ABORTUS
A. DEFINISI
B. KLASIFIKASI
Menurut Mitayani, 2013 Berdasarkan kejaadiannya dapat dibagi atas dua kelompok:
1. Aborsi spontan
Terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor meknis ataupun medisnalis, semata-
mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
Klasifikasi abortus spontan:
a. Abortus iminens
Pada abortus ini terlihat perdarahan per vaginam. Pada 50% kasus,perdarahan
tersebut hanya sedikit berhenti setelah berlangsung beberapa hari, dan
kehamilan berlangsung secara normal. Meskipun demikian, wanita yang
mengalaminya mungkin tetap merasa khawatir akan akibat perdarahan pada
bayi. Biasanya kekhawatirannya akan dapat diatasi dengan menjelaskan kalau
janin mengalami gangguan, maka kehamilannya tidak akan berlanjut: upaya
perawatn untuk meminta dokter membantu menenteramkan kekhawatiran pasien
merupakan tindakan yang bijaksana. Terapi yang dianjurkan pada abortus
iminens adalah tirah baring dan penggunaan sedatif selama paling sedikit 48
jamdengan observasi cermat terhadap warna dan jenis drah/jaringan yang
keluar dari dalam vagina. Preparat enema dan laksatif idak boleh
diberikan. Pemeriksaan USG terhadap isi uterus dikerjakan pada stadium
ini dan kemudian bisa diulangi lagi 2 minggu kemudian. Pasangan suami-
istri dianjurkan untuk tidak senggama selama periode ini.
b. Abortus insipiens
Abortus ini ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga berat,kontraksi
uterus yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen bagian bawah dan
dilatasi serviks. Jika abortus tidak terjadi dalam waktu 24 jam, uterus
harus dikosongkan dengan menggunakan forseps ovum, alat kuret dan
kanula pengisap; semua bahan yang dikirim untuk pemeriksaan histologi.
Antibiotik sering diberikan pada stadium ini.
c. Abortus kompletus
Abortus ini terjadi kalau semua produk oembuahan seperti janin, selaput
ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri kemudian
akan berhenti, serviks menutup dan uterus mengalami involusi.
d. Abortus inkompletus
Abortus ini berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuahan
(hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada
kehamilan dini seperti halnya pada kehamilan aterm. Dalam keadaan ini,
perdarahan tidak segera berkurang sementara serviks tetap terbuka.
Terapi asuhan keperawatan dan observasi pada abortus ini dilakukan
sama seperti pada abortus insipiens. Namun demikian, evakuasi uterus
harus segers dilakukan setelah diagnosis ditegakkan untuk mencegah
perdarahan lebih lanjut. Perhatian khusus diberikan pada higiene vulva.
Pada sebagian kasus, supresi laktasi mungkin diperlukan. Preparat
gamaglobulin anti-D diberikan pada wanita dengan Rh-negatif.
e. Missed abortion
Abortus ini terjadi kalau sesudah mengalami abortus iminens, perdarahan
per vaginam berhenti namun produk pembuahan meninggal dan tetap
berada dalam rahim. Tanda-tanda kehamilan berkurang, yaitu: payudara
menjadi lebih kecil dan lebih lunak, pertumbuhan uterus terhenti, dan
wanita tersebut tidak lagi ‘merasa’ hamil. Sesudah beberapa minggu,
sekret kecoklatan dapat terlihat keluar dari dalam vagina dan tanda-tanda
eksternal kehamilan menghilang. Hipofibrinogenemia dapat terjadi. Bekuan
darah dari perdarahan plasennta kadang-kadang memenuhi uterus untuk
membentuk mola karneosa. Evakuasi spontan akhirnya terjadi pada sekitar
usia kehamilan 18 minggu dan sebagian dokter beranggapan bahwa
tindakan yang lebih aman adalah menunggu evakuasi spontan. Namun
demikian, wanita meminta dokter untuk mengeluarkannya secepat
mungkin setelah menyadari bahwa bayinya sudah meninggal. Keadaan ini
memberikan situasi yang sangat sulit.
f. Abortus akibat inkompetensi serviks
Biasanya terjadi di sekitar usia kehamilan 20 minggu. Serviks berdilatasi
tanpa rasa nyeri dan kantong janin menonjol. Pada kehamilan berikutnya,
abortus dapat dicegah dengan membuat jahitan seperti tali pada mulut
kantong (purse-string suture) yang dilakukan dengan pembiusan di
sekeliling serviks pada titik temu antara rugae vagina dan serviks yang licin
(jahitan Shirodkar). Jahitan tersebut dibiarkan sampai kehamilan berusia
38 minggu dan pada saat ini, jahitan dipotong sehingga persalinan spontan
diharapkan akan mulai terjadi. Angka keberhasilan jahitan Shirodkar
mencapai 80% pada kasus-kasus inkompetensi serviks murni.
g. Abortus habitualis
Abortus ini digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga kali atau lebih
abortus spontan yang terjadi berturut-turut. Penyebab abortus habitualis
lebih dari satu (multipel). Dan sering terdapat lebih dari satu faktor yang
terlibat.
h. Abortus septik
Infeksi dapat mempersulit setiap jenis abortus karena resistensi normal
saluran genitalia pada hakikatnya tidak terdapat saat ini. Abortus kriminalis
(abortus ilegal yang dilakukan secara gelap) masih menjadi penyebab
infeksi yang paling serius karena tidak dilakukan secara aseptik. Faktor lain
yang terlibat adalah keberadaan produk pembuahan, yaitu jaringan
plasenta yang mati di dalam rahim. Infeksi dapat menyerang endometrium
dan menyebar ke bagian lain secara langsung atau tidak langsung untuk
menyebabkan peritonitis, salpingitis, dan septikemia.
2. Abortus provokatus (induced abortion)
Terjadi karena sengaja dilakukam dengan memakai obat-obatan maupun
alat-alat. Abortus ini terbagi menjadi dua kelompok:
a. Abortus Medisinalis (Abortus therapeutica)
Merupakan abortus yang diinduksi secara buatan, baik untuk alasan
terapeutik (bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu)
maupun alasan lain.
b. Abortus Kriminalis Abortusyang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.(Susilowati, 2019)
C. MANIFESTASI KLINIS
Seorang wanita diduga mengalami abortus apabila dalam masa
reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid
yang terlambat, juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut
bagian bawah (Mitayani,2013:23).
Setelah dilakukan pemeriksaan ginekologi di dapatkan tanda-tanda sebagai
berikut
1. Inspeksi vulva
Perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau
busuk dari vulva.
2. Inspekulo
Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah teertutup,
ada/tidak jaringan yang keluar dari ostium, ada/tidak jaringan yang berbau
busuk dari ostium.
3. Colok vagina
Posio masih terbuka/sudah tertutup, teraba/tidak jaringan pada uteri, besar
uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio
digoyangkan, tidak nyeri pada perabaan adneksia, kavum douglasi tidak
menonjol dan tidak nyeri.
F. PATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan
yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk mengeluarkan
benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai
khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsempsi
dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8 sampai 4 minggu villi
khorialis sudah menembus terlalu dalam sehingga plasenta tidak dapat
dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahdan daripada plasenta.
Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak lengkap. Peristiwa ini menyerupai
persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk,
adakalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas (missed aborted). Apabila mudigah yang mati tidak dikelurakan
dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Ini uterus
dinamakan mola krenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah
telah diserap dalam sisinya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak
seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose dalam hal ini amnion tampak
berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan khorion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang
oleh sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus).
Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas pigmenperkamen.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terasa
cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.(Susilowati, 2019)
G. WOC
H. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat baring Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan
karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsang mekanis.
2. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
3. Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila klien tidak panas dan
empat jam bila pasien panas.
4. Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptic untuk
mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
(Mulyaningasih, 2013)
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
setelah kehamilan.
2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion (Susilowati, 2019)
4. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan kesadaran umum
2) Tanda tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu
3) Pemeriksaan head to toe
5. Pemeriksaan penunjang
1) Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3
minggu stelah kehamilan.
2) Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
3) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
(SDKI DPP PPNI. 2017 Edisi 1)
1. Nyeri akut b.d agen pendera fisiologis d.d frekuensi nadi meningkat
2. Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d tampak gelisah
3. Risiko syok d.d kekurangan volume cairan
4. Risiko ketidakseimabangan cairan d.d perdarahan
5. Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder
C. ANALISA DATA