Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Induksi Persalinan

Induksi persalinan ialah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum

atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his.

Induksi persalinan merujuk dimana kontraksi uterus diawali secara medis maupun

bedah sebelum terjadinya partus spontan.6

Induksi persalinan merupakan suatu tindakan buatan atau memberikan

perlakuan untuk merangsang kontraksi uterus yang dilanjutkan oleh dilatasi

progresif dan pendataran dari serviks kemudian diakhiri dengan kelahiran bayi.1

Pengertian induksi persalinan menurut Cuningham (2001) yaitu terjadinya

kontraksi uterus disebabkan oleh pengaruh hormon-hormon (adenosine

triphospate, estrogen dan progesterone) dan meningkatnya kadar beberapa

elektrolit seperti kalsium, sodium dan potasiium, kontraksi protein yang spesifik

(actin dan myosin), ephinephrine dan norephinephrin, oxytocin dan

prostaglandin.4

B. Tujuan Induksi Persalinan

Tujuan melakukan induksi persalinan antara lain:

1. Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan

1
2. Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan

penurunan janin tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi

janin
3. Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan

memaksimalkan kepuasan ibu

C. Indikasi Induksi Persalinan3,7

Induksi diindikasikan hanya untuk pasien yang kondisi kesehatannya atau

kesehatan janinnya berisiko jika kehamilan berlanjut. Induksi persalinan mungkin

diperlukan untuk menyelamatkan janin dari lingkungan intra uteri yang potensial

berbahaya pada kehamilan lanjut untuk berbagai alasan atau karena kelanjutan

kehamilan membahayakan ibu.

Indikasi melakukan induksi persalinan antara lain:

1. Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal kehamilannya

sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat).

2. Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu

menderita tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes.

3. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga

akan beresiko/membahayakan hidup janin.

4. Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan.

5. Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.

Induksi persalinan umumnya dilakukan dengan bermacam-macam indikasi,

dapat karena indikasi dari ibu maupun janin.

2
1. Indikasi ibu:
a. Kehamilan dengan hipertensi
b. Kehamilan dengan diabetes mellitus
c. Perdarahan antepartum tanpa kontraindikasi persalinan pervaginam
2. Indikasi janin:
a. Kehamilan lewat bulan
b. Ketuban pecah dini
c. Kematian janin dalam rahin
d. Pertumbuhan janin terhambat
e. Isoimmunisasi-Rhesus
f. Kelainan kongenital mayor

Indikasi induksi persalinan berdasarkan tingkat kebutuhan penanganan, antara

lain:

1. Indikasi darurat:
a. Hipertensi gestasional yang berat
b. Diduga komplikasi janin yang akut
c. PJT (IUGR) yang berat
d. Penyakit maternal yang bermakna dan tidak respon dengan pengobatan
e. APH yang bermakna dan Korioamnionitis

2. Indikasi segera (Urgent)

a. KPD saat aterm atau dekat aterm


b. PJT tanpa bukti adanya komplikasi akut
c. DM yang tidak terkontrol
d. Penyakit iso-imun saat aterm atau dekat aterm

3. Indikasi tidak segera (Non urgent)

a. Kehamilan post-term
b. DM terkontrol baik
c. Kematian intrauterin pada kehamilan sebelumnya
d. Kematian janin
e. Problem logistik (persalinan cepat, jarak ke rumah sakit)

3
D. Kontraindikasi Induksi Persalinan

Sejumlah kondisi di uterus, janin, atau ibu merupakan kontraindikasi induksi

persalinan. Kontraindikasi ini serupa dengan yang meniadakan kemungkinan

persalinan spontan. Kontraindikasi pada uterus terutama berkaitan dengan riwayat

cidera uterus misalnya insisi seksio sesarea klasik atau bedah uterus.4

Kontra indikasi induksi antara lain:8

1. Disproporsi sefalopelvik
2. Insufisiensi plasenta
3. Malposisi dan malpresentasi
4. Plasenta previa
5. Gemelli
6. Distensi rahim yang berlebihan
7. Grandemultipara
8. Cacat rahim

E. Persyaratan Induksi Persalinan

Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi di

bawah ini, yaitu:7

1. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan

menipis dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, serta sumbu serviks

mengarah ke depan.

2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD).

3. Tidak terdapat kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan.

4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.

4
Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan

mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan serviks

dapat dipakai skor bishop. Bila skor 6, induksi cukup dilakukan dengan

oksitosin. Sedangkan bila skor 5, perlu dilakukan pematangan serviks terlebih

dahulu dengan pemberian prostaglandin atau pemasangan foley kateter.

Tabel 2.1. Skor Pelvik menurut Bishop

F. Proses Induksi

Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu

kimia dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk

mengeluarkan zat prostaglandin yang berfungsi sebagai zat penyebab otot rahim

berkontraksi. Keberhasilan induksi persalinan tergantung kondisi serviks yang

matang. Yang dimaksud serviks yang matang yaitu lembut, anterior, penipisannya

lebih dari 50% dan dilatasi 2 cm atau lebih.

Metode farmakologis/ kimia diantaranya yaitu pemberian prostaglandin E2

(dinoprostone, cervidil, dan prepidil), prostaglandin E1 (Misoprostol atau

5
cytotec), dan donor nitrit oksida. Sedangkan ynag termasuk kedalam metode

mekanis yakni kateter transservikal (kateter foley), ekstra amnionik salin infusion

(EASI), dilator servikal higroskopik, dan stripping membrane.4

1. Kimia atau medicinal/ farmakologis


a. Prostaglandin
Ada 2 unsur prostaglandin yang sejak lama merupakan fokus utama

yang digunakan pada induksi persalinan yaitu prostaglandin E1 dan

prostaglandin E2. Prostaglandin E1 dikenal dengan nama Misoprostol atau

Cytotec. Sedangkan prostaglandin E2 terdiri dari Cervidil dan Prepidil.


Respon terkait dosis pada pemberian prostaglandin mencakup

pematangan serviks, distress janin, hiperstimulasi uterus, seksio sesarea

untuk penanganan distress janin, ikterik pada neonatus.

Kontraindikasi untuk agen prostaglansin secara umum meliputi asma,

glaukoma, atau peningatan tekanan intraokular. Mengingat resiko yang

ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin, maka sebelum pemberian

prostaglandin dilakukan pemantauan denyut nadi, tekanan darah,

kontraksi uterus, pemeriksaan denyut jantung janin. Pemantauan

dilakukan dengan pengamatan partograf.

1) Prostaglandin E1 (PGE1)

Misoprostol merupakan prostaglandin sintetik, analog dari

PGE1, yang dibuat dan dipasarkan sebagai gastroprotektor diakui

6
sebagai tablet 100 atau 200 g. Misoprostol dapat diberikan peroral,

sublingual atau pervaginam.

Indikasi

Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks hanya pada

kasus-kasus tertentu, misalnya:

a) Preeklamsia berat atau eklamsia dan serviks belum matang

sedangkan seksio sesarea belum dapat segera dilakukan atau bayi

terlalu prematur untuk bisa hidup


b) Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum inpartu,

dan terdapat tanda-tanda gangguan pembekuan darah.

Penggunaan

Efek misoprostol pada saluran reproduksi meningkat dan efek

pada gastrointestinal menurun bila misoprostol diberikan secara

pervaginam. Ketika tablet misoprostol ditempatkan pada forniks

posterior dari vagina, konsentrasi plasma dari asam misoprostol

mencapai puncaknya dalan satu sampai dua jam dan kemudian

menurun secara perlahan. Misoprostol yang diberikan pervaginam atau

secara oral dapat memberikan efek pematangan serviks sebelum

induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin.

Dosis

7
Misoprostol pervaginam diberikan dengan dosis 25 mcg,

diberikan dosis ulang setelah 6 jam tidak ada his. Apabila tidak ada

reaksi setelah 2 kali pemberian 25 mcg, maka dosis dinaikkan menjadi

50 mcg setiap 6 jam. Misoprostol tidak dianjurkan melebihi 50 mcg

dan melebihi 4 dosis atau 200 mcg dan tidak boleh memberikan

oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian misoprostol.

Efek Samping

Efek samping yang paling sering terjadi pada penggunaan

misoprostol diantaranya:

a) Nausea & vomitus


b) Nyeri pada perut
c) Demam & menggigil
d) Korioamnionitis-endometritis
e) Retensio plasenta
f) Perdarahan postpartum
g) Pada janin ditemukan pola denyut jantung janin (DJJ) abnormal

dan pengeluaran mekonium

2) Prostaglandin E2 (PGE2)

PGE2 tersedia dalam bentuk gel atau pesarium yang dapat

dimasukkan intravaginal atau intraserviks. Gel atau pesarium ini yang

digunakan secara lokal akan menyebabkan pelonggaran kolagen

8
serviks dan peningkatan kandungan air di dalam jaringan serviks.

PGE2 memperlunak jaringan ikat serviks dan merelaksasikan serabut

otot serviks, sehingga mematangkan serviks. PGE2 ini pada umumnya

digunakan untuk mematangkan serviks pada wanita dengan nilai

bishop <5 dan digunakan untuk induksi persalinan pada wanita yang

nilai bishopnya antara 5 - 7.

Prepidil

Bentuk gelnya (prepidil) tersedia dalam suntikan 2,5 ml untuk

pemberian intraserviks berisi 0,5 mg dinoprostone. Ibu dalam posisi

terlentang, ujung suntikan yang belum diisi diletakkan di dalam

serviks, dan gel dimasukkan tepat di bawah os serviks interna. Setelah

pemberian, ibu tetap berbaring selama setidaknya 30 menit. Dosis

dapat diulang setiap 6 jam, dengan maksimum tiga dosis yang

direkomendasikan dalam 24 jam.

Cervidil

Cervidil (dinoprostone 10 mg) juga diakui untuk pematangan

serviks. Bentuknya yang persegi panjang (berupa wafer polimerik)

yang tipis dan datar, yang dibungkus dalam kantung jala kecil

9
berwarna putih yang terbuat dari polyester. Kantungnya memiliki ekor

panjang agar mudah untuk mengambilnya dari vagina.pemasukannya

memungkinkan dilepaskannya obat 0,3 mg/jam (lebih lambat dari

pada bentuk gel).4

Cervidil digunakan dalam dosis tunggal yang diletakkan

melintang pada forniks posterior vagina. Pelumas harus digunakan

sedikit, atau tidak sama sekali, saat pemasukan. Pelumas yang

berlebihan dapat menutupi dan mencegah pelepasan dinoprostone.

Setelah pemasukan, ibu harus tetap berbaring setidaknya 2 jam. Obat

ini kemudian dikeluarkan setelah 12 jam atau ketika persalinan aktif

mulai terjadi. Dilakukan pemantauan janin selama cervidil digunakan

dan sekurang-kurangnya selama 15 menit setelah dikeluarkan.4

Efek Samping

Efek samping setelah pemberian prostaglandin E2 pervaginam

adalah peningkatan aktivitas uterus, menurut American College of

Obstetricians and Gynecologists (1999) mendeskripsikannya sebagai

berikut:

a) Takisistol uterus diartikan sebagai 6 kontraksi dalam periode 10

menit.
b) Hipertoni uterus dideskripsikan sebagai kontraksi tunggal yang

berlangsung lebih lama dari 2 menit.

10
c) Hiperstimulasi uterus jika salah satu kondisi menyebabkan pola

denyut jantung janin yang meresahkan.

Karena hiperstimulasi yang dapat menyebabkan masalah bagi

janin bisa berkembang jika prostaglandin diberikan sebelum adanya

persalinan spontan, maka penggunaannya tidak direkomendasikan.

b. Donor Nitrit Oksida

Nitrit oksida merupakan mediator pematangan serviks, metabolit NO

pada serviks meningkat pada awal kontraksi uterus, dan produksi NO di

serviks sangat rendah pada kehamilan lebih bulan. Dasar pemikiran dan

penggunaan donor NO yaitu isosorbide mononitrate dan glyceryl

trinitrate. Isosorbide mononitrate menginduksi siklo-oksigenase 2 serviks,

agen ini juga menginduksi pengaturan ulang ultrastruktur serviks, serupa

dengan yang terlihat pada pematangan serviks spontan. Namun sejauh ini

uji klinis belum menunjukkan bahwa donor NO sama efektifnya dengan

prostaglandin E2 dalam menghasilkan pematangan serviks, dan

penambahan isosorbide mononitrate pada dinoprostone atau misoprostol

tidak meningkatkan pematangan serviks pada awal kehamilan atau saat

cukup bulan dan tidak mempersingkat waktu pelahiran pervaginam.4

c. Oksitosin

11
Oksitosin saat ini secara luas digunakan sebagai stimulant uterus,

dimana dapat digunakan untuk induksi persalinan dan perbaikan kontraksi

uterus dalam persalinan. Selain itu oksitosin juga dapat digunakan pada

pengelolaan perdarahan postpartum.

Cara Kerja

Oksitosin merupakan hormon yang dikeluarkan neurohipofise yang

merangsang secara langsung jaringan miometrium. Mekanisme

pematangan serviks oleh oksitosin terjadi secara tidak langsung dimana

oksitosin merangsang decidua untuk memproduksi prostaglandin E dan

prostaglandin F. Prostaglandin E meningkatkan degradasi kolagen, asam

hyaluronik hidrofilik, dilatasi pembuluh darah kecil di serviks, sedangkan

PGF meningkatkan glikosaminoglikan sehingga serviks menjadi lunak.

Pada sel miometrium, oksitosin meningkatkan aktifitas phospodiesterase

yang menyebabkan pengeluaran kalsium dari retiulum endoplasmik.

Peningkatan konsentrasi kalsium intraseluller mengaktifkan mekanisme

kontraksi otot.9

12
Tabel 2.2. Tuntunan Penggunaan Oksitosin

Dosis dan Penggunaan

Infuse oksitosin 2,5 unit dalam 500 cc dextrose (atau garam fisiologis)

mulai dengan 10 tetes per menit.


Naikkan kecepatan infuse 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai

kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama > 40 detik) dan

pertahankan sampai terjadi kelairan.


Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi > 60 detik) atau > 4 kali

kontraksi dalam 10 menit, hentikan infuse dan kurangi hiperstimulasi

dengan:
- Terbutalin 250 mcg IN pelan-pelan selama 5 menit, ATAU
- Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologis atau ringer

laktat) 10 tetes per menit.


Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan

lama > 40 detik) setelah infuse oksitosin mencapai 60 tetes per menit:

13
- Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml

dextrose (atau garam fisiologis) dan sesuaikan kecepatan infuse

sampai 30 tetes per menit (15 mlU/ menit);


- Naikkan kecepatan infuse 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai

kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama > 40 detik)

atau setelah infuse oksitosin mencapai 60 tetes per menit.


Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan konsentrasi

yang lebih tinggi:


- Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan sectio cesarea
- Pada primigravida, infuse oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya

yaitu:
o 10 unit dalam 500 ml dextrose (atau garam fisiologis) 30 tetes

per menit.
o Naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat.
o Jika konsentrasi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per menit

(60 mlU/ menit), lakukan sectio cesarea.


Catatan: Jangan berikan oksitosin 10 unit dalam 500 cc pada

multigravida dan pada bekas sectio cesarea.

Tabel 2.3. Kecepatan infuse oksitosin untuk induksi persalinan

2. Mekanis
a. Kateter transservikal (kateter foley)

14
Kateter foley merupakan alternatif yang efektif disamping pemberian

prostaglandin untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan. Akan

tetapi tindakan ini tidak boleh digunakan pada ibu yang mengalami

servisitis, vaginitis, pecah ketuban, dan terdapat riwayat perdarahan.

Teknik ini telah dilaporkan memberikan perbaikan yang signifikan pada

skor bishop dan mengurangi waktu induksi ke persalinan.4

Penggunaan

Kateter foley diletakkan atau dipasang melalui kanalis servikalis (os

seviks interna) di dalam segmen bawah uterus (dapat diisi sampai 100 ml).

Tekanan kearah bawah yang diciptakan dengan menempelkan kateter pada

paha dapat menyebabkan pematangan serviks. Modifikasi cara ini disebut

dengan extra-amnionic saline infusion (EASI), cara ini terdiri dari infuse

salin kontinu melalui kateter ke dalam ruang antara os serviks interna dan

membran plasenta.4

Adapun teknik pemasangan kateter foley yaitu sebagai berikut:

1) Pasang speculum pada vagina


2) Masukkan kateter foley pelan-pelan melalui servik dengan

menggunakan cunam tampon


3) Pastikan ujung kateter telah melewati ostium uteri internum
4) Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air
5) Gulung sisa kateter dan letakkan dalam vagina
6) Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau

maksimal 12 jam

15
7) Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan kemudian

lanjutkan dengan infuse oksitosin.

b. Pemecahan ketuban (amniotomi)


Pemecahan ketuban dengan disengaja merupakan salah satu bentuk

induksi maupun akselerasi persalinan. Dengan keluarnya sebagian air

ketuban, terjadi pembentukan prostaglandin yang akan merangsang

persalinan dengan meningkatkan kontraksi uterus, dan terjadi pemendekan

otot rahim sehingga otot rahim lebih efektif berkontraksi.

Amniotomi dapat dilakukan sejak awal sebagai tindakan induksi,

dengan atau tanpa oksitosin. Induksi persalinan secara bedah (amniotomi)

lebih efektif jika keadaan serviks baik (skor Bishop > 5). Amniotomi pada

dilatasi serviks sekitar 5 cm akan mempercepat persalinan spontan selama

1 sampai 2 jam.

Kontraindikasi & komplikasi

Pemecahan ketuban harus dilakukan dengan mempertimbangkan

banyak hal, diantaranya adalah ada tidaknya polihidramnion, presentasi

muka, tali pusat terkemuka, vasa previa, adanya presentasi selain kepala.

Kepala janin yang belum masuk ke pintu atas panggul atau janin kecil

juga merupakan kontraindikasi pemecahan ketuban, karena kedua kondisi

tersebut menjadi faktor pemicu terjadinya prolaps tali pusat sehingga

16
menimbulkan asfiksia intrauterine akibat terjepitnya tali pusat antara

panggul dan kepala janin.

Komplikasi atau resiko lain yang dapat timbul setelah dilakukan

amniotomi yaitu infeksi intrauterine (korioamnionitis) yang sering terjadi

akibat pecahnya ketuban yang lama (> 24 jam), perdarahan ringan,

perdarahan post partum (resiko relatif 2 kali dibandingkan dengan tanpa

induksi persalinan), dan hiperbilirubinemia neonatus (bilirubin > 250

mol/l).

c. Dilator servikal higroskopik (batang laminaria)

Dilatasi serviks dapat juga di timbulkan menggunakan dilator serviks

osmotic higroskopik. Teknik yang dilakukan yakni dengan batang

laminaria dan pada keadaan dimana serviks masih belum membuka.

Dilator mekanik ini telah lama berhasil digunakan jika dimasukkan

sebelum terminasi kehamilan, tetapi kini alat ini juga digunakan untuk

pematangan serviks sebelum induksi persalinan. Pemasangan laminaria

dalam kanalis servikalis dan dibiarkan selama 12-18 jam, kemudian jika

perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin.4

d. Stripping membrane

Stripping membrane yaitu cara atau teknik melepaskan atau

memisahkan selaput kantong ketuban dari segmen bawah uterus. Induksi

17
persalinan dengan stripping membrane merupakan praktik yang umum

dan aman serta mengurangi insiden kehamilan lebih bulan. Stripping dapat

dilakukan dengan cara manual yakni dengan jari tengah atau telunjuk

dimasukkan dalam kanalis servikalis.4

G. Komplikasi Induksi Persalinan


Komplikasi dapat ditemukan selama pelaksanaan induksi persalinan maupun

setelah bayi lahir. Pada penggunaan infuse oksitosin dianjurkan untuk

meneruskan pemberian hingga 4 jam setelah bayi lahir. Komplikasi yang dapat

ditemukan adalah:
1. Hiponatremia
2. Atonia uteri
3. Hiperstimulasi/ adanya kontraksi rahim yang berlebihan
4. Fetal distress
5. Prolaps tali pusat
6. Solusio plasenta
7. Rupture uteri
8. Hiperbilirubinemia
9. Perdarahan post partum
10. Kelelahan ibu dan krisis emosional
11. Infeksi intrauterine
12. Emboli
Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus

diwaspadai. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke

pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu atau paru-paru. Bila terjadi,

dapat merenggut nyawa ibu seketika.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Wannmacher, Lenita. 2005. Misoprostol low Dose For Induction Labour


http://www.archives.who.int/.../misoprostollowdose_ECM_review_10f eb05.pdf
(28 Agustus 2009).

2. Asl Z.A., Farrokhi M., Rajaee M. 2007. Comparative Efficacy Of Misoprostol


And Oxytocin As Labor Preinduction Agents: A Prospective Randomized Trial.
Acta Medica Iranica. 45 : 4433.

3. Arias, fernando. 1993. Practical Guide to high risk pregnancy and delivery.
Mosby. Westline Industrial drive.

4. Cunningham F.G., Gant N.F., Leveno K.J., Gilstrap L.C., Hauth J.C., Wenstrom
K.D. 2005. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC.

5. Tenore J.L. 2003. Methods For Cervical Ripening and Induction of Labor.
AAFP. 67: 2123-26.

6. Prawirohardjo S. 2007. Ilmu Kebidanan Edisi ketiga. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

7. Angsar MD, Setjalilakusuma L. Induksi Persalinan. Dalam: Wiknjosastro H,


Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Cetakan Kedua. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1991: 73-9.

8. Arias, fernando. 1993. Practical Guide to high risk pregnancy and delivery.
Mosby. Westline Industrial drive.

19

Anda mungkin juga menyukai