NIM : E.0105.20.004
D3 KEPERAWATAN
A. Definisi
Kehamilan post term adalah kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu
yaitu kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan posterm dan
pascamaturitas. Kehamilan lewat bulan merupakan suatu kondisi antepartum yang
dibedakan dengan sindrom pasca maturitas dan merupakan kondisi neonatal yang
didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir. Definisi, standar untuk kehamilan
lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir atau 280 hari
setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak menyatakan
secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. (Varney
H., 2007).
Ketika usia kehamilan melewati usia 42 minggu plasenta akan mengecil dan
fungsinya menurun. Mengakibatkan kemampuan plasenta untuk menyediakan
makanan semakin berkurang dan janin akan menggunakan persediaan lemak dan
karbohidratnya sendiri sebagai sumber energy. Sehingga laju pertumbuhan janin
menjadi lambat. Jika plasenta tidak dapat menyediakan oksigen yang cukup selama
persalinan, bisa terjadi gawat janin, sehingga janin menjadi rentan terhadap cedera
otak dan organ lainnya. Cedera tersebut merupakan resiko terbesar pada seorang bayi
post-matur dan untuk mencegah terjadinya hal tersebut, banyak dokter yang
melakukan induksi persalinan jika suatu kehamilan telah lebih 42 minggu.
B. Etiologi
Etiologinya masih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal
yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan,
sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar, Rustam, 1999).
Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air
ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat
waktu. Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian
menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen
plasenta Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi
gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin
intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga
berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi
yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup
tinggi: 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.
Menurut Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya (Ilmu Kebidanan, 2008) faktor
penyebab kehamilan postterm adalah:
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap
oksitosin, sehingga terjadinya kehamilan dan persalinan postterm adalah
karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang
peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga
sebagai salah satu faktor penyebabnya.
3. Teori Kortisol/ACTH
Janin 1 Dalam teon ini diajukan bahwa sebagai "pemberi tanda untuk
dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar
kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga
produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen,
selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada
cacat bawaan janin seperti anansefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak
adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan
pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian
bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebabnya.
5. Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seseorang ibu yang mengalami
kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan
pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham,
menyatakan bahwa bilamana seseorang ibu mengalami kehamilan postterm
saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya mengalami kehamilan postterm.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang mungkin terjadi antara lain:
1. Volume cairan amnion mengalami penurunan sekitar 300 ml.
2. Berkurangnya berat badan Ibu (lebih dari 1,4 kg/minggu).
3. Berkurangnya ukuran lingkar perut (akibat berkurangnya cairan amnion)
4. Cairan amnion keruh, terdapat feces bayi resiko terjadi aspirasi mekonium.
5. 02 supply kepada janin mengalami penurunan: Resiko asfiksi
6. Hipoglikemy pada janin, akibat kurang asupan dan simpanan glukosa
Pada janin:
1. Janin tampak seperti berusia term/ cukup umur, namun terkadang tampak telah
tua 1-3 minggu.
2. Janin panjang dan kurus (akumulasi lemak menurun), namun dapat pula terjadi
peningkatan berat janin
3. Kulit agak pucat dengan deskuamasi
4. Vernix casiosa menipis, kulit kering dan pecah-pecah
5. Kuku janin panjang terkadang terisi dengan meconium
6. Terdapat akumulasi scalp pada rambut janin 7. Tali pusat layu dan berwarna
kuning
7. Palpasi kepala janin mengeras.
D. Komplikasi
1. Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena aksi uterus tidak
terkoordinir, janin besar, Air ketuban berkurang dan makin kental, moulding
kepala kurang Maka akan sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia
uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikkan angka
mordibitas dan mortalitas.
2. Terhadap Janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar dari
kehamilan 40 minggu karena post maturitas akan menambah bahaya pada janin.
Pengaruh post maturitas pada janin bervariasi yaitu berat badan janin dapat
bertambah besar serhingga memerlukan tindakan persalinan, tetap dan ada yang
berkurang sesudah kehamilan 42 minggu, Pertumbuhan janin makin lambat.
Berkurangnya nutrisi dan O: ke janin yang menimbulkan asfiksia akibat
makrosomia, aspirasi mekonium, hipoksia dan hipoglikemia dan setiap saat dapat
meninggal di rahim, terjadi perubahan metabolisme janin, Ada pula yang bisa
terjadi kematian janin dalam kandungan (IUFD).
3. Suhu yang tidak stabil.
4. Hipoglikemi.
5. Polisitemia
6. Kelainan neurogenik.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Usia kehamilan ditentukan dengan menghitung HPHT (Hari Pertama Haid
Terakhir) di kurangi dengan hari pemeriksaan ibu. Usia kehamilan diatas 42
minggu menandakan terjadinya Bayi Lahir Postmatur.
2. Pemeriksaan antenatal yang teratur dikuti dengan tinggi dan naiknya fundus uteri
dapat membantu penegakan diagnosis Bayi Lahir Postmatur.
3. Pemeriksaan rontgenologi pada janin dapat dijumpai telah terjadi penulangan pada
bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang kuboid diameter biparietal 9,8
atau lebih.
4. USG: ukuran diameter biparietal, gerakan janin yang mengalami perubahan
semakin aktif maupun semakin lemah dan jumlah air ketuban mengalami
penurunan.
5. Pemeriksaan sitologik air ketuban: biru Nil, maka sel-sel yang mengandung lemak
akan berwarna jingga.
a. Melebihi 10% kehamilan diatas 36 minggu
b. Melebihi 50% kehamilan diatas 39 minggu
6. Ammoskopi melihat derajat kekeruhan air ketuban, tampak kekeruhan karena
bercampur meconium.
7. Kardiotografi: mengidentifikasi denyut jantung janin, penurunan DJJ terjadi
karena insufiensi plasenta.
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi
janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini
mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan dan dapat segera dilakukan SC.
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin ibu
10. Pemeriksaan pH darah janin menentukan derjat hipoksia, maupun intrepretasi
asidosis/alkalosis pada janin.
F. Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan lebih dari atau sama dengan 40-42 minggu monitoring janin
secara intensif.
2. Nonstress test (NST) dapat dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kehamilan
berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan untuk melakukan pilihan antara
persalinan tanpa intervensi persalinan yang di induksi atau secara sectio caesaria.
3. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat
ditunggu dengan pengawasan ketat.
4. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang
boleh dilakukan induksi persalinan spontan dengan atau tanpa amniotomi. Bila :
a. Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim.
b. Terdapat hipertensi, pre-eklampsia.
c. Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas.
d. Pada kehamilan> 40-42 minggu.
e. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat
merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar dan kemungkinan
diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan (Rustam
Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid 1, 1998).
5. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada:
a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang.
b. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau
c. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre eklampsia, hipertensi
menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.
6. Penatalaksanaan aktif pada kehamilan lewat bulan:
a. Induksi persalinan Induksi persalinan adalah persalinan yang dilakukan setelah
servik matang dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin,
dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan servik
dibanding oksitosin.
b. Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan (misalnya minyak
jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis), memiliki kisaran
keberhasilan secara beragam dan atau sedikit penelitian untuk menguatkan
rekomendasinya.
c. Metode hormon untuk induksi persalinan:
Oksitosin yang digunakan melalui intravena dengan catatan servik sudah
matang.
Prostaglandin dapat servik sehingga lebih digunakan baik dari untuk
mematangkan oksitosin namun kombinasi keduanya menunjukkan hal
yang positif.
Misprostol adalah suatu tablet sintetis analog PGE1 yang diberikan
intravagina (disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum, bukan untuk
induksi).
Dinoproston Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam
dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi
persalinan pada tahun 1995).
Predipil yakni suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel
0,5 mg deng diberika intraservik (disetujui FDA untuk induksi persalinan
pada tahun 1993).
d. Metode non hormon Induksi persalinan:
Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban mengacu
pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian servik yang mudah
diraih dan segnen uterus bagian bawah. Mekanisme kerianya
memungkinkan melepaskan prostaglandin ke dalam sirkulasi ibu.
Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika terdapat ruptur membran
yang tidak disengaja dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun bagi
janin. Pemisahan memban serviks tidak dilakukan pada kasus kasus
servisitis. plasenta letak rendah, maupun plasenta previa, posisi. yang tidak
diketahui, tidak diketahui. atau perdarahan pervaginam yang tidak
diketahui.
Amniotomi yakni pemecahan ketuban secara sengaja.
Pompa Payudara dan stimulasi puting. Penggunaan cara ini relatif lebih
aman karena menggunakan metode yang sesuai dengan fisiologi
kehamilan dan persalinan. Penanganannya dengan menstimulasi putting
selama 15 menit diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama
1 jam sebanyak 3 kali perhari.
Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun jus
jeruk dapat meningkatkan angka kejadian persalinan spontan jika
diberikan pada kehamilan cukup bulan.
Kateter foley atau Kateter balon. Secara umum kateter dimasukkan
kedalam servik kemudian balon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk
menjaga kateter tetap tempatnya. teknik ini sangat efektif eberapa klinis
membuktikan bahwa).
G. Klasifikasi
Menurut Prawiroharjo (2009), klasifikasi pada bayi lewat bulan adalah:
1. Stadium 1 yaitu kulit menunjukan kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi
seperti kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2. Stadium II seperti stadium I dan disertai pewarnaan meconium (kehijauan) dikulit.
3. Stasium III seperti stadium I dan disertai dengan pewarnaan kekuningan pada
kuku, kulit, dan tali pusat.
H. Prognosis
Beberapa ahli menyatakan kehamilan lewat bulan jika lebih dari 41 minggu
karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu.
Namun sekitar 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan
menjadi 42 minggu tergantung populasi dan kriteria yang digunakan.
Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi
sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan. Jika
TP telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat
diandalkan, maka data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir
mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
Penyebab bayi lahir mati tidak mudah dipahami dan juga tidak ada
kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut.
(Varney H., 2007). Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4
12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3.4 -4% (Mochtar,
R., 1998).
I. Patofisiologi
Penyebab dari pada terjadinya bayi lahir postmatur adalah faktor hormonal,
yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan,
sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar, Rustam, 1999).
Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air
ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat
waktu. Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian
menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen
plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi
gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin
intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Sehingga janin dapat
mengalamo pengecilan ukuran janin dan kurang nutrisi. Volume air ketuban juga
berkurang karena mulai terjadi absorpsi pada organ ginjal dan usus dari janin.
Mekonium yang diaspirasi kembali oleh janin mengakibatkan sindrom aspirasi
mekonium yang dapat mengakibatkan atelektasis. Keadaan-keadaan ini merupakan
kondisi yang tidak baik. untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur
cukup tinggi: 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.
J. Pengkajian
a) Nama, umur, alamat, dll.
b) Keluhan utama
Keluhan ditanyakan untuk mendukung data diagnosa dan mengetahui apa yang
dirasakan ibu. Pada waktu pengkajian yang dirasakan oleh ibu adalah cemas dan
takut, karena ibu belum juga bersalin. Ibu mengatakan hari perkiraan lahir sudah
lewat (Manuaba IBG, 2001; h. 226)
c) Riwayat penyakit sekarang
d) Riwayat penyakit dahulu
e) Riwayat penyakit keluarga
f) Tanyakan HPHT
HPHT (hari pertama haid terakhir) dikaji dengan tepat untuk mengetaui usia
kandungan apakah sudah aterm atau belum, karena bila dijumpai umur kehamilan
ibu melewati 42 minggu sudah bisa dipastikan bahwa kehamilan ibu postterm
(Prawirohardjo S, 2005; h. 317).
g) Status obstetric
h) Apa aktivitas ibu dirumah
i) Apakah janin bergerak aktif
j) Riwayat kehamilan sekarang dan dahulu
Apakah ibu secara rutin memeriksakan kehamilanny, kemana dan dengan
siapa ibu memeriksakan kehamilannya.
