Anda di halaman 1dari 17

TUGAS REFERAT

PERDARAHAN KEHAMILAN MUDA

NAMA : dr. Siti Mutia Latifah

PENILAIAN : dr. Yoza Firdaoz Sp.OG


PERDARAHAN KEHAMILAN MUDA

I. ABORTUS

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram.1

Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan


abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus.
Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan
abortus provokatus kriminalis.1

EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak


yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Sementara itu, dari
kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan abortus spontan dan kehamilan ektopik.
Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami keguguran yang
berurutan dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang
berurutan.1

ETIOLOGI1

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari


satu penyebab. Penyebab terbanyak di antaranya adalah sebagai berikut:

 Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik


 Kelainan kongenital uterus
 Autoimun
 Defek fase luteal
 Infeksi
 Hematologik
 Lingkungan

2
MEKANISME2

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau


seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan
fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan
terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang
dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian
desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian
dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada
kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan
pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat
namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada
dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri . Jenis ini
sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke
14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta
beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus
sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam
yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih
menonjol. Dari penjelasan di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya
perdarahan uterus dan dengan intensitas beragam.

KLASIFIKASI3

a) Abortus Imminens
Abortus mengancam, ditandai oleh perdarahan bercak dari jalan lahir,
dapat disertai nyeri perut bawah yang ringan, buah kehamilan masih mungkin
berlanjut atau dipertahankan.
b) Abortus Insipien
Abortus sedang berlangsung, ditandai oleh perdarahan ringan atau
sedang kontraksi rahim dan akan berakhir sebagai abortus komplit atau
inkomplit

3
c) Abortus Inkomplit
Sebagian buah kehamilan telah keluar melalui kanalis servikalis dan
masih terdapat sisa konsepsi dalam rongga rahim

d) Abortus Komplit
Seluruh buah kehamilan telah keluar dari rongga rahim melalui kanalis
servikalis secara lengkap

e) Abortus Tertunda (miss abortion)


Tertahannya (retensi) hasil konsepsi yang telah mati dalam rahim selama 8
minggu atau lebih.

f) Abortus Habitualis
Abortus spontan yang berlangsung berurutan sebanyak 3 kali atau lebih.

DIAGNOSIS3

a) Abortus Imminens
Anamnesis : Perdarahan sedikit dari jalan lahir,
nyeri perut tidak ada atau ringan

Pemeriksaan Dalam : Fluksus Sedikit dan Ostium Uteri Tertutup

Pemeriksaan Penunjang : USG , hasilnya dapat ditemukan :

a. Buah Kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin


b. Meragukan ( kantong kehamilan masih utuh, pulsasi jantung janin
belum jelas)
c. Buah kehamilan tidak baik : janin mati

b) Abortus Insipiens
Anamnesis : Perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/kontraksi rahim.
Pemerikasaan Dalam : Ostium terbuka
Buah Kehamilan masih dalam rahim
Ketuban Utuh, dapat menonjol

4
c) Abortus Inkomplit
Anamnesis : Perdarahan dari jalan lahir, biasanya banyak, nyeri/kontraksi
Rahim ada, bila perdarahan banyak dapat terjadi syok. Abortus
Incomplit sering berhubungan dengan aborsi/abortus yang tidak
Aman , oleh karena itu periksa tanda-tanda komplikasi yang
mungkin terjadi akibat abortus provokatus seperti perforasi,
tanda-tanda infeksi atau sepsis.

Pemeriksaan dalam : Ostium Uteri terbuka

Teraba sisa jaringan buah kehamilan

d) Abortus Komplit
Anamnesis : Perdarahan dari jalan lahir sedikit, pernah keluar buah kehamilan.
Pemeriksaan dalam : ostium biasanya tertutup, bila ostium terbuka teraba
rongga uterus yang kosong.
e) Abortus Tertunda (miss abortion)
Anamnesis : perdarahan dapat ada atau tidak
Pemeriksaan : - Fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan
- Bunyi jantung janin tidak ada

Pemeriksaan Penunjang : USG : terdapat tanda janin mati

Laboratorium : hb, trombosit, fibrinogen, waktu

pendarahan, waktu pembekuan, waktu protrombin.

