Anda di halaman 1dari 30

kehamilan postterm

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Persalinan postterm menunjukkan bahwa kehamilan telah melampaui waktu perkiraan

persalinan menurut hari pertama menstruasinya. Kemudian berturut-turut 1950 Clifford

mengemukakan tentang sindrom postterm bayi, sedangkan 1960 Mc Clure menyatakan

bahwa angka kematian bayi dengan kehamilan postdate semakin meningkat (Manuaba,

2007). Menurut WHO persalinan postterm adalah keadaan yang menunjukkan bahwa

kehamilan berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama

haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari.

Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10 %, bervariasi antara 3,5-14

%.Perbedaan yang lebar disebabkan perbedaan dalam menentukan usia kehamilan.

Disamping itu perlu diingat bahwa para ibu sebanyak 10 % lupa akan tanggal haid terakhir

disamping sukar menentukan secara tepat saat ovulasi. Kehamilan postterm masih menyebabkan

kematian maternal di Indonesia,walaupun hanya menyumbang beberapa persen dari angkah

kematian ibu dan janin tetapi hal ini perlu mendapat perhatian yang lebih dari tenaga

kesehatan agar angkah kematian di Indonesia dapat ditekan secara langsung. Karena semakin

lama janin atau neonatus ini berada di dalam uterus, maka kemungkinan perubahan

morbiditas dan mortilitas semakin besar.

Pengaruh kehamikan postterm terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan.

Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm menambah bahaya pada janin,

sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya kehamilan postterm terhadap
janin terlalu dilebihkan. Fungsi Plasenta mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu. Dan

kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu.

B. TUJUAN

1. TUJUAN UMUM

Diharapkan Penulis Mampu Menganalisis Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin Dengan

Posttrem

2. TUJUAN KHUSUS

Diharapkan Penulis Mampu Mengkaji Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin Pada Ny. M G2 P1
A0 H1 Gravid 42 43 mg dengan Postterm dan Gagal drip Di Ruangan Kamar Bersalin
RSUD Pariaman

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A . Pengertian Kehamilan Posterm

Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu, antara lain kehamilan memanjang,

kehamilan lewat bulan, kehamilan postterm, dan pascamaturitas. Kehamilan lewat bulan,

suatu kondisi antepartum, harus dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan

kondisi neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.


Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama

menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate)

digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan

dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007)

Kehamilan post matur menurut Prawirohardjo adalah kehamilan yang melewati 294

hari atau lebih dari 42 minggu lengkap di hitung dari HPHT. Sedangkan menurut Manuaba

kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi

persalinan.

Keakuratan dalam memperkirakan usia kehamilan meningkat pesat sejak adanya USG

yang mungkin banyak digunakan. Kisaran optimum variasi lama gestasi pada manusia belum

diketahui hingga kini, Dan penetapan dua minggu melewati taksiran persalinan (TP) masih

berubah-ubah. Meskipun insidensi kehamilan lewat bulan relatif rendah, beberapa studi

menunjukkan bahwa sebagian besar induksi yang dijadwalkan dengan indikasi kehamilan

lewat bulan faktanya kurang dari 42 minggu berdasarkan hitungan dengan USG. Akibatnya

induksi yang menjadi bersifat relatif.

B . Etiologi

Etiologinya masih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalah:

a. Hormonal

yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga

kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999).

b. Kadar kortisol yang rendah pada darah janin yang rendah seinngga di simpulkan kerentanan

akan stress merupakan faktor tidak timbulnya his.

c. Kurangnya air ketuban plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.

d. Insufiensi plasenta
e. Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42

minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme

arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk

hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai

50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini

merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi

postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.

C. Patogenesis Kehamilan Postterm

Penyebab pasti dari kehamilan postterm sampai saat ini masih belum diketahui pasti.

Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan

postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan

antara lain :

1. Teori progesteron

Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian

perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada persalinan dan

meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin. Berdasarkan teori ini, diduga bahwa

terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron

melewati waktu yang semestinya.

2. Teori Oksitosin

Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis Ibu hamil pada kehamilan lanjut

diduga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan postterm.

3. Teori Kortisol/ACTH janin

Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai pemberi tanda untuk dimulainya persalinan

adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin
akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar

sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.

Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya

kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik

sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.

4. Teori saraf uterus

Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan membangkitkan

kontraksi uterus pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada

kelainan letak, tali pusar pendek, dan bagian bawah masih tinggi ke semuanya diduga sebagai

penyebab terjadinya kehamilan postterm.

5. Teori heriditer

Pengaruh heriditer terhadap insidensi kehamilan postterm telah dibuktikan pada

beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan dalam hasil penelitiannya,

bahwa seorang ibu yang pernah mengalami kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya

akan memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan postterm pada kehamilan

berikutnya. Hasil penelitian ini memunculkan kemungkinan bahwa kehamilan postterm juga

dipengaruhi faktor genetik.

D. Prognosis

Beberapa ahli dapat menyatakan kehamilan lewat bulan bila lebih dari 41 minggu

karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun

kurang lebih 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi 42

minggu bergantung pada populasi dan kriteria yang digunakan.

Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini

mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan. Jika Tp telah
ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan.Data

yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia

kehamilan lebih dari 40 minggu.

Penyebab lahir matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang

pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007).

Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 12%. Apabila diambil

batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Rustam,1998).

E. Pengaruh terhadap Ibu dan Janin :

Kehamilan postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan atterm,

terutama terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan

dengan aspirasi mekonium dan asfiksia. Pengaruh kehamilan postterm antara lain sebagai

berikut.

Perubahan pada Plasenta

Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan

postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan

dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta

sebagai berikut:

1. Penimbunan kalsium. Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan penimbunan kalsium pada

plasenta. Hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intrauterin yang

dapat meningkat sampai 2-4 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta meningkat sesuai dengan

progesivitas degenerasi plasenta. Namun, beberapa vili mungkin mengalami degenerasi tanpa

mengalami klasifikasi.

2. Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Keadaan ini dapat

menurunkan mekanisme transpor plasenta.


3. Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis,

trombosis intervili, dan infark vili.

4. Perubahan Biokimia. Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta dan kadar

DNA di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat, transpor kalsium tidak

terganggu, aliran natrium, kalium dan glukosa menurun. Pengangkutan bahan dengan berat

molekul tinggi seperti asam amino, lemak, dan gama globulin biasanya mengalami gangguan

sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intrauterin.

Pengaruh pada janin

Pengaruh kehamikan postterm terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan.

Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm menambah bahaya pada janin,

sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya kehamilan postterm terhadap

janin terlalu dilebihkan. Kiranya kebenaran terletak di antara keduanya. Fungsi Plasenta

mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu. Dan kemudian mulai menurun terutama setelah

42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen.

Rendahnya fungsi Plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin resiko 3 kali.

Akibat dari proses penuaan plasenta, pemasokan makanan dan oksigen akan menurun di

samping adanya spasme arteri spiralis. Sirkulasi utero plasenter akan berkurang dengan 50 %

menjadi hanya 250 ml/menit. Beberapa pengaruh kehamilan postterm terhadap janin antara

lain sebagai berikut :

1. Berat Janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi penurunan

berat janin. Dari penelitian vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik

rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya enurunan sesudah 42 minggu.

Namun, seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin

bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa

rata-rata berat janin >3.600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan postterm, sedangkan pada
kehamilan genap bulan (term) sebesar 30,6 %. Resiko persalinan bayi dengan berat lebih dari

4000 gram pada kehamilan postterm tingkat dua sampai 4 kali lebih besar dari kehamilan

aterm.

2. Sindroma postmaturitas. Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa tanda

seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas, atau hilangnya

lemak subkutan, kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras, hilangnya

verniks kasiosa dan lanugo, maserasi kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna

coklat kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita dan

rambut kepala banyak atau tebal. Tidak seluruh nenonatus kehamilan postterm menunjukkan

tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20 % neonatus

dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postterm.

