Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru yang


disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).1,2 Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Peradangan paru yang
disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-
obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.3

Berdasar klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas pneumonia


komunitas (Community –Acquired Pneumonia = CAP), Pneumonia didapat di Rumah
Sakit (Hospital-Acquired Pneumonia), Health Care Associated Pneumonia = HCAP
dan pneumonia akibat pemakaian ventilator (Ventilator Associated Pneumonia =
VAP).4

Pedoman ini merupakan revisi dari pedoman sebelumnya yang diterbitkan


tahun 2003, dengan beberapa penambahan atau perubahan sesuai dengan
perkembangan yang terjadi selama kurun waktu tersebut. Perubahan dalam pola kuman
perlu disesuaikan dengan data terakhir dari beberapa pusat pelayanan di dalam negeri.
Beberapa hasil penelitian maupun surveilens tentang infeksi paru ditambahkan dalam
edisi ini.

Selama 10-15 tahun terakhir terjadi perubahan situs epidemiologis disebabkan


munculnya beberapa new emerging disease yang melibatkan paru terutama infeksi oleh
virus seperti virus influenza baru (termasuk H5N1, H1N1, pandemi), virus corona dll
yang perlu mendapatkan perhatian kita khususnya para dokter spesialis paru. Peran
fluorokuinolon respurasi pada pengobatan pneumonia dewasa ini. Pemberian antibiotik
secara empiris perlu mempertimbangkan riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan
sbelumnya, factor komorbid dan risiko terjadinya infeksi pseudomonas. Pedoman ini
banyak mengambil rujukan dari berbagai pedoman yang direkomendasikan oleh
organisasi seperti American Thoracic Society (ATS), Infectious Diseases Society of
America dan British Thoracic Society (IDSA).

1.2 Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang penerapan teori


pneumonia sehingga dapat menangani penyakit Pneumonia dengan baik sehingga
dapat menekan angka prevalensi serendah mungkin.
Gambar 2. Alur diagnosis dan tatalaksana pneumonia komunitas

Anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks, darah rutin

Tidak tampak infiltrate/air Infiltrat/ air bronchogram +gejala klinis yang menyokong
bronchogram diagnosis

Ditatalaksana sebagai Dievaluasi lebih


Tentukan nilai skor CURB-65/PSI
diagnosis lain lanjut

Rawat Inap
Rawat Jalan

Pemeriksaan
Terapi empiris Mikrobiologi

Membaik Memburuk R.Rawat Inensif

R.Rawat Biasa

Terapi Kausatif

Terapi Empiris

Terapi Empiris Membaik Memburuk


Dilanjukan
PENATALAKSANAAN

Dalam mengobati pasien pneumonia sesuai dengan ATS/IDSA 2007 perlu


diperhatikan:

1. Pasien tanpa riwayat pemakaian antibiotika 3 bulan sebelumnya


2. Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotika 3
bulan sebelumnya

Pemilihan antibiotika secara empiris berdasarkan beberapa factor, termasuk:5

1. Jenis kuman yang kemungkinan besar sebagai penyebab berdasarkan pola


kuman setempat
2. Telah terbukti dalam penelitian sebelumnya bahwa obat tersebut efektif.
3. Faktor risiko resisten antibiotik. Pemilihan antibiotik harus mempertimbangkan
kemungkinan resisten terhadap Streptococcus pneumonia yang merupakan
penyebab utama pada CAP yang memerlukan perawatan.
4. Faktor komorbid dapat mempengaruhi kecenderungan terhadap jenis kuman
tertentu dan menjadi factor penyebab kegagalan pengobatan.
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
 Umur lebih dari 65 tahun
 Memakai obat-obat golongan β laktam selama tiga bulan terakhir
 Pecandu alkohol
 Penyakit gangguan kekebalan
 Penyakit penyerta yang multipel
b. Bakteri enterik Gram negatif
 Penghuni rumah jompo
 Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung dan paru
 Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
 Riwayat pengobatan antibiotik
c. Pseudomonas aeruginosa
 Bronkiektasis
 Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
 Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
 Gizi kurang

Penatalaksanaan pneumonia komunitas dibagi menjadi:

a. Pasien rawat jalan


 Pengobatan suportif/simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
 Pemberian antibiotika haus diberikan sesegara mungkin
b. Pasien rawat inap di ruang rawat biasa
 Pengobatan suportif/simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
 Pengobatan antibiotik harus diberikan sesegara mungkin
c. Pasien rawat inap di ruang rawat intensif
 Pengobatan suportif/ simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
 Pengobatan antibiotika diberikan sesegera mungkin
 Bila ada indikasi pasien dipasang ventilasi mekanis

Jika diagnosis pneumonia telah ditegakkan harus secepatnya diberikan antibiotika


setelah sebelumnya diambil spesimen dahak untuk pemeriksaan mikrobiologi.

Pemberian antibiotika dievaluasi secara klinis dalam 72 jam pertama.4


 Jika didapatkan perbaikan klinis terapi dapat dilanjutkan,
 Jika perburukan maka antibiotika harus diganti sesuai hasil biakan atau
pedoman empiris.

Pasien pneumonia berat yang dating ke IGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila
dapat distabilkan maka pasien dirawat inap di ruang rawat biasa bila terjadi respiratory
distress, maka pasien dirawat di ruang intensif. Pada tabel 10 dapat dilihat petunjuk
terapi empiis untuk pneumonia komunitas menurut PDPI.

Tabel 10. Petunjuk terapi empiris untuk pneumonia komunitas menurut PDPI.

Rawat Jalan  Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat


pemakaian antibiotika 3 bulan sebelumnya.
-Golongan β laktam atau β laktam ditambah anti β
laktamase ATAU
-Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
 Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat
pemakaian antibiotika 3 bulan sebelumnya.
-Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin 750 mg,
moksifloksasin)
-Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
ATAU
-β laktam ditambah makrolid

Rawat inap non ICU  Fluorokuinolon respirasi levofloksasin 750 mg,


moksiflokasasin)
ATAU
 β laktam ditambah makrolid
Ruang rawat Intensif Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
 β laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin
sulbaktam) ditambah makrolid baru atau
fluorokuinolon respirasi intravena (iv)
Pertimbangan khusus Bila ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
 Antipneumokokal, antipseudomonas β laktam
(piperacillin-tazobaktim, sefepime, imipenem
atau meropenem) ditambah levofloksasin 750 mg
ATAU
β laktam seperti tersebut diatas ditambah
aminoglikosida dan azitromisin
ATAU
 β laktam seperti tersebut diatas ditambah
aminoglikosida dan antipneumokokal
fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi
penisilin, β laktam diganti dengan aztreonam)
Bila curiga disertai infeksi MRSA
 Tambahkan vankomisin atau linezolid
Catatan:

 Pola kuman setempat menjadi dasar pemilihan antibiotika


 Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan/memburuk maka
pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitivitas
 Bila pengobatan secara empiris memberikan respons yang baik walaupun hasil
uji sensitivitas tidak sesuai maka terapi antibiotika dilanjutkan dengan evaluasi
klinis

Pengobatan pneumonia atipik 15,16,21

Antibiotika masih tetap meruoakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk


pneumonia atipik. Antibiotika terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.
pneumonia, C. pneumonia dan Legionella adalah golongan:
Makrolid baru : azitromisin, klaritromisn, roksitromisin

Fluorokuinolon respirasi : levofloksasin, moksifloksasin

Pengobatan pneumonia virus

Untuk pasien terinfeksi virus influenza (H5N1, H1N1, H7N9, H3N2) antiviral
diberiukan secepat mungkin (48 jam pertama):

 Dewasa atau anak ≥ 13 tahun oseltamivir 2x75 mg per hari selama 5 hari
 Anak ≥ 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari selama 5 hari
 Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan dapat dilihat pada
tabel 11.

Tabel 11. Dosis oseltamivir24

Berat Badan Dosis


>40 kg 75 mg 2x/hari
>23-40 kg 60 mg 2x/hari
>15-23 kg 45 mg 2x/hari
≤15 kg 30 mg 2x/hari

Terapi sulih (switch theraphy)

Masa perawatan di ruamh sakit sebaiknya dipersingkat dengan pemberian obat suntik
ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan
dan mencegah infeksi nosokomial.

Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang


diberikan secara iv dan antibiotika oral yang efektifitasnya mampu mengimbangi
efektivitas antibiotika iv yang telah digunakan.

Lama pengobatan
Lama pemberian antibiotika (iv/oral) minimal 5 hari dan tidak demam 48-72 jam.
Sebelum terapi dihentikan pasien dalam keadaan sebagai berikut:5

 Tidak memerlukan suplemen oksigen (kecuali untuk penyakit dasarnya)


 Tidak lebih dari satu tanda-tanda ketidakstabilan klinis seperti:
- Frekuensi nadi > 100 x/menit
- Frekuensi napas > 24x/menit
- Tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg

PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari factor pasien, bakteri penyebaba
dan penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuatangka kematian pasien CAP
kurang dari 5% pada pasien rawat jalan dan 20% pada pasien rawat inap. Penentuan
prognosis menurut IDSA dan BTS menurut CURB-65 dan PSI.25

PENCEGAHAN

Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan pada pneumonia komunitas


adalah sebagai berikut:4,24,31

a. Vaksinasi (vaksin pneumokok dan vaksin influenza) walaupun masih perlu


penelitian lebih lanjut tentang efektivitasnya.
b. Berhenti merokok
c. Menjaga kebersihan tangan, penggunaan masker, menerapkan etika batuk
d. Menerapkan kewaspadaan standar dan isolasi pada kasus khusus.
DAFTAR PUSTAKA

1. The American Heritage. Dictionary of the English Language, 4th Ed.2000.


Houghon Mifflin Company.
2. Mayo Clinic. Defintition of Pneumonia, diunduh dari
http://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/pneumonia/basics/definition/CON-20020032 pada tanggal 6
Januari 2014.
3. Mosby’s Medical Dictionary, 8th edition. Elsevier. 2009.
4. Mandell LA, Wunderick RG, Anzueto A, Bartlett ZG, Ca,pbell D, Dean NC et
al. Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society
Consensus Guidelines on the Management of Community-Acquired
Pneumonia in Adults. Clinical Infectious Diseases, 2007; 44:S2: 527-72.
5. File TM, Bartlett JG, Thomer A. Treatment of community-acquired pneumonia
in adults who require hospitalization 2013, diunduh dari
http://www.uptodate.com/contents/treatment-of-community-acquired -
pneumonia-in-adults-who-require-hospitalization pada tanggal 10 Oktober
2013.
6. Welte T, Kӧhnlein T, Global and local epidemiology community-acquired
pneumonia: the experience of the CAPNETZ Network. Respr Crit Care Med.
2009; 30(2):127-35.
7. Wiemkien TL, Peyrani P, Ramirez JA. Global changes in the epidemiology of
community-acquired pneumonia. Respir Crit Care Med. 2012; 33: 213-9.
8. Hoare Z, Lim WS. Pneumonia: update on diagnosis and Management. BMJ
2006;332 (7549):1077-9.
9. Miyashita N, Fukano H, Mouri K, Fukuda M, Yoshida K. Kobashi Y, et al.
Community-acquired pneumonia in Japan: aprospective ambulatory and
hospitalized patient study. Journal of Medical Microbiology. 2005; 54: 395-
400.
10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Ri.
Data sentinel Severe acute Respiratory Infection (SARI) 2010.
11. Laporan data rawat ijnap, rawat jalan, angka kematian pneumonia komunitas
tahun 2012 dari RSUP Adam Malik, RSUP M Djamil, RSUD Moewardi, RSUP
Persahabatan, RSUD Dr Syaiful Anwar dan RSUD Dr Soetomo.
12. Lporan pola kuman pneumonia komunitas tahun 2012 dari RSUP Adam Malik,
RSUP M Djamil, RSUD Moewardi, RSUP Persahabatan, RSUD Dr Syaiful
Anwar dan RSUD Dr Soetomo.
13. Hui D, Liao H, Udompanich V, Muttalif Z, Roa C, Mangunnegoro H et al. A
multicentre surveillance study on the characteristics, bacterial aetiologies and
in vitro antibiotic susceptibilities in patients with acute exacerbations of chronic
bronchitis. Respirology 2011; 16: 532-39.
14. SMF Mikrobiologi Klinik FK Universitas Airlangga RSUD Dr Soeteomo.
Pedoman pemeriksaan mikrobiologi klinik. Surabaya 2012.
15. Torres A, Menendez R, Wunderink R. Pyogenic Bacterial Pneumonian and
Lung Abscess. In Textbook of Respiratory Medicine. Murray and Nadel’s eds,
5th. Philadelphia. Saunders Elsevier 2010. P: 699-713.
16. Niederman MS. Community Acquired Pneumonia. In Respiratory Infections.
Niederman MS, Sarosi JG, Glassrooth eds, 2nd. Philadelphia, Lippincott
Williams & Wilkins 2001. P: 181-95.
17. Guidelines for the management of hospitalized adults patients with pneumonia
in the Asia Pacific Region. 2nd Consensus Workshop. Phuket, Thailand 1998.
18. American thoracic society. Guidelines for management of adults with
community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med
2001;163:1730-54.
19. Seligman R. Ramos-Lima LF, Oliviera VA, Sanvicente C, Pacheco EF, Rosa
KD. Review biomarkers in community-acquired pneumonia; a state of the art
review Clinics. 2012: 67(11)1321-5.

Anda mungkin juga menyukai