PENATALAKSANAAN4

a. Penanganan pada ibu dengan abortus imminens


1. Penderita diminta untuk melakukan istirahat sampai perdarahan
berhenti.
2. Pasien diingatkan untuk tidak melakukan senggama selama lebih
kurang 2 minggu.
3. Tidak ada pengobatan khusus hanya diberi sedativa, misalnya dengan
luminal, codein, atau morfin (sesuai protap dan intruksi dokter).

5
4. Keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberi obat-obatan
hormonal dan antispasmodic misalnya progesteron 10 mg setiap hari
untuk terapi substansi dan untuk mengurangi kerentanan otot-otot
uterus (misal: gestanon)
5. Pemberian spasmolitik agar uterus tidak terus berkontaksi hingga
rangsangan mekanik uterus berkurang.
b. Penanganan pada ibu dengan abortus insipiens
1. Pasien harus dirawat dirumah sakit.
2. Karena tidak ada kemungkinan kelangsungan hidup bagi janin pada
abortus insipiens, tugas perawatan dan bidan sebagai asisten
mempersiapkan alat-alat, pantau kondisi pasien, membantu
memberikan obat intravena sesuai instruksi dokter, dan memasang
infuse RL dengan oksitosin 20 unit dengan 40 tetes permenit untuk
membantu ekspulsi hasil konsepsi dibawah pengawasan dokter.
c. Penanganan pada ibu dengan abortus inkomplit.
1. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis dan jaringan dapat diraba
dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium
uteri eksternum.
2. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga
menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa
hasil konsepsi dikeluarkan.
3. Dalam penanganannya, apabila abortus inkomplit disertai syok karena
perdarahan, segera harus diberikan infuse cairan NaCl fisiologik atau
cairan ringer yang disusul dengan tranfusi.
4. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan.
5. Pasca tindaakan disuntikan intramuscular ergometrin 0,2 mg IM atau
misoprostol 400 meg peroral untuk mempertahankan kontraksi otot
uterus.
d. Penanganan pada ibu dengan abortus komplit Jika bidan atau perawat yang
menemukan klien dengan abortus komplit beberapa hal dapat dilakukan antara
lain :
1. Hasil konsepsi tidak perlu evaluasi lagi karena sudah keluar.
2. Hanya dilakukan observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak,
memastikan untuk memantau keadaan umum ibu setelah abortus.

6
3. Apabila terdapat anemia sedang , diberikan tablet sulfat ferrosus 600
mg/hari selama 2 minggu.
4. Jika anemia berat diberikan trasfusi darah, tetapi hanya dengan
uterotonika, diberika konseling pasca abortus dan pemantauan lanjut.
e. Penanganan pada ibu dengan missed abortion Jika bidan atau perawat
menemukan kasus missed abortion:
1. Segera rujuk kerumah sakit atas perimbangan: plasenta dapat melekat
dengan erat di dinding rahim, sehingga prosedur evakuasi (kuretase)
akan lebih sulit dari resiko perforasi, pada umumnya kanalis servikalis
dalam keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang
laminaria selama 12 jam, tingginya kejadian komplikasi
hipofibrinogenis yang berlanjut dengan pembekuan darah.
2. Perlakuan kuretase isap dan prostaglandin oleh dokter ahli kandungan
lebih disukai tergantung dari ukuran uterus dan hari haid.

II. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU


DEFINISI
Kehamilan Ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang
telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari
95% kehamilan ektopik berada di saluran telur (Tuba Fallopi).1

EPIDEMIOLOGI1
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama diantara senter pelayanan
kesehatan.Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia
kejadianHal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian
sekitar 5-6 per seribu kehamilan.1 Sebagian besar wanita yang mengalami
kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih
dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi
rendah dan tinggal didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa
yang tinggi.5

Berkaitan dengan lokasi, kehamilan ektopik dapat dijabarkan sebagai berikut:1


 Tuba > 95% yang terdiri atas:
Ampula tuba 55%

7
Isthmus tuba 25%
Fimbriae tuba 17%
Interstisial tuba 2%

ETIOLOGI1
 Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit atau
buntu. Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel
saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya tumor di sekitar saluran tuba, misalnya
mioma uteri atau tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk dan patensi
tuba, juga dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik.
 Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di
saluran tuba.
 Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
 Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan
gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik.
 Faktor lain
Pemakai IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan
endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
PATOLOGI1
Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium
untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan
mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan umumnya. Karena tuba bukan
merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah, maka
pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini:

8
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk beberapa
hari.
2. Abortus tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh


villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudo kapsularis.
Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat
perdarahan yang timbul.

Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam


lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale.
Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi.

Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris,
sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales kearah peritoneum biasanya
terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars
amoullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil
konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit. Pada pelepasan
hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan
akan terus berlangsung,dari sedikit-sedikit oleh darah,sampai berubah menjadi mola
kruenta.Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan
terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tubafallopii dapat membesar karena darah dan
membentuk hematosalping.

3. Ruptur tuba

Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan


rupture pada saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar
korionik gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester

9
pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum
berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan
bila berimplantasi di parsintersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih lanjut.
Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus
atau pemeriksaan vagina.

Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba
tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas,
akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus,
terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat
keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba.
Bila pasien tidak mati dan meninggal karena perdarahan,
nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin
mati dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah
menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi
oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus
dalam rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.

KLASIFIKASI
a. Kehamilan Servikal
Kehamilan servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalam kanalis servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa
nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks
membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan
servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif
oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat
menyebakan banyak pendarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan
diperlukan histerektomia totalis.1

10
b. Kehamilan Ovarial
Jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan rupture pada hamil muda.
Untuk mendiagnosa kehamilan ovarial harus dipenuhi kriteria dari
spiegelberg.
Kehamilan ovarial ditegakkan atas dasar kriteria Spiegelberg :
1. tuba pada sisi kehamilan harus normal
2. kantung janin harus terletak dalam ovarium
3. kantung janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii
proprium
4. jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantung
janin
Pada kenyataannya kriteria ini sulit dipenuhi, karena umumnya telah
terjadi kerusakan jaringan ovarium, pertumbuhan trofoblas yang luas, dan
perdarahan menyebabkan topografi kabur, sehingga pengenalan implantasi
permukaan ovum sukar ditentukan secara pasti.1

c. Kehamilan Tuba
Kejadian kehamilan tuba ialah 1 di antara 150 persalinan (Amerika).
Kejadian dipengaruhi oleh factor social : mungkin karena pada golongan
pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan
berobat kurang. Ovum yang dibuahi dapat berkembang disetiap bagian
oviduktus yang menyebabkan kehamilan tuba di ampula,ismus,atau
interstisium. Ampula adalah tempat tersering kehamilan tuba,sedangkan
kehamilan interstisium terhitung hanya sekitar 3% dari seluruh gestasi tuba.

11
Gambar 2.1 Tempat Implantasi Pada Kehamilan Ektopik
Menurut tempatnya nidasi dapat terjadi:
Kehamilan ampula (dalam ampula tuba)
Kehamilan isthmik (dalam isthmus tuba)
Kehamilan interstisil (dalam pars interstitialis tubae)
Kehamilan infundibulum tuba
Kehamilan abdomoinal primer atau sekunder

d. Kehamilan Interstisial
Implantasi telur terjadi dalam pars interstisialis tuba. Karena lapisan
myometrium disini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira pada
bulan ke-3 atau ke-4.
Kalau terjadi ruptur maka perdarahan hebat karena tempat ini banyak
pembuluh darahnya sehingga dalam waktu yang singkat dapat menyebabkan
kematian.

e. Kehamilan Abdominal Primer


Dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut
dengan cirri-ciri tuba dan ovarium normal,tidak terdapat fistula utero-
plasenter,dan implantasi umumnya di sekitar uterus dan CD.

f. Hamil Abdominal Sekunder


Yang asalnya kehamilan tuba dan setelah rupture,ekspulsi dari ostium
tuba eksternumnya dan ekspulsi dari fistula utero-plasenter baru menjadi
kehamilan abdominal. Biasanya plasenta terdapat pada daerah tuba,
permukaan belakang rahim dan ligamentum latum. Ada kalanya hamil
abdominal sekunder ini mencapai umur cukup bulan,tapi hal ini jarang
terjadi,yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum mencapai maturitas (bulan
ke 5 atau ke 6) karena pengambilan makanan kurang sempurna.
Menurut lokasinya,kehamilan ektopik sebenarnya banyak klasifikasi
dan dapat dibagi dalam beberapa golongan:
a) Tuba fallopi: pars interstisialis, isthmus, ampulla, infundibulum, fimbria.
b) Uterus: kanalis servikalis, divertikulum, koruna, tanduk rudimenter.
c) Ovarium
d) Intraligamenter

12
e) Abdominal: primer,sekunder
f) Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus

Namun diantara kehamilan-kehamilan ektopik,yang terbanyak ialah


yang terjadi di tuba (90%) khususnya di ampula dan isthmus.

DIAGNOSIS3

 Terlambat haid
 Biasanya terjadi 6-8 minggu setelah haid terakhir
 Gejala subjektif kehamilan lainnya (mual, pusing, dsb)
 Nyeri perut yang disertai spotting
 Gejala yang lebih jarang: nyeri yang menjalar ke bahu, perdarahan
pervaginam, pingsan
 Tanda-tanda syok hipovolemik
 Nyeri Abdomen :
- Uterus yang membesar
- Nyeri goyang serviks +
- Nyeri pada perabaan dan dapa teraba masa tumor di daerah
adneksa
- Kavum douglas bisa menonjol karena berisi darah, nyeri tekan
+

Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium
- Hb, Leukosit
- Kadar βhCG dalam serum
- Uji kehamilan (tes urine)
 USG
- Uterus yang membesar
- Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri adanya
kantung kehamilan di luar kavum uteri.
- Terdapat gambaran massa kompleks dan atau darah/cairan
bebas di daerah adneksa dan atau di cavum douglas

13
 Kuldosentesis untuk mengetahui adanya darah dalam cavum douglas
 Laparaskopi diagnostik

PENATALAKSANAAN3

1. Konservatif : pada kehamilan ektopik bila fertilisasi masih diperlukan, dapat


diberi terapi medikamentosa dengan methotrexate (MTX), dengan syarat:
- Hemodinamisasi stabil
- Kehamilan kurang dari 8 minggu
- Tidak ada cairan bebas pada pemeriksaan USG
- Kantung kehamilan ektopik < 3 cm
- Tidak tampak pulsasi jantung janin,
- Kadar HCG < 10.000 IU/ml
- Tidak ada kontra indikasi pemberian MTX
- Dengan dosis 50 mg/m2 permukaan tubuh
2. Operatif
- Laparatomi
- Salpingektomi (terapi standar) bila tidak ada masalah ferilitas, ruptur
tuba, perdarahan banyak, ada kelainan anatomi tuba
- Salpingostomi (bila ferilitas masih diperlukan)
- Reseksi segmen
- Pada kehamilan ektopik belum terganggu, bila terdapat kontraindikasi
operasi atau kemungkinan operasi sulit (kehamilan servikal, kornu,
perlengketan hebat di rongga panggul, keadaan umum tidak
memungkinkan) diberikan MTX
3. Transfusi Darah bila HB <8 gram% (kalau keadaan persediaan darah susah,
dan perlu sekali transfusi, bisa dilakukan auto transfusi dengan syarat darah
intraabdomen masih segar, tidak terinfeksi atau terkontaminasi).

PROGNOSIS

Faktor risiko dan diagnosis kehamilan ektopik serta tatalaksana bedah


sesegera mungkin akan membantu memperbaiki prognosis reproduksi selanjutnya.
Prognosis buruk dihubungkan dengan kurangnya keberhasilan hamil dengan baik
setelah kehamilan ektopik terjadi.6
14
III. MOLA HIDATIDOSA
DEFINISI
Mola hidatidosa, lebih umum dikenal dengan sebutan hamil anggur, adalah
kehamilan yang ditandai dengan perkembangan trofoblas yang tidak wajar. Pada mola
hidatidosa, struktur yang dibentuk trofoblas yaitu vili korialis berbentuk gelembung -
gelembung seperti anggur.7

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa
degenerasi hidropik.1

KLASIFIKASI8

` Berdasarkan perbedaan genetik dan patologi, mola hidatidosa bisa dibagi


menjadi dua subtipe yaitu, mola hidatidosa komplit dan parsial.

DIAGNOSIS3

 Anamnesis dan pemeriksaan fisik :


- Amenore
- Keluhan gestosis seperti hiperemis gravidarum yang berat
- Perdarahan
- Uterus yang lebih besar dari usia kehamilan
- Klinis terlihat gelembung mola yang keluar dari uterus
 Pemeriksaan Penunjang
- USG : Didapatkan gambaran gelembung vesikel (vesicular ultrasonic
pattern)
- Kadar βhCG yang lebih tinggi
- Pemeriksaan patologi anatomi

PENATALAKSANAAN1

Perbaikan Keadaan Umum

Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok
atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia atau
tirotoksikosis.

15
Pengeluaran Jaringan Mola

Ada 2 cara yaitu:

 Vakum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk
memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan
dengan kuretase dengan menggunakan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan
kuret cukup dilakukan 1 kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada
indikasi.

 Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup
mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan
paritas tinggi merupakan faktor presdiposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan
yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada
sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya
tanda-tanda keganasan.

Pemeriksaan tindak lanjut

Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah


mola hidatidosa. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah evakuasi.
Lama pengawasan berkisar satu tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama
periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan menggunakan kondom,
diafragma, atau pantang berkala.

PROGNOSIS9

Prognosis mola hidatidosa umumnya baik. Risiko untuk kejadian mola hidatidosa
berulang adalah 1.2-1.4%.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadijanto, B. (2014). Perdarahan pada Kehamilan Muda In: Ilmu Kebidanan.


Jakarta:Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

2. Prawirohardjo dan Wiknjosastro. 2002. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina


PustakaSarwono Prawirohardjo. Jakarta

3. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Obstetri Patologi, Ilmu


Kesehatan Reproduksi. 2010. Bandung: Universitas Padjadjaran.

4. Maryuni, Anik dan Eka Puspita. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan
neonatal. Jakarta: Trans Info Media.

5. Wibowo B. Kehamilan Ektopik. In: Ilmu Kebidanan(Edisi III). Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2007. Diakses di
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/8338/7900

6. Shetty K S, Shetty K A. A Clinical Study of Ectopic Pregnancies in Atertiary Care


Hospital of Mangalore India. 2014; p.305- 309. Diakses di
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/8604/6939

7. Fitriani R. Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan Fakultas Kedokteran UIN Alauddin


Makassar. 2009. 2:1-6. Diakses di
http://jurnal.unpad.ac.id/jsk_ikm/article/download/13958/6705

8. Tidy J, Hancock B. The Management of Gestational Trophoblastic Disease. RCOG


Greentop. 2010(38):1-11 Diakses di
http://jurnal.unpad.ac.id/jsk_ikm/article/download/13958/6705

9. http://edunakes.bppsdmk.kemkes.go.id/images/pdf/Obsgin_4_Juni_2014/Blok%202/
Mola%20hidatidosa%20ppt.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai