ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN ABNORMAL UTERINE BLEEDING (AUB)
Disusun oleh:
A. Definisi
Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik dalam
hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit,
siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan
Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau
heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang
disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostatis lokal endometrium dan gangguan
ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus
disfungsional (PUD).
B. Etiologi
1. Sebab-sebab organik
a. Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:
b. Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada
porsio uteri, karsinoma servisis uteri;
c. Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang
berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio
uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri;
d. Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba;
e. Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.
2. Sebab-sebab fungsional
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,
dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada
setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering
dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga
dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional
berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek
banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi
karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di
rumah sakit.
C. Patofisiologi
1. Perdarahan ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional
dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan
diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid.
Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi,
maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah
dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya
sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya :
2. Perdarahan anovulatoar
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan
menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang kadang-
kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Oligomenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan
disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.
Polimenorea Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval <21 hari & disebabkan defek
fase luteal.
Menoragia Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal ( 21 – 35
hari) namun jumlah darah haid > 80 ml atau > 7 hari.
Menometroragia Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan dengan
darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi yang panjang
( > 7 hari).
Metroragia/ Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir dengan
perdarahan penyebab a.l penyakit servik, AKDR, endometritis, polip, mioma
antara haid submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan.
Bercak Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi yang
intermenstrual umumnya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.
Perdarahan Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang
pasca sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12 bulan.
menopause
Perd.uterus Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang sangat
abnormal akut banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis (hipotensi ,
takikardia atau renjatan).
Perdarahan Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang tidak
uterus disfungsi berkaitan dengan kehamilan, pengobatan, penyebab iatrogenik,
patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan kondisi
sistemik.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan umum
a. Suhu meningkat menandakan infeksi pelvis
b. Takikardi dan hipotensi nenandakan hipovolemia (perdarahan ekstra peritoneal
atau intra peritoneal), sepsis.
c. Petekiae atau ekimosis menandakan kelainan koagulasi.
2. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi dan palpasi misalnya menunjukkan kehamilan atau iritasi peritoneum.
Uterus yang membesar menandakan adanya kehamilan ektopik maupun missed
abortion, uterus yang lebih besar (dari ukuran kehamilan bila dilihat dari HPHT)
kemungkinan menandakan kehamilan mola, kehamilan ganda ataupun kehamilan
dalam suatu uterus fibroid.
3. Pemeriksaan pelvis
a. Spekulum digunakan untuk memeriksa kuantitas darah dan sumber perdarahan,
laserasi vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda asing.
b. Bimanual digunakan untuk pemeriksaan patologis.
4. Tes Laborat
Hitung darah lengkap dan apusan darah. Pengukuran pada Hb, HT
menunjukkan adanya perdarahan akut atau kronis dan Leukositosis dengan pergeseran
kekiri pada hitung jenis, peningkatan betuk batang dan peningkatan leukosit
polimorfonuklear biasanya menunjukkan adanya infeksi.
F. Penatalaksanaan
Tindakan Alasan
Histeroskopi operatif Abnormalitas struktur intra uteri.
Mimektomi (abdominal,
Mioma uteri.
laparoskopik,histeroskopik)
Reseksi endometrial transervikal Terapi menoragia atau menometroragia resisten.
Terapi menoragia atau menometroragia resisten dalam
Ablasi endometrium (thermal
rangka penatalaksanaan perdarahan uterus akut yang
balloon/roller ball)
resisten
Embolisasi arteri uterine Mioma uteri.
Histerektomi Hiperplasia atipikal, karsinoma endometrium.
G. Komplikasi
1. Pengkajian
Terapeutik
9. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
10. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
12. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemelihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
13. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
15. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
16. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
17. Ajarkan teknis
nonfarmakologi untuk
meredakan nyeri.
Kolaborasi
18. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu