Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ABORTUS

I. KONSEP DASAR TEORI

A. DEFINISI

Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepei sebelum


janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli sebelum usia 16
minggu dan 28 minggu dan memiliki BB 400-1000 gram, tetapi jika terdapat fetus
hidup dibawah 400 gram itu diamggap keajaiban karena semakin tinggi BB anak
waktu lahir makin besar kemungkinan untuk dapat hidup terus (Sofian dalam
Nurarif dan Kusuma, 2015). (Susilowati, 2019).
Abortus merupakan berakhirnya atau pengeluaran hasil konsepsi oleh
akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan berusia 20 minggu atau
berat badan janin kurang dari 500 gram atau buah kehamilan belum mampu
untuk hidup diluar kandungan.(Darmawati, 2011)(Purwaningrum & Fibriana,
2017)

B. KLASIFIKASI
Menurut Mitayani, 2013 Berdasarkan kejaadiannya dapat dibagi atas dua kelompok:
1. Aborsi spontan
Terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor meknis ataupun medisnalis, semata-
mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
Klasifikasi abortus spontan:
a. Abortus iminens
Pada abortus ini terlihat perdarahan per vaginam. Pada 50% kasus,perdarahan
tersebut hanya sedikit berhenti setelah berlangsung beberapa hari, dan
kehamilan berlangsung secara normal. Meskipun demikian, wanita yang
mengalaminya mungkin tetap merasa khawatir akan akibat perdarahan pada
bayi. Biasanya kekhawatirannya akan dapat diatasi dengan menjelaskan kalau
janin mengalami gangguan, maka kehamilannya tidak akan berlanjut: upaya
perawatn untuk meminta dokter membantu menenteramkan kekhawatiran pasien
merupakan tindakan yang bijaksana. Terapi yang dianjurkan pada abortus
iminens adalah tirah baring dan penggunaan sedatif selama paling sedikit 48
jamdengan observasi cermat terhadap warna dan jenis drah/jaringan yang
keluar dari dalam vagina. Preparat enema dan laksatif idak boleh
diberikan. Pemeriksaan USG terhadap isi uterus dikerjakan pada stadium
ini dan kemudian bisa diulangi lagi 2 minggu kemudian. Pasangan suami-
istri dianjurkan untuk tidak senggama selama periode ini.
b. Abortus insipiens
Abortus ini ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga berat,kontraksi
uterus yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen bagian bawah dan
dilatasi serviks. Jika abortus tidak terjadi dalam waktu 24 jam, uterus
harus dikosongkan dengan menggunakan forseps ovum, alat kuret dan
kanula pengisap; semua bahan yang dikirim untuk pemeriksaan histologi.
Antibiotik sering diberikan pada stadium ini.
c. Abortus kompletus
Abortus ini terjadi kalau semua produk oembuahan seperti janin, selaput
ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri kemudian
akan berhenti, serviks menutup dan uterus mengalami involusi.
d. Abortus inkompletus
Abortus ini berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuahan
(hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada
kehamilan dini seperti halnya pada kehamilan aterm. Dalam keadaan ini,
perdarahan tidak segera berkurang sementara serviks tetap terbuka.
Terapi asuhan keperawatan dan observasi pada abortus ini dilakukan
sama seperti pada abortus insipiens. Namun demikian, evakuasi uterus
harus segers dilakukan setelah diagnosis ditegakkan untuk mencegah
perdarahan lebih lanjut. Perhatian khusus diberikan pada higiene vulva.
Pada sebagian kasus, supresi laktasi mungkin diperlukan. Preparat
gamaglobulin anti-D diberikan pada wanita dengan Rh-negatif.
e. Missed abortion
Abortus ini terjadi kalau sesudah mengalami abortus iminens, perdarahan
per vaginam berhenti namun produk pembuahan meninggal dan tetap
berada dalam rahim. Tanda-tanda kehamilan berkurang, yaitu: payudara
menjadi lebih kecil dan lebih lunak, pertumbuhan uterus terhenti, dan
wanita tersebut tidak lagi ‘merasa’ hamil. Sesudah beberapa minggu,
sekret kecoklatan dapat terlihat keluar dari dalam vagina dan tanda-tanda
eksternal kehamilan menghilang. Hipofibrinogenemia dapat terjadi. Bekuan
darah dari perdarahan plasennta kadang-kadang memenuhi uterus untuk
membentuk mola karneosa. Evakuasi spontan akhirnya terjadi pada sekitar
usia kehamilan 18 minggu dan sebagian dokter beranggapan bahwa
tindakan yang lebih aman adalah menunggu evakuasi spontan. Namun
demikian, wanita meminta dokter untuk mengeluarkannya secepat
mungkin setelah menyadari bahwa bayinya sudah meninggal. Keadaan ini
memberikan situasi yang sangat sulit.
f. Abortus akibat inkompetensi serviks
Biasanya terjadi di sekitar usia kehamilan 20 minggu. Serviks berdilatasi
tanpa rasa nyeri dan kantong janin menonjol. Pada kehamilan berikutnya,
abortus dapat dicegah dengan membuat jahitan seperti tali pada mulut
kantong (purse-string suture) yang dilakukan dengan pembiusan di
sekeliling serviks pada titik temu antara rugae vagina dan serviks yang licin
(jahitan Shirodkar). Jahitan tersebut dibiarkan sampai kehamilan berusia
38 minggu dan pada saat ini, jahitan dipotong sehingga persalinan spontan
diharapkan akan mulai terjadi. Angka keberhasilan jahitan Shirodkar
mencapai 80% pada kasus-kasus inkompetensi serviks murni.
g. Abortus habitualis
Abortus ini digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga kali atau lebih
abortus spontan yang terjadi berturut-turut. Penyebab abortus habitualis
lebih dari satu (multipel). Dan sering terdapat lebih dari satu faktor yang
terlibat.
h. Abortus septik
Infeksi dapat mempersulit setiap jenis abortus karena resistensi normal
saluran genitalia pada hakikatnya tidak terdapat saat ini. Abortus kriminalis
(abortus ilegal yang dilakukan secara gelap) masih menjadi penyebab
infeksi yang paling serius karena tidak dilakukan secara aseptik. Faktor lain
yang terlibat adalah keberadaan produk pembuahan, yaitu jaringan
plasenta yang mati di dalam rahim. Infeksi dapat menyerang endometrium
dan menyebar ke bagian lain secara langsung atau tidak langsung untuk
menyebabkan peritonitis, salpingitis, dan septikemia.
2. Abortus provokatus (induced abortion)
Terjadi karena sengaja dilakukam dengan memakai obat-obatan maupun
alat-alat. Abortus ini terbagi menjadi dua kelompok:
a. Abortus Medisinalis (Abortus therapeutica)
Merupakan abortus yang diinduksi secara buatan, baik untuk alasan
terapeutik (bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu)
maupun alasan lain.
b. Abortus Kriminalis Abortusyang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.(Susilowati, 2019)

