingkari bagian tubuh. Seorang dokter melaukan insisi terhadap eschar yang akan
mengurangi/menghilangkan konstriksi sirkulasi. Umumnya dilakukan ditempat tidur klien dan
tanpa menggunakan anaetesi karena eschar tidak berdarah dan tidak nyeri. Namun jaringan yang
masih hidup dibawah luka dapat berdarah. Jika perfusi jaringan adekuat tidak berhasil, maka
dapat dilakukan fasciotomy. Prosedur ini adalah menginsisi fascia, yang dilakukan di ruang
operasi dengan menggunakan anestesi.
Demikian juga, escharotomy dapat dilakukan pada luka bakar yang mengenai torak untuk
memperbaiki ventilasi. Setelah dilakukan tindakan escharotomy, maka perawat perlu melakukan
monitoring terhadap perbaikan ventilasi.
Perawatan luka dibagian emergensi terdiri-dari penutupan luka dengan sprei kering,
bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang mengenai
kepala dan wajah diletakan pada posisi kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar
dengan menggunakan bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu
menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres dingin dan steril dapat
mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas kesehatan.
2. Fase Akut
Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas kapiler
membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi pada 48-72 jam setelah
injuri. Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut : mengatasi infeksi,
perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen nyeri, dan terapi fisik.
A. Mengatasi infeksi
Sumber-sumber infeksi pada klien dengan luka bakar meliputi autocontaminasi dari:
1)
Oropharynx
2)
Fecal flora
3)
4)
5)
6)
baru dilakukan skin graft. Jika hidroterapi tidak dilakukan, maka luka dapat dibersihkan dan
dibilas di atas tempat tidur klien dan ditambahkan dengan penggunaan zat antimikroba.
2) Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk
meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian bawah eschar.
Debridemen luka pada LB meliputi debridemen secara mekanik, debridemen enzymatic, dan
dengan tindakan pembedahan.
a.
Debridemen mekanik
Debridemen mekanik yaitu dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan gunting dan
forcep untuk memotong dan mengangkat eschar. Penggantian balutan merupakan cara lain yang
juga efektif dari tindakan debridemen mekanik. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara
menggunakan balutan basah ke kering (wet-to-dry) dan pembalutan kering kepada balutan kering
(wet-to-wet). Debridemen mekanik pada LB dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat, oleh
karena itu perlu terlebih dahulu dilakukan tindakan untuk mengatasi nyeri yang lebih efektif.
b. Debridemen enzymatic
Debridemen enzymatik merupakan debridemen dengan menggunakan preparat enzym
topical proteolitik dan fibrinolitik. Produk-produk ini secara selektif mencerna jaringan yang
necrotik, dan mempermudah pengangkatan eschar. Produk-prduk ini memerlukan lingkungan
yang basah agar menjadi lebih efektif dan digunakan secara langsung terhadap luka. Nyeri dan
perdarahan merupakan masalah utama dengan penanganan ini dan harus dikaji secara terusmenerus selama treatment dilakukan.
c. Debridemen pembedahan
Debridemen pembedahan luka meliputi eksisi jaringan devitalis (mati). Terdapat 2 tehnik
yang dapat digunakan : Pada tangential exccision adalah dengan mencukur atau menyayat
lapisan eschar yang sangat tipis sampai terlihat jaringan yang masih hidup. sedangkan fascial
excision adlaah mengangkat jaringan luka dan lemak sampai fascia. Tehnik ini seringkali
digunakan untuk LB yang sangat dalam.
3) Balutan
a. Penggunaan penutup luka khusus
Luka bakar yang dalam atau full thickness pada awalnya dilakukan dengan menggunakan
zat/obat antimikroba topikal. Obat ini digunakan 1 - 2 kali setelah pembersihan, debridemen dan
inspeksi luka. Perawat perlu melakukan kajian terhadap adanya eschar, granulasi jaringan atau
adanya reepitelisasi dan adanya tanda-tanda infeksi. Umumnya obat-obat antimikroba yang
sering digunakan tampak pada tabel dibawah. Tidak ada satu obat yang digunakan secara umum,
oleh karena itu dibeberapa pusat pelayanan luka bakar ada yang memilih krim silfer sulfadiazine
sebagai pengobatan topikal awal untuk luka bakar.
Tabel 4 : Obat-Obatan Antimikroba Topical Yang Digunakan Pada Luka Bakar
Obat
Spektrum
Penggunaan
Efek Samping
Perawatan
Krim
Antimikroba
Spektrum luas,
2x/hari,tebal 1/16
Leukopenia setelah
Silver
termasuk jamur
inci.
Kaji keadekuatan
Sulfadia-
Spektrum luas,
managemen nyeri.
zine 1%
Mempunyai
2x/hari,1/16 inci.
Hyperchloremic
Mafenide
aktivitas
metabolisme
tak nyaman
acetate
terhadap jamur
Balutan tipis
acidosis dari
berlanjut, maka
Larutan
meskipun
diperlukan dan
diuresis bicarbonat
perlu
Mafenide
sedikit.
dibasahi dengan-
karena hambatan
dipertimbangkan
acetate
Spektrum luas
anhydrase carbonic.
penggunaan topikal
5%
Spektrum luas
Balutan yang
Menimbulkan rasa
lainnya.
Silver
tebal diperlukan
nyeri.
Gunakan secara
nitrate
dan dibasahi dg
Pruritus.
5%
dengan gagal
Kolonisasi jamur.
ginjal.
Hyponatremia
Hypochloremia
Kaji keadekuatan
Hypokalemia
managemen nyeri.
Hypocalcemia
Cek serum
elektrolit setiap
hari.
Penetrasi terhadap
bekas luka buruk.
b.
(kedalamannya,
banyaknya
eksudat,
lokasi
luka
pada
tubuh
dan
fase
Penjelasan
Indikasi
h
Biologic
Membran
Amnion
amnion
Allograft
dibuat
homograft
placenta
Perhatian Perawatan
luka
diganti
amnion.
Xenograft
heterograft
manusia
granulasi jaringan.
Diambil
dari Untuk
mungkin
menunjukan
yang
infeksi
meninggal
dunia
Untuk
luka
pada
menutupi allograft/xenograft
dalam eksisi
kematiannya.
adanya
terhadap
penggunaan
pastikan
aoutograft
bersih.
luka
selalu
Untuk
meningkatkan
penyembuhan luka
bersih
dan
luka
superficial-partial
thickness
Categori/Conto
Penjelasan
Indikasi
h
Biosintetis
Perhatian Perawatan
tempat Keamanan sekitar kulit
samapai
donor
yang
membran
Meningkatkan
karet
menggunakan
yang
superficial-partial
dengan
mengandung
thiskness bersih.
colagen
Untuk
terhadap
luka.
digunakan dapat
eksisi dalam
pembalut.
diangkat/diganti
48
mengecek/
menempelnya
Bila
jam
untuk
mengetahui
Biobrane.
telah
menempel/menyambung
Dan
biobrane
biarkan
terekpose
dengan udara
Tempat donor baru dan
penyembuhan
donor
tempat
pada
memerlukan
kaki
penyokong
selama ambulasi
Kaji tanda-tanda infeksi
dan bagian perifer luka.
2) Pencangkokan kulit
Pencangkokan kulit yang berasal dari bagian kulit yang utuh dari penderita itu sendiri
(autografting) adalah pembedahan dengan mengangkat lapisan kulit tipis yang masih utuh dan
kemudian digunakan pada luka bakar yang telah dieksisi. Prosedur ini dilakukan di ruang operasi
dengan pemberian anaetesi.
Perawatan post operasi autograft meliputi: mengkaji perdarahan dari tempat donor;
memperbaiki posisi dan immobilisasi tempat donor; perawatan tempat donor; perawatan khusus
autograft (seperti : cultur epitel autograft)
a) Mengkaji Perdarahan
Perdarahan pada autograft dapat menghalangi / mencegah / mengganggu keberhasilan
menempelnya kulit yang dicangkok pada eksisi luka dan dapat mengakibatkan lepasnya graft.
Bila terdapat sedikit darah atau serum dapat dibersihkan dengan cara memutar ( dengan
menggunakan cotton swab steril) dari arah tengah graft menuju keperifer. Jika jumlahnya cukup
banyak , maka dapat dilakukan aspirasi darah/serum dengan menggunakan spuit dan jarum yang
kecil.
b) Pengaturan Posisi dan Immobilisasi
Autograft harus immobilisasi setelah pembedahan, umumnya selama 3-7 hari. Periode
waktu immobilisasi tersebut memungkinakan waktu autogratt menempel dan tertanam pada
dasar luka. Immobilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cama. Mengatur posisi yang tepat,
traksi, splint, dapat digunakan untuk mencegah pergerakan yang tidak diinginkan dan lepasnya
graft. Perawat juga harus melakukan berbagai macam tindakan untuk mengurangi bahaya
immobilisasi.
Formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi, dipengaruhi oleh beberapa
hal yaitu berat badan, jenis kelamin, usia, luasnya luka bakar dan aktifitas atau injuri.
Formulasinya adalah sebagai berikut:
(25 kkal x berat badan (kg) + (40 kkal x % luka bakar) = kkal/hari.