F. Tanda Bayi Post Matur

Tanda postterm dapat di bagi dalam 3 stadium (Prawirohardjo) :

Stadium I

Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan

mudah mengelupas.

Stadium II

Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit

Stadium III

Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat

Tanda bayi Postmatur (Manuaba)

Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)

Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur

Rambut lanugo hilang atau sangat kurang


Verniks kaseosa di bidan kurang

Kuku-kuku panjang

Rambut kepala agak tebal

Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.

G. DIAGNOSIS

Walaupun kemungkinan kehamilan postterm dapat dideteksi pada 4-19% dari seluruh

kehamilan, sering kali diagnosis kehamilan postterm mengalami kekeliruan disebabkan salah

menentukan usia kehamilan. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk mengetahui usia

kehamilan dalam menegakkan diagnosis kehamilan postterm. Karena semakin lama janin

atau neonatus ini berada di dalam uterus, maka kemungkinan perubahan morbiditas dan

mortilitas semakin besar. Namun, penentuan intervensi/terminasi secara terburu-buru juga

dapat menimbulkan kerugian bagi Ibu maupun janin.

1. Riwayat haid

Sangat penting untuk memastikan bahwa kehamilan sebenarnya postterm atau tidak.

Idealnya, usia kehamilan yang akurat ditentukan di awal kehamilan. Diagnosis kehamilan

postterm tidak sulit untuk ditegakkan bilamana HPHT diketahui secara pasti. Ditentukan

beberapa kriteria :

Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya

Siklus 28 hari dan teratur

Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele. Berdasarkan

riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamila possterm kemungkinan

adalah sbb :
Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi abnormal

Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi

Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung lewat

bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang diduga kehamilan postterm)

2. Riwayat pemeriksaan Antenatal

Tes kehamilan. Bila pasien melakukan tes pemeriksaan tes imunologik sesudah terlambat 2

minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu.

Gerak janin. Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan Ibu pada pada umur

kehamilan 18-20 minggu. Pada Primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu,

sedangkan pada Multigravida sekitar 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan

persalinan adalah quickening ditamba 22 minggu pada Primigravida atau ditambah 24

minggu pada multiparitas.

Denyut jantung janin (DJJ). Dengan stetoskop Leanec DJJ dapat didengar mulai umur

kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan

10-12 minggu.

Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4

kriteria hasil pemeriksaan sbb :

Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif

Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan doppler

Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali

Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop Leanec
3. Tinggi Fundus Uteri

Dalam trimester pertama pemerikasaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter

dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20

minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.

4. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan USG pada

trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus Naegele dapat mencapai 20 %. Bila

telah dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi serial terutama sejak trimester pertama, hampir

dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama, pemeriksaan panjang kepala-

tungging (crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran

persalinan. Pada umur kehamilan sekitar 16-20 minggu, ukuran diameter biparietal dan

panjang femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan. Selain CRL,

diameter biparietal dan panjang femur, beberapa parameter dalam pemeriksaan USG juga

dapat dipakai seperti lingkar perut, lingkar kepala, dan beberapa rumus yang merupakan

perhitungan dari beberapa hasil pemeriksaan parameter tersebut di atas. Sebaliknya,

pemeriksaan sesaat setelag trimester III dapat dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan

air ketuban, ataupun keadaan plasenta yang sering berkaitan dengan kehamilan postterm,

tetapi sukar untuk memastikan usia kehamilan.

5. Pemeriksaan Radiologi

Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifisis

femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia

proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis kuboid pada kehamilan 40
minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam pengenalan pusat penulangan

seringkali sulit, juga pengaruh radiologik kurang baik terhadap janin.

6. Pemeriksaan Laboratorium

Kadar Lesitin/spingomielin. Bila Lesitin/spingomielin dalam cairan amnion kadarnya sama,

maka umur kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32

minggu, pada kehamilan genap bulan rasio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai

untuk menentukan kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakah

janin cukup umur/matang untuk dilairkan yang berkaitan dengan menrcegah kesalahan dalam

tindakan pengakhiran kehamilan.

Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA). Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan

amnion mempercepar waktuoembekuan darah, aktivitas ini meningkat dengan bertambahya

umur kehamilan pada umur kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada

umur kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapat

ATCA antara 42-46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.

Sitologi cairan amnion. Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan

amnion. Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10 %, maka kehamilan

diperkirakan 36 minggu dan apabila lebih dari 50, maka umur kehamilan 39 minggu atau

lebih.

Sitologi Vagina. Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >20 %) mempunyai

sensitivitas 75 %. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat dipakai untuk

menentukan usia gestasi.

H. Penatalaksanaan

Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-baiknya.
Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan

pengawasan ketat

Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang boleh

dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi.

Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim

Terdapat hipertensi, pre-eklampsia

pertama karena infertilitas

nggu

Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada

Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang

Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau

Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia, hipertensi menahun,

anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.

Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat

merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar; dan kemungkinan diproporsi sefalo-

pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka

terhadap sedatif dan narsoka, jadi pakailah anestesi konduksi. ( Mochtar, 1998)

Penatalaksanaan Medis yang lainnya yaitu: Dua prinsip pemikiran :

1. Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan

intervensi jika hanya terdapat indikasi.

2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi

42 minggu. dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik / optimal.

Ada berbagai variasi kemungkinan penatalaksanaan antisipasi dan penatalaksanaan

aktif, antara lain: Pertimbangan kesiapan serviks ( skor bishop), perkiraan berat badan janin
( dengan manuver leopot, sonogram, atau keduanya) , kesejahteraan janin, pilihan wanita

yang bersanngkutan, volume cairan amnion, riwayat kebidanan sebelumnya, status medis ibu,

dan metode induksi sesuai pertimbangan. Variabel yang sangat memberatkan adalah usia

gestasi janin, karena term yang berkembang cenderung mempertimbangkan usia kehamilan

sebagai suatu rangkaian yang kontinu. Penatalaksanaan aktif versus penatalaksanaan

antisipatif tergantung reabilitas kriteria yang digunakan dalam menentukan usia kehamilan.

Para klinisi sejak lama menyadari perlunya mempercepat persalinan jika terdapat

kondisi obstetri dan medis yang mengancam ibu dan janin. Sebelum ada metode yang

diterima untuk induksi persalinan seksio sesaria merupakan satu-satunya cara yang dapat

diterima untuk mengatasi maslaah ini.

Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu ditetapkan dengan

membandingkan resiko dan manfaat masing masing penatalaksanaan tersebut. Secara umum

metode induksi yang paling efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janian dan

hiperstimulasi pada uterus. Induksi persalinan juga diperkirakan komplikasinya. Induksi

persalian dikaitkan dengan peningkatan anastesia epidural dalam seksio sesaria untuk wanita

primigravida yang usia kehamilanyya lebih dai 41 minggu dan taksiran berat jain 3800 gram

atau lebih.

Pada kenyataannya induksi persalian meningkatkan resiko distress janin, seksio

sesaria, infeksi dan perdarahan sangat mengejutkan bagi masyarakat awam. kehamilan lebih

bulan akan meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur, mekonium sindrom aspirasi

mekonium pada neonatus, distosia bahu jika janin makrosomia.

Indikasi untuk induksi persalinan mencakup hal hal :

a. Hasil uji janin meragukan ( skor profil biosfik rendah)

b. Oligohidramnion.

c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan


d. Diabetes dependent

e. IUGR menjelang usia cukup bulan

f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.

Penatalaksanaan aktif pada kehamilan lewat bulan : Induksi persalinan Pada tahun

1970-an terdapat meningkatnya kesadaran terhadap mordibitas kehamilan lewat bulan.

