A. Pengertian
Abnormal Uterine Bleeding atau Perdarahan Uterus Abnormal
merupakan perdarahan yang terjadi diluar siklus menstruasi yang dianggap
normal. Perdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal,
berbagai komplikasi kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium
(polip), masalah-masalah serviks atau uterus (leiomioma) atau kanker.
Namun pola perdarahan abnormal seringkali sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa secara individual. (Ralph. C Benson, 2009).
Abnormal Uterine Bleeding atau Perdarahan Uterus Abnormal
meruapakan perdarahan yang terjadi diluar siklus menstruasi yang dianggap
normal. AUB ada dua macam, yaitu AUB organik dan AUB nonorganik.
B. Etiologi
Faktor-faktor Etiologik :
1. Komplikasi kehamilan
a. Perdarahan implantasi
b. Abortus
c. Kehamilan ektopik
d. Kehamilan mola, penyakit trofoblastik
e. Komplikasi plasenta
f. Vasa previa
g. Hasil konsepsi yang tertahan
h. Subinvolusi uterus setelah kehamilan
2. Infeksi dan Inflamasi
a. Vulvitis
b. Vaginitis
c. Servitis
d. Endometritis
e. Salpingo-oophoritis
3. Hiperplasia dan Neoplasia
a. Vagina: karsinoma, penyakit trofoblastik metastatic, sarcoma
botryoides.
b. Serviks: polip, papiloma, karsinoma.
c. Endometrium: hyperplasia, polip, karsinoma, sarcoma, penyakit
trofoblastik.
d. Miometrium: leiomoima, leiomiosarkoma, miosis stroma endolimfatik
(hemangioperisitoma).
e. Ovarium : tumor-tumor sel teka granulose yang menghasilkan
estrogen; tumor-tumor lain atau kista dapat merangsang hormone
stromaovarium.
f. Tuba falopii: karsinoma.
4. Trauma
a. Perdarahan post operatif
b. Laserasi Obstetrik
c. Benda asing dalam vagina
d. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
5. Endometriosis
6. Adenomiosis
7. Aneurisma sirsiod- fistula arteriovenosa
8. Kelainan hematologik atau sistemik
a. Trombositopenia
b. Penyakit Von Willebrand
c. Terapi antikoagulan
d. Koagulasi intravascular diseminata
e. Hipertensi
f. Hipotiroidi (lebih banyak terjadi pada hipotiroidi daripada
hipertiroidi)
g. Leukemia
h. Penyakit hepar
C. Patofisiologi
1. Perdarahan ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan
disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang
(oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar,
perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena
perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi,
maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong.
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe
sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai
etiologinya :
a. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-
kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus
dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak persamaan antara
keduanya. Korpus luteum persisten dapat pula menyebabkan
pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosa
irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya,
yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada
waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe
nonsekresi.
b. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi
progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis
dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok
dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari
siklus yang bersangkutan.
c. Apopleksia uteri; pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi
pecahnya pembuluh darah dalam uterus.
d. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan
gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.
2. Perdarahan anovulatoar
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium.
Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul
perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak
teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dengan jumlah folikel
yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan
estrogen sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-
folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan
dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium
bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang
diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan
bersifat anovulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu
dalam kehidupan menstrual seorang wanita, tapi paling sering pada masa
pubertas dan masa premenopause.Bila pada masa pubertas kemungkinan
keganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan
menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar, pada seorang wanita
dewasa terutama dalam masa premenopasue dengan perdarahan tidak
teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor
ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita
dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit
umum yang menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Disamping
itu stress dan pemberian obat penenang juga dapat menyebabkan
perdarahan anovulatoar yang bisanya bersifat sementara.
D. Pathway
F. Komplikasi
1. Infertilitas akibat tidak adanya ovulasi
2. Anemia berat akibat perdarahan yang berlebihan dan lama
3. Pertumbuhan endometrium yang berlebihan akibat ketikseimbangan
hormonal merupakan faktor penyebab kanker endometrium
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan umum
a. Suhu meningkat menandakan infeksi pelvis
b. Takikardi dan hipotensi nenandakan hipovolemia (perdarahan ekstra
peritoneal atau intra peritoneal), sepsis.
c. Petekiae atau ekimosis menandakan kelainan koagulasi.
2. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi dan palpasi misalnya menunjukkan kehamilan atau iritasi
peritoneum. Uterus yang membesar menandakan adanya kehamilan
ektopik maupun missed abortion, uterus yang lebih besar (dari ukuran
kehamilan bila dilihat dari HPHT) kemungkinan menandakan kehamilan
mola, kehamilan ganda ataupun kehamilan dalam suatu uterus fibroid.
3. Pemeriksaan pelvis
a. Spekulum digunakan untuk memeriksa kuantitas darah dan sumber
perdarahan, laserasi vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda
asing.
b. Bimanual digunakan untuk pemeriksaan patologis.
4. Tes Laborat
Hitung darah lengkap dan apusan darah. Pengukuran pada Hb, HT
menunjukkan adanya perdarahan akut atau kronis dan Leukositosis dengan
pergeseran kekiri pada hitung jenis, peningkatan betuk batang dan
peningkatan leukosit polimorfonuklear biasanya menunjukkan adanya
infeksi.
5. Data Diagnostik Tambahan
a. Biopsi endometrium atau kuretase yang dapat memberikan suatu
diagnosis histologi spesifik.
b. Biopsi vulva, vagina atau serviks, lesi harus dibiopsi kecuali jika lesi
khas untuk penyakit trofoblastik metastatik dan dapat berdarah hebat
bila dibiopsi.
c. Cairan serviks dikirim unutk perwarnaan gram terutama jika dicurigai
adanya infeksi.
d. Tes kehanmilan terhadap hCG. Tes positif kuat mengesankan adanya
jaringan trofoblastik baik intra maupun ekstrauterin.
e. Determinasi serangkaian hematokrit.
f. Tes koagulasi dapat dilakukan bila dicurigai adanya kelainan
koagulasi.
g. Tes fungsi tiroid dapat diindikasikan sewaktu evaluasi lanjutan.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan harus diarahkan kepada diagnosis yang spesifik. Keperluan untuk
segera dirawat di rumah sakit tergantung pada kuantitas kehilangan darah dan
adanya anemia atau hipivolemia. Apabila perdarahan pervaginam hebat,
penanganan daruratnya meliputi cairan intravena, transfuse darah, dan
diagnosis etiologik segera.
Tindakan spesifik yang dapat diindikasikan meliputi :
Tindakan Alasan
Histeroskopi operatif Abnormalitas struktur intra uteri.
Mimektomi (abdominal,
Mioma uteri.
laparoskopik,histeroskopik)
Terapi menoragia atau menometroragia
Reseksi endometrial transervikal
resisten.
Terapi menoragia atau menometroragia
Ablasi endometrium (thermal
resisten dalam rangka penatalaksanaan
balloon/roller ball)
perdarahan uterus akut yang resisten
Embolisasi arteri uterine Mioma uteri.
Hiperplasia atipikal, karsinoma
Histerektomi
endometrium.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan
infeksi nosokomial.
3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman
kematian
J. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
nyeri pada pasien berkurang.
b. Kriteria hasil : skala nyeri berkurang, wajah rileks, tanda – tanda vital
normal.
c. Intervensi :
Selidiki keluhan pasien akan nyeri;perhatikan intensitas (0-
10),lokasi,dan faktor pencetus
Awasi tanda vital,perhatikan petunjuk non-verbal,misal:tegangan
otot,gelisah.
Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh
stress.
Berikan tindakan kenyamanan (misal:pijatan/masase punggung)
Dorong menggunakan tekhnik manajemen nyeri ,contoh : latihan
relaksasi/napas dalam,bimbingan imajinasi,visualisasi)
Kolaborasi pemberian obat analgetika ( catatan: hindari produk
mengandung aspirin karena mempunyai potensi perdarahan ) dan
Pemberian Antibiotika
Ben Zion Taber, M.D. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta : EGC.
Benson C, Ralph. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. EGC : Jakarta.