C. MANIFESTASI KLINIS
Seorang wanita diduga mengalami abortus apabila dalam masa
reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid
yang terlambat, juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut
bagian bawah (Mitayani,2013:23).
Setelah dilakukan pemeriksaan ginekologi di dapatkan tanda-tanda sebagai
berikut
1. Inspeksi vulva
Perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau
busuk dari vulva.
2. Inspekulo
Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah teertutup,
ada/tidak jaringan yang keluar dari ostium, ada/tidak jaringan yang berbau
busuk dari ostium.
3. Colok vagina
Posio masih terbuka/sudah tertutup, teraba/tidak jaringan pada uteri, besar
uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio
digoyangkan, tidak nyeri pada perabaan adneksia, kavum douglasi tidak
menonjol dan tidak nyeri.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


Faktor penyebab terjadinya abortus adalah (Zuliyanti, 2019)
1. Faktor Fetal
Abortus pada usia kehamilan awal pada umumnya disebabkan oleh
abnormalitas zigot, atau plasenta. Abnormalitas kromosom ditemukan sekitar
60-75% kasus abortus spontan. Dan angka abortus yang disebabkan
kelainan kromosom akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya
usia kehamilan. Abnormalitas kromosom diturunkan dari gen kedua orang
tuanya.
2. Faktor Maternal
a. Kelainan anatomi uterus
Adanya kelainan anatomi uterus seperti Leiomyoma yang besar dan
multipel atau adanya sinekia uterus (Ashermann Syndrome) dapat
meningkatkan risiko abortus.Malformasi kongenital yang disebabkan oleh
abnormalitas fusi Ductus Müllerii dan lesi yang didapat memiliki pengaruh
yang sifatnya masih kontroversial. Pembedahan pada beberapa kasus
dapat menunjukkan hasil yang positif. Inkompetensia servik bertanggung
jawab untuk abortus yang terjadi pada trimester II. Tindakan cervical
cerclage pada beberapa kasus memperlihatkan hasil yang positif.
b. Infeksi
Beberapa jenis infeksi dan hubungannya dengan abortus telah diteliti
secara luas, misal: Lysteria monocytogenes, Mycoplasma hominis,
Ureaplasma urealyticum, Toxoplasma gondii, dan Virus (Herpes simplex,
Cytomegalovirus, Rubella) memiliki hubungan yang bervariasi dengan
semua jenis abortus spontan. Data penelitian yang menghubungkan
infeksi dengan abortus menunjukkan hasil yang beragam,sehingga
American College of Obstetricians and Gynecologyst menyatakan bahwa
infeksi bukan penyebab utama abortus trimester awal.
c. Penyakit Metabolik
Abortus sering dihubungkan dengan adanya penyakit metabolik pada ibu
seperti tuberkulosis, Diabetes Mellitus, Hipotiroidisme, dan
anemia.Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu
dan janin karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang
pula kadar oksigen dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak
langsung pada ibu dan janin antara lain kematian janin, meningkatnya
kerentanan ibu pada infeksi dan meningkatkan risiko terjadinya
prematuritas pada bayi).
d. Faktor Imunologi
Sindroma Antibodi Fosfolipid adalah gangguan imunologi autoimunitas
yang ditandai dengan adanya antibodi dalam sirkulasi yang melawan
fosfolipid membran dan setidaknya memperlihatkan satu sindroma klinik
spesifik (abortus berulang, trombosis yang penyebabnya tak jelas dan
kematian janin).Penegakkan diagnosa setidaknya memerlukan satu
pemeriksaan serologis untuk konfirmasi diagnosis (antikoagulansia
lupus, antibodi kardiolipin).Pengobatan pilihan adalah aspirin dan
heparin (atau prednison dalam beberapa kasus tertentu).
e. Trauma Fisik
Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering kali
dilupakan.Yang diingat hanya kejadian tertentu yang dapat
menyebabkan Abortus. Namun, sebagian besar abortus spontan terjadi
beberapa waktu setelah kematian mudigah atau janin (Smith, 2015).
2. Faktor Paternal
Faktor paternal Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah)
dalam terjadinya abortus spontan.yang jelas, translokasi kromosom pada
sperma dapat menyebabkan abortus.

E. MASALAH-MASALAH YANG TERJADI


1. Perdarahan (Hemorrage)
2. Perforasi sering terjadi di waktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh
tenaga yang tidak ahli seperti dukun anak, dll
3. Infeksi dan tetanus
4. Payah ginjal akut
5. Syok karena perdarahan banyak dan infeksi berat (sepsis) (Susilowati, 2019)

F. PATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan
yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk mengeluarkan
benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai
khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsempsi
dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8 sampai 4 minggu villi
khorialis sudah menembus terlalu dalam sehingga plasenta tidak dapat
dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahdan daripada plasenta.
Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak lengkap. Peristiwa ini menyerupai
persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk,
adakalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas (missed aborted). Apabila mudigah yang mati tidak dikelurakan
dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Ini uterus
dinamakan mola krenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah
telah diserap dalam sisinya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak
seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose dalam hal ini amnion tampak
berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan khorion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang
oleh sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus).
Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas pigmenperkamen.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terasa
cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.(Susilowati, 2019)

G. WOC
H. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat baring Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan
karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsang mekanis.
2. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
3. Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila klien tidak panas dan
empat jam bila pasien panas.
4. Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptic untuk
mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
(Mulyaningasih, 2013)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
setelah kehamilan.
2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion (Susilowati, 2019)

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Identitas
1) Identitas pasien berupa nama, alamat, umur, status, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal lahir, nomor RM, diagnosa medis, jenis kelamin.
2) Identitas pengguang jawab berupa nama, alamat, tanggallahir, status,
agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien, jenis kelamin.
2.. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama Keluhan utama yang dirasakan pasien.
2) Riwayat penyakit sekarang Pengkajian kondisi kesehatan pasien saat ini.
3) Riwayat kesehatan dahulu Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang
berhubungan kodisi kesehatan saat ini.
4) Riwayat kesehatan keluarga Pengkajian riwayat penyakit keluarga
misalnya tentang ada atau tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit
jantung, diabetes melitus.
3. Pengkajian fungsional Gordon Perubahan pola kebutuhan dasar manusia
sebelum sakit dan sesudah sakit
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi
3) Pola eliminasi
4) Pola istirahat dan tidur
5) Pola personal hygiene
6) Pola aktivitas
7) Pola kognitif dan persepsi
8) Pola konsep diri
9) Pola hubungan dan peran
10) Pola seksual dan reproduksi
11) Pola penanganan masalah stress
12) Pola keyakinan dan nilai-nilai

4. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan kesadaran umum
2) Tanda tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu
3) Pemeriksaan head to toe

5. Pemeriksaan penunjang
1) Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3
minggu stelah kehamilan.
2) Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
3) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
(SDKI DPP PPNI. 2017 Edisi 1)
1. Nyeri akut b.d agen pendera fisiologis d.d frekuensi nadi meningkat
2. Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d tampak gelisah
3. Risiko syok d.d kekurangan volume cairan
4. Risiko ketidakseimabangan cairan d.d perdarahan
5. Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder

C. ANALISA DATA

Anda mungkin juga menyukai