Beberapa pihak mengajukan keberatan terhadap induksi persalinan karena tidak alami dan

dapat meningkatkan bahaya. Namun walaupun banyak pihak yang menentang induksi

persalinan dan tidak adanya standardisai kriteria, praktik induksi telah banyak meningkat

selama satu dekade terakhir.

Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang diharapkan

dari induksi persalinan adalah ibu dapat melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi

distimulasi sebelum persalinan spontan terjadi. Meski metode induksi sekarang diutamakan

pada induksi kontarkasi uterus, namun peran servik sangat penting yang aktivitasnya tidak

sepenuhnya dipengaruhi uterus. Penggunanaan obat berpusat pada oksitosin sejak tahun

1960-an dan prostaglandin sejak tahun 1970-an. Pengaturan dosis, dan cara pemberian dan

waktu pemberian untuk semua metode hingga kini masih dalam penelitian, untuk

menghasilkan persalinan yang aman, keberhasilan induksi persalinnan setelah servik matang

dapat dicapai dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin, dan

prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan seriks dibanding

oksitosin. Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan ( misalnya minyak

jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis), memiliki kisaran keberhasilan

secara beragam dan atau sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.

I. Metode hormon untuk induksi persalinan:


1. Oksitosin yang digunakan melalui intravena (atas persetujuan FDA untuk induksi persalinan ).

Dengan catatan servik sudah matang.

2. Prostaglandin : dapat digunakan untuk mematangkan servik sehingga lebih baik dari oksitosin

namun kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.

a. Misprostol. Merk dagang cytotec. Suatu tablet sintetis analog PGE1 yang diberikan intravagina

( disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum, bukan untuk induksi).

b. Dinoproston

- Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke

vagina ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1995).

- Merk dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel 0,5 mg deng

diberika intraservik ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1993)

c. Mifepriston 9 RU 486, antagonis reseptor progesteron) ( disetujui FDA untuk aborsi trimester

pertama, bukan untuk induksi) tersedia dalam bentuk tablet 200 mg untuk diberikan per oral.

J. Metode non hormon Induksi persalinan

1. Pemisahan ketuban

Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban mengacu pada upaya

memisahkan membran amnion dari bagian servik yang mudah diraih dan segmen uterus

bagian bawah pada saat pemeriksaan dalam Dengan tangan terbungkus sarung tangan bidan

memeriksa wanita untuk menentukan penipisan serviks, pembukaan dan posisi lazimnya.

Perawatan dilakukanan untuk memastikan bahwa bagian kepala janin telah turun.

Pemeriksaan mengulurkan jari telunjuk sedalam mungkin melalui os interna, melalui ujung

distal jari perlahan antara segmen uterus bagian bawah dan membaran. Beberapa usapan

biasanya eektif untuk menstimulasi kontaksi awal reguler dalam 72 jam. Mekanisme kerjanya

memungkinkan melepaskan prostaglandin ke dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya

jangan dilakukan jika terdapat ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak aman
baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan membran servik tidak dilakukan pada kasus

kasus servisitis, plasenta letak rendah, maupun plasenta previa, posisi yang tidak diketahui,

atau perdarahan pervaginam yang tidak diketahui.

2. Amniotomi

Pemecahan ketuban secara sengaja (AROM). Saat dikaukan bidan harus memeriksa

dengan teliti untuk mengkaji penipisan servik, pembukaanm posisi,, dan letak bagian bawah.

Presentasi selain kepala merupakan kontraindikasi AROM dan kontraindikasi lainnya ketika

kepala belum turun, atau bayi kecil karena dapat menyebabkan prolaps talipusat. Meskipun

amniotomi sering dilakukan untuk menginduksi persalinan, namun hingga kini masih belum

ada studi prospektif dengan desain tepat yang secara acak menempatkan wanita pada

kelompok tertentu untuk mengevaluasi praktik amniotomi ini.

3. Pompa Payudara dan stimulasi puting.

Penggunaan cara ini relatif lebih aman kerna menggunakan metode yang sesuai

dengan fisiologi kehamilan dan persalinan. Penangannya dengan menstimulasi selama 15

menit diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3 kali

perhari.

