I. ABORTUS
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram.1
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI1
2
MEKANISME2
KLASIFIKASI3
a) Abortus Imminens
Abortus mengancam, ditandai oleh perdarahan bercak dari jalan lahir,
dapat disertai nyeri perut bawah yang ringan, buah kehamilan masih mungkin
berlanjut atau dipertahankan.
b) Abortus Insipien
Abortus sedang berlangsung, ditandai oleh perdarahan ringan atau
sedang kontraksi rahim dan akan berakhir sebagai abortus komplit atau
inkomplit
3
c) Abortus Inkomplit
Sebagian buah kehamilan telah keluar melalui kanalis servikalis dan
masih terdapat sisa konsepsi dalam rongga rahim
d) Abortus Komplit
Seluruh buah kehamilan telah keluar dari rongga rahim melalui kanalis
servikalis secara lengkap
f) Abortus Habitualis
Abortus spontan yang berlangsung berurutan sebanyak 3 kali atau lebih.
DIAGNOSIS3
a) Abortus Imminens
Anamnesis : Perdarahan sedikit dari jalan lahir,
nyeri perut tidak ada atau ringan
b) Abortus Insipiens
Anamnesis : Perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/kontraksi rahim.
Pemerikasaan Dalam : Ostium terbuka
Buah Kehamilan masih dalam rahim
Ketuban Utuh, dapat menonjol
4
c) Abortus Inkomplit
Anamnesis : Perdarahan dari jalan lahir, biasanya banyak, nyeri/kontraksi
Rahim ada, bila perdarahan banyak dapat terjadi syok. Abortus
Incomplit sering berhubungan dengan aborsi/abortus yang tidak
Aman , oleh karena itu periksa tanda-tanda komplikasi yang
mungkin terjadi akibat abortus provokatus seperti perforasi,
tanda-tanda infeksi atau sepsis.
d) Abortus Komplit
Anamnesis : Perdarahan dari jalan lahir sedikit, pernah keluar buah kehamilan.
Pemeriksaan dalam : ostium biasanya tertutup, bila ostium terbuka teraba
rongga uterus yang kosong.
e) Abortus Tertunda (miss abortion)
Anamnesis : perdarahan dapat ada atau tidak
Pemeriksaan : - Fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan
- Bunyi jantung janin tidak ada
PENATALAKSANAAN4
5
4. Keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberi obat-obatan
hormonal dan antispasmodic misalnya progesteron 10 mg setiap hari
untuk terapi substansi dan untuk mengurangi kerentanan otot-otot
uterus (misal: gestanon)
5. Pemberian spasmolitik agar uterus tidak terus berkontaksi hingga
rangsangan mekanik uterus berkurang.
b. Penanganan pada ibu dengan abortus insipiens
1. Pasien harus dirawat dirumah sakit.
2. Karena tidak ada kemungkinan kelangsungan hidup bagi janin pada
abortus insipiens, tugas perawatan dan bidan sebagai asisten
mempersiapkan alat-alat, pantau kondisi pasien, membantu
memberikan obat intravena sesuai instruksi dokter, dan memasang
infuse RL dengan oksitosin 20 unit dengan 40 tetes permenit untuk
membantu ekspulsi hasil konsepsi dibawah pengawasan dokter.
c. Penanganan pada ibu dengan abortus inkomplit.
1. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis dan jaringan dapat diraba
dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium
uteri eksternum.
2. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga
menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa
hasil konsepsi dikeluarkan.
3. Dalam penanganannya, apabila abortus inkomplit disertai syok karena
perdarahan, segera harus diberikan infuse cairan NaCl fisiologik atau
cairan ringer yang disusul dengan tranfusi.
4. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan.
5. Pasca tindaakan disuntikan intramuscular ergometrin 0,2 mg IM atau
misoprostol 400 meg peroral untuk mempertahankan kontraksi otot
uterus.
d. Penanganan pada ibu dengan abortus komplit Jika bidan atau perawat yang
menemukan klien dengan abortus komplit beberapa hal dapat dilakukan antara
lain :
1. Hasil konsepsi tidak perlu evaluasi lagi karena sudah keluar.
2. Hanya dilakukan observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak,
memastikan untuk memantau keadaan umum ibu setelah abortus.
6
3. Apabila terdapat anemia sedang , diberikan tablet sulfat ferrosus 600
mg/hari selama 2 minggu.
4. Jika anemia berat diberikan trasfusi darah, tetapi hanya dengan
uterotonika, diberika konseling pasca abortus dan pemantauan lanjut.
e. Penanganan pada ibu dengan missed abortion Jika bidan atau perawat
menemukan kasus missed abortion:
1. Segera rujuk kerumah sakit atas perimbangan: plasenta dapat melekat
dengan erat di dinding rahim, sehingga prosedur evakuasi (kuretase)
akan lebih sulit dari resiko perforasi, pada umumnya kanalis servikalis
dalam keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang
laminaria selama 12 jam, tingginya kejadian komplikasi
hipofibrinogenis yang berlanjut dengan pembekuan darah.
2. Perlakuan kuretase isap dan prostaglandin oleh dokter ahli kandungan
lebih disukai tergantung dari ukuran uterus dan hari haid.
EPIDEMIOLOGI1
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama diantara senter pelayanan
kesehatan.Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia
kejadianHal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian
sekitar 5-6 per seribu kehamilan.1 Sebagian besar wanita yang mengalami
kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih
dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi
rendah dan tinggal didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa
yang tinggi.5
7
Isthmus tuba 25%
Fimbriae tuba 17%
Interstisial tuba 2%
ETIOLOGI1
Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit atau
buntu. Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel
saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya tumor di sekitar saluran tuba, misalnya
mioma uteri atau tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk dan patensi
tuba, juga dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik.
Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di
saluran tuba.
Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan
gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik.
Faktor lain
Pemakai IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan
endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
PATOLOGI1
Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium
untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan
mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan umumnya. Karena tuba bukan
merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah, maka
pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini:
8
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk beberapa
hari.
2. Abortus tuba
Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris,
sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales kearah peritoneum biasanya
terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars
amoullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil
konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit. Pada pelepasan
hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan
akan terus berlangsung,dari sedikit-sedikit oleh darah,sampai berubah menjadi mola
kruenta.Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan
terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tubafallopii dapat membesar karena darah dan
membentuk hematosalping.
3. Ruptur tuba
9
pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum
berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan
bila berimplantasi di parsintersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih lanjut.
Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus
atau pemeriksaan vagina.
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba
tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas,
akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus,
terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat
keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba.
Bila pasien tidak mati dan meninggal karena perdarahan,
nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin
mati dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah
menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi
oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus
dalam rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.
KLASIFIKASI
a. Kehamilan Servikal
Kehamilan servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalam kanalis servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa
nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks
membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan
servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif
oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat
menyebakan banyak pendarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan
diperlukan histerektomia totalis.1
10
b. Kehamilan Ovarial
Jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan rupture pada hamil muda.
Untuk mendiagnosa kehamilan ovarial harus dipenuhi kriteria dari
spiegelberg.
Kehamilan ovarial ditegakkan atas dasar kriteria Spiegelberg :
1. tuba pada sisi kehamilan harus normal
2. kantung janin harus terletak dalam ovarium
3. kantung janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii
proprium
4. jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantung
janin
Pada kenyataannya kriteria ini sulit dipenuhi, karena umumnya telah
terjadi kerusakan jaringan ovarium, pertumbuhan trofoblas yang luas, dan
perdarahan menyebabkan topografi kabur, sehingga pengenalan implantasi
permukaan ovum sukar ditentukan secara pasti.1
c. Kehamilan Tuba
Kejadian kehamilan tuba ialah 1 di antara 150 persalinan (Amerika).
Kejadian dipengaruhi oleh factor social : mungkin karena pada golongan
pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan
berobat kurang. Ovum yang dibuahi dapat berkembang disetiap bagian
oviduktus yang menyebabkan kehamilan tuba di ampula,ismus,atau
interstisium. Ampula adalah tempat tersering kehamilan tuba,sedangkan
kehamilan interstisium terhitung hanya sekitar 3% dari seluruh gestasi tuba.
11
Gambar 2.1 Tempat Implantasi Pada Kehamilan Ektopik
Menurut tempatnya nidasi dapat terjadi:
Kehamilan ampula (dalam ampula tuba)
Kehamilan isthmik (dalam isthmus tuba)
Kehamilan interstisil (dalam pars interstitialis tubae)
Kehamilan infundibulum tuba
Kehamilan abdomoinal primer atau sekunder
d. Kehamilan Interstisial
Implantasi telur terjadi dalam pars interstisialis tuba. Karena lapisan
myometrium disini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira pada
bulan ke-3 atau ke-4.
Kalau terjadi ruptur maka perdarahan hebat karena tempat ini banyak
pembuluh darahnya sehingga dalam waktu yang singkat dapat menyebabkan
kematian.
12
e) Abdominal: primer,sekunder
f) Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus
DIAGNOSIS3
Terlambat haid
Biasanya terjadi 6-8 minggu setelah haid terakhir
Gejala subjektif kehamilan lainnya (mual, pusing, dsb)
Nyeri perut yang disertai spotting
Gejala yang lebih jarang: nyeri yang menjalar ke bahu, perdarahan
pervaginam, pingsan
Tanda-tanda syok hipovolemik
Nyeri Abdomen :
- Uterus yang membesar
- Nyeri goyang serviks +
- Nyeri pada perabaan dan dapa teraba masa tumor di daerah
adneksa
- Kavum douglas bisa menonjol karena berisi darah, nyeri tekan
+
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- Hb, Leukosit
- Kadar βhCG dalam serum
- Uji kehamilan (tes urine)
USG
- Uterus yang membesar
- Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri adanya
kantung kehamilan di luar kavum uteri.
- Terdapat gambaran massa kompleks dan atau darah/cairan
bebas di daerah adneksa dan atau di cavum douglas
13
Kuldosentesis untuk mengetahui adanya darah dalam cavum douglas
Laparaskopi diagnostik
PENATALAKSANAAN3
PROGNOSIS
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa
degenerasi hidropik.1
KLASIFIKASI8
DIAGNOSIS3
PENATALAKSANAAN1
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok
atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia atau
tirotoksikosis.
15
Pengeluaran Jaringan Mola
Vakum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk
memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan
dengan kuretase dengan menggunakan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan
kuret cukup dilakukan 1 kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada
indikasi.
Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup
mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan
paritas tinggi merupakan faktor presdiposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan
yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada
sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya
tanda-tanda keganasan.
PROGNOSIS9
Prognosis mola hidatidosa umumnya baik. Risiko untuk kejadian mola hidatidosa
berulang adalah 1.2-1.4%.
16
DAFTAR PUSTAKA
4. Maryuni, Anik dan Eka Puspita. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan
neonatal. Jakarta: Trans Info Media.
5. Wibowo B. Kehamilan Ektopik. In: Ilmu Kebidanan(Edisi III). Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2007. Diakses di
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/8338/7900
9. http://edunakes.bppsdmk.kemkes.go.id/images/pdf/Obsgin_4_Juni_2014/Blok%202/
Mola%20hidatidosa%20ppt.pdf
17