(Serotinus)
10 JAN
Pendahuluan
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama haid
terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kandungan antara 38-42 minggu dan ini merupakan
periode terjadinya persalinan normal. Namun, sekitar 3,4-14% atau rata-rata 10% kehamilan
berlangsung sampai 42 minggu atau lebih. Angka ini bervariasi dari bebearpa penelitian
bergantung pada kriteria yang dipakai.
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap
dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata
28 hari dan belum terjadi persalinan. Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu
kehamilan yang beresiko tinggi, di mana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin.
Diagnosis usia kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan usia kehamilan,
seperti rumus Naegele atau dengan tinggi fundus uteri serial.
Kehamilan postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm, terutama
terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan dengan
aspirasi mekonium dan asfiksia.
Kehamilan postterm terutama berpengaruh terhadap janin, meskipun hal ini masih banyak
diperdebatkan dan sampai sekarang masih belum ada persesuaian paham. Dalam
kenyataannya kehamilan postterm mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin
sampai kematian janin. Ada janin yang dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat
badannya meningkat terus, ada yang tidak bertambah, ada yang lahir dengan berat badan
kurang dari semestinya, atau meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat makanan
dan oksigen.
Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal, atau
makrosomia. Sementara itu, risiko bagi ibu dengan kehamilan postterm dapat berupa
perdarahan pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. Berbeda dengan
angka kematian ibu yang cenderung menurun, kematian perinatal tampaknya masih
menunjukkan angka yang cukup tinggi, sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat
terhadap kehamilan postterm akan memberikan sumbangan besar dalam upaya menurunkan
angka kematian, terutama kematian perinatal.
Definisi
Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari perkiraan yang dihitung
dari HPHT, di mana usia kehamilannya melebihi 42 minggu dan belum terjadi persalinan.
Serotinus/postterm adalah kehamilan lebih dari 42 minggu dengan
berdasarkan perhitungan kehamilan dengan HPHT dan belum terjadi
persalinan
Insidens
Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi antara 3,5-14%. Data
statistik menunjukkan, angka kematian dalam kehamilan lewat waktu lebih tinggi ketimbang
dalam kehamilan cukup bulan, di mana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5-
7%.
Etiologi
Etiologi belum diketahui secara pasti namun faktor yang dikemukaan adalah hormonal, yaitu
kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga
kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain seperti herediter, karena
postmaturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu (Rustam, 1998).
Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu penurunan kadar esterogen pada kehamilan
normal umumnya tinggi. Faktor hormonal yaitu kadar progesterone tidak cepat turun
walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin
berkurang. Factor lain adalah hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu
keluarga tertentu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah
42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga
spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai
50%. Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini
merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi
postmatur cukup tinggi, yaitu 30% prepartum, 55% intrapartum, dan 15% postpartum.
Beberapa faktor penyebab kehamilan lewat waktu adalah sebagai berikut :
o Tidak diketahui.
o Defisiensi sulfatase plasenta atau anensefalus, merupakan penyebab yang jarang terjadi.
Patofisiologi
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak menyebabkan adanya
his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta
tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO 2/O2 sehingga janin mempunyai resiko
asfiksia sampai kematian dalam rahim (Manuaba, 1998).
Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan terkelupas, tubuh panjang dan
kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat selaput
ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 34-36
minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan. Pada kehamilan postterm dapat terjadi
penurunan fungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta
tidak mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus namun tubuh anak akan
menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu.
1. Pengaruh Progesteron
4. Saraf Uterus
5. Herediter
Resiko
Risiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,
sampai kematian janin dalam rahim. Resiko gawat janin dapat terjadi 3 kali dari pada
kehamilan aterm. Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di bawah kulit menipis bahkan
sampai hilang, lama-lama kulit janin dapat mengelupas dan mengering seperti kertas
perkamen. Rambut dan kuku memanjang dan cairan ketuban berkurang sampai habis. Akibat
kekurangan oksigen akan terjadi gawat janin yang menyebabkan janin buang air besar dalam
rahim yang akan mewarnai cairan ketuban menjadi hijau pekat. Pada saat janin lahir dapat
terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam saluran napas) air ketuban yang dapat menimbulkan
kumpulan gejala MAS (meconeum aspiration syndrome). Keadaan ini dapat menyebabkan
kematian janin. Komplikasi yang dapat mungkin terjadi pada bayi ialah suhu yang tidak
stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan kelainan neurologik. Kehamilan lewat bulan dapat juga
menyebabkan resiko pada ibu, antara lain distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin
besar, dan moulding (moulage) kepala kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama,
kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum.
Manifestasi Klinis
o Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif
kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari 10 kali/20 menit.
o Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta diketahui dengan
pemeriksaan USG.
o Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :
Stadium I : kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit kering,
Stadium III : seperti Stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali
pusat.
1. Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, maka
akan sering dijumpai patus lama, inersia uteri, dan perdarahan postpartum.
2. Terhadap Bayi :
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan 40
minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas
pada janin bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang
berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang terjadi kematian janin dalam
kandungan, kesalahan letak, distosia bahu, janin besar, moulage.
Kuku-kuku panjang
Diagnosis
Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan
postterm karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap
kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan postterm merupakan
kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Kasus kehamilan postterm yang tidak dapat
ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22%.
Diagnosis kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan rumus Naegele setelah
mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Bila ada keraguan, maka pengukuran
tinggi fundus uterus serial dengan sentimeter akan memberikan informasi mengenai usia
gestasi lebih tepat. Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah air ketuban yang berkurang
dan gerakan janin yang jarang.
Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm di samping dari riwayat haid, sebaiknya
dilihat pula hasil pemeriksaan antenatal.
1. HPHT jelas.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sujiyatini dkk (2009), pemeriksaan penunjang yaitu USG untuk menilai usia
kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta. KTG untuk menilai ada atau
tidaknya gawat janin.
1. Bila wanita hamil tidak tahu atau lupa dengan haid terakhir setelah persalinan yang lalu, dan
ibu menjadi hamil maka ibu harus memeriksakan kehamilannya dengan teratur, dapat diikuti
dengan tinggi fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat membantu
diagnosis.
3. Pemeriksaan berat badan ibu, dengan memantau kenaikan berat badan setiap kali periksa,
terjadi penurunan atau kenaikan berat badan ibu.
4. Pemeriksaan Amnioskopi dilakukan untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban menurut
warnanya yaitu bila keruh dan kehitaman berarti air ketuban bercampur mekonium dan bisa
mengakibatkan gawat janin (Prawirohardjo, 2005).
Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah menentukan keadaan
janin, karena setiap keterlambatan akan menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan keadaan
janin dapat dilakukan :
Bila memperoleh hasil non reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila
diperoleh hasil reaktif maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin
baik.
2. Gerakan janin.
Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara
objektif dengan tokografi (normal rata-rata 10 kali/20 menit), dapat juga ditentukan dengan
USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif dengan USG (normal > 1 cm/bidang)
memberikan gambaran banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion, maka
kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.
3. Amnioskopi.
Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik.
Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami resiko 33%
asfiksia.
Tatalaksana
Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin postterm sehingga
setiap persalinan kehamilan posterm harus dilakukan pengamatan ketat dan sebaiknya
dilaksanakan di rumah sakit dengan pelayanan operatif dan perawatan neonatal yang
memadai.
Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan.
Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan
penilaian skor pelvik (pelvic score).
Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus memenuhi beberapa
syarat, antara lain kehamilan aterm, ada kemunduran his, ukuran panggul normal, tidak ada
disproporsi sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak,
mulai mendatar, dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus dilakukan
sebelumnya.
Searah sumbu
Posisi serviks Posterior jalan lahir Anterior
Bila nilai pelvis (PS) > 8, maka induksi persalinan kemungkinan besar
akan berhasil.
Tatalaksana yang biasa dilakukan ialah induksi dengan Oksitosin 5 IU. Sebelum dilakukan
induksi, pasien dinilai terlebih dahulu kesejahteraan janinnya dengan alat KTG, serta diukur skor
pelvisnya. Jika keadaan janin baik dan skor pelvis > 5, maka induksi persalinan dapat dilakukan.
Induksi persalinan dilakukan dengan Oksitosin 5 IU dalam infus Dextrose 5%. Tetesan infus
dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikkan tiap 30 menit sebanyak 4 tetes/menit hingga
timbul his yang adekuat. Selama pemberian infus, kesejahteraan janin tetap diperhatikan karena
dikhawatirkan dapat timbul gawat janin. Setelah timbul his adekuat, tetesan infus dipertahankan
hingga persalinan. Namun, jika infus pertama habis dan his adekuat belum muncul, dapat
diberikan infus drip Oksitosin 5 IU ulangan. Jika his adekuat yang diharapkan tidak muncul,
dapat dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria.
2. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia, hipertensi menahun,
anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.
Pada kehamilan yang telah melewati 40 minggu dan belum menunjukkan tanda-tanda inpartu,
biasanya langsung segera diterminasi agar resiko kehamilan dapat diminimalis.
Komplikasi
1. Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu :
1. Plasenta
o Kalsifikasi
o Perubahan biokimia
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus lama, inersia uteri, atonia uteri
dan perdarahan postpartum.
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin bertambah besar, tetap atau
berkurang, serta dapat terjadi kematian janin dalam kandungan.
1. Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu
komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti gawat janin, gerakan janin
berkurang, kematian janin, asfiksia neonaturum dan kelainan letak.
2. Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu komplikasi
pada janin. Komplikasi yang terjadi seperti kelainan kongenital, sindroma aspirasi
mekonium, gawat janin dalam persalinan, bayi besar (makrosomia) atau pertumbuhan janin
terlambat, kelainan jangka panjang pada bayi.
Pencegahan
Iklan