Anda di halaman 1dari 15

A.

Pengertian Kehamilan Serotinus


Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama yaitu 42
minggu. Dihitung berdasarkan rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari
(Mochtar, R. 2009). Masa post kehamilan adalah kehamilan yang berlangsung melebihi
42 minggu dan masa kehamilan 249 hari dari kehamilan normal (May A. K. & Mahl
Meister. R. M. 2009).
Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42 minggu
(Hanifa, 2002). Kehamilan lewat waktu (serotinus) adalah kehamilan melewati waktu 294
hari atau 42 minggu. Kehamilan lewat dari 42 minggu ini didasarkan pada hitungan usia
kehamilan (dengan rumus Neagle), menurut Anggarani (2007 : 83). Rumus Neagle ini
adalah untuk menghitung tanggal kelahiran bayi yaitu (tanggal +7, bulan -3, tahun +1)
atau (tanggal +7, bulan +9, tahun +0), menurut C Trihendradi (2010 : 11).

B. Etiologi
Penyebab terjadinya serotinus belum diketahui secara pasti, namun ada faktor yang
bisa menyebabkan serotinus seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai
saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya
persalinan. Beberapa teori yang menjadi pendukung terjadinya kehamilan serotinus
antara lain sebagai berikut:
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan
dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis
menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya
pengaruh progesterone.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi
kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting
dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil
yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab
kehamilan postterm.
3. Teori Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah
janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin
akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan
memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal
janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin
tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan
(Sarwono Prawirohardjo, 2009: 687).
4. Saraf Uterus
`Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada
kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga
sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan
postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan
berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana
seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka
besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm (Sarwono
Prawirohardjo, 2009: 687).
6. Kurangnya air ketuban.
7. Insufisiensi plasenta (Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, 2008).

C. Klasifikasi Kehamilan Serotinus


Menurut Prawiroharjo (2009 : 691), klasifikasi pada bayi lewat bulan adalah:
1. Stadium I yaitu kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan terjadi
maserasi seperti kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
2. Stadium II seperti stadium I dan disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.
3. Stadium III seperti stadium I dan disertai dengan pewarnaan kekuningan pada
kuku, kulit, dan tali pusat.

D. Manifestasi Klinis
1. Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara
subyektif.
2. Kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari 10
kali/20 menit.
3. TFU tidak sesuai umur kehamilan.
4. Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta
diketahui dengan pemeriksaan USG.
Pengaruh dari seronitus adalah :
1. Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak
terkoordinir, maka akan sering dijumpai partus lama, inersia uteri, dan pendarahan
postpartum.
2. Terhadap Bayi
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari
kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh
postmaturitas pada janin bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap
dan ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang terjadi kematian
janin dalam kandungan, kesalahan letak, distosai bahu, janin besar, moulage.
Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gede, 1998) adalah :
1. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram).
2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur.
3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang.
4. Verniks kaseosa di bidan kurang.
5. Kuku-kuku panjang.
6. Rambut kepala agak tebal.
7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.

E. Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai
menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan estriol
dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan
kejadian gawat janin dengan resiko 3 kali.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan
nutrisi dan pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul his sehingga pemasakan nutrisi dan
O2 menurun menuju janin di samping adanya spasme arteri spiralis menyebabkan janin
resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.
Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat disebut dismatur, sebagian janin
bertambah besar sehingga memerlukan tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan
metabolisme janin, jumlah air ketuban berkurang dan makin kental menyebabkan
perubahan abnormal jantung janin (Wiknjosastro, H.2009, Manuaba, G.B.I, 2011 &
Mochtar R, 2009).
F. Pathway
Terlampir

G. Komplikasi
Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu :
1. Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus lama, inersia uteri,
atonia uteri dan perdarahan postpartum.
2. Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin bertambah besar, tetap
atau berkurang, serta dapat terjadi kematian janin dalam kandungan.
Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus
yaitu komplikasi pada Janin. Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti :
a) Gawat janin.
b) Gerakan janin berkurang.
c) Kematian janin.
d) Asfiksia neonaturum dan kelainan letak.
Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu
komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi seperti :
a) Kelainan kongenital.
b) Sindroma aspirasi meconium.
c) Gawat janin dalam persalinan.
d) Bayi besar (makrosomia).
e) Pertumbuhan janin terlambat.
f) Kelainan jangka panjang pada bayi.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dengan baik, diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2. Bila wanita tidak tahu atau lupa haid terakhirnya, maka hanyalah dengan pemeriksaan
antenatal care yang teratur dapat diikuti dengan naik nya fundus uteri, mulainya
gerakan janin maka sangat membantu diagnosis.
3. Pemeriksaan berat badan ibu, apakah berkurang? Dan juga lingkar perut dan jumlah
air ketuban.
4. Pemeriksaan Rontgenology dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian distal
femur, bagian proksimal tibia dan tulang kuboid.
5. Ultrasonografi untuk menentukan ukuran bipariental, gerakan janin dan jumlah air
ketuban.
6. Pemeriksaan sitology air ketuban : air ketuban diambil dengan amnion sintesis baik
transvaginal mau pun trans abdominal.
7. Amnioskopy untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya karena
kekeruhan oleh mekonium.
8. Kardiotokografy untuk mengawasi dan membaca denyut jantung janin karena
insufisiensi plasenta.
9. Uji oksitoxin : dengan infuse tetes oksitoxin dan diawasi reaksi terhadap kontraksi
uterus.
10. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin.
11. Pemeriksaan pH darah kepala janin.
12. Pemeriksaan sitology vagina. (Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I).

I. Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin
sebaik-baiknya.
2. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat
ditunggu dengan pengawasan ketat. (Taufan, 2012).
3. Lakukan pemeriksaan dengan cara Bishop skore.
Bishop skore adalah suatu cara untuk menilai kematangan serviks dan responsnya
terhadap suatu induksi persalinan, karena telah diketahui bahwa
serviks bishop skore rendah artinya serviks belum matang dan memberikan angka
kegagalan yang lebih tinggi dibanding serviks yangmatang. Lima kondisi yang dinilai
dari serviks adalah :
a) Pembukaan (Dilatation) yaitu ukuran diameter leher rahim yang terenggang. Ini
melengkapi pendataran, dan biasanya merupakan indikator yang paling penting
dari kemajuan melalui tahap pertama kerja.
b) Pendataran/penipisan (Effacement) yaitu ukuran regangan sudah ada di leher
rahim.
c) Penurunan kepala janin (Station) yaitu mengambarkan posisi janin kepala dalam
hubungannya dengan jarak dari iskiadika punggung, yang dapat teraba jauh di
dalam vagina posterior (sekitar 8-10 cm) sebagai tonjolan tulang.
d) Konsistensi (Consistency) yaitu dalam primigravida leher rahim perempuan
biasanya lebih keras dan tahan terhadap peregangan, seperti sebuah balon
sebelumnya belum meningkat. Lebih jauh lagi, pada wanita muda serviks lebih
tangguh dari pada wanita yang lebih tua.
e) Posisi ostinum uteri (Position) yaitu posisi leher rahim perempuan bervariasi
antara individu. Sebagai anatomi vagina sebenarnya menghadap ke bawah,
anterior dan posterior lokasi relatif menggambarkan batas atas dan bawah dari
vagina. Posisi anterior lebih baik sejajar dengan rahim, dan karena itu
memungkinkan peningkatan kelahiran spontan.
Tabel 2.1 Bishop Skore
Achadiat (2004 : 17-18)
Skore 0 1 2 3
Pembukaan 0 1 3-4 5-6
Pendataran 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Station -3 -2 -1 +1+2
Konsistensi Keras Sedang Lunak Sangat lunak
Posisi Os Posterior Tengah Anterior Anterior

Untuk menilai Bishop Skore yaitu :


a) Bishop Skore > 5 yaitu induksi persalinan
Cara induksi persalinan adalah
1. Menggunakan tablet Misoprostol/Cytotec yaitu 25-50 mg yang diletakkan di
forniks posterior setiap 6-8 jam hingga munculnya his / kontraksi.
2. Menggunakan oksitoksin intravena yaitu infus oksitoksin biasanya
mengandung 10-20 unit ekuivalen dengan 10.000-20.000 mU dicampur dengan
1000 ml larutan Ringer Laktat, masing-masing menghasilkan konsistensi
oksitoksin 10-20 mU/ml.

Tabel 2.2 Regimen Oksitoksin pada Induksi Persalinan


Kenneth J. Laveno
Skore 0 1 2 3
Pembukaan 0 1 3-4 5-6
Pendataran 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Station -3 -2 -1 +1+2
Konsistensi Keras Sedang Lunak Sangat lunak
Posisi Os Posterior Tengah Anterior Anterior

b) Bishop Skore < 5


1. Pemantauan janin dengan prafil biofisik, Nonstress test (NST), Contraction
Stess Test (CST).
2. Volume ketuban normal, NST reaktif yaitu diulangi 2x / minggu.
3. Volume ketuban normal, NST non reaktif, CST positif yaitu dilakukan SC.
4. Volume ketuban normal, NST non reaktif dan CST negatif yaitu dilakukan
pengulangan CST dalam 3 hari.
5. Oligohidramnion (kantong amnion < 2 cm) yaitu dilakukan SC.
6. Deselerasi variable yaitu matangkan serviks dan induksi persalinan.
7. Pematangan serviks dapat dilakukan dengan kateter voley, oksitoksin,
prostaglandin (Misoprostol), relaksin (melunakkan serviks), pemecahan
selaput ketuban.
8. Persalinan per vaginam yaitu Ibu miring ke kiri, berikan oksigen, monitor DJJ,
induksi persalinan dengan tetes Pitosin (jika tidak ada kontraindikasi dan belum
ada tanda hipoksia intrauterine), tetes Pitoksin di naikkan jangan melebihi 2 m
U/ menit atau di naikkan dengan interval < 30 menit, amniotomi pada fase aktif,
infus intraamniotik dengan 300 - 500 mL NaCl hangat selama 30 menit yaitu
untuk mengatasi.
9. Oligohidramnion dan mekoneum, konfirmasi kesejahteraan janin.
10. Dilakukan Sectio Caesaria, jika gawat janin (deselerasi lambat, pewarnaan
mekoneum), gerakan janin abnormal (< 5 kali / 20 menit), contraction stress
test (CST), berat Badan > 4000 gr, malposisi, malpresentasi, partus > 18 jam,
bayi belum lahir, menurut Kurniawati (2009 : IX 41-42).
11. Dilakukan vakum ekstraksi, syarat vakum, menurut Manuaba (2003 : 159) yaitu
:
a) Pembukaan minimal 5.
b) Ketuban negatif atau dipecahkan.
c) Anak hidup, letak kepala atau bokong.
d) Penurunan minimal H II.
e) His dan reflek mengejan baik.