Dukungan nutrisi yang agresif umumnya diindikasikan untuk klien luka bakar dengan 30
% atau lebih, secara klinis memerlukan tindakan operasi multiple, perlunya penggunaan
ventilator mekanik, status mental dan status nutrisi yang buruk pada saat belum mengalami luka
bakar. Adapun metode pemberian nutrisi dapat meliputi diet melalui oral, enteral tube feeding,
periperal parenteral nutrition, total parenteral nutrisi, atau kombinasi.
e) Manajemen nyeri
Faktor fisiologis yang yang dapat mempengaruhi nyeri meliputi kedalaman injuri,
luasnya dan tahapan penyembuhan luka. Untuk tipe luka bakar partial thickness dan pada tempat
donor akan terasa sangat nyeri akibat stimulasi pada ujung-ujung saraf. Berlawanan halnya
dengan luka bakar full thickness yang tidak mengalami rasa nyeri karena ujung-ujung superficial
telah rusak. namun demikian ujung-ujung saraf pada yang terletak pada bagian tepi dari luka
akan sangat sensitif. Faktor-faktor psikologis yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang
terhadap nyeri adalah kecemasan, ketakutan dan kemampuan klien untuk menggunakan
kopingnya. Sedangkan faktor-faktor sosial meliputi pengalaman masa lalu tentang nyeri,
kepribadian, latar belakang keluarga, dan perpisahan dengan keluarga dan rumah. Dan perlu
diingat bahwa persepsi nyeri dan respon terhadap stimuli nyeri bersifat individual oleh karena itu
maka rencana penanganan perawatan dilakukan secara individual juga.
Pendekatan yang lebih sering digunakan untuk mengatasi rasa nyeri adalah dengan
menggunakan zat-zat farmakologik. Morphine, codein, meperidine adalah nanalgetik narkotik
yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri yang berkaitan dengan LB dan treatmennya. Obatobat farmakologik lainnya yang dapat digunakan meliputi analgesik inhalasi seperti nitrous
oxide, dll. Obat antiinflamasi nonsteroid juga dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan sampai
sedang.
Sedangkan tindakan Nonfarmakologik yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri yang
berkaitan dengan luka bakar meliputi hipnotis, guided imagery, terapi bermain, tehnik relaksasi,
distraksi, dan terapi musik. Tindakan ini efektif untuk menurunkan kecemasan dan menurunkan
persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali digunakan bersamaan dengan penggunaan obat-obat
farmakologik.
f) Terapi fisik
Mempertahankan fungsi fisik yang optimal pada klien dengan injuri LB merupakan
tantangan bagi team yang melakukan perawatan LB. Perawat harus bekerja secara teliti dengan
fisioterapist dan occupational terapist untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan rehabilitasi
klien LB. Program-program exercise, ambulasi, aktifitas sehari-hari harus diimplementasikan
secara dini pada pemulihan fase acutsampai perbaikan fungsi secara maksimal dan perbaikan
kosmetik.
Kontraktur luka dan pembentukan scar (parut) merupakan dua masalah utama pada klien
LB. Kontraktur akibat luka dapat terjadi pada luka yang luas. Lokasi yang lebih mudah
terjadinya kontraktur adalah tangan, kepala, leher, dan axila.
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah dan menangani kontraktur meliputi
terapi posisi, ROM exercise, dan pendidikan pada klien dan keluarga.
1) Posisi Terapeutik
Tabel dibawah ini merupakan daftar tehnik-tehnik posisi koreksi dan terapeutik untuk
klien dengan LB yang mengenai bagian tubuh tertentu selama periode tidak ada aktifitas
(inactivity periode) atau immobilisasi. Tehnik-tehnik posisi tersebut mempengaruhi bagian tubuh
tertentu dengan tepat untuk mengantisipasi terjadinya kontraktur atau deformitas.
Tabel : Posisi terapeutik Pada Klien Luka Bakar
Lokasi LB
Leher
Posisi Terapeutik
Ekstensi
Tehnik Posisi
Tanpa bantal
Anterior
Netral ke ekstensi
Keliling
Netral
Posterior/tdk
simetris
110 derajat
Lakukan splinting
Bahu/axila
Ekstensi lengan
(dibelat/dibidai)
Siku
Ekstensi
Hand splint
Lengan
pergelangan tangan
Hand splint
pergelangan tangan
MCP pleksi 90
Hand splint
metakarpal
derajat
sendi interpalangeal
Ekstensi PIP/DIP
jari
(MCP)
Abduksi jari-jari
distal interpalangeal
Ekstensi paha
ekstensi
(PIP/DIP)
Ekstensi lutu
Posisi prone
Ibu jari
Netral
Hipertropi bekas luka sebagai akibat dari deposit kolagen pada luka bakar yang
menyembuh. Beratnya hipertropi scar tergantung pada beberapa faktor antara lain kedalaman
LB, ras, usia, dan tipe autograft. Metode nonoperasi untuk meminimalkan hipertropi scar adalah
dengan terapi tekanan (pressure therapy). Yaitu dengan menggunakan pembungkus dan
perban/pembalut elastik (elastic wraps and bandages). Sedangkan tindakan pembedahan untuk
mengatasi kontraktur dan hipertropi scar meliputi :
1) Split-thickness dan full-thickness skin graft
2) Skin flaps
3) Z-plasties
4) Tissue expansion.
3. Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan luka
bakar. Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar adalah untuk peningkatan
kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal. Tindakan-tindakan untuk
meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan atau meminimalkan deformitas dan hipertropi
scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi dan memberikan support emosional serta pendidikan
merupakan bagian dari proses rehabilitasi. Perhatian khusus aspek psikososial.
Rehabilitasi psikologis adalah sama pentingnya dengan rehabilitasi fisik dalam
keseluruhan proses pemulihan. Banyak sekali respon psikologis dan emosional terhadap injuri
luka bakar yang dapat diidentifikasi, mulai dari ketakutan sampai dengan psikosis. Respon
penderita dipengaruhi oleh usia, kepribadian (personality), latar belakang budaya dan etnic, luas
dan lokasi injuri, dan akibatnya pada body image. Disamping itu, berpisah dari keluarga dan
teman-teman, perubahan pada peran normal klien dan tanggungjawabnya mempengaruhi reaksi
terhadap trauma LB. Fokus perawatan adalah pada upaya memaksimalkan pemulihan psikososial
klien melalui intervensi yang tepat.
Terdapat 4 tahap respon psikososial akibat trauma LB yang ditandai oleh Lee sebagai
berikut: impact; retreat or withdrawal (kemunduran atau menarik diri); acknowledgement
(menerima) dan reconstructive (membangun kembali).
a. Impact.
Periode impact terjadi segera setelah injuri yang ditandai oleh shock, tidak percaya
(disbelieve), perasaan overwhelmed. Klien dan keluarga mungkin menyadari apa yang terjadi
tetapi kopingnya pada waktu itu buruk. Pada penelitian yang telah dilakukan mengindikasikan
bahwa keluarga dengan klien yang sakit kritis mempunyai kebutuhan untuk kepastian
(assurance), kebutuhan untuk dekat dengan anggota keluarga yang lain dan kebutuhan akan
informasi. Lebih spesifik lagi keluarga ingin mengetahui kapan anggota keluarganya dapat
ditangani, apa yang akan dilakukan terhadap klien/anggota keluarganya, fakta-fakta tentang
perkembangan/kemajuan klien, dan mengapa tindakan/prosedur dilakukan terhadap klien.
b. Retreat or withdrawal (kemunduran atau menarik diri)
Kemunduran
(retreat)
ditandai
oleh
represi,
menarik
diri
(withdrawal),
arut hipertropik
Kematian
Mortalitas pada luka bakar disebabkan oleh:
hilangan cairan
n seperti pneumonia
rahat
Tanda :
a.
Hipotensi (syok)
b. Penurunan nadi perifer distal pada yang cedera; vasokonstriksi perifer umum dengan kehilangan
nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik)
c.
ran
a.
Haluran urine menurun/ tak ada selam fase darurat. Warna mungkin hitam kemerahan bila
terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam.
Penurunan bising usus/ tak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stress penurunan motilitas/ peristaltik
Gejala : area kebas, kesemutan
Tanda :
a.
f.
manan
Gejala : berbagai nyeri, contoh luka bakar derajat pertaama secara ekstrem sensitive untuk
disentuh, ditekan, gerakan udara, dan perubahan suhu; luka bakar ketebakan sedang derajat
kedua sangat nyeri, sementara respons pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri
Gejala : terkurung dalam ruang tertutup, trerpajan lama (kemungkinan cedera)
Tanda
a.
b.
Serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum, ketidak mampuan menelan sekresi oral, dan
sianosi, indikasi cedar inhalasi
c.
Pengembangn toraks mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada.
d.
Jaln napas atas stridor/ mengi (obstruksi sehubungan denagan laringospasme, edema laryngeal)
e.
Bunyi napas : gemericik edema paru, stridor (edema meningkat, secret jalan napas dalm (ronki)
Tanda :
a.
Kulit : umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan
dengan proses thrombus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/ lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/ status syok
b. Cedera Api: terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase intensitas panas
yang dihasilakan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering, merah;
lepuh pada faring posterior; edema lingkar mulut dan/ atau lingkar nasal
c.
d. Cedera listrik: cedera kutaneus ekstrenal biasanya lebih sedikit dari bawah nekrosis. Penampilan
luka bervariasi dapt meliputi luka aliran masuk keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran
pada proksimal tubuh tertutup, dan luka bakar teramal sehubunga dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/ dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor; kontraksi otot tetanik sehubungan
dengan syok listrik)
3.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Sel darah merah (RBC): dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood Cell)
karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan oleh menurunnya
produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang.
b. Sel darah putih (WBC): dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah putih/White
Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri.
c. Gas darah arteri (ABG): hal yang penting pula diketahui adalah nilai gas darah arteri
terutama jika terjadi injuri inhalasi. Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2.
Interverensi
2)
3)
4)
Berikan replacement cairan dan elektrolit melalui intra vena sesuai program.
5)
1)
2)
3)
4)
5)
2.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. edema trahea, menurunnya fungsi ciliar paru akibat injuri
inhalasi
Tujuan dan Kriteria hasil
Bersihan jalan nafas klien akan efektif, yang ditandai oleh:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
1)
Ajarkan klien untuk batuk dan ber-nafas dalam setiap 1-2 jam selama 24 jam, kemudian se-tiap
2-4 jam, saat terjaga.
2)
Letakan peralatan suction oral dalam jangkaun klien un-tuk digunakan sendiri oleh klien.
3)
Lakukan endotracheal suction jika diperlukan, dan monitor serta doku-mentasikan karak-teristik
sputumnya.
Rasional
Interverensi
1) Lepaskan semua perhiasan & pakaian yg kencang/ sempit
2) Batasi penggunaan cuff tekanan darah yang dapat menyebabkan konstriksi pada ekstremitas.
3) Monitor denyut arteri melalui palpasi atau dengan Dopler setiap jam selama 27 jam.
4) Kaji Capilary refill pada kulit yang tak terbakar pada bagian ekstremitas yg terkena.
c.
Rasional
1) Dapat membahayakan sirkulasi sebagai akibat terjadinya edema.
2) Dapat menurunkan aliran arteri dan venous return.
3) Menurunkan/ menghilangkan hipoksemia
4) Capilary refil menjadi memanjang & gangguan sirkulasi.
4.
Resiko tinggi terjadinya infeksi b.d. hilangnya pertahanan kulit, ganggu-an respon imune,
adanya pemasangan kateter (indweling urinary cateter dan intravenous cateter), dan prosedur
invasif (pengambilan sampel darah baik arteri maupun vena dan bronchoscopy) .
a.
b.
Interverensi
1)
2)
3)
4)
5)
Kaji tanda-tanda klinik infeksi: perubahan warna luka atau drainage, bau, penyembuhan yang
lama; nyeri kepala, menggigil, anoreksia, mual; perubahan tanda-tanda vital; hiperglikemia dan
glikosuria; paralitic ileus, bingung, gelisah, halusinasi.
6)
Sebelum diberikan obat topikal ulang, cuci dan bersihkan luka lebih dahulu.
7)
8)
Potong rambut badan di sekitar tepian luka (kecuali bulu dan alis mata)
c.
Rasional
1)
2)
3)
Meningkatkan kesadaran/kepatuhan.
4)
5)
Luka terbuka dan klien imunokompromi sehingga infeksi luka baik lokal maupun sistemik
adalah suatu resiko.
6)
7)
8)
5.
Nyeri b.d. injury luka bakar, stimulasi ujung-ujung saraf, treatmen dan kecemasan.
a.
2)
b.
Interverensi
1)
Kaji respon klien terhadap nyeri saat perawatan luka dan saat istirahat.
2)
Rasional
Gangguan mobilitas fisik b.d. edema, nyeri, balutan, prosedur pembedahan, dan kontraktur luka.
Tujuan dan Kriteria hasil
Klien akan mengalami peningkatan mobilits fisik ditandai dengan kembali secara maksimal
melakukan aktivitas sehari-hari dengan kecacatan dan gangguan figur yang minimal.
b.
Intervensi
1)
Kaji ROM dan kekuatan otot pada area luka yg mungkin mengalami kontraktur setiap hari atau
jika diperlukan.
2)
3)
Jelaskan alasan perlunya aktivitas dan pengaturan posisi klien dan keluarga.
c.
Rasional
1)
2)
3)
Meningkatkan kepatuhan.