Anda di halaman 1dari 11

Kehamilan Lewat Waktu 

(Serotinus)

10 JAN
 

Pendahuluan

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama haid
terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kandungan antara 38-42 minggu dan ini merupakan
periode terjadinya persalinan normal. Namun, sekitar 3,4-14% atau rata-rata 10% kehamilan
berlangsung sampai 42 minggu atau lebih. Angka ini bervariasi dari bebearpa penelitian
bergantung pada kriteria yang dipakai.

Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap
dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata
28 hari dan belum terjadi persalinan. Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu
kehamilan yang beresiko tinggi, di mana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin.
Diagnosis usia kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan usia kehamilan,
seperti rumus Naegele atau dengan tinggi fundus uteri serial.

Kehamilan postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm, terutama
terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan dengan
aspirasi mekonium dan asfiksia.

Kehamilan postterm terutama berpengaruh terhadap janin, meskipun hal ini masih banyak
diperdebatkan dan sampai sekarang masih belum ada persesuaian paham. Dalam
kenyataannya kehamilan postterm mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin
sampai kematian janin. Ada janin yang dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat
badannya meningkat terus, ada yang tidak bertambah, ada yang lahir dengan berat badan
kurang dari semestinya, atau meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat makanan
dan oksigen.

Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal, atau
makrosomia. Sementara itu, risiko bagi ibu dengan kehamilan postterm dapat berupa
perdarahan pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. Berbeda dengan
angka kematian ibu yang cenderung menurun, kematian perinatal tampaknya masih
menunjukkan angka yang cukup tinggi, sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat
terhadap kehamilan postterm akan memberikan sumbangan besar dalam upaya menurunkan
angka kematian, terutama kematian perinatal.

Definisi

Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari perkiraan yang dihitung
dari HPHT, di mana usia kehamilannya melebihi 42 minggu dan belum terjadi persalinan.

 
Serotinus/postterm adalah kehamilan lebih dari 42 minggu dengan
berdasarkan perhitungan kehamilan dengan HPHT dan belum terjadi
persalinan

Aterm adalah kehamilan 38-42 minggu (periode persalinan normal)

Postmatur adalah penggambaran janin yang memperlihatkan adanya


kelainan akibat kehamilan yang berlangsung lebih dari yang seharusnya
(serotinus).
 

Insidens

Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi antara 3,5-14%. Data
statistik menunjukkan, angka kematian dalam kehamilan lewat waktu lebih tinggi ketimbang
dalam kehamilan cukup bulan, di mana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5-
7%.

Etiologi

Etiologi belum diketahui secara pasti namun faktor yang dikemukaan adalah hormonal, yaitu
kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga
kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain seperti herediter, karena
postmaturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu (Rustam, 1998).

Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh dan


reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada
kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan,
karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim (Manuaba, 1998).

Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu penurunan kadar esterogen pada kehamilan
normal umumnya tinggi. Faktor hormonal yaitu kadar progesterone tidak cepat turun
walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin
berkurang. Factor lain adalah hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu
keluarga tertentu.

Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah
42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga
spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai
50%. Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini
merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi
postmatur cukup tinggi, yaitu 30% prepartum, 55% intrapartum, dan 15% postpartum.

 
Beberapa faktor penyebab kehamilan lewat waktu adalah sebagai berikut :

o Kesalahan dalam penanggalan, merupakan penyebab yang paling sering.

o Tidak diketahui.

o Primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan.

o Defisiensi sulfatase plasenta atau anensefalus, merupakan penyebab yang jarang terjadi.

o Jenis kelamin janin laki-laki juga merupakan predisposisi.

o Faktor genetik juga dapat memainkan peran.

Patofisiologi

Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak menyebabkan adanya
his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta
tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO 2/O2 sehingga janin mempunyai resiko
asfiksia sampai kematian dalam rahim (Manuaba, 1998).

Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan terkelupas, tubuh panjang dan
kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat selaput
ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 34-36
minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan. Pada kehamilan postterm dapat terjadi
penurunan fungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta
tidak mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus namun tubuh anak akan
menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu.

Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm

Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini


sebab terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap
timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai
berikut :

1. Pengaruh Progesteron

Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan


kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya
kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh
progesterone.
2. Teori Oksitosin

Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm


memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis
memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan
pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan
postterm.

3. Teori Kortisol/ACTH Janin

Dalam teori ini diajukan bahwa “pemberi tanda” untuk dimulainya


persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar
kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta
sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi
prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia
adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.

4. Saraf Uterus

Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan


membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek
dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan postterm.

5. Herediter

Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami


kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat
bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip
Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami
kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar
kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.
 

Resiko

Risiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,
sampai kematian janin dalam rahim. Resiko gawat janin dapat terjadi 3 kali dari pada
kehamilan aterm. Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di bawah kulit menipis bahkan
sampai hilang, lama-lama kulit janin dapat mengelupas dan mengering seperti kertas
perkamen. Rambut dan kuku memanjang dan cairan ketuban berkurang sampai habis. Akibat
kekurangan oksigen akan terjadi gawat janin yang menyebabkan janin buang air besar dalam
rahim yang akan mewarnai cairan ketuban menjadi hijau pekat. Pada saat janin lahir dapat
terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam saluran napas) air ketuban yang dapat menimbulkan
kumpulan gejala MAS (meconeum aspiration syndrome). Keadaan ini dapat menyebabkan
kematian janin. Komplikasi yang dapat mungkin terjadi pada bayi ialah suhu yang tidak
stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan kelainan neurologik. Kehamilan lewat bulan dapat juga
menyebabkan resiko pada ibu, antara lain distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin
besar, dan moulding (moulage) kepala kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama,
kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum.

Manifestasi Klinis

o Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif
kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari 10 kali/20 menit.

o Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta diketahui dengan
pemeriksaan USG.

o Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :

Stadium I    :    kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit kering,

        rapuh, dan mudah mengelupas.

Stadium II    :    seperti Stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.

Stadium III    :    seperti Stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali

        pusat.

Menurut Muchtar (1998), pengaruh dari serotinus adalah :

1. Terhadap Ibu :

Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, maka
akan sering dijumpai patus lama, inersia uteri, dan perdarahan postpartum.

2. Terhadap Bayi :

Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan 40
minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas
pada janin bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang
berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang terjadi kematian janin dalam
kandungan, kesalahan letak, distosia bahu, janin besar, moulage.

Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998), yaitu :


Biasanya lebih berat dari bayi matur (> 4000 gram)

Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur

Rambut lanugo hilang atau sangat kurang

Verniks kaseosa di badan kurang

Kuku-kuku panjang

Rambut kepala agak tebal

Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel


 

Diagnosis

Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan
postterm karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap
kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan postterm merupakan
kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Kasus kehamilan postterm yang tidak dapat
ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22%.

Diagnosis kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan rumus Naegele setelah
mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Bila ada keraguan, maka pengukuran
tinggi fundus uterus serial dengan sentimeter akan memberikan informasi mengenai usia
gestasi lebih tepat. Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah air ketuban yang berkurang
dan gerakan janin yang jarang.

Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm di samping dari riwayat haid, sebaiknya
dilihat pula hasil pemeriksaan antenatal.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis


kehamilanlewat waktu, antara lain :

1. HPHT jelas.

2. Dirasakan gerakan janin pada umur kehamilan 16-18 minggu.

3. Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan Doppler,


dan 19-20 minggu dengan fetoskop).

4. Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG pada umur


kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu.
5. Tes kehamilan (urin) sudah positif dalam 6 minggu pertama telat haid.
 

Pemeriksaan Penunjang

Menurut Sujiyatini dkk (2009), pemeriksaan penunjang yaitu USG untuk menilai usia
kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta. KTG untuk menilai ada atau
tidaknya gawat janin.

Menurut Mochtar (1998), pemeriksaan penunjang sangat penting dilakukan, seperti


pemeriksaan berat badan ibu, diikuti kapan berkurangnya berat badan, lingkaran perut dan
jumlah air ketuban. Pemeriksaan yang dilakukan seperti :

1. Bila wanita hamil tidak tahu atau lupa dengan haid terakhir setelah persalinan yang lalu, dan
ibu menjadi hamil maka ibu harus memeriksakan kehamilannya dengan teratur, dapat diikuti
dengan tinggi fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat membantu
diagnosis.

2. Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan untuk memeriksa ukuran diameter biparietal, gerakan


janin dan jumlah air ketuban. Bila telah dilakukan pemeriksaan USG serial terutama sejak
trimester pertama, maka hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Sebaliknya pemeriksaan
yang sesaat setelah trimester III sukar untuk memastikan usia kehamilan. Pemeriksaan
Ultrasonografi pada kehamilan postterm tidak akurat untuk menentukan umur kehamilan.
Tetapi untuk menentukan volume cairan amnion (AFI), ukuran janin, malformasi janin dan
tingkat kematangan plasenta.

3. Pemeriksaan berat badan ibu, dengan memantau kenaikan berat badan setiap kali periksa,
terjadi penurunan atau kenaikan berat badan ibu.

4. Pemeriksaan Amnioskopi dilakukan untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban menurut
warnanya yaitu bila keruh dan kehitaman berarti air ketuban bercampur mekonium dan bisa
mengakibatkan gawat janin (Prawirohardjo, 2005).

Kematangan serviks tidak bisa dipakai untuk menentukan usia kehamilan.

Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah menentukan keadaan
janin, karena setiap keterlambatan akan menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan keadaan
janin dapat dilakukan :

1. Tes tanpa tekanan (non stress test).

Bila memperoleh hasil non reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila
diperoleh hasil reaktif maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin
baik.
2. Gerakan janin.

Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara
objektif dengan tokografi (normal rata-rata 10 kali/20 menit), dapat juga ditentukan dengan
USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif dengan USG (normal > 1 cm/bidang)
memberikan gambaran banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion, maka
kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.

3. Amnioskopi.

Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik.
Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami resiko 33%
asfiksia.

Tatalaksana

Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin postterm sehingga
setiap persalinan kehamilan posterm harus dilakukan pengamatan ketat dan sebaiknya
dilaksanakan di rumah sakit dengan pelayanan operatif dan perawatan neonatal yang
memadai.

Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan.
Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan
penilaian skor pelvik (pelvic score).

Ada beberapa cara untuk pengakhiran kehamilan, antara lain :

1. Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.

2. Induksi dengan oksitosin.

3. Bedah seksio sesaria.

The American College of Obstetricians and Gynecologist mempertimbangkan bahwa


kehamilan postterm (42 minggu) adalah indikasi induksi persalinan. Penelitian menyarankan
induksi persalinan antara umur kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian janin
dan biaya monitoring janin lebih rendah.

Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus memenuhi beberapa
syarat, antara lain kehamilan aterm, ada kemunduran his, ukuran panggul normal, tidak ada
disproporsi sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak,
mulai mendatar, dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus dilakukan
sebelumnya.

Table 1. Skor Bishop


  0 1 2 3

Pendataran serviks 0-30% 40-50% 60-70% 80%

Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5-6

Penurunan kepala dari +1,


Hodge III -3 -2 -1, 0 +2

Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak  

Searah sumbu
Posisi serviks Posterior jalan lahir Anterior  

Bila nilai pelvis (PS) > 8, maka induksi persalinan kemungkinan besar
akan berhasil.

Bila PS > 5, dapat dilakukan drip oksitosin.

Bila PS < 5, dapat dilakukan pematangan servik terlebih dahulu,


kemudian lakukan pengukuran PS lagi.
 

Tatalaksana yang biasa dilakukan ialah induksi dengan Oksitosin 5 IU. Sebelum dilakukan
induksi, pasien dinilai terlebih dahulu kesejahteraan janinnya dengan alat KTG, serta diukur skor
pelvisnya. Jika keadaan janin baik dan skor pelvis > 5, maka induksi persalinan dapat dilakukan.
Induksi persalinan dilakukan dengan Oksitosin 5 IU dalam infus Dextrose 5%. Tetesan infus
dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikkan tiap 30 menit sebanyak 4 tetes/menit hingga
timbul his yang adekuat. Selama pemberian infus, kesejahteraan janin tetap diperhatikan karena
dikhawatirkan dapat timbul gawat janin. Setelah timbul his adekuat, tetesan infus dipertahankan
hingga persalinan. Namun, jika infus pertama habis dan his adekuat belum muncul, dapat
diberikan infus drip Oksitosin 5 IU ulangan. Jika his adekuat yang diharapkan tidak muncul,
dapat dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria.

Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :

1. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang


1. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau

2. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia, hipertensi menahun,
anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.

Pada kehamilan yang telah melewati 40 minggu dan belum menunjukkan tanda-tanda inpartu,
biasanya langsung segera diterminasi agar resiko kehamilan dapat diminimalis.

 
Komplikasi

1. Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu :

1. Plasenta

o Kalsifikasi

o Selaput vaskulosinsisial menebal dan jumlahnya berkurang

o Degenerasi jaringan plasenta

o Perubahan biokimia

1. Komplikasi pada Ibu

Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus lama, inersia uteri, atonia uteri
dan perdarahan postpartum.

2. Komplikasi pada Janin

Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin bertambah besar, tetap atau
berkurang, serta dapat terjadi kematian janin dalam kandungan.

1. Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu
komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti gawat janin, gerakan janin
berkurang, kematian janin, asfiksia neonaturum dan kelainan letak.

2. Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu komplikasi
pada janin. Komplikasi yang terjadi seperti kelainan kongenital, sindroma aspirasi
mekonium, gawat janin dalam persalinan, bayi besar (makrosomia) atau pertumbuhan janin
terlambat, kelainan jangka panjang pada bayi.

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur,


minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali
pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di
atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan
sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7-8 bulan dan seminggu sekali
pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia
kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya. Perhitungan
dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter kandungan merupakan
perhitungan yang lebih tepat. Untuk itu perlu diketahui dengan tepat tanggal hari pertama
haid terakhir seorang (calon) ibu itu. Perhitungannya, jumlah hari sejak hari pertama haid
terakhir hingga saat itu dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu). Misalnya, hari pertama haid
terakhir Bu A jatuh pada 2 Januari 1999. Saat ini tanggal 4 Maret 1999. Jumlah hari sejak
hari pertama haid terakhir adalah 61. Setelah angka itu dibagi 7 diperoleh angka 8,7. Jadi,
usia kehamilannya saat ini 9 minggu.

Iklan

Anda mungkin juga menyukai