A. Pengkajian
1. Data Subyektif
Informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang diperoleh dari hasil wawancara
langsung kepada pasien / klien (anamnesis) atau dari keluarga dan tenaga kesehatan,
menurut Wildan (2009 : 34) adalah :
a) Identitas / Biodata Pasien suami dan istri adalah nama, umur, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b) Alasan datang : Untuk mengetahui alasan pasien datang ke tempat pelayanan kesehatan.
c) Keluhan utama : Alasan wanita datang mengunjungi klinik / RB / RS / dan diungkapkan
dengan kata-kata sendiri.
d) Riwayat kesehatan antara lain riwayat kesehatan dahulu, sekarang, dan riwayat
kesehatan keluarga, juga riwayat alergi dan pengobatan.
e) Riwayat perkawinan
Dikaji untuk mengetahui berapa kali menikah, berapa usia pasien saat menikah, usia
pasangan pasien saat menikah, berapa lama pasien menikah dan berapa jumlah anaknya.
f) Riwayat obstetric
- Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang pertama kali pasien mendapatkan menstruasi (menarce),
siklus, lama menstruasi, banyak menstruasi, bentuk darah apakah cair atau menggumpal,
warna darah, dismenorea, flour albus dan untuk mengetahui hari pertama menstruasi
terakhir serta tanggal kelahiran dari persalinan.
g) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Untuk mengetahui pada tanggal, bulan, tahun berapa anaknya lahir, tempat
persalinan, umur kehamilan, jenis persalinan, penolong persalinan, penyulit dalam
bersalinan, jenis kelahiran berat badan lahir, panjang badan lahir, riwayat nifas yang lalu,
keadaan anak sekarang, untuk mengetahui riwayat yang lalu sehingga bisa menjadi acuan
dalam pemberian asuhan, menurut Prawiroharjo (2008 : 414).
h) Riwayat kehamilan sekarang
Untuk mengetahui ibu hamil yang ke berapa, HPHT, HPL, berat badan sebelum dan
sekarang, periksa ANC sebelumnya dimana, berapa kali dan keluhannya apa, suntik TT
berapa kali, obat-obatan yang pernah dikonsumsi apa saja, gerakan janin yang pertama
pada usia kehamilan berapa bulan dan gerakan sekarang kuat atau lemah, kebiasaan ibu
dan keluarga yang berpengaruh negatif terhadap kehamilannya.
i) Riwayat KB
Untuk mengetahui sebelum ibu hamil pernah menggunakan alat kontrasepsi atau
tidak, berapa lama menggunakannya, alas an mengapa ibu menggunakan alat kontrasesi
tersebut, dan mengapa ibu menghentikan pemakaian alat kontrasepsi tersebut, menurut
Huliana (2007 :76-77).
j) Pola kebutuhan sehari-hari meliputi pola nutrisi, pola eliminsi, pola aktivitas
pekerjaan, pola istirahat, personal hygiene, pola seksual, menurut Muslihatun (2009 :
137).
k) Psikososial spiritual meliputi tanggapan dan dukungan keluarga, pengambilan
keputusan dalam keluarga, ketaatan beribadah, lingkungan yang bepengaruh.
2. Data Obyektif
Menurut Wildan (2009 : 34), pencatatan dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik,
pemeriksaan khusus kebidanan, data penunjang, hasil laboratorium seperti VDRL, HIV,
pemeriksaan radiodiagnostik, ataupun USG yang dilakukan sesuai dengan beratnya
masalah. Data yang telah dikumpulkan diolah, disesuaikan dengan kebutuhan pasien
kemudian dilakukan pengolahan data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data
satu dengan yang lainnya sehingga menunjukkan fakta. Tujuan dari pengolahan data
adalah untuk menunjukkan fakta berdasarkan kumpulan data. Data yang telah diolah
dianalisis dan hasilnya didokumentasikan.
1) Pemeriksaan Umun
a) Keadaan Umum (KU)
Untuk menilai keadaan pasien pada saat itu secara umum.
b) Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah composmentis (Kesadaran penuh
dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang
diberikan), somnolen (kesadaran yang mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan rasa
nyeri tetapi tidur lagi), koma (tidak dapat bereaksi terhadap stimulus yang diberikan atau
rangsangan apapun, reflek pupil terhadap cahaya tidak ada).
c) Tanda-tanda Vital (TTV)
Pada pengukuran tanda-tanda vital yang diukur adalah tekanan darah, nadi, respirasi, dan
suhu.
d) Berat Badan (BB)
Untuk mengetahui berat badan pasien dalam satuan kilogram (Buku Panduan Praktik
Klinik Kebidanan).
e) Tinggi Badan (TB)
Dikaji untuk mengetahui tinggi badan ibu dalam satuan sentimeter, menurut Saminem
(2009 : 23).
f) LILA (Lingkar Lengan Atas)
Untuk mengetahui status gizi pasien.
2) Pemeriksaan fisik / Status Present adalah pemeriksaan kepala, muka, mata, hidung,
telinga, mulut, leher, ketiak, dada, abdomen, punggung, genetalia, ektermitas atas dan
bawah, anus.
3) Pemeriksaan khusus obstetric, menurut Hidayat (2008 : 142-145)
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk mengetahui apakah ada
pembengkakan pada wajah dan ekstermitas, pada perut apakah ada bekas operasi atau
tidak.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indra peraba yaitu tangan, yang berguna untuk
memeriksa payudara apakah ada benjolan atau tidak, pemeriksaan abdomen yaitu
memeriksa Leopold I, II, III, dan IV.
c) Auskultasi
Denyut Jantung Janin (DJJ) yaitu salah satu tanda pasti hamil dan kehidupan janin. DJJ
mulai terdengar pada usia kehamilan 16 minggu. Dengan dopler DJJ mulai terdengar usia
kehamilan 12 minggu. Normalnya denyut jantung janin (DJJ) yaitu 120-160x/menit.
3. Pemeriksaan penunjang, menurut Muslihatun (2009 : 141) :
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, dan penyakit yang
menyertai kehamilan, besalin dan nifas. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lainnya : memeriksa hemoglobin, golongan darah, rubella, VDRL / RPR dan
HIV. Pemeriksaan HIV harus dilakukan persetujuan ibu hamil.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan eksisi post operasi SC, episiotomi.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (uterus, plasenta) berhubungan dengan
kolaps plasenta akibat kehamilan lewat waktu / partus lama.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit kering, rapuh daan mudah
mengelupas, desquamasi epitel.
4. Ansietas berhubungan dengan partus lama (serotinus).
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka post operasi (porte de entre), pasca
persalinan.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan
- Pain level 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan eksisi post
- Pain control secara komprehensif.
operasi SC, episiotomi. - Confort level 2. Observasi reaksi nonverbal
Kriteria hasil : dari ketidaknyamanan.
- Mampu mengontrol nyeri. 3. Ajarkan tentang teknik non
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang. farmakologi.
- Mampu mengenali nyeri. 4. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.

2 Ketidakefektifan perfusi- Circulasi ststus 1. Monitor adanya paretese.


jaringan perifer (uterus,- Tissue perfusion 2. Kolaborasi pemberian analgetik.
plasenta) berhubungan Kriteria hasil : 3. Monitor adanya tromboplebitis.
dengan kolaps plasenta Tekanan sistole dan diastole4. dalam
Diskusikan mengenai penyebab
akibat kehamilan lewat rentang yang diharapkan. perubahan sensasi.
waktu / partus lama. - Tidak ada ortostatik hipertensi.
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial.

3 Kerusakan integritas
- Tissue integrity : skin and mucous 1. Jaga kebersihan kulit .
kulit berhubungan kriteria hasil: 2. Mobilisasi pasien.
dengan kulit kering, Perfusi jaringan baik. 3. Monitor kulit adanya
rapuh dan mudah
- Tidak ada luka. kemerahan.
mengelupas, desquamasi Integritas kulit yang baik bisa 4. Monitor status nutrisi pasien.
epitel. dipertahankan
4 Resiko infeksi Immune status 1. Monitor tanda dan gejala
berhubungan dengan - Knowledge : infection control infeksi pertahankan teknik
luka terbuka post - Risk control asepsis pada pasien yang
operasi (porte de entre), Kriteria hasil : beresiko.
post persalinan. - Klien terbebas dari tanda dan gejala 2. Batasi pengunjung bila
infeksi. perlu.
- Menunjukkan kemampuan untuk 3. Pertahankan teknik isolasi.
mencegah timbulnya infeksi. 4. Cuci tangan setiap sebelum
- Jumlah leukosit dalam batas dan sesudah melakukan
normal. tindakan keperawatan.
5. Pertahankan lingkungan
aseptic selama pemasangan
alat.
6. Berikan terapi antibiotic bila
perlu.

5. Ansietas berhubungan Anxiety self control 1. Kaji penyebab cemas.


dengan partus lama
- Anxiety level 2. Identifikasi tingkat
(serotinus). - Coping kecemasan.
Kriteria Hasil : 3. Dorong pasien untuk
- Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan,
mengungkapkan gejala cemas. ketakutan, persepsi.
- Vital sign dalam batas normal. 4. Instruksikan pasien
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menggunakan teknik
menunjukkan teknik untuk mengontrol relaksasi.
cemas. 5. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, Dr. Chrisdiono M. 2004. Prosedur Tetap Obstetrik dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profile Dinas Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2010. Semarang
Freddy Panjaitan. 2012. Kehamilan serotinus. (https:// freddypanjaitan. wordpress.
com/2012/01/10kehamilan-lewat-waktu-serotinus/)(Online), diakses pada tanggal 10
januari 2015.
Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan Patologis. Jakarta:
Salemba Medika
Huliana, Mellyna. 2007. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Jakarta : Puspa Swara
Kurniawati, D (dkk). 2009. Obgynacea (Obgyndan Ginekologi).Yogyakarta: TOSCA
Manuaba, I.B.G. 2009. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. 2009. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
Muslihatun. WN dkk. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogjakarta : Fitramaya
Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
Saminem, HJ. 2009. Kehamilan Normal : Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
Trihendradi dkk. 2010. Wonderpa Indahnya Pendampingan. Yogyakarta : ANDI
Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wildan, M. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai