Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ABORTUS

RIKA APRILIANI

D523065

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG

2023
A. Pengertian
Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepei sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli sebelum usia 16
minggu dan 28 minggu dan memiliki BB 400-1000 gram, tetapi jika terdapat
fetus hidup dibawah 400 gram itu diamggap keajaiban karena semakin tinggi
BB anak waktu lahir makin besar kemungkinan untuk dapat hidup terus
(Kusuma, 2015). Definisi abortus menurut WHO adalah penghentian
kehamilan sebelum janin berusia 20 minggu karena secara medis janin tidak
bisa bertahan di luar kandungan. Sebaliknya bila penghentian kehamilan
dilakukan saat janin sudah berusia berusia di atas 20 minggu maka hal
tersebut adalah infanticide atau pembunuhan janin.
B. Klasifikasi
Menurut Mitayani, 2013. Berdasarkan kejaadiannya dapat dibagi atas dua
kelompok:
1. Aborsi spontan
Terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor meknis ataupun medisnalis,
semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Klasifikasi abortus
spontan:
a. Abortus iminens
Pada abortus ini terlihat perdarahan per vaginam. Pada 50% kasus,
perdarahan tersebut hanya sedikit berhenti setelah berlangsung
beberapa hari, dan kehamilan berlangsung secara normal. Meskipun
demikian, wanita yang mengalaminya mungkin tetap merasa khawatir
akan akibat perdarahan pada bayi. Biasanya kekhawatirannya akan
dapat diatasi dengan menjelaskan kalau janin mengalami gangguan,
maka kehamilannya tidak akan berlanjut: upaya perawatn untuk
meminta dokter membantu menenteramkan kekhawatiran pasien
merupakan tindakan yang bijaksana.
Terapi yang dianjurkan pada abortus iminens adalah tirah baring dan
penggunaan sedatif selama paling sedikit 48 jamdengan observasi
cermat terhadap warna dan jenis drah/jaringan yang keluar dari dalam
vagina. Preparat enema dan laksatif idak boleh diberikan. Pemeriksaan
USG terhadap isi uterus dikerjakan pada stadium ini dan kemudian bisa
diulangi lagi 2 minggu kemudian. Pasangan suami-istri dianjurkan
untuk tidak senggama selama periode ini.
b. Abortus insipiens
Abortus ini ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga
berat,kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen
bagian bawah dan dilatasi serviks. Jika abortus tidak terjadi dalam
waktu 24 jam, uterus harus dikosongkan dengan menggunakan forseps
ovum, alat kuret dan kanula pengisap; semua bahan yang dikirim untuk
pemeriksaan histologi. Antibiotik sering diberikan pada stadium ini.
c. Abortus kompletus
Abortus ini terjadi kalau semua produk oembuahan seperti janin,
selaput ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri
kemudian akan berhenti, serviks menutup dan uterus mengalami
involusi.
d. Abortus inkompletus
Abortus ini berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuahan
(hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada
kehamilan dini seperti halnya pada kehamilan aterm. Dalam keadaan
ini, perdarahan tidak segera berkurang sementara serviks tetap terbuka.
Terapi asuhan keperawatan dan observasi pada abortus ini dilakukan
sama seperti pada abortus insipiens. Namun demikian, evakuasi uterus
harus segers dilakukan setelah diagnosis ditegakkan untuk mencegah
perdarahan lebih lanjut. Perhatian khusus diberikan pada higiene vulva.
Pada sebagian kasus, supresi laktasi mungkin diperlukan. Preparat
gamaglobulin anti-D diberikan pada wanita dengan Rh-negatif.
e. Missed abortion
Abortus ini terjadi kalau sesudah mengalami abortus iminens,
perdarahan per vaginam berhenti namun produk pembuahan meninggal
dan tetap berada dalam rahim. Tanda-tanda kehamilan berkurang, yaitu:
payudara menjadi lebih kecil dan lebih lunak, pertumbuhan uterus
terhenti, dan wanita tersebut tidak lagi ‘merasa’ hamil. Sesudah
beberapa minggu, sekret kecoklatan dapat terlihat keluar dari dalam
vagina dan tanda-tanda eksternal kehamilan menghilang.
