Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN ABNORMAL UTERINE BLEEDING (AUB)

Disusun oleh:

RISTA AGUS KURDANI


NPM: 019.02.0997

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
MATARAM
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Abnormal Uterine Bleeding/ Perdarahan Uterus Abnormal merupakan perdarahan


yang terjadi diluar siklus menstruasi yang dianggap normal. Perdarahan Uterus Abnormal
dapat disebabkan oleh faktor hormonal, berbagai komplikasi kehamilan, penyakit
sistemik, kelainan endometrium (polip), masalah-masalah serviks / uterus (leiomioma) /
kanker. Namun pola perdarahan abnormal seringkali sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa secara individual. (Ralph. C Benson, 2009).

Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik dalam
hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit,
siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan

Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau
heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang
disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostatis lokal endometrium dan gangguan
ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus
disfungsional (PUD).

B. Etiologi

1. Sebab-sebab organik
a. Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:
b. Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada
porsio uteri, karsinoma servisis uteri;
c. Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang
berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio
uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri;
d. Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba;
e. Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.

2. Sebab-sebab fungsional
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,
dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada
setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering
dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga
dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional
berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek
banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi
karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di
rumah sakit.
C. Patofisiologi

1. Perdarahan ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional
dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan
diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid.
Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi,
maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah
dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya
sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya :

a. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang


bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari
kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering
menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persisten dapat
pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding).
Diagnosa irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya,
yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini
dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi.
b. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia
atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan
oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi
endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang
seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
c. Apopleksia uteri; pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh
darah dalam uterus.
d. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam
mekanisme pembekuan darah.

2. Perdarahan anovulatoar
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan
menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang kadang-
kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.

Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dengan jumlah folikel yang


pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum
mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium
dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula
proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu
dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan
bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.

Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam


kehidupan menstrual seorang wanita, tapi paling sering pada masa pubertas dan masa
premenopause. Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada
harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi
ovulatoar, pada seorang wanita dewasa terutama dalam masa premenopasue dengan
perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya
tumor ganas.

Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan


penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang
menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Disamping itu stress dan pemberian
obat penenang juga dapat menyebabkan perdarahan anovulatoar yang bisanya bersifat
sementara).
D. Manifestasi klinis

Batasan Pola Abnormalitas Perdarahan

Oligomenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan
disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.
Polimenorea Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval <21 hari & disebabkan defek
fase luteal.
Menoragia Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal ( 21 – 35
hari) namun jumlah darah haid > 80 ml atau > 7 hari.
Menometroragia Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan dengan
darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi yang panjang
( > 7 hari).
Metroragia/ Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir dengan
perdarahan penyebab a.l penyakit servik, AKDR, endometritis, polip, mioma
antara haid submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan.
Bercak Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi yang
intermenstrual umumnya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.
Perdarahan Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang
pasca sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12 bulan.
menopause
Perd.uterus Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang sangat
abnormal akut banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis (hipotensi ,
takikardia atau renjatan).
Perdarahan Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang tidak
uterus disfungsi berkaitan dengan kehamilan, pengobatan, penyebab iatrogenik,
patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan kondisi
sistemik.

E. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan umum
a. Suhu meningkat menandakan infeksi pelvis
b. Takikardi dan hipotensi nenandakan hipovolemia (perdarahan ekstra peritoneal
atau intra peritoneal), sepsis.
c. Petekiae atau ekimosis menandakan kelainan koagulasi.
2. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi dan palpasi misalnya menunjukkan kehamilan atau iritasi peritoneum.
Uterus yang membesar menandakan adanya kehamilan ektopik maupun missed
abortion, uterus yang lebih besar (dari ukuran kehamilan bila dilihat dari HPHT)
kemungkinan menandakan kehamilan mola, kehamilan ganda ataupun kehamilan
dalam suatu uterus fibroid.

3. Pemeriksaan pelvis
a. Spekulum digunakan untuk memeriksa kuantitas darah dan sumber perdarahan,
laserasi vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda asing.
b. Bimanual digunakan untuk pemeriksaan patologis.
4. Tes Laborat
Hitung darah lengkap dan apusan darah. Pengukuran pada Hb, HT
menunjukkan adanya perdarahan akut atau kronis dan Leukositosis dengan pergeseran
kekiri pada hitung jenis, peningkatan betuk batang dan peningkatan leukosit
polimorfonuklear biasanya menunjukkan adanya infeksi.

5. Data Diagnostik Tambahan


a. Biopsi endometrium atau kuretase yang dapat memberikan suatu diagnosis
histologi spesifik.
b. Biopsi vulva, vagina atau serviks, lesi harus dibiopsi kecuali jika lesi khas untuk
penyakit trofoblastik metastatik dan dapat berdarah hebat bila dibiopsi.
c. Cairan serviks dikirim unutk perwarnaan gram terutama jika dicurigai adanya
infeksi.
d. Tes kehanmilan terhadap hCG. Tes positif kuat mengesankan adanya jaringan
trofoblastik baik intra maupun ekstrauterin.
e. Determinasi serangkaian hematokrit.
f. Tes koagulasi dapat dilakukan bila dicurigai adanya kelainan koagulasi.
g. Tes fungsi tiroid dapat diindikasikan sewaktu evaluasi lanjutann

F. Penatalaksanaan

Pengobatan harus diarahkan kepada diagnosis yang spesifik. Keperluan untuk


segera dirawat di rumah sakit tergantung pada kuantitas kehilangan darah dan adanya
anemia atau hipivolemia. Apabila perdarahan pervaginam hebat, penanganan daruratnya
meliputi cairan intravena, transfuse darah, dan diagnosis etiologik segera.
Tindakan spesifik yang dapat diindikasikan meliputi :
1. Kuretase endometrium terhadap produk-produk konsepsi yang tertahan.
2. Antibiotika untuk infeksi pelvis.
3. Penamponan vagina atau serviks unutk lesi-lesi serviks maligna.
4. Laparotomi untuk kehamilan ektopik.
5. Penjahitan laserasi vagina.
6. Radiasi untuk lesi-lesi keganasan.
7. Pengeluaran AKDR.
8. Histerektomi untuk leiomyomata
Penatalaksanaan pembedahan pada perdarahan uterus abnormal

Tindakan Alasan
Histeroskopi operatif Abnormalitas struktur intra uteri.
Mimektomi (abdominal,
Mioma uteri.
laparoskopik,histeroskopik)
Reseksi endometrial transervikal Terapi menoragia atau menometroragia resisten.
Terapi menoragia atau menometroragia resisten dalam
Ablasi endometrium (thermal
rangka penatalaksanaan perdarahan uterus akut yang
balloon/roller ball)
resisten
Embolisasi arteri uterine Mioma uteri.
Histerektomi Hiperplasia atipikal, karsinoma endometrium.

G. Komplikasi

1. Infertilitas akibat tidak adanya ovulasi


2. Anemia berat akibat perdarahan yang berlebihan dan lama
3. Pertumbuhan endometrium yang berlebihan akibat ketikseimbangan hormonal
merupakan faktor penyebab kanker endometrium

H. Konsep Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

1. Identitas klien  Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,


agama dan alamat, serta data penanggung jawab
2. Keluhan klien saat masuk rumah sakit  Biasanya klien merasa nyeri pada
daerah perut & terasa ada massa di daerah abdomen, menstruasi yg tidak
berhenti-henti.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang  Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri
pada daerah abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut,
menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah.
b. Riwayat kesehatan keluarga  kaji riwayat keluarga dlm kelainan
ginekologi
4. Riwayat kehamilan dan persalinan  Dengan kehamilan dan persalinan/tidak
5. Riwayat menstruasi  kadang-kadang terjadi digumenorhea dan bahkan sampai
amenorhea. menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau
6. Pemeriksaan Fisik  Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah
secara sistematis.
a. Abdomen  Nyeri tekan pada abdomen, Teraba massa pada abdomen.
b. Ekstremitas  Nyeri panggul saat beraktivitas, Tidak ada kelemahan.
c. Eliminasi, urinasi  Adanya konstipasi, Susah BAK
7. Data Sosial Ekonomi  kaji golongan masyarakat dan tingkat umur, baik
sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause.
8. Data Psikologis  Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita,
dimana ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut
sementara pada klien dengan perdarahan abnormal pervaginam hal ini akan
mempengaruhi mental klien yang ingin hamil
9. Pola kebiasaan Sehari-hari  Biasanya klien mengalami gangguan dalam
aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Data laboratorium  pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP)
b. Pemeriksaan fisiki  ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan
2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan angen pencedera fisiologis


b. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan
pervaginam berlebihan
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis
dan kebutuhan pengobatan
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan
dan suplai oksigen
3. Intervensi
Diagnosa keperawatan
No SLKI SIKI
(SDKI)
1. Nyeri akut berhubungan Tujuan: Setelah diberikan Manajemen nyeri
dengan agen pencedera asuhan keperawatan, Observasi
fisiologis diharapkan nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi,
dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
Ditandai dengan: frekuensi, kualitas, intensitas
1. mengeluh nyeri, 1. Keluhan nyeri menurun nyeri.
2. tampak meringis 2. Tampak meringis 2. Identifikasi skala nyeri
3. bersikap protektif (mis. menurun 3. Identifikasi respons nyeri
waspada, menghin dari 3. Sikap protektif menurun non verbal
nyeri), 4. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
4. gelisah, 5. Kesulitan tidur menurun memperberat dan
5. frekuensi nadi 6. Frekuensi nadi memperingan nyeri
meningkat, membaik 5. Identifikasi pengaruh budaya
6. sulit tidur, 7. Tekanan darah terhadap respon nyeri
7. tekanan darah meningkat membaik 6. Identifikasi pengaruh nyeri
8. pola napas berubah 8. Pola napas membaik pada kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang suda
diberikan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik
9. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
10. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
12. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemelihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
13. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
15. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
16. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
17. Ajarkan teknis
nonfarmakologi untuk
meredakan nyeri.

Kolaborasi
18. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Resiko tinggi kekurangan Setelah diberikan asuhan Observasi


cairan tubuh. keperawatan, diharapkan 1. Periksa tanda dan gejala
tidak terjadi kekurangan hypovolemia (frekwensi nadi
volume cairan tubuh. meningkat, nadi terabah
lemah, tekanan darah
Kriteria Hasil :
1. Tidak ditemukan tanda- menurun, tekanan nadi
tanda kekuranga cairan. menyempit, turgor kulit
Seperti turgor kulit menurun, memberan mukosa
kurang, membran kering, volume urine
mukosa kering, demam. menurun, hematocrit, haus,
2. Pendarahan berhenti, lemah.)
keluaran urine 1 cc/kg
2. Monitor intake dan output
BB/jam.
3. TTV normal : cairan
a. Suhu : 36-37 ᵒC,
Terapeutik
b. N : 80-100 x/m,
3. Pantau masukan dan
c. RR : 16-24x/m,
haluaran/ monitor balance
d. TD : Sistole :
cairan tiap 24 jam.
100-130 mmHg,
4. Observasi pendarahan
e. Diastole : 70-80
mmHg 5. Anjurkan klien untuk minum
+ 1500-2000 ,l/hari
6. Kolaborasi untuk pemberian
cairan parenteral dan kalau
perlu transfusi sesuai
indikasi, pemeriksaan
laboratorium. Hb, leko,
trombo, ureum, kreatinin.
3. Ansietas berhubungan Tujuan: Setelah diberikan 1. Dorong klien untuk
dengan perubahan gambaran asuhan keperawatan, mengekspresikan
tubuh. diharapkan kecemasan perasaannya..
dapat berkurang 2. Dorong dan dukung klien
untuk menyadari dan
kriteria hasil: berusaha menerima diagnosa
3. Diskusikan tanda dan gejala
1. Klien tampak tenang depresi.
2. Mau berpartisipasi 4. Diskusikan kemungkinan
dalam program terapi. untuk bedah rekonstruksi
atau pemakaian prostetik.
5. Beri informasi tentang hasil-
hasil lab dan perkembangan
penyakit klien, serta
treatment yang mungkin,
seperti kemoterapi,
radioterapi, pembedahan
6. Informasikan tentang
dukungan sosial/ kelompok
bagi klien, misalnya
perkumpulan penyandang
kangker
DAFTAR PUSTAKA
1. Bobak, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC
2. Carpenito, Lynda Juall. 2010. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik.
Jakarta : EGC
3. Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
4. Mansjoer, Arif,dkk. 2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: FKUI
5. Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana
AsuhanKeperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
6. PPNI (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia: Definisi dan indicator
diagnostic, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
7. PPNI (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria hasil
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
8. PPNI (2019). Standar intervensi keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
9. Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai