Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

LUKA BAKAR

Disusun oleh:
Fatya Welinsa
NIM. 1108114713

Pembimbing
dr. Fakhrul, Sp.Bp

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Luka bakar atau combustio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti
terkena air panas (scald), koboran api di tubuh (flame), jilitan api ke tubuh
(flash), tersentuh benda panas (contact), akibat serangan listrik, akibat bahanbahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangat rendah.1,2
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Jenis
yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan dalam
penagannnya pun tinggi. Trauma termal menimbulkan morbiditas dan moratalitas
yang cukup tinggi. Menguasai prinsip-prinsip dasar resusitasi awal pada penderita
trauma dan menerapkan tindakan sederhana pada saat yang tepat dapat
mengurangi

morbiditas

dan

mortalitas. Prinsip

yang

dimaksud

adalah

kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma
inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui
resusitasi cairan. Dokter penolong juga harus waspada dalam melaksanakan
tindakan untuk mencegah dan mengobati penyulit trauma termal, seperti misalnya
rhabfomiolisis dan gangguan irama jantung yang sering terjadi pada trauma
listrik. Kontrol suhu tubuh dan menyingkirkan penderita dari lingkungan yang
berbahaya juga merupakan prinsip utama pengelolaan trauma termal. 1,3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api secara langsung maupun tidak

langsung, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia, air, dll)
atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat). 3
2.2 Epidemiologi
Luka bakar disebabkan oleh berbagai sumber. Luka bakar akibat terkena air
panas merupakan penyebab tersering diantara populasi masyarakat. Dan penyebab
kedua terbanyak merupakan luka bakar yang disebabkan oleh api yang berasal
dari kebakaran rumah atau pada saat membakar daun-daun dan sampah. Dari
laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka morbiditas
96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan tempat kejadian, 69
% di rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di rekreasi atau
olahraga 10% dan lain-lain.4,5

2.3 Anatomi dan fisiologi kulit


Kulit merupakan organ terbesar tubuh yang terdiri dari lapisan sel
dipermukaan. Kulit terdiri dari dua lapisan yaitu epidermis dan dermis. Luas kulit
orang dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan
organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin dan kesehatan dan
kehidupan. Kulit juga sangat sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada
keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.6
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamnya disusun oleh sel-sel
epitel. Sel sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel
terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan sel Langerhans.
Epidermis terdiri dari lima lapisan yang paling dalam yaitu stratum basale,
stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum corneum.6
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh darah
dan pembuluh darah limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas kelenjar keringat,
kelenjar sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari dua lapiasan yaitu lapisan
papillaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan
retikularis.6

Gambar 2:Anatomi kulit7


Antara fungsi kulit adalah: 1) Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam
terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan;
gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimiawi terutama yang bersifat iritan,
misalnya lisol, karbol, asam, dan alkali. Gangguan yang bersifat panas, misalnya
radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri
maupun jamur. 2) fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air,
larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,
begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Penyerapan
dapat berlangsung melalui celah antar sel menembus sel-sel epidermis atau
melalui muara saluran kelenjar. 3) fungsi ekskresi, kelenjar kulit mengeluarkan zat
yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, Urea,
asam urat, dan amonia. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan
ini selalu meminyaki kulit jua menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga
kulit tidak menjadi kering. 4) fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf
sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh
badan-badan ruffinidermis dan sukutis. 5) Fungsi pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi), kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat
dan mengerutkan pembuluh darah kulit. 6) Fungsi pembentukan pigmen, sel
pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi
saraf. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit. Sedangkan ke
4

lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh sel melanofag. 7) Fungsi Kreatinisasi,


lapisan epidermis dewasa mempunyai sel utama yaitu keratinosit, sel langerhans,
melanosis. 8) Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7
dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.6
2.4 Etiologi
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat
kimia. Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derjat
panas , durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit.1 Jenis luka bakar
berdasarkan etiologinya:
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas (scald), jilitan api ke tubuh
(flash), kobaran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan
objek-objek panas lainnya (misalnya olastik logam panas dan lain-lain).1,2
2. Luka Bakar Zat Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga.1,2
3. Luka Bakar Listrik (Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi
paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal.
Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan
sumber arus maupun ground.1,2
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan
terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang
terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.1,2

Gambar 3: Tipe luka bakar4


Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu1:
1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber
panas dan

terjadi

nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel

disebabkan oleh koagulasi constituent proteins.


2. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini mengalami
kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit
penurunan

perfusi

jaringan

diikuti

perubahan

sehingga

permeabilitas

kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi lokal. Proses ini


berlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berkakhir
dengan nekrosis jaringan.

3. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi, jaringannya
masih viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini kecuali jika
terjadi sepsi berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan.

Gambar 4: Zona luka bakar Jackson 1947 dan efeknya terhadap resusitasi
adekuat dan inadekuat.1
Respon Sistemik
Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka
bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan
tubuh. Perubahan- perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa1:
a. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial.
Terjadi vasokontriksi di pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas
miokardium menurun, kemungkinan adanya tumor necrosis factor- (TNF-).
Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan
hipotensi sistemik dan hipoperfusi oragan.
b. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan
pada luka bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome
(RDS).
c. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali
lipat. Hal ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic
menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif untuk
menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran pencernaan.
d. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi
sistem imun humoral dan seluler.

Gambar 5: Respon sistemik terjadi setelah luka bakar1


Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel
akibat dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi
ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome
(MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan
akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan
perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.1
2.6 Klasifikasi
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar.
1. Berdasarkan kedalamannya.
a. Luka bakar derajat I (superficial burns)
Luka bakar derajta ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya
berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat
pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi
kulit masih utuh. Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar
oleh sinar matahari terlalu lama, atau tersiram air panas. Proses
penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar derajat ini tidak
menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya bertujiuan agar pasien
merasa nayamandengan mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa
gel lidah buaya.1,3,5
b. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
8

Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya mencapai


dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis
(superficial partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai superficial
partial thickeness burns atau luka bakar derajat IIA. Luka bakar derajat
IIA ini tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditanadai adanya
bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena
permeabilitas dindingya meningkat.Luka ini mereepiteliasasi dari struktur
epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar keringat
dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini
dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang
lama.1,3,5
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular dermis
(deep partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep partial
thickeness burns atau luka bakar derajat IIB. Luka bakar derajat IIB ini
tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri jika ditusuk degan jarum (pin prick
test). Luka ini sembuh dalam 14-35 hari dengan reepiteliasasi dar folikel
rambut,keratinosit dan kelenjar keringat, seringkali parut muncul sebagai
akibat dari hilangnya dermis.1,3,5
c. Luka bakar derajat III(full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai
ke lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak
nyeri, dan warnanya hitam, putih, atau

merah ceri. Tidak ada sisa

epidermis maupun dermis sehingga luka harus sembuh debgan


reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness burns

memerlukan eksisi

dengan skin grafting.1,3,5


d. Luka bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit
seperti otot dan tulang.3,5

Gambar 6: Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman3,5


2. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.
Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan
tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat
dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini
hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai
proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of
Nines menurut Lund and Browder, yaitu ditekan kan pada umur 15 tahun, 5
tahun dan 1 tahun.1,2,3,5

Gambar 7: Wallence Rule of Nines 4

10

Gambar 8: Lund and Browder 4


3. Bedasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn Association1,8:
a. Luka Bakar Ringan
Luka bakar derajat II < 5%
Luka bakar derajat II 10% pada anak
Luka bakar derajat II < 2%(1,3.6, 8)
b. Luka Bakar Sedang
Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
Luka bakar derajat III < 10%(1,3.6, 8)
c. Luka Bakar Berat
Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
Luka bakar derajat III 10% atau lebih
Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan
genitalia/perineum.
Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
2.7 Kriteria perawatan
Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang
digunakan untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit luka
bakar adalah seperti berikut4,5:

11

1.

Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur kurang dari

2.

10 tahun atau lebih dari 50 tahun.


Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka

3.

bakar derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia lainnya.
Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, amlat kelamin,

4.

perineum, atau sendi utama.


Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada

5.
6.

semua kelompok usia.


Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang
bisa mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau

7.
8.
9.

mempengaruhi kematian.
Luka bakar kimia.
Trauma inhalasi
Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana luka

10.

bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan mortalitas.


Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit

11.

perawatan anak yang berkualitas maupun peralatannya.


Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti
sosial, emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak.

2.8 Penatalaksanaan
Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar di
tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah
membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan
keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau menempel pada kulit tidka bisa
dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiramkan ke atas luka dalam waktu 15 menit
sejak kejadian, namun air dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia dan vasokonstriksi.1,3,4
1. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada luka bakar
dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi sikerjakan sebelum edema
mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen
100% diberikan dengan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk
12

mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas


(penghisapan sekret) dan broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi
perdebatan karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar
dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan
akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang
disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit
melalui pipa endotracheal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang
lebih baik disaluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat
pada proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah
dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan distress
pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah,takipneu, pernapasan dangkal,
bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang
perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial dan foto thorax.1,2,5
2. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh

vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan


Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin

survival seluruh sel


Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan

stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.1,3,5


a. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan hipertonik
dan koloid:
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah
Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya
dalam plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma.
Pada keadaan normal, cairan ini tidak hanya dipertahankan di ruang
intravaskular karena cairan ini banyak keluar ke ruang interstisial.
Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan meningkatkan volume
intravaskuer 300 ml.1,5
Larutan hipertonik
13

Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan


penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan
garam hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaiyu NaCl 1,8%,
3%, 5 %, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan
intraseluler sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke
ekstraseluler.

Larutan

garam

hipertonik

meningkatkan

volume

intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.1,5


Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan
Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi
membran kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan
didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke
ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang
ada.1,5,8
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin sintetik,
HES berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T dalam
plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek samping
koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah klinis. HES
dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah
interseluler pada lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan,
elektrolit dan protein. Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES
memiliki efek antiinflamasi dengan menurunkan lipid protein complex
yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas
kapiler. Efek anti inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS.1
b. Dasar pemilihan Cairan
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan
adalah efek hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan
permeabilitas kapiler, oksigen, PH buffering, efek hemostasis, modulasi
respon inflamasi, faktor keamanan, eliminasi praktis dan efisien. Jenis
cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih
menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang berpendapat bahwa
kristaloid adalah cairan yang paling aman digunakan untuk tujuan
resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu. Sebagian pendapat koloid
14

bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini dihubungkan dengan


karakteristik masing-masing cairan yang memiliki kelebihan dan
kekurangan. Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan ciran di
kompartemen interstisial secara masif dan bermakna sehingga dalam 24
jam pertama resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid.1,5,8
c. Penentuan jumlah cairan
Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga
sampai empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan kristaloid akan
meningkatkan volume intravaskuler 300 ml. Kristaloid hanya sedikit
meningkatkan cardiac output dan memperbaiki transpor oksigen.1
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat,
menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau
kasus luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam
<4

jam

pertama

diberikan

cairan

kristaloid

sebanyak

3[25%(70%xBBkg)]ml. 70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan


25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh dapat menimbulkan
gejala klinik sidrom syok.1,3,5
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas
< 25-30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung
berdasarkan rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB. 1,3
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum
digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode
ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih
tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa
keterlambatan.1,3,5
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut1,5,8:
Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak
dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera

inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.


Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3
mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5%
jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam.

15

Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan


sentral (minimal

vena

6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal).

Jumlah produksi urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg

BB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.


Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis

dan sedimen).
Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan
kuantitas cairan lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak
ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400

ml gangguan berat.1
Penatalaksanaan 24 jam kedua
Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24
jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10%
1500-2000 ml. Batasan

ringer laktat dapat memperberat edema

interstisial.
Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah

produksi uin <1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB


Pemantauan analisa gas darah, elektrolit.1,5
Penatalaksanaan setelah 48 jam
Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance
Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB),
hemoglobin dan hematokrit.1
Rumus Baxter:
Pada dewasa:
Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar
Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%
Pemberian cairan volume pada 8 jam pertama dan volume diberikan
16 jam berikutnya.
Pada anak:
Hari I:
RL: dex 5% = 17:3
(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. Faal
Kebutuhan Faal:
<1 thn = kgBB X 100cc
1-5 thn = kgBB X 75cc
5-15 thn = kgBB X 50cc
Hari II: sesuai kebutuhan faal
Formula Parkland:
16

Hari I (24jam pertama):


8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam

16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam


Penambahan cairan rumatan pada anak :
4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama
2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)
1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1%


dari kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat
dari produksi urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak
1,0-1,5 cc/kg/jam.1,3
3. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme
bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara
alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound
dressing dan pemberian antibiotik topikal . Tujuan perawatan luka adalah untuk
menutup luka dengan mengupaya proses reepiteliasasi, mencegah infeksi,
mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan untuk menyamankan pasien.
Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan
jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan penderita stabil,
karena merupakan tindakan yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil
tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa
membuang lapisan epidermis diatasnya.1,3,5
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka
bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan
keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan
penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga
bahgian distal iskemik dan nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment
syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi
kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini harus cepat ditolong dengan membuat
irisan memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas.1,3,5
17

Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau


dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa
lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup dengan
occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle
(antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang
memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan
untuk mengatasi infeksi pada luka.1,3,5
4. Eksisi dan graft
Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan spontan
tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi
fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan sebagian
besar ahli bedah karena memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan
debridement serial. Setelah dilakukan eksisi, luka harus ditutup melalui skin graft
(pencakokan kulit) dengan menggunakan biological dressing. Terdapat 3 bahan
biological dressing yaitu homografts (kulit mayat dan penutup luka sementara),
xenografts/heterografts (kulit binatang seperti babi dan penutup luka sementara)
dan autografts (kulit pasien sendiri dan penutup luka permanen). Idealnya luka
ditutup dengan kulit pasien sendiri (autograft). Terdapat 2 tipe primer autografts
kulit yaitu split-thickness skin grafts (STSG) dan full-thickness skin grafts
(FTSG). Pada luka bakar 20-30% biasanya dapat dilakukan dalam satu kali
operasi dengan penutupan oleh STSG diambil dari bagian tubuh pasien.1,3,5

Gambar: Skin Graft 3


5. Lain-lain
18

Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis


infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertama populasi
kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen. Sedangkan
hari 5-10 adalah bakteri Gram negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca
cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik.
Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazine 1%,
silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan xerofom/bacitracin. Antasida
diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak stress/stress ulcer), antipiretik
bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri.1,5
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbnagan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 25003000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan
melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi enteral
dini melalui nasaogastik dalam 24 jam pertama pasca cedera bertujuan untuk
mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian enteral dilakukan dengan
aman bila Gastric Residual Volume (GRV) <150 ml/jam yang menandakan pasase
saluran cerna baik.1,2,3,5. Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu
fisioterapi untuk memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan
sendi. Kalau perlu sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional degan
bidai.Penderita luka bakar luas harus dipantau terus menerus.

Keberhasilan

pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang
penting juga adalah sirkulasi normal atau tidak dengan menilai produksi
urin,analisa gas darah, elektrolit, hemoglobin dan hematokrit.1,2,5
2.9 Komplikasi
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan
grafting. Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan
MODS. Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi
mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada
ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin
graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh
hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat
19

terjadi jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan
kontraktur.Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan
sendi. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang intensif dan
kontraktur memerlukan tindakan bedah.1
2.10

Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan

badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan
pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10 hari tanpa
adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan
mugkin dapat menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan
dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat diperlukan untuk
membuang jaringan parut.1,3
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas pasien
Nama

: Ny. S

Umur

: 35 Tahun

Pekerjaan

: Pekerja rumah makan

Alamat

: Dusun Jati mulya, kec. Sentajo raya, Kuantan singigi

Masuk RS

: 26 desember 2015

ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan Utama

: Luka bakar sejak 16 jam SMRS

Primary Survey
Airway
Objective:
Gurgling (-) stridor (-)
sumbatan jalan napas (-)
udem mukosa mulut, faring (-)
20

Assesment
Airway Clear
Pemberian O2 nasal kanul 4l/menit
Breathing

Objective

Inspeksi: pasien bernafas spontan, gerakan dinding dada simetris,


tidak ada bagian dinding dada yang tertinggal saat bernafas, tidak
ada penggunaan otot bantu pernafasan, frekuensi nafas 20

kali/menit.
Palpasi : krepitasi (-)
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi: suara nafas vesikuler (+/+), suara jantung normal

Assessment
Ventilasi baik

Circulation

Objective
Nadi teraba kuat dan teratur, frekuensi nadi 86 kali/menit
Tekanan darah 120/80 mmHg
Akral hangat
Capillary refill time (CRT) <2 detik

Assessment
sirkulasi baik

Disability

Objective
Glasglow coma scale (GCS): GCS 15 (E4V5M6)

Eyes: dapat membuka mata secara spontan (E4)

Verbal: komunikasi verbal baik, jawaban tepat (V5)

Motorik: dapat mengikuti perintah (M6)


Pupil isokor 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+)
Tanda-tanda lateralisasi (-)

Assessment
Hasil pemeriksaan mini neurologis baik
21

Exposure
Pakaian pasien dibuka seluruhnya kemudian pasien diselimuti untuk mencegah
hipotermi
Secondary Survey
Anamnesis
Keluhan Utama : luka bakar sejak 16 jam SMRS
Mekanisme trauma:
16 jam SMRS, pasien sedang tertidur di dalam kamar karyawan, tiba tiba lampu
minyak tanah yang ada di sana meledak sehingga menyebabkan semburan api.
Semburan api mengenai sebagian wajah, dada, punggung, tangan kanan dan kiri,
kaki kanan dan kaki kiri. Pasien dibawa ke RSUD teluk kuantan, lalu kemudian
dirujuk ke RSUD AA. Pasien tidak mengeluh sesak.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Terdapat luka bakar di hampir seluruh tubuh, (status lokalis).

Kepala : mata: Anemis (-), ikterik (-), alis tidak terbakar


Hidung : bulu hidung tidak terbakar
Leher : JVP : 5+2cmH2O, massa tidak teraba
Thorax :
I
: Simetris kiri=kanan,
Pal

: vokal fremitus sama kiri kanan

Per

: Sonor di seluruh lap paru

Aus

: BP bronkovesikuler, Rh-/- , Wh-/-

Jantung :
I

: Ictus cordis tidak tampak

: Ictus cordis tidak teraba

: batas jantung dalam batas normal

: BJ SI/SII reguler

Abdomen :
I

: perut datar

: BU (+) normal
22

Pal

: perut supel, Nyeri tekan (-) Hepar dan Lien tidak teraba

: timpani (+)

Status lokalis
Regio
Kepala dan leher
Trunkus anterior
Trunkus posterior
Ekstremitas superior
Ekstremitas inferior
Genitalia
Jumah

Luas
4,5 %
3%
13%
18%
30%
0%
68,5 %

Derajat
3
2B
2B
3
3
2B-3

Resume :
Ny. S, berusia 35 tahun datang dengan luka akar sejak 16 jam SMRS. 16 jam
SMRS, pasien sedang tertidur di dalam kamar karyawan, tiba tiba lampu minyak
tanah yang ada di sana meledak sehingga menyebabkan semburan api. Semburan
api mengenai sebagian wajah, dada, punggung, tangan kanan dan kiri, kaki kanan
dan kaki kiri. Pasien dibawa ke RSUD teluk kuantan, lalu kemudian dirujuk ke
RSUD AA. Pada pemeriksaan didapatkan luka bakar hamper di seluruh tubuh
pasien, didapatkan pada daerah wajah tampak luka bakar bakar grade 2b-3 seluas
4,5% , ada bagian wajah yang kemerahan dan memucat tapi tidak terdapat bula,
dan sebagian wajah memiliki eskar yang berwarna kehitaman. Pada daerah
Extremitas superior kiri dan kanan, tampak luka bakar grade 3 dengan luas 13 %.
Pada daerah dada dan punggung, tampak luka bakar grade II B 16% ,berwana
pucat, nyeri, dan tidak terdapat bula. Pada daerah ekstremitas inferior terdapat
luka bakar grade 3 dengan luas 30% .
Diagnosis kerja:
combustio grade 2B-3 68,5% e.c api regio kepala, leher, trunkus anterior, trunkus
posterior, ekstremitas superior, ekstremitas inferior
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
-

Laboratorium:
Darah rutin (26 desember 2015)
Hb
: 22,4 gr/dl
Ht
: 68,3 %
23

Leukosit
: 52.700/uL
Trombosit
: 285.000/mm3
Kimia darah (26 desember 2015)
glukosa
: 196 mg/dl
ureum
: 67,6 mg/dl
creatinin
: 2,0mg/dl
AST
: 51 u/L
ALT
: 52 u/L
Elektrolit (26 desember 2015)
Na : 116,3 mmol/l
K : 5,82 mmol/l
Cl : 92,2 mmol/l
Albumin : 2,30 g/dl
Foto torax : paru dan jantung dalam batas normal
Diagnosis :
combustio grade 2B-3 68,5% e.c api regio kepala, leher, trunkus anterior, trunkus
posterior, ekstremitas superior, ekstremitas inferior
Rencana Terapi
Non-farmakologis
Rawat di ruangan hcu
Pemasangan kateter urin
Pemasangan NGT
O2 nasal canul 4 l/m
Escarharectomy
Farmakologis
Resusitasi cairan dengan IVFD RL
Jumlah cairan yang akan diberikan :
IVFD: RL : % luka bakar x 4 x Kgbb
68,5 x 4 x 50 = 13.700
8 jam I: 6.850 ml
16 jam ke2 : 428,125 ml

Ketorolac 1 amp/8jam/iv
Cefotaxim 2 x 1 gram
Tetagam 1 gram
Ranitidin 2 x 1 amp
Perawatan luka dengan Burnazin cream
Vitamin C 2 x 200 mg
Follow up
4 januari 2016

24

S: pasien mengeluhkan mencret 3-4 kali/hari, feses encer berwarna


kehitaman
O: Status generalis: KU: tampak sakit sedang, kes: CM, TD: 120/70mmhg,
HR: 100x/menit, RR: 21 kali/menit, T: 36,5 c
P. laboratorium :
Hb: 10,17 mg/dl
Ht: 29,95 %
Leukosit : 21.360 /ul
Trombosit: 248.000/ul
Albumin : 1,70 g/dl
A : combustio grade 2B-3 68,5% e.c api regio kepala, leher, trunkus anterior,
trunkus posterior, ekstremitas superior, ekstremitas inferior hari rawat ke 9
P : ketorolac 3x1
Ceftriaxon 3xi
Perawatan luka dengan burnazin
Koreksi albumin 100ul 20% selama 3 hari

5 januari 2016:
S: demam
O: Status generalis: KU: tampak sakit sedang, kes: CM, TD: 120/70mmhg,
HR: 100x/menit, RR: 22 kali/menit, T: 38,1 c
A : combustio grade 2-3 68,5% e.c api regio kepala, leher, trunkus anterior,
trunkus posterior, ekstremitas superior, ekstremitas inferior hari rawat ke 10
P : observasi ttv
paracetamol drip 1 gram/8jam
ketorolac 3x1
Ceftriaxon 3xi
Perawatan luka dengan burnazin
Koreksi albumin 100ul 20% selama 3 hari

6 januari 2016
S: demam
O: Status generalis: KU: tampak sakit sedang, kes: CM, TD: 120/70mmhg,
HR: 100x/menit, RR: 22 kali/menit, T: 38,1 c
A : combustio grade 2-3 68,5% e.c api regio kepala, leher, trunkus anterior,
trunkus posterior, ekstremitas superior, ekstremitas inferior hari rawat ke 11
P : observasi ttv
Paracetamol 2x1gram
Ceftriaxon 3xi
Perawatan luka dengan burnazin
Rencana debridement

7 januari 2016
S : demam, menggigil,sesak
25

O: Status generalis: KU: tampak sakit sedang, kes: CM, HR: 91x/menit, RR:
26 kali/menit, T: 36,1 c
p. gas darah :
pH : 7,59 ( )
pCO2 : 26 mmhg ( )
pO2 : 79 mmhg ( )
HCO3 : 22,2 mmol/l(N)
TCO2 : 23 mmol/l (N)
Pemeriksaan elektrolit:
Na : 127 mmol/l ( )
K : 2,1 mmol /l ( )
Ca : 0,75 mmol/l ( )
Cl: 92, 7 mmol/l ( )
A : combustio grade 2B-3 68,5% e.c api regio kepala, leher, trunkus anterior,

trunkus posterior, ekstremitas superior, ekstremitas inferior hari rawat ke 11


P : observasi ttv
Paracetamol 2x1gram
Ceftriaxon 3xi
Perawatan luka dengan burnazin
Rencana debridement
8 januari 2015 (03.00 WIB)
Pasien apnea, cardiac arrest, nafas (-), pupil dilatasi maksimal pasien
dinyatakan meninggal
Foto klinis:

26

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien dengan riwayat luka bakar pada daerah wajah, ekstremitas atas
damn bawah kiri dan kanan, dan daerah dada dan punggung dialami sejak 16 jam
sebelum masuk rumah sakit yang disebabkan terkena semburan api dari lampu
minyak tanah yang meledak. Pasien mengeluh adanya nyeri pada daerah tempat
luka bakar tersebut. Kemudian dari pemeriksaan fisik yang bermakna, pasien
tampak sakit sedang, compos mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88
x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu 37.2C (axilla). Dari pemeriksaan tempat
luka, didapatkan pada daerah wajah tampak luka bakar bakar grade 2b-3 4,5% ,
ada bagian wajah yang kemerahan dan memucat tapi tidak terdapat bula, dan
sebagian wajah memiliki eskar yang berwarna kehitaman. Pada daerah Extremitas
superior kiri dan kanan, tampak luka bakar grade 3 13 % ,berwarna coklat
kehitaman,tidak terdapat bulla,. Pada daerah dada dan punggung, tampak luka
bakar grade II B 16% ,berwana pucat, nyeri, dan tidak terdapat bula. Pada daerah
ekstremitas inferior terdapat luka bakar grade 3 30% dengan adanya jaringan
nekrosis berwarna coklat kehitaman.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, terdapat peningkatan dari Hb pasien
yakni menjadi 22,4 gr/dl yang menunjukkan hemokonsentrasi, hal ini terjadi
karena adanya respon kardiovaskuler yakni terjadi perpindahan cairan dari
intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler mengakibatkan kehilangan Na, air dan
protein plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung,
Hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor dan edema
menyeluruh. Pada pasien peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih) yaitu 52.700
yang menunjukkan adanya infeksi dan peradangan pada luka bakar. Resusitasi

27

cairan dalam rangka mengatasi resiko terjadinya syok harus dilakukan sejak dari
awal masuk rumah sakit dengan pemberian cairan berupa Ringer Laktat mengikuti

Rumus Baxter yaitu :


Hari I: 4 ml x kgBB x % luas luka bakar
= 4 x 50 x 68,5
= 13.700 ml/24 jam
8 jam I: 6.850 ml,

16 jam ke2 : 428,125 ml

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Moenadjat,Y. Resusitasi Luka Bakar. Dalam: Moenadjat Y, editor. Luka
bakar Masalah dan Tatalaksana. Edisi ke-4. FKUI: Jakarta. 2009. hal. 1-13,
113-75
2. Holmes JH, Heimbach DM. Burns. In: Brunicardi CF, Andersen DK,
Billiar TR, Duno DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz Manual
of Surgery. 8th Ed. McGRAW-HILL: New York. 2006. p. 139-64
3. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Luka. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
ke-2. 2006. EGC: Jakarta. hal.
4. Jenkins, A. Emergent Management of Thermal Burns. [online]. 2011 Sept
26.

[diakses:

januari

2016].

Available

from

URL:

http://emedicine.medscape.com/article/769193-overview#showall
5. Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH,
Beasley RW, Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spoor SL. Grabb and
Smiths Plastic Surgery. 6th Ed. Wolters Kluwer/Lippincott Williams &
Wilkins: Philadelphia. 2007. p. 132-49
6. Djuanda,A. Anatomi dan Faal Kulit. Dalam: Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin. Edisi ke-5. FKUI: Jakarta. hal. 1-8
7. Hansen JT, Lambert DR. Skin Anatomy. [online]. 2011 Sept 26. [diakses:
2

januari

2016].

Available

from

URL:

http://www.netterimages.com/image/7444.htm
8. Barret JP. Initial Management and Resuscitation. In: Barret JP, Herndon
DN, editors. Principles and Practice of Burn Surgery. Marcel-Dekker:
New York. 2005. p.1-31

29

30

Anda mungkin juga menyukai