Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

KEHAMILAN DENGAN SEROTINUS

DISUSUN OLEH

TAAT SATRIA DARMAWAN

1511040088

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2016
LAPORAN PENDAHULUAN

KEHAMILAN DENGAN SEROTINUS

A. Definisi
Kehamilan lewat waktu (kehamilan postterm adalah kehamilan yang melampaui
usia 294 hari (42 minggu) dengan segala kemungkinan komplikasinya (Manuaba, 2009).
Kehamilan post-term adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu atau lebih, istilah
lainnya yaitu serotinus (Rukiyah, 2010). Kehamilan serotinus atau kehamilan lewat
waktu adalah kehamilan yang telah berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau lebih
pada siklus haid teratur rata-rata 28 hari dan hari pertama dan haid terakhir diketahui
dengan pasti. Diagnose usia kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan
rumus neagle atau dengan tinggi fundus uteri serial (Taufan, 2010).

B. Etiologi
1. Pengaruh progesterone
Penurunan hormone progesterone dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada
persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga
beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena
masih berlangsungnya pengaruh progesterone.
2. Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi
kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting
dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu
hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu factor
penyebab kehamilan serotinus
3. Teori kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai pemberi tanda untuk dimulainya persalinan
adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin,
kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesterone
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anansefalus,
hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis akan menyebabkan
kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung
lewat bulan.

4. Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari fleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali
pusat pendek, dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan Serotinus.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan
postterm mempunyai kecendrungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan
berikutnya.seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu
mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar
kemungkinna anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm (Syaifuddin,
2008).