Apakah ada masalah selama ibu hamil dan apakah ibu pernah menderita
suatu penyakit (asma, hipertensi, DM, dll).
Apakah ibu mempunyai masalah selama persalinan terdahulu/ sebelumnya.
Berat badan ibu sebelum hamil dan sewaktu hamil, berapa penambahan
berat badan ibu.
K. Pathway
Minor
Section cesar dan
DS: (Tidak tersedia)
episiotomy
DO:
1. Tekanan darah meningkat
Nyeri akut
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
2 Mayor Pendarahan pasca Perfusi
DS: (Tidak tersedia) persalinan perifer tidak
DO: efektif
1. Pengisian kapiler >3 detik Penurunan jumlah HB
2. Nadi perifer menurun atau dalam darah
tidak teraba
3. Akral teraba dingin Suplai O2 kejaringan
DS:
Perfusi perifer tidak
1. Parastesia
2. Nyeri ekstremitas efektif
(klaudikasi intermiten)
DO:
1. Edema
2. Penyembuhan luka lambat
3. Indeks ankle-brachial
<0,90
4. Bruit femoral
3 Mayor Postterm Ansietas
DS:
1. Merasa bingung Meningkatnya
2. Merasa khawatir dengan kecemasan pada ibu
akibat yang dihadapi karena persalinan yang
3. Sulit berkonsentrasi lama
DO:
1. Tampak gelisah ansietas
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur
Minor
DS:
1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya
DO:
1. Frekuensi napas meningkat
2. Frekuensi nadi meningkat
3. Tekanan darah meningkat
4. Diaphoresis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suraga bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masalalu
4 Faktor Risiko : Inersia uteri Resiko
perdarahan
1. Aneurisma. Kesulitan/ gangguan
2. Gangguan gastrointestinal (misal dalam persalinan
ulkus, polip, varises).
3. Gangguan fungsi hati (misal sirosis Persalinan dengan
hepatitis). tindakan
4. Komplikasi kehamilan (misal
ketuban pecah sebelum waktunya, Atonia utari
plasenta previa/abrupsio,
kehamilan kembar). Resiko perdarahan
5. Komplikasi pasca partum (misal
atoni uterus, retensi plasenta).
6. Gangguan koagulasi (misal
trombositopenia),
7. Efek agen farmakologis.
8. Tindakan pembedahan.
9. Trauma.
10. Kurang terpapar informasi tentang
pencegahan pencegahan
perdarahan.
11. Proses keganasan.
patogen lingkungan
Bb meningkat
5. Ketidakadekuatan pertahanan
tubuh perifer :
Bayi besar
Gangguan peristltik
Section cesar dan
Kerusakan integritas kulit
episiotomy
Perubahan sekresi PH
Penurunan kerja siliaris
Resiko infeksi
Ketuban pecah lama
Ketuban pecah sebelum
waktunya
Merokok
Statis cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan pertahan tubuh
sekunder:
Penurunan Hemoglobin
Imunosupresi
Leukopenia
Supresi Respon Inflamasi
Faksinasi tidak adekuat
M. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen pencedera fisik dd prosedur operasi sc
2. Perfusi perifer tidak efektif bd penurunan konsentrasi dd penurunan
jumlah hb dalam darah, suplai O2 kedalam tubuh menurun
3. Ansietas bd krisis situasional dd persalinan yang terlalu lama
4. Resiko perdarahan dd komplikasi pasca partum
5. Resiko infeksi dd efek prosedur invasive
6. Resiko cedera pada janin dd besarnya ukuran janin
N. Rencana Asuhan Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
III(Revisi).Jakarta
Scribd.com