Anda di halaman 1dari 15

HEMATOMA INTRASEREBRAL

A. DEFINISI
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di
otak yang disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak.
Perdarahan dalam dapat terjadi di bagian manapun di otak. Darah dapat
terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan selaput
membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada
satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi
pada struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun
cerebellum (deep intracerebral hemorrhage).(1)

B. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10
sampai 20 kasus per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan
usia. Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun. Perbedaan dalam
prevalensi hipertensi dan tingkat pendidikan berhubungan dengan
perbedaan resiko. Peningkatan resiko terkait dengan tingkat pendidikan
yang lebih rendah mungkin terkait dengan kurangnya kesadaran
akan pencegahan primer dan akses ke perawatan kesehatan. Usia rata-
rata pada umur 53 tahun, interval 40 – 75 tahun. Insiden pada laki-laki
sama dengan pada wanita. Angka kematian 60 – 90%. (8)

C. ANATOMI
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang
yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah.
Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi
koneksi di antara neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak
membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total. (4)
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu
sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar
berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah
arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang
menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri
cerebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang mengalirkan
darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum
posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri cerebrum anterior bertemu dengan
sirkulasi arteri cerebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi. (4)

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi.


Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau
motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara
motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area
visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi
serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke
target organ. Jika terjadi kerusakan atau gangguan otak maka akan
mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta
gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas
biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.(4)

D. ETIOLOGI
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak perdarahan
intraserebral. Perdarahan intraserebral spontan yang tidak berhubungan
dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan diskrasia darah,
neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis, pengobatan dengan
antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau
trombositopenia, serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi
narkotika. (4),(5)
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh:
1. Hipertensi
Penyebab tersering perdarahan intraserebral adalah hipetensi
arterial. Peningkatan tekanan darah patologis merusak dinding pembuluh
darah arteri yang kecil, menyebabkan mikroaneurisme yang dikenal
sebagai Charcot Bouchard. Aneurisme ini dapat ruptur secara spontan.
Lokasi predileksi untuk perdarahan intraserebral hipertensif adalah ganglia
basalis, thalamus, nukelus serebri, dan pons. Substansia alba serebri
yang dalam, sebaliknya jarang terkena. (4)
2. Cerebral Amyloid Angiopathy
Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular
yang unik ditandai oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan
tunika adventisia pada arteri kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral.
Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri kortikal superfisial
dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di daerah
subkortikal lobar berbanding daerah basal ganglia. Deposit amiloid
menyebabkan dinding arteri menjadi lemah sehingga pecah dan terjadi
perdarahan intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid angiopathy
dianggap faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan intraserebral
pada penderita lanjut usia.
Lokasi tersering terjadinya PIS adalah pada basal ganglia, tepatnya
pada putamen, dengan persentase 35% hingga 50%, diikuti dengan lobar
sekitar 30%, thalamus (10 hingga 15%), pons (5 hingga 12%), nukleus
kaudatus (7%), dan serebelum.
Arteri yang sering ruptur pada perdarahan intrsebral spontan
adalah arteri lentikulostriata yang merupakan cabang langsung dan arteri
serebri media. Ruptur dan arteri ini akan mengakibatkan perdarahan pada
basal ganglia, tepatnya putamen. Arteri Thalamo-perforata yang
merupakan percabangan dan arteri serebri anterior dan media juga
merupakan sumber terjadinya PIS. Ruptur arteri ini akan mengakibatkan
perdarahan thalamus. Arteri lain yang terlibat pada PIS adalah cabang
paramedian dari arteri basilaris, yang mana akan menyebabkan
perdarahan dan pons dan serebelum.
Gambar 2.2. Lokasi dan perdarahan yang dapat terjadi pada PIS

E. PATOFISIOLOGI
Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa
posterior (batang otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar
kapsula interna). Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah
karena robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya edema dalam
jaringan otak di sekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan
dan kompresi oleh hematom dan edema pada struktur sekitar, termasuk
pembuluh darah otak dan penyempitan atau penyumbatannya sehingga
terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya, maka gejala klinis yang
timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi pembuluh darah
otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya. (2)

F. GEJALA KLINIS
Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat
akumulasi darah di dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu
aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang. Perjalanan penyakitnya,
sebagian besar (37,5-70%) per akut. Biasanya disertai dengan penurunan
kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan derajatnya
tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan
minimal terdapat pada 60% kasus. Dua pertiganya mengalami koma, yang
dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan ke arah ventrikel,
ukuran hematomnya besar dan prognosisnya jelek. Sakit kepala hebat
dan muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial
dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36%
kasus yang disertai dengan sakit kepala, namun kasus yang disertai
muntah didapati pada 44% kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala dan
muntah tidak menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai akan sangat
mendukung diagnosis PIS atau perdarahan subarakhnoid sebab hanya
10% kasus stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai
pada saat onset PIS.(3)

G. KLASIFIKASI PERDARAHAN INTRASEREBRAL


Tipe perdarahan intaserebral yang tersering adalah seperti berikut : (6)

1. Putaminal Hemorrhage
Antara sindroma klinis perdarahan yang tersering adalah
disebabkan oleh perdarahan putaminal dengan terjadinya
penekanan pada daerah berdekatan dengan kapsula interna.
Gejala dan kelainan neurologik hampir bervariasi berdasarkan
kedudukan dan ukuran penekanan. Perdarahan putaminal khas
dengan onset progresif pada hampir dua pertiga pasien, dan
kurang dari sepertiga mempunyai gejala mendadak dan hampir
maksimal saat onset. Nyeri kepala tampil saat onset gejala hanya
pada 14% kasus dan pada setiap waktu hanya 28%; semua pasien
menunjukkan berbagai bentuk defisit motorik dan sekitar 65%
mengalami perubahan reaksi terhadap pin-prick.
Perdarahan putaminal kecil menyebabkan defisit sedang motorik
dan sensori kontralateral. Perdarahan berukuran sedang mula-mula
mungkin tampil dengan hemiplegia flaccid, defisit hemisensori,
deviasi konjugasi mata pada sisi perdarahan, hemianopia
homonim, dan disfasia bila yang terkena hemisfer dominan.
Progresi menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan lalu koma,
variasi respirasi, pupil tak berreaksi yang berdilatasi, hilangnya
gerak ekstra-okuler, postur motor abnormal, dan respons
Babinski bilateral. Gejala muntah terjadi hampir setengah daripada
penderita. Sakit kepala adalah gejala tersering tetapi tidak
seharusnya ada. Dengan jumlah perdarahan yang banyak,
penderita dapat segera masuk kepada kondisi stupor dengan
hemiplegi dan kondisi penderita akan tampak memburuk dengan
berjalannya masa. Penderita akan lebih sering mengeluh sakit
kepala atau pusing. Dalam waktu beberapa menit wajah penderita
akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel atau aphasia,
lemas tangan dan tungkai dan bola mata akan cenderung
berdeviasi menjauhi daripada ekxtremitas yang lemah. Hal ini
terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam di mana sangat
kuat mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat
terjadi semakin memburuk dengan munculnya refleks Babinski
yang mana pada awalnya dapat muncul unilateral dan kemudian
bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi flaccid, stimulasi nyeri
menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan tingkat
kesadaran stupor. Karekteristik tingkat keparahan paling parah
adalah dengan tanda kompresi batang otak atas (koma); tanda
Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular atau intermitten; pupil
dilatasi dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya ada
kekakuan yang deserebrasi.
Gambar Perdarahan Putaminal4

2. Thalamic Hemorrhage
Sindroma klinis akibat perdarahan talamus sudah dikenal.
Umumnya perdarahan talamus kecil menyebabkan defisit
neurologis lebih berat dari perdarahan putaminal. Seperti
perdarahan putaminal, hemiparesis kontralateral terjadi bila kapsula
internal tertekan. Namun khas dengan hilangnya hemisensori
kontralateral yang nyata yang mengenai kepala, muka, lengan, dan
tubuh. Perluasan perdarahan ke subtalamus dan batang otak
berakibat gambaran okuler klasik yaitu terbatasnya gaze vertikal,
deviasi mata kebawah, pupil kecil namun bereaksi baik atau lemah.
Anisokoria, hilangnya konvergensi, pupil tak bereaksi, deviasi
serong, defisit lapang pandang, dan nistagmus retraksi juga
tampak. Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan sisi
kanan dan gangguan bicara yang berhubungan dengan lesi sisi kiri
tidak jarang terjadi. Nyeri kepala terjadi pada 20-40 % pasien.
Hidrosefalus dapat terjadi akibat penekanan jalur CSS.

Gambar 3. Perdarahan Thalamus


3. Perdarahan Pons
Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi
dibandingkan dengan perdarahan intraserebral supratentorial,
tetapi 50% dari perdarahan infratentorial terjadi di pons. Gejala
klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset
yang tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit
neurologik bilateral serta progresif dan fatal. Perdarahan ponting
paling umum menyebabkan kematian dari semua perdarahan otak.
Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan koma, pupil
pinpoint (1 mm) namun reaktif, gangguan gerak okuler lateral,
kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri
kepala, mual dan muntah jarang.4
4. Perdarahan Serebelum
Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum
sulit diketahui. Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus
dentatus dengan arteri serebeli superior sebagai suplai utama.
Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada
50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering
mengalami kompresi dan distorsi sekunder terhadap tekanan oleh
gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan serebrospinal dapat
menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis
sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan
intrakranial dan memburuknya keadaan umum penderita. Kematian
biasanya disebabkan tekanan dari hematoma yang menyebabkan
herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.(4)
Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan
secara jelas oleh Fisher. Yang khas adalah onset mendadak dari
mual, muntah, tidak mampu bejalan atau berdiri. Tergantung dari
evolusi perdarahan, derajat gangguan neurologis terjadi. Hipertensi
adalah faktor etiologi pada kebanyakan kasus. Duapertiga dari
pasien dengan perdarahan serebeler spontan mengalami
gangguan tingkat kesadaran dan tetap responsif saat datang;
hanya 14% koma saat masuk. 50% menjadi koma dalam 24 jam,
dan 75% dalam seminggu sejak onset. Mual dan muntah tampil
pada 95%, nyeri kepala (umumnya bioksipital) pada 73%,
dan pusing (dizziness) pada 55 %. Ketidakmampuan berjalan atau
berdiri pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda serebeler
umum terjadi termasuk ataksia langkah (78 %), ataksia trunkal (65
%), dan ataksia apendikuler ipsilateral (65 %). Temuan lain adalah
palsi saraf fasial perifer (61%), palsi gaze ipsilateral (54 %),
nistagmus horizontal (51 %), dan miosis (30%). Hemiplegia dan
hemiparesis jarang, dan bila ada biasanya disebabkan oleh stroke
oklusif yang terjadi sebelumnya atau bersamaan. Triad klinis
ataksia apendikuler, palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial perifer
mengarahkan pada perdarahan serebeler. Perdarahan serebeler
garis tengah menimbulkan dilema diagnostik atas pemeriksaan
klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan tampil dengan
oftalmoplegia total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid. (4)

Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler


lebih sulit karena disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83
% dengan oftalmoplegia eksternal yang lengkap, 53 % dengan
irreguleritas pernafasan, 54 % dengan kelemahan fasial ipsilateral.
Pupil umumnya kecil; tak ada reaksi pupil terhadap sinar pada 40 %
pasien.
5. Perdarahan Lober
Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan
Davis. Hipertensi kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 %
pasien yang koma saat datang. Perdarahan oksipital khas
menyebabkan nyeri berat sekitar mata ipsilateral dan hemianopsia
yang jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada
atau dekat bagian anterior telinga, disfasia fluent dengan
pengertian pendengaran yang buruk namun repetisi relatif baik.
Perdarahan frontal menyebabkan kelemahan lengan kontralateral
berat, kelemahan muka dantungkai ringan, dan nyeri kepala frontal.
Perdarahan parietal mulai dengan nyeri kepala temporal anterior
serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh ke garis
tengah. Evolusi gejala yang lebih cepat, dalam beberapa menit,
namun tidak seketika bersama dengan satu dari sindroma tersebut
membantu membedakan perdarahan lober dari stroke jenis lain.
Kebanyakan AVM dan tumor memiliki lokasi lober. (4)
6. Perdarahan intraserebral akibat trauma
Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.
Hematom intraserebral pascatraumatik merupkan koleksi darah
fokal yang biasanya diakibatkan cedera regangan atau robekan
rasional terhadap pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal otak
atau kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini
bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan
dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera. Intracerebral hematom
mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 ml dalam
substansi otak (hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau
petechial/bercak).(4)

H. DIAGNOSIS
Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke
hemoragik dengan stroke non hemoragik adalah dengan CT scan
tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar sehingga diagnosis
ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat
membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.(5)
CT-scan adalah suatu pemeriksaan penunjang yang efektif bagi pasien
dengan kecurigaan perdarahan intraserebral untuk mengetahui
lokasi,tempat, arah penyebaran perdarahan. (3)

Pemeriksaan Penunjang
 Kimia darah
 Lumbal punksi
 EEG
 CT scan
Volume darah pada perdarahan intraserebral bisa dihitung
menggunakan rumus Broderick :
(Panjang lesi x Lebar lesi x jumlah slice yang ada lesi) / 2
 Arteriografi

I. KOMPLIKASI
o Stroke hemoragik
o Kehilangan fungsi otak permanen
o Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi

J. PENANGANAN PERDARAHAN INTRASEREBRAL


Semua penderita yang dirawat dengan ‟intracerebral hemorrhage”
harus mendapat pengobatan untuk :
 ”Normalisasi” tekanan darah
 Pengurangan tekanan intrakranial
 Pengontrolan terhadap edema serebral
 Pencegahan kejang

Terapi Umum
1. Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30”,
paling sedikit dua minggu
2. Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak
dianjurkan dalam dua minggu pertama
3. Diet makanan sesuai faktor resiko
4. Monitoring tanda-tanda vital

Terapi Hipertensi
Tekanan darah pada fase akut tidak boleh diturunkan lebih dari 20%.
Penurunan tekanan darah rata-rata tidak boleh lebih dari 25% dari
tekanan darah arteri rata-rata. Kriteria penurunan:
1. Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik >
140 mmHg pada dua kali pengukuran tekanan darah selang 5
menit, berikan natrium nitroprusid atau nitrogliserin drip.
2. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140
mmHg atau tekanan darah arteri rata-rata 130 mmHg pada dua kali
pengukuran tekanan darah selang 20 menit berikan labetalol injeksi
atau enalapril.
3. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105
mmHg, maka pemberian obat anti-hipertensi ditangguhkan.

Mengurangi Efek Massa


Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal
maupun bedah. Pasien dengan peninggian TIK dan atau dengan area
yang lebih fokal dari efek massa, usaha nonbedah untuk mengurangi efek
massa penting untuk mencegah iskemia serebral sekunder dan kompresi
batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi
peninggian TIK antara lain: (7)
 Pemantauan ketat untuk pasien dengan resiko edema serebral.
 Monitor TIK harus dipasang dengan GCS < 9.
 Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg.
 Penatalaksaan :
 Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik.
 Berikan manitol 20% 0,25-0,50 gr/kgBB selama 20 menit diulang
4-6 jam.
 Pemberian manitol : 200 ml – 150 ml-150 ml.
 Tidak boleh diberikan manitol pada : DM, dehidrasi, hipotensi,
gangguan ginjal, dekom cordis.
 Kalau perlu beri furosemid dgn dosis inisial 1 mg/kgBB I.V (pada
pasien dengan keadaan dekom cordis).
Pencegahan atas Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang jarang pada perdarahan hipertensif. Saat pasien
sampai di dokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti. Risiko
perdarahan ulang dari AVM dan tumor juga jarang. Tindakan utama yang
dilakukan adalah mengontrol tekanan darah seperti dijelaskan di atas.
Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko perdarahan ulang
lebih tinggi. Pertahankan tekanan darah 10-20 % di atas tingkat
normotensif untuk mencegah vasospasme, namun cukup rendah untuk
menekan risiko perdarahan. Beberapa menganjurkan asam aminokaproat,
suatu agen antifibrinolitik. Namun manfaat serta indikasinya tetap belum
jelas.

Tindakan bedah
Tidak dioperasi bila :
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm 3) atau defisit neurologis
minimal.
 Pasien dengan GCS ≤ 4, meskipun pasien GCS ≤ 4 dengan
perdarahan serebelar disertai kompresi batang otak masih mungkin
untuk life saving.
Dioperasi bila :
 pasien dengan perdarahan serebelar > 3 cm dengan perburukan klinis
atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel
harus secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang
baik dan lesi strukturnya terjangkau atau accesible.
 Pasien dengan usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar
yang memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
muda dengan perdarahan lobar yang luas (≥ 50 cm 3) masih
menguntungkan.
K. PROGNOSIS
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%.
Mortalitas secara dramatis meningkat pada perdarahan talamus dan
serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan pada perdarahan pons
yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar dari 6-30
%. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter
hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume darahnya
kurang dari 20 mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60 mm3.
Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga
penting untuk prognosis pasien. Pasien yang kesadarannya menurun
mortalitas meningkat menjadi 63%. Mortalitas juga meningkat pada
perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa posterior atau
yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Felmann E mengatakan bahwa
45% pasien meninggal bila disertai perdarahan intraventrikular. Suatu
penilaian dilakukan untuk memperkirakan mortalitas dalam waktu 30 hari
pertama dengan menggunakan 3 variabel pada saat masuk rumah sakit
yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran perdarahan dan tekanan nadi.
Perdarahan kecil bila ukurannya kurang dari satu lobus, sedangkan
perdarahan besar bila ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari
9, perdarahannya kecil, tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka
probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi bila pasien
koma, perdarahannya besar dan tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg,
maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari hanya 8%. Pada PIS
hipertensif jarang terjadi perdarahan ulang. (6)
DAFTAR PUSTAKA

1. Jody Corey-Bloom, Ronald B. David . Clinical Adult of Neurology 3rd ed.


New York : Demosmedical: 2009 .p. 270-279.

2. Lewis B. Morgenstern. Guidelines for the Management of Spontaneous


Intracerebral Hemorrhage. September 2010 .p. 2109-2124

3. Michael J. Aminoff, David A. Greenberg, Roger P. Simon :Clinical


Neurology 6th edition Lange medical book.2005.p.285-316.

4. Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised


edition. New York : Thieme. 2005 .p.417-479.

5. Luca Masotti, Mario Di Napoli, Daniel A. Godoy, Daniela Rafanelli,


Giancarlo Liumbruno, Nicholas Koumpouros, Giancarlo Landini, Alessandro
Pampana, Roberto Cappelli, Daniela Poli, and Domenico Prisco : The
practical management of intracerebral hemorrhage associated with oral
anticoagulant therapy, International Journal of Stroke & 2011 World Stroke
Organization Vol 6, June 2011, 228–240
6. J.M MacKenzier. Intracerebral Hemorrhage. Department of Pathology,
Aberdeen Royal Infirmary, Foresterhill, Aberdeen 1996 .p.360-364
7. Fred Rincon, Stephan A Mayer : Critical care management of spontaneous
intracerebral hemorrhage. Vol 12, December 2008, 1-15.
8. Adnan I. Qureshi, Stanley Tuhrim,Joseph P. Broderick,H. Hunt Batjer, Hideki
Hondo, Daniel F. Hnley: : Perdarahan Intraserebral Spontan. NEJM, Volume
344:1450-1460 Mei 10, 2001, Nomer 19

Anda mungkin juga menyukai