C. Tanda dan gejala


1. Janin postterm dapat terus bertambah beratnya di dalam uterus dan dengan demikian
menjadi bayi besar yang abnormal pada saat lahir, atau bertambah berat postterm serta
berukuran besar menurut usia gestasionalnya.
2. TFU tidak sesuai dengan umur kehamilan.
3. Pada USG ditemukan adanya oligohidramnion dan penurunan jumlah cairan amnion
disertai dengan kompresi tali pusat yang dapat menimbulkan gawat janin, termasuk
defekasi dan aspirasi mekonium yang kental.
4. Pada sisi ekstrim lainnya, lingkungan intrauterin dapat begitu bermusuhan sehingga
pertumbuhan janin yang lebih lanjut akan terhenti dan janin menjadi postterm serta
mengalami retardasi pertumbuhan.
Hasil pengkajian manifestasi klinis meliputi:
1. Bayi panjang, kurus dengan penampilan menyusut, kulit seperti kertas dan kulit
kuku dan tali pusat terwarnai mekonium, kuku panjang dan lanugo tidak ada.
2. Sindrom aspirasi mekonium ditandai dengan hipoksia janin, cairan amnion yang
bercampur dengan mekonium, gawat napas waktu lahir dan mekonium mengotori
pita suara.
D. Patofisiologi
Perubahan plasenta menunjukkan penurunan diameter dan panjang vilikoriasi
nekrosis fibrinoid dan terjadi arterosis pembuluh darah desidua dan korion. Perubahan ini
disertai dengan terjadinya gambaran infark hemoragik yang merupakan tempat
penimbunan kalsium dan pembentukan infark pada kehamilan lewat waktu infark
ditemukan 60-80% pada plasenta. Infark hemoragik atau tempat penimbunan kalsium
menjadikan tulang tengkorak menjadi keras, sehingga kemungkinan terjadinya distosia
persalinan.
Apabila kehamilan berlangsung melampaui masa fungsi plasenta, maka janin
mungkin kekurangan nutrisi oksigen akibat dari penurunan fungsi plasenta. Sindroma
postmatuns dapat terjadi hanya 10-20% dari bayi persalinan kehamilan lewat waktu.
Gawat janin dapat terjadi akibat penekanan tali pusat yang dihubungkan dengan
ollgohidramnion. Walaupun dapat bertumbuh menjadi postmaturitas, sebagian (25-30%)
janin juga dapat terus tumbuh dan melebihi 4000 gram (Sujiyatini, 2009)
E. Pemeriksaan Diagnostik.
1. Bila HPHT dicatat dengan baik, diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2. Bila wanita tidak tahu atau lupa haid terakhir nya, maka hanyalah dengan
pemeriksaan antenatal care yang teratur dapat diikuti dengan naik nya fundus uteri,
mulai nya gerakan janin maka sangat membantu diagnosis.
3. Pemeriksaan berat badan ibu, apakah berkurang? Dan juga lingkar perut dan jumlah
air ketuban.
4. Pemeriksaan Rontgenology dapat dijumpai pusat – pusat penulangan pada bagian
distal femur, bagian proksimal tibia dan tulang kuboid.
5. Ultrasonografi untuk menentukan ukuran bipariental, gerakan janin dan jumlah air
ketuban.
6. Pemeriksaan sitology air ketuban : air ketuban diambil dengan amnion sintesis baik
transvaginal mau pun trans abdominal.
7. Amnioskopy untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya karena
kekeruhan oleh nekoneum.
8. Kardiotokografy untuk mengawasi dan membaca denyut jantung janin karena
insufisiensi plasenta.
9. Uji oksitoxin : dengan infuse tetes oksitoxin dan diawasi reaksi terhadap kontraksi
uterus.
10. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin.
F. Penatalaksanaan.
Menurut Mochtar (1998), setelah usia kehamilan lebih dari 40-42 minggu adalah
monitoring janin sebaik – baiknya. Apabila tidak ada tanda – tanda insufisiensi plasenta,
persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat. Apabila ada insufisiensi
plasenta dengan keadaan serviks belum matang, pembukaan belum lengkap, persalinan
lama, ada tanda-tanda gawat janin, kematian janin dalam kandungan, pre-eklamsi,
hipertensi menahun dan pada primi tua makan dapat dilakukan operasi seksio sesarea.
Keadaan yang mendukung bahwa janin masih dalam keadaan baik, memungkinkan untuk
menunda 1 minggu dengan menilai gerakan janin.
Persalinan anjuran atau induksi persalinan dapat dilakukan dengan metode:
a) Persalinan anjuran dengan infus pituitrin (sintosinon)
Persalinan anjuran dengan infus oksitosin, pituitrin, sintosinon 5 unit dalam 500 cc
glukosa 5%, banyal digunakan. Teknik induksi dengan infus glukosa lebih sederhanan
dan mulai dengan 8 tetes dengan maksimal 40 tetes/menit. Kenaikan tetesan 4 hingga
8 tetes setiap 5 menit sampai kontraksi optimal. bila dengan 30 tetes kontraksi
maksimal telah tercapai, maka tetesan tersebut dipertahankan sampai terjadi
persalinan. Apabila terjadi kegagalan, ulangi persalinan anjuran dengan selang
waktu sampai 48 jam.
b) Memecahkan ketuban
Memecahkan ketuban merupakan salah satu metode untuk mempercepat persalinan.
setelah ketuban pecah, ditunggu sekitar 4 sampai 6 jam dengan harapan kontraksi otot
rahim akan berlangsung. Apabila belaum berlangsung kontraksi otot rahim dapa
diikuti induksi persalinan dengan infus glukosa yang mengandung 5 unit oksitosin.
c) Persalinan anjuran yang menggunakan prostaglandin
Prostaglandin berfungsi untuk merangsang kontraksi otot rahim. pemakaian
prostaglandin sebagai induksi persalinan dapat dalam bendtuk infus intravena dan
perwaginam (prostaglandin vagina suppositoria).

G. Komplikasi
Terhadap ibu persalinan serotinus dapat menyebabkan distosia dikarenakan oleh:
1. Aksi uterus yang tidak terkoordinir dikarenakan kadar progesteron yang tidak turun
pada kehamilan serotinus maka kepekaan terhadap oksitosin berkurang sehingga
estrogen tidak cukup untuk menyediakan prostaglandin yang berperan terhadap
penipisan serviks dan kontraksi uterus sehingga sering didapatkan aksi uterus yang
tidak terkoordinir.
2. Janin besar oleh karena pertumbuhan janin yang terus berlangsung dan dapat
menimbulkan CPD dengan derajat yang mengakhawatirkan akibatnya persalinan tidak
dapat berlangsung secara normal, maka sering dijumpai persalinan lama, inersia uteri,
distosia bahu dan perdarahan post partum (Prawirohardjo, 2002).

H. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesis :
a. Kaji siklus haid dan hpht.
b. Adanya distensi abdomen.
c. Denyut jantung janin tidak terdengar dengan jelas.
d. Kaji berat badan ibu dan lingkar perut.
e. Jumlah air ketuban.
f. Ibu cemas.
2. Obyektif.
a. Kemampuan ibu untuk melahirkan.
b. Pada pemeriksaan vagina dapat menunjukkan janin dalam malposisi
c. Dilatasi serviks kurang dari 1,2cm/jam.
d. Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramnion,gestasi multiple,janin
besar.

I. Diagnosa Keperawatan.
1. Cemas b. d. ancaman yang dirasakan pada ibu/janin.
2. Resiko tinggi cedera terhadap ibu b. d. obstruksi pada mekanisme pada penurunan
janin, keletihan ibu.
3. Resiko tinggi cedera terhadap janin b. d. persalinan yang lama ,malpresentase janin.
J. Perencanaan.
1. Cemas b, d ancaman yang dirasakan pada ibu atau janin.
Intervensi :
1) Kaji status psikologis dan emosional.
R/ : Adanya gangguan keamajuann normal dari persalinan dapat memperberat
perasaan ansietas dan kegagalan , perasaan ini dapat mengganggu kerja sama klien
dan menghalangi proses induksi
2) Anjurkan pengungkapkan perasaan
R/ : klien mungkin takut atau tidak memahami dengan jelas kebutuhan terhadap
induksi dengan jelas. Rasa gagal karena tidak mampu melahirkan secara alamiah
dapat terjadi.
3) Anjurkan penggunaan teknik pernapasan dan latihan relaksasi.
R/ : Membantu menurunkan ansietas dan memungkinkan klien untuk
berpartisipasi secara aktif..
2. Resiko tinggi cedera terhadap ibu b. d obstruksi mekanis pada penurunan janin,
keletihan ibu.
Tujuan: klien akan mengurangi timbulnya cedera
Intervensi dan rasional :
1) Tinjau ulang riwayat persalinan, awitan dan durasinya
R/ : membantu dalam mengidentifikasi kemungkinan penyebab, kebutuhan
pemeriksaan diagnostik dan intervensi yang tepat
2) Kaji pola kontraksi uterus secara manual atau secara elektronik.
R/ : disfungsi kontraksi memperlemah persalinan, meningkatkan resiko
komplikasi maternal atau janin.
3) Catat kondisi serviks , Pantau tanda amnionitis
R/ : serviks kaku atau tidak siap tidak akan dilatasi akan menghambat penurunan
janin.
3. Resiko tinggi cedera terhadap janin b.d persalinan yang lama, malpersentasi janin
Tujuan : resiko cedera pada janin akan berkurang
Intervensi dan rasional :
1) Kaji DJJ secara manual atau electronic
R/ : Mendeteksi respon abnormal, seperti bradikardi,thakikardi yang mungkin
disebabkan stress, hipoksia dan asidosis
2) Kaji malposisi dengan menggunakan maneuver Leopold dan temuan pemeriksaan
internal.
R/ : menentukan letak janin, posisi dan persentasi ddapat mengidentifikasi faktor –
faktor yang memperberat disfungsional persalinan.
Daftar Pustaka

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta:EGC
Nugroho, Taufan. Buku Ajar Obstetri untuk mahasiswa kebidanan. Nuha Medika,
Yogyakarta 2010
Prawirohardjo, S. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Bina Pustaka FKUI.
Saifuddin, Abdul Bari., Rachimdhadi., Trijatmo & Wiknjosastro,Hanifa.. Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2008
Sujiyatini., Mufdlilah & Asri Hidayat. Asuhan Patologi kebidanan. (2009). Yogyakarta
:Nuha Medika,

Anda mungkin juga menyukai