Anda di halaman 1dari 4

Terminasi kehamilan ada dua tipe:

a. Induksi Persalinan
b. Induksi Aborsi

INDUKSI PERSALINAN
Definisi
Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan
cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his.

Tujuan Induksi
Tujuan melakukan induksi antara lain:
• Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan
• Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan penurunan janin
tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin
• Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan memaksimalkan
kepuasan ibu
Indikasi
Indikasi melakukan induksi persalinan antara lain:
1. Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his . Padahal kehamilannya sudah memasuki
tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat).
2. Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu menderita tekanan
darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes.
3. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko
atau membahayakan hidup janin.
4. Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan.
5. Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.
Indikasi induksi persalinan berdasarkan tingkat kebutuhan penanganan, antara lain:
a. Indikasi darurat:
1) Hipertensi gestasional yang berat
2) Diduga komplikasi janin yang
akut 3) PJT (IUGR) yang berat
4) Penyakit maternal yang bermakna dan tidak respon dengan pengobatan
5) APH yang bermakna dan Korioamnionitis
 b. Indikasi segera (Urgent)
1)KPD saat aterm atau dekat aterm
2)PJT tanpa bukti adanya komplikasi akut
3) DM yang tidak terkontrol
4) Penyakit iso-imun saat aterm atau dekat aterm
c. Indikasi tidak segera ( Non urgent )
1)Kehamilan ‘post-term’
2)DM terkontrol baik
3)Kematian intrauterin pada kehamilan sebelumnya
4) Kematian janin
5)Problem logistik (persalinan cepat, jarak ke rumah sakit)
Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi dibawah ini, yaitu:
1. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan menipis dan sudah dapat
dilalui oleh sedikitnya 1 jari, serta sumbu serviks mengarah ke depan.
2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD).
3. Tidak terdapat kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan.
4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.
Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin tidak memberikan hasil
yang diharapkan.1 Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor bishop. Bila nilai lebih dari 8
induksi persalinan kemungkinan akan berhasil.

Kontra indikasi induksi antara lain:


a. Disproporsi sefalopelvik
 b. Insufisiensi plasenta
c. Malposisi dan malpresentasi
d. Plasenta previa
e. Gemelli
f. Distensi rahim yang berlebihan
g. Grande multipara
h. Cacat rahim

Risiko Melakukan Induksi


Risiko induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah:3
1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam
 pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit
yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan dilakukan operasi caesar.
2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat janin (stress
 pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong harus memantau gerak
 janin. Bila dianggap terlalu beresiko menimbulkan gawat janin, proses induksi harus dihentikan.
3. Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang sebelumnya pernah
dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.
4.  Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai.
5.   Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak
ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu seketika.

Induksi persalinan dengan Metode Bedah


1. Stripping of the membranes
Stripping of the membranes dapat meningkatkan aktivitas fosfolipase A2 dan prostaglandin F2α
(PGF2 α) dan menyebabkan dilatasi serviks secara mekanis yang melepaskan prostaglandin.
Stripping pada selaput ketuban dilakukan dengan memasukkan jari melalui ostium uteri internum
dan menggerakkannya pada arah sirkuler untuk melepaskan kutub inferior selaput ketuban dari
segmen bawah rahim. Risiko dari teknik ini meliputi infeksi, perdarahan, dan pecah ketuban
spontan serta ketidaknyamanan pasien. Telaah Cochrane menyimpulkan bahwa  stripping of the
membrane saja tidak menghasilkan manfaat klinis yang penting, tapi apabila digunakan sebagai
 pelengkap, tampaknya berhubungan dengan kebutuhan dosis oksitosin rata-rata yang lebih rendah
dan peningkatan rasio persalinan normal pervaginam.
2.Amniotomi
Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan pelepasan prostaglandin
secara lokal. Risiko yang berhubungan dengan prosedur ini meliputi tali pusat menumbung atau
kompresi tali pusat, infeksi maternal atau neonatus, deselerasi denyut jantung janin, perdarahan
dari plasenta previa atau plasenta letak rendah dan kemungkinan luka pada janin.
Teknik amniotomi adalah sebagai berikut :
a. Dilakukan pemeriksaan pelvis untuk mengevaluasi serviks dan posisi bagian terbawah
 janin.
 b. Denyut jantung janin diperiksa (direkam) sebelum dan setelah prosedur tindakan
dilakukan
2. Pil mifepristone dan misoprostol vaginal

3. Methotrexate dan misoprostol vaginal

4. Misoprostol vaginal

Efek samping dari aborsi dengan obat:

Obat-obatan yang digunakan akan menyebabkan perdarahan dan kram perut. Selain itu juga dapat menyebabkan
mual, muntah, demam, dan menggigil. Petugas kesehatan akan menjelaskan mengenai apa yang akan terjadi dari nyeri,
 perdarahan, dan keluarnya jaringan. Tanda yang membutuhkan perhati an khusus adalah perdarhan hebat, nyeri hebat, atau
demam. Jika tetap terjadi kehamilan setelah mencoba aborsi dengan obat, maka dibutuhkan tindakan lain.

Anda mungkin juga menyukai