Hipofibrinogenemia dapat terjadi. Bekuan darah dari perdarahan
plasennta kadang-kadang memenuhi uterus untuk membentuk mola
karneosa. Evakuasi spontan akhirnya terjadi pada sekitar usia
kehamilan 18 minggu dan sebagian dokter beranggapan bahwa
tindakan yang lebih aman adalah menunggu evakuasi spontan. Namun
demikian, wanita meminta dokter untuk mengeluarkannya secepat
mungkin setelah menyadari bahwa bayinya sudah meninggal. Keadaan
ini memberikan situasi yang sangat sulit.
f. Abortus akibat inkompetensi serviks
Biasanya terjadi di sekitar usia kehamilan 20 minggu. Serviks
berdilatasi tanpa rasa nyeri dan kantong janin menonjol. Pada
kehamilan berikutnya, abortus dapat dicegah dengan membuat jahitan
seperti tali pada mulut kantong (purse-string suture) yang dilakukan
dengan pembiusan di sekeliling serviks pada titik temu antara rugae
vagina dan serviks yang licin (jahitan Shirodkar). Jahitan tersebut
dibiarkan sampai kehamilan berusia 38 minggu dan pada saat ini,
jahitan dipotong sehingga persalinan spontan diharapkan akan mulai
terjadi. Angka keberhasilan jahitan Shirodkar mencapai 80% pada
kasus-kasus inkompetensi serviks murni.
g. Abortus habitualis
Abortus ini digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga kali atau
lebih abortus spontan yang terjadi berturut-turut. Penyebab abortus
habitualis lebih dari satu (multipel). Dan sering terdapat lebih dari satu
faktor yang terlibat.
h. Abortus septik
Infeksi dapat mempersulit setiap jenis abortus karena resistensi normal
saluran genitalia pada hakikatnya tidak terdapat saat ini. Abortus
kriminalis (abortus ilegal yang dilakukan secara gelap) masih menjadi
penyebab infeksi yang paling serius karena tidak dilakukan secara
aseptik. Faktor lain yang terlibat adalah keberadaan produk pembuahan,
yaitu jaringan plasenta yang mati di dalam rahim. Infeksi dapat
menyerang endometrium dan menyebar ke bagian lain secara langsung
atau tidak langsung untuk menyebabkan peritonitis, salpingitis, dan
septikemia.
2. Abortus provokatus (induced abortion)
Terjadi karena sengaja dilakukam dengan memakai obat-obatan maupun alat-
alat. Abortus ini terbagi menjadi dua kelompok:
a. Abortus Medisinalis (Abortus therapeutica)
Merupakan abortus yang diinduksi secara buatan, baik untuk alasan
terapeutik (bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu)
maupun alasan lain.
b. Abortus Kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau
tidak berdasarkan indikasi medis.
C. Etiologi
Menurut (Mitayani, 2013) :
1. Abnormalitas embrio atau janin merupakan penyebab paling sering untuk
abortus dini dan kejadian ini kerapkali disebabkan oleh cacat kromosom.
2. Abnormalitas uterus yang mengakibatkan kelainan kavum uteri atau
halangan terhadap pertumbuhan dan pembesaran uterus, misalnya fibroid,
malformasi kongenital, prolapsus atau retroversio uteri.
3. Kerusakan pada serviks skibat robekan yang dalam pada saat melahirkan
atau akobat tindakan pembedahan (dilatasi, amputasi)
4. Penyakit-penyakit maternal dan penggunaan obat: penyakit mencakup
infeksi virus akut, panas tinggi, dan inokulasi, misalnya pada vaksinasi
terhadap penyakit cacar. Nefritis kronis dan gagal jantung dapat
mengakibatkan anoksia janin. Kesalahan pada metabolisme asam folat
yang diperlukan untuk perkembangan janin akan mengakibatkan kematian
janin. Obat-obat tertentu, khususnya preparat sitotoksik, akan mengganggu
proses normal pembelahan sel yang cepat. Prostaglandin akan
menyebabkan aortus dengan merangsang kontraksi uterus.
5. Trauma, tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri. Hubungan
seksual, khususnya kalau terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus pada
wanita dengan menyebabkan abortus pada wanita dengan riwayat
keguguran berkali-kali.
6. Faktor-faktor hormonal, misalnya penurunan sekresi progedteron
diperkirakan sebagai penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan 10-
12 minggu, yaitu pada saat plasenta mengambil alih fungsi korpus luteum
dalam produksi hormon.
7. Sebab-sebab psikomatik: stres dan emosi yang kuat diketahhui dapat
mempengaruhi fungsii uterus lewat sistem hipotalamus-hipofise. Banyak
dokter obstetri yang melaporkan kasus-kasus abortus spontan dengan
riwayat stres, dan biasanya mereka juga menyebutkan kehamilan yang
berhasil baik (pada wanita dengan riwayat stres berat) setelah kecemasan
dihilangkan.
D. Manifestasi Klinis
Seorang wanita diduga mengalami abortus apabila dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid yang
terlambat, juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut bagian
bawah (Mitayani,2013). Setelah dilakukan pemeriksaan ginekologi di
dapatkan tanda-tanda sebagai berikut :
1. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
teertutup, ada/tidak jaringan yang keluar dari ostium, ada/tidak jaringan
yang berbau busuk dari ostium.
3. Colok vagina : posio masih terbuka/sudah tertutup, teraba/tidak jaringan
pada uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak
nyeri saat porsio digoyangkan, tidak nyeri pada perabaan adneksia,
kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3
minggu stelah kehamilan.
2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup.
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.
F. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis
jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing
dalam uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8
minggu, nilai khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga
hasil konsempsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8 sampai 4
minggu villi khorialis sudah menembus terlalu dalam sehingga plasenta tidak
dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahdan daripada
plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak lengkap. Peristiwa ini
menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk,
adakalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil
tanpa bentuk yang jelas (missed aborted). Apabila mudigah yang mati tidak
dikelurakan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan
darah. Ini uterus dinamakan mola krenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa
apabila pigmen darah telah diserap dalam sisinya terjadi organisasi, sehingga
semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose dalam hal
ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion
dan khorion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang
oleh sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat
lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas pigmenperkamen. Kemungkinan
lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi,
kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terasa cairan
dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.
G. Pathway
H. Komplikasi
Menurut (Farrer, Hellen, 2009) :
1. Perdarahan (Hemorrage)
2. Perforasi sering terjadi di waktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh
tenaga yang tidak ahli seperti dukun anak, dll
3. Infeksi dan tetanus
4. Ginjal akut
5. Syok karena perdarahan banyak dan infeksi berat (sepsis)
I. Model Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas pasien berupa nama, alamat, umur, status, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal lahir, nomor RM, diagnosa medis,
jenis kelamin.
2) Identitas pengguang jawab berupa nama, alamat, tanggallahir,
status, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien,
jenis kelamin.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian kondisi kesehatan pasien saat ini.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan kodisi
kesehatan saat ini.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau
tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
c. Pengkajian fungsional Gordon
Perubahan pola kebutuhan dasar manusia sebelum sakit dan sesudah
sakit
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi
3) Pola eliminasi
4) Pola istirahat dan tidur
5) Pola personal hygiene
6) Pola aktivitas
7) Pola kognitif dan persepsi
8) Pola konsep diri
9) Pola hubungan dan peran
10) Pola seksual dan reproduksi
11) Pola penanganan masalah stress
12) Pola keyakinan dan nilai-nilai
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan kesadaran umum
2) Tanda tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu
3) Pemeriksaan head to toe
e. Pemeriksaan penunjang
1) Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan
2-3 minggu stelah kehamilan.
2) Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup
3) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
2. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan
sirkulasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi vulva lembab
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
5. Resiko syok (hivopolemia) berhubungan dengan perdarahan pervagina
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi (I. 05178)
aktivitas b.d intervensi keperawatan Tindakan
kelemahan, selama ..x.. toleransi Observasi:
penurunan aktivitas meningkat 1. Identifikasi gangguan
sirkulasi dengan kriteria hasil : fungsi tubuh yang
1. Keluhan lelah mengakibatkan
menurun 5 kelelahan
2. Dipsnea saat 2. Monitor kelelahan fisik
aktivitas dan emosional
menurun 5 3. Monitor pola dan jam
3. Dipsnea setelah tidur
aktivitas 4. Monitor lokasi dan
menurun 5 ketidaknyamanan
4. Frekuensi nadi selana melakukan
membaik 5 aktivitas
Terapeutik:
1. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan
2. Lakukan latihan
rentang gerak pasif
dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
3. Menghubungi perawat
jika tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkuarga
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang
cara meningkatkan
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)
b.d kerusakan intervensi keperawatan Tindakan
jaringan selama ..x.. tingkat Observasi :
intrauteri nyeri menurun dengan 1. ldentifikasi lokasi,
kriteria hasil : karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas,
menurun 5 intensitas nyeri
2. Meringis 2. ldentifikasi skala nyeri
menurun 5 3. ldentifikasi respons
3. Gelisah nyeri non verbal
menurun 5 4. ldentifikasi faktor yang
4. Frekuensi nadi memperberat dan
membaik 5 memperingan nyeri
5. Identifikasi
pengetahuan dan
keyaninan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi
9. Monitor efek
penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi
musik,aromaterapi
2. Kontrol lingkungan
komplementer yang
sudah diberikan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan,
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi (I.14539)
b.d kondisi intervensi keperawatan Tindakan
vulva lembab selama ..x.. tingkat Observasi :
infeksi menurun dengan 1. Monitor tanda dan
kriteria hasil : gejala infeksi lokal dan
1. Kebersihan sistemik
tangan Terapeutik :
meningkat 5 1. Batasi jumlah
2. Kebersihan pengunjung
badan 2. Cuci tangan sebelum
meningkat 5 dan sesudah kontak
3. Kadar sel darah dengan pasien
putih membaik 3. Pertahankan teknik
5 aseptik
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
pada pasien berisiko
tinggi
4. Ajarkan cara
memeriksa kondisi luka
5. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
6. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
4 Ansietas Setelah dilakukan Reduksi ansietas (I. 09314)
berhubungan intervensi keperawatan Tindakan
dengan selama ..x.. tingkat Observasi :
kurangnya ansietas menurun 1. Identifikasi saat tingkat
pengetahuan dengan kriteria hasil: ansietas berubah
1. Verbalisasi 2. Monitor tanda ansietas
kebingungan Terapeutik :
menurun 5 1. Pahami situasi yang
2. Verbalisasi membuat ansietas
khawatir akibat 2. Dengarkan dengan
kondisi yang penuh perhatian
dihadapi 3. Gunakan pendekatan
menurun 5 yang tenang dan
3. Perilaku gelisah meyakinkan
menurun 5 Edukasi :
4. Perilaku tegang 1. Anjurkan keluarga
menurun 5 untuk tetap bersama
5. Konsentrasi pasien
membaik 5 2. Latih teknik relaksasi
6. Pola tidur (Artikel : Penerapan
membaik 5 Relaksasi Autogenetik
Terhadap Penurunan
Kecemasan Pada Ibu
Pre Kuretase Dengan
Abortus Inkomplit.
(Ellen pesak, Johana
Tuegeh. 2023).
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
obat anti ansietas, jika
perlu
5 Resiko syok Setelah dilakukan Manajemen hipovolemia
hipovolemia intervensi keperawatan (I.03116)
b.d selama ..x.. status Tindakan
perdarahan cairan membaik dengan Obsevasi :
pervagina kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan
1. Hemoglobin gejala hipovolemia
membaik 5 (mis. frekuensi nadi
2. Hematokrit meningkat, tekanan
membaik 5 darah menurun, tekanan
3. Tekanan darah nadi menyempit, turgor
membaik 5 kulit menurun,
volume urin menurun,
hematokrit meningkat,
haus, lemah)
2. Monitor intake dan
output cairan
Terapeutik
3. Hitung kebutuhan
cairan
4. Berikan posisi modified
Trendelenburg
5. Berikan asupan cairan
oral
Edukasi :
1. Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis.
NaCI, RL)
2. Pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa
2,5%, NaCI 0,4%)
3. Pemberian cairan
koloid (mis. albumin,
Plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian
produk darah

Anda mungkin juga menyukai