Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

KEHAMILAN SEROTINUS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Maternitas

Di susun oleh :

Giana Fujiana Sunarya


149013113

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS GALUH
2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN
KEHAMILAN SEROTINUS

A. Pengertian
Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama
yaitu 42 minggu. Dihitung berdasarkan rumus Neagle dengan siklus haid
rata-rata 28 hari (Mochtar, R. 2009).
Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih
dari 42 minggu (Hanifa, 2002).
Kehamilan lewat waktu (serotinus) adalah kehamilan melewati waktu
294 hari atau 42 minggu. Kehamilan lewat dari 42 minggu ini didasarkan
pada hitungan usia kehamilan (dengan rumus Neagle), menurut Anggarani
(2007 : 83).

B. Etiologi
Penyebab terjadinya serotinus belum diketahui secara pasti, namun ada
faktor yang bisa menyebabkan serotinus seperti halnya teori bagaimana
terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm
sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori yang
menjadi pendukung terjadinya kehamilan serotinus antara lain sebagai
berikut:
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu
proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas
uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa
terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya
pengaruh progesterone.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan
postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara
fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan
pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan
postterm.
3. Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa “pemberi tanda” untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar
kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta
sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi
prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia
adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan (Sarwono Prawirohardjo, 2009:
687).
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek
dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan postterm.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang
mengalami kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk
melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999)
seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu
mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka
besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan
postterm (Sarwono Prawirohardjo, 2009: 687).
6. Kurangnya air ketuban.
7. Insufisiensi plasenta (Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, 2008).
C. Klasifikasi Kehamilan Serotinus
Menurut Prawiroharjo (2009 : 691), klasifikasi pada bayi lewat bulan adalah :
1. Stadium I yaitu kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan
terjadi maserasi seperti kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
2. Stadium II seperti stadium I dan disertai pewarnaan mekonium
(kehijauan) di kulit.
3. Stadium III seperti stadium I dan disertai dengan pewarnaan kekuningan
pada kuku, kulit, dan tali pusat.

D. Manifestasi Klinis
1. Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang,
yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif
dengan KTG kurang dari 10 kali/20 menit.
2. TFU tidak sesuai umur kehamilan.
3. Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi)
plasenta diketahui dengan pemeriksaan USG.
Pengaruh dari seronitus adalah :
1. Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak
terkoordinir, maka akan sering dijumpai partus lama, inersia uteri, dan
pendarahan postpartum.
2. Terhadap Bayi
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar
dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya
pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi seperti berat
badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang
sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang terjadi kematian
janin dalam kandungan, kesalahan letak, distosai bahu, janin besar,
moulage.
E. Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan
kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat
dibuktikan dengan penurunan estriol dan plasental laktogen. Rendahnya
fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan
resiko 3 kali.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul his sehingga
pemasukan nutrisi dan O2 menurun menuju janin di samping adanya spasme
arteri spiralis menyebabkan janin resiko asfiksia sampai kematian dalam
rahim.
Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat
mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat
disebut dismatur, sebagian janin bertambah besar sehingga memerlukan
tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan metabolisme janin, jumlah
air ketuban berkurang dan makin kental menyebabkan perubahan abnormal
jantung janin (Wiknjosastro, H. 2009, Manuaba, G.B.I, 2011 & Mochtar R,
2009).
F. Komplikasi
Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus
yaitu :
1. Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus lama,
inersia uteri, atonia uteri dan perdarahan postpartum.
2. Komplikasi pada Janin
3. Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin bertambah
besar, tetap atau berkurang, serta dapat terjadi kematian janin dalam
kandungan.
Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada kehamilan
serotinus yaitu komplikasi pada Janin. Komplikasi yang terjadi pada bayi
seperti :
1. Gawat janin.
2. Gerakan janin berkurang.
3. Kematian janin.
4. Asfiksia neonaturum dan kelainan letak.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dengan baik, diketahui wanita hamil, diagnosis tidak
sukar.
2. Bila wanita tidak tahu atau lupa haid terakhirnya, maka hanyalah
dengan pemeriksaan antenatal care yang teratur dapat diikuti dengan naik
nya fundus uteri, mulainya gerakan janin maka sangat membantu
diagnosis.
3. Pemeriksaan berat badan ibu, apakah berkurang? Dan juga lingkar perut
dan jumlah air ketuban.
4. Pemeriksaan Rontgenology dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada
bagian distal femur, bagian proksimal tibia dan tulang kuboid.
5. Ultrasonografi untuk menentukan ukuran bipariental, gerakan janin dan
jumlah air ketuban.
6. Pemeriksaan sitology air ketuban : air ketuban diambil dengan amnion
sintesis baik transvaginal mau pun trans abdominal.
7. Amnioskopy untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut
warnanya karena kekeruhan oleh mekonium.
8. Kardiotokografy untuk mengawasi dan membaca denyut jantung janin
karena insufisiensi plasenta.
9. Uji oksitoxin : dengan infus tetes oksitoxin dan diawasi reaksi terhadap
kontraksi uterus.
10. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin.
11. Pemeriksaan pH darah kepala janin.
12. Pemeriksaan sitology vagina. (Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I).

H. Penatalaksanaan
Penalaksanaan pada ibu
1. Pengelolaan persalinan
Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41 minggu, pengelolaan tergantung
dari derajat kematangan serviks.

2. Bila serviks matang (skor bishop > 5)


a. Dilakukan induksi persalinan asal tidak ada janin besar, jika janin
lebih 4000 gram, dilakukan SC.
b. Pemantauan intrapartum dengan mempergunakan KTG dan kehadiran
dokter spesialis anak apalagi bila ditemukan mekonium mutlak
diperlukan.
3. Pada serviks belum matang (skor bishop < 5) kita perlu menilai keadaan
janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak diakhiri.
a. NST dan penilaian kantung amnion. Bila keduanya normal kehamilan
dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu 2 kali.
b. Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantung yang vertikal
atau indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada
NST, maka dilakukan induksi persalinan.
c. Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, test dengan
kontraksi (CST) harus dilakukan. Hasil CST positif janin perlu
dilahirkan, bila CST negatif kehamilan dibiarkan berlangsung dan
penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
d. Keadaan serviks (skor bishop harus dinilai ulang setiap kunjungan
pasien, dan kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.
4. Pasien dengan kehamilan lewat waktu dengan komplikasi seperti DM,
preeklamsi, PJT, kehamilannya harus diakhiri tanpa memandang keadaan
serviks. Tentu saja kehamilan dengan resiko ini tidak boleh dibiarkan
melewati kehamilan lewat waktu.
Pengelolaan intrapartum
a. Pasien tidur miring sebelah kiri
b. Pergunakan pemantauan elektrolit jantung janin berikan oksigen bila
ditemukan keadaan jantung yang abnormal.
c. Perhatikan jalannya persalinan.

I. Diagnosa Keperawatan
a) Ansietas berhubungan dengan partus macet
b) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terbukanya intrauterin dengan
ekstrauterin

J. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Rencana keperawatan
No Tujuan
keperawatan Intervensi Rasional
1 Ansietas Diharapkan klien 1. Jelaskan prosedur 1. Pengetahuan tentang
berhubungan mampu menunjukkan intervensi alasan untuk aktifitas
dengan partus berkurangnya rasa keperawatan dan ini dapat menurunkan
macet. cemas dan mampu tindakan. rasa takut dari
mempertahankan Pertahankan ketidaktahuan.
koping yang positif komunikasi 2. Membantu klien dan
dengan criteria hasil terbuka, orang terdekat
sebagai berikut: diskusikan dengan merasa mudah dan
1. Klien merasa klien lebih nyaman pada
tenang dan optimis kemungkinan efek sekitar kita.
dengan samping dan hasil, 3. Memungkinkan klien
persalinannya. pertahankan sikap untuk merileksasikan
2. Klien dapat optimis. otot-otot supaya tidak
menggunakan 2. Orientasikan klien tegang.
teknik relaksasi dengan pasangan 4. Dapat membantu
distraksi atau napas pada lingkungan menurunkan ansietas
dalam dengan persalinan. dan merangsang
efektif. 3. Anjurkan tehnik identifikasi perilaku
3. Menggungkapkan relaksasi seperti koping.
pemahaman situasi teknik distraksi
individu dan atau napas dalam
kemungkinan hasil 4. Anjurkan
akhir. penggungkapan
4. Klien tampak rasa takut atau
rileks, tanda-tanda masalah.
vital dalam batas
normal
TD : 120/80 mmHg
RR : 18-24 x/menit
Nadi: 80-100 x/menit

2 Resiko tinggi Diharapkan klien 1. Pantau tanda- 1. TTV dapat berubah


infeksi mampu menunjukkan tanda vital. karena ansietas.
berhubungan bebas dari tanda-tanda 2. Tekankan 2. Menurunkan resiko
dengan jalan infeksi dengan kriteria pentingnya cuci yang menyebabkan
lahir kontak hasil sebagai berikut: tangan yang baik penyebaran agen
terlalu lama 1. Suhu tubuh normal dan tepat. infeksius.
dengan 36,5-370C. 3. Gunakan teknik 3. Membantu mencegah
ekstrauteri 2. Kontaminasi dapat aseptik selama pertumbuhan bakteri,
diminimalkan. melakukan membatasi
3. Cairan amniotic pemeriksaan kontaminasi dari
jernih, hampir tidak vagina (VT). pencapaian ke
berwarna dan 4. Pantau tanda- vagina.
berbau. tanda vital dan 4. Dalam 4 jam setelah
Pada pemeriksaan nilai leukosit. membrane rupture,
laboratorium jumlah 5. Pantau dan insiden
leukosit dalam batas gambarkan korioamnionitis
normal yaitu 5000- karakteristik dari meningkat secara
10000 mm3. cairan amniotic progresif,
ditunjukkan dengan
perubahan TTV dan
jumlah sel darah
pulih.
5. Pada infeksi cairan
amnionitik menjadi
lebih kental dan
kuning pekat dengan
bau yang tidak sedap
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, Dr. Chrisdiono M. 2004. Prosedur Tetap Obstetrik dan Ginekologi.


Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profile Dinas Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2010. Semarang
Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan
Patologis. Jakarta: Salemba Medika
Manuaba, I.B.G. 2009. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. 2009. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wildan, M. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai