LUKA BAKAR
Oleh
Lionardy Yodianto 011211133096
Deisha Laksmitha Ayomi 011211133117
Amanda Trilana 011211131004
Adelia Anggasta Adzhani 011211131041
Dicky Teguh Prakoso 011211132005
Erika Hokky Djakarta 011211132089
Pembimbing
Ira Handriani, dr., SpBP-RE
2.1 DEFINISI
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame),jilatan api ketubuh
(flash),terkena air panas(scald),tersentuh benda panas (kontak panas),akibat
sengatan listrik,akibat bahan-bahan kimia,serta sengatan matahari (sunburn).
2.2 EPIDEMOLOGI
Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka
morbiditas 96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan tempat
kejadian, 69 % di rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5%
di rekreasi atau olahraga 10% dan lain-lain.(5)
Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada
Simposium Indonesia Burn and Wound Care Meeting yang diselengarakan
Universitas Padjadjaran di Bandung dilaporkan data terakhir yang dikeluarkan
unit luka bakar RSCM Januari 1998 - Mei 2001 menunjukkan bahwa 60%
karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20%
sisanya karena sebab-sebab lain. Dan angka kematian akibat luka bakar pun di
Indonesia masih tinggi, sekitar 40%, terutama diakibatkan luka bakar berat.(6)
2.5 PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut mengalami destruksi, sehingga dapat
terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan
menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat evaporasi yang berlebihan, masuknya cairan ke bula
yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari
keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin
berkurrang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah
delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan
jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak
bewarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida
akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing,
mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari
60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12 24 jam,
permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali
cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya diuresis 3
Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu: (1)
1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan
sumber panas dan terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel
disebabkan oleh koagulasi constituent proteins.
2. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini
mengalami kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit
sehingga penurunan perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas
kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berkakhir
dengan nekrosis jaringan.
3. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi,
jaringannya masih viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini
kecuali jika terjadi sepsi berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan.
Gambar 5: Zona luka bakar Jackson 1947 dan efeknya terhadap
resusitasi adekuat dan inadekuat.
(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)
Respon Sistemik
Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya
luka bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan
tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa: (1)
1. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial.
Terjadi vasokontriksi di pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas
miokardium menurun, kemungkinan adanya tumor necrosis factor- (TNF-).
Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan
hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.
2. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan
pada luka bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome
(RDS).
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali
lipat. Hal ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic
menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif untuk
menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi
sistem imun humoral dan seluler.
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel
akibat dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi
ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome
(MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan
akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan
perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.(1)
2.6 KLASIFIKASI
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar. .(1,4,7)
I. Berdasarkan kedalamannya.
1. Luka bakar derajat I(superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis.
Gejalanya berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari
dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat.
Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh luka bakar derajat I
adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu lama, atau tersiram
air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar
derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya
bertujuan agar pasien merasa nayaman dengan mengoleskan soothing
salves dengan atau tanpa gel lidah buaya. .(1,2,4)
2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya
mencapai dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan
dermis, luka bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness
burns atau luka bakar derajat II A. Luka bakar derajat II A ini tampak
eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi
cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas
dindingya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis
yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar keringat dalam
7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini dapat
memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang lama.
.(1,2,4,7,10)
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka
bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran.
Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan
memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau
menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat
disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air
dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan
vasokonstriksi. (1,2,4,7,10)
2. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada
luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan
sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum
dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan menggunakan face
mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan napas,
fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan
broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan karena
dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan
intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan
lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas
yang disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4
liter/menit melalui pipa endotracheal. Terapi inhalasi mengupayakan
suasana udara yang lebih baik disaluran napas dengan cara uap air
menurunkan suhu yang meningkat pada proses inflamasi dan mencairkan
sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Pada cedera inhalasi
perlu dilakukan pemantauan gejala dan distres pernapasan. Gejala dan
tanda berupa sesak, gelisah,takipneu, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-
otot bantu pernapasan dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan adalah analisa gas darah serial dan foto thorax. (1,2,4,7,10)
3. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh
vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak
diperlukan.
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk
menjamin survival seluruh sel
4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
(1,4,7,10)
I. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan
hipertonik dan koloid: (1,4,7,10)
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini
adalah Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati
kadarnya dalam plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama
dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak hanya
dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini banyak keluar
ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan
meningkatkan volume intravaskuer 300 ml. (1,4,7,10)
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali
dan penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid.
Larutan garam hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu
NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi
cairan intraseluler sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke
ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume
intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.
(1,4,7,10)
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan
Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi
membran kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan
didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke
ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang
ada. (1,3.6, 8)
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin
sintetik, HES berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik.
T dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek
samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah
klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara
menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga
menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian
terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi
dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh
endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti
inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS. (1,4,7,10)
Rumus Baxter:
Pada dewasa:
Pemberian cairan volume pada 8 jam pertama dan volume diberikan 16 jam
berikutnya.
Pada anak:
Hari I:
Kebutuhan Faal:
4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,
mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi
debridement secara alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi),
pencucian luka, wound dressing dan pemberian antibiotik topikal . Tujuan
perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya proses
reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur
dan untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin
untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini
dilakukan setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan tindakan yang
cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan
untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapisan epidermis
diatasnya. (1,4,7,10)
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka
bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab
pengerutan keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus berlangsung dapat
mengakibatkan penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan
sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan nekrosis(mati). Tanda dini
penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya
rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini harus
cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng
sampai penjepitan bebas. (1,4,7,10)
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien
atau dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut
dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka
tertutup dengan occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan.
Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai
penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim
antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka. (1,4,7,10)
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi
saat perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan
eksisi dan grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah
SIRS, sepsis dan MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga
dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas
usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis
karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang
sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft.
Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit
berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur.Kontraktur kulit
dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi
memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan
tindakan bedah. (1,4,7,10)
2.10 PROGNOSIS
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti
infeksi, dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini
dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat
dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut.
Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus,
pembedahan dapat diperlukan untuk membuang jaringan parut. (1,4,7,10)
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Z
No. RM : 12598800
No
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Karyawan restoran
Status Pernikahan : Belum menikah
Alamat : Surabaya
Suku bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Luka Bakar
Anamnesis scenario:
Seorang pria, Tn. Z, 25 th dibawa ke IRD karena luka bakar disebabkan semburan
api dari tabung gas elpiji 3 kg di dapur rumah (ruangan tertutup) yang meledak 3
jam yang lalu saat sedang memasak. Pasien merupakan karyawan restoran. Luka
pasien meliputi sebagian wajah kanan, leher depan, kedua lengan, dan kedua
tungkai bawah, alis, bulu mata telingan dan bibir pasien juga terbakar. Setelah
terkena semburan api, pasien langsung dilarikan ke IRD. Tn. Z sadar namun
tampak sangat sesak dan mengeluh kesakitan dengan suara yang serak dan kalimat
yang pendek-pendek.
Status Vitalis
TD : 120/70 mmHg
N : 110 x/menit, regular, kuat angkat
P : 28 x/menit, spontan, tipe thoracoabdominal
S : 37,0oC per aksilla
Status Lokalis
Regio Facialis
3. Inspeksi : Tampak luka bakar grade II B 4,5% , hiperemis (+)
udem (+) hematom (-)
4. Palpasi : Nyeri tekan (+)
Regio Extrimitas superior dextra et sinistra
1. Inspeksi : Tampak luka bakar grade II B 18% , udem (+) bulla (+)
2. Palpasi : Nyeri tekan (+)
Regio Extrimitas inferior dextra et sinistra
1. Inspeksi : Tampak luka bakar grade II B 18% , udem (+) bulla (+)
3. Palpasi : Nyeri tekan (+)
IV. RESUME
Seorang pria umur 25 thn masuk IRD dengan keluhan Luka Bakar yang
dialami sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit akibat terkena ledakan tabung
gas elpiji 3 kg. Nyeri (+) kemerahan (+). Mekanisme Trauma : Pasien sedang
memasak mie instan di kompor, ketika pasien akan memasukkan mie ke rebusan
air, tiba-tiba tabung elpiji 3 kg meledak. Lalu pasien segera dibawa ke IRD oleh
tetangga sekitar.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis cukup, kesadaran kompos
mentis. Status vitalis TD: 120/70 mmHg, Nadi: 110 x/menit, regular, kuat angkat
Pernapasan: 28 x/menit, spontan, Suhu: 37oC per aksilla. Status Lokalis : Regio
Facialis Inspeksi : Tampak luka bakar grade II B 4,5% , hiperemis (+) udem
(+) hematom(-) Palpasi: Nyeri tekan (+). Regio Extrimitas superior dextra et
sinistra. Inspeksi: Tampak luka bakar grade II B 18% , udem (+) bulla (+) ,
Palpasi : Nyeri tekan (+).Regio Extrimitas inferior dextra et sinistra Inspeksi :
Tampak luka bakar grade II B 18% , hiperemis (+) udem (+) bulla (+) Palpasi:
Nyeri tekan (+).
V. DIAGNOSIS KERJA
- Luka bakar Grade II B 40,5%
Planning monitoring
- Keluhan
- Klinis
- Vital sign
Planning edukasi
- Menerangkan kepada keluarga pasien tentang keadaan pasien
- Menjelaskan tentang komplikasi yang mungkin muncul terkait perjalanan
penyakitnya
- Menjelaskan tentang prognosis penyakit
BAB IV
DISKUSI
Pasien dengan riwayat luka bakar pada daerah wajah, ekstremitas atas
kiri dan kanan, dan ekstremitas bawah kiri dan kanan dialami sejak 3 jam sebelum
masuk rumah sakit yang disebabkan ledakan tabung elpiji 3 kg. Pasien mengeluh
adanya nyeri dan kemerahan pada daerah tempat luka bakar tersebut.
Kemudian dari pemeriksaan fisik yang bermakna, pasien dengan keadaan
umum cukup, compos mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 110 x/menit,
pernapasan 28x/menit, suhu 37C (axilla). Dari pemeriksaan tempat luka,
didapatkan pada daerah wajah tampak luka bakar bakar grade II B 4,5% ,
kemerahan dan udem tapi tidak terdapat hematom, ketika di tekan akan terasa
nyeri. Pada daerah Extremitas atas kiri dan kanan, tampak luka bakar grade II B
18% , terdapat udem dan bulla, ketika di tekan akan terasa nyeri. Pada daerah
ekstremitas bawah kiri dan kanan, tampak luka bakar grade II B 18% , kemerahan,
udem dan adanya bulla, ditekan terasa nyeri.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, terdapat peningkatan dari jumlah
leukosit (sel darah putih) yaitu 16.800. hemoglobin meningkat 14,5, hematocrit
meningkat menjadi 43, hiponatremi 130, hiperglikemi 240, peningkatan BUN dan
SK 25 / 1,5, hipoalbumin 2,8.
Resusitasi cairan yang diberikan pada pasien yaitu 9720 mL dengan NaCl
0,9% sebanyak 607,5 cc/ jam dalam 8 jam pertama dan 303,75 cc/jam dalam 16
jam berikutnya. Produksi urin sebanyak 50 cc/jam menunjukkan produksi urin
yang cukup. Pasien diberikan analgetik dengan inj. ketorolac 3x30 mg dan diberi
inj. Ranitidine 2x50 mg, diet TKTP. Pasien dilakukan debridement luka bakar dan
dianjurkan untuk minum cukup 4x300 cc.
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah laporan kasus luka bakar pada seorang laki-laki
dewasa berusia 25 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik serta . Rencana yang akan dilakukan pada pasien ini adalah
Resusitasi cairan untuk mengatasi resiko terjadinya syok. Resusitasi cairan dengan
menggunakan rumus baxter atau formula parkland harus dilakukan sejak awal.
Selalin resuitasi cairan, pasien juga diberikan analgesik, diet TKTP, serta
debridema.
DAFTAR PUSTAKA
1. 1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. p 66-88
2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam :
Surabaya Plastic Surgery.
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p 118-129
4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
5. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal.
November 2006
6. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus.
Januari 2008
7. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com.
Agustus 2008
8. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartzs
Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
9. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter
19. http://en.wikipedia.org/wiki/Burn_%28injury%29. Agustus 2007
10. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.mayo.clinic.com. Januari
2006