4. Minyak jarak

Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun jus jeruk dapat

meningkatkan angka kejadian persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.

5. Kateter folly atau Kateter balon.

Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian ballon di isi udara 25

hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya. Beberapa uji klinis

membuktikan bahwa teknik ini sangat efektif.

6. Aktifitas seksual.
Jika bidan tidak merasa bahwa penatalaksanaan aktif pada persalinan lewat bula

diindikasikan, protokol dalam memuat panduan rekomendasi yang mencakup pemberian,

wakru, dosis, dan langkah kewaspadaan. Sementara pada penatalaksanaan antisipasi, bidan

dianjurkan mendokumentasikan secara teliti rencana penatalaksanaan yang disepakati

bersama oleh wanita. Bidan maupun wanita harus memahami secara benar standar perawatan

setempat untuk menangani kehamilan lewat bulan. Wanita sebaiknya diberi tahu jika terdapat

status yang tidak mencakup pada penggunaan resep, dan bidan harus tetap merujuk pada

literatur terkini seputar penanganan kehamilan lewat bulan.

K. Diagnosis bayi postmatur pasca persalinan

Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan, dengan memperhatikan tanda-tanda

postmaturitas yang dapat dibagi dalam 3 stadium :

1. Stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas (maserasi), verniks kaseosa sangat

sedikit sampai tidak ada.

2. Stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh

mekoneum yang bercampur air ketuban.

3. Stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan tali

pusat. Pada saat persalinan, penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi

pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau kehitaman,

begitu bayi lahir harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi

dan pembilasan trakhea.

Kemungkinan komplikasi pada bayi postmatur

a. Hipovolemia

b. Asidosis
c. Sindrom gawat napas

d. Hipoglikemia

e. Hipofungsi adrenal.

BAB III

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN PADA


Ny. M DENGAN G 2 P 1 A 0 H1 Gravid 42 43 mg DENGAN POSTTERM
DI RUANGAN KAMAR BERSALIN RSUD PARIAMAN

Tanggal masuk : 11 JULI 2013 Pukul : 13.30 WIB


I. PENGUMPULAN DATA
A. IDENTITAS/BIODATA
Ibu 2. Suami
Nama : Ny. Murdiati Nama : Tn. Basrul
Umur : 30 th Umur : 31 th
Suku : Minang Suku : Minang
Bangsa : Indonesia Bangsa : Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMK Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan :Wiraswasta
amat Rumah : Padang Limau. Kel.LarehAlamat
nan panjang
Rumah : Padang Limau. Kel.Lareh nan panjang
No.Hp : 0852374811950 No.Hp :

B. DATA SUBJEKTIF

1. Alasan utama masuk kamar bersalin : Ibu kiriman poli kebidanan dengan kehamilan lewat

bulan, tidak ada tanda-tanda persalinan

2. Perasaan (sejak datang ke klinik) : Cemas

3. Tanda tanda persalinan

- Kontraksi : Tidak ada


4. Pengeluaran pervaginam

- Darah lendir : Tidak ada

- Air ketuban : Utuh

Darah : Tidak ada

5. Masalah masalah khusus : tidak ada keluhan

(tanyakan hal-hal yang berhubungan dengan faktor resiko/predisposisi maupun resiko tinggi

yang dialami)

6. Riwayat kehamilan sekarang :

HPHT : 17 9 2012

Lamanya : 5 hari

Siklus : 28 hari

ANC : Lebih dari 4 kali

Keluhan lain : Tidak ada

7. Riwayat imunisasi

TT I : 18 3 2013

TT II : 15 4 2013

8. Makan terakhir

Pukul : 12.00 wib

Porsi : sedang

9. minum terakhir

Pukul : 13.00 wib

10. Eliminasi

BAB terakhir : jam 08.00 wib

BAK terakhir : jam 12.30 wib


11. Istirahat/tidur : 2 jam/hari

12. Riwayat kehamilan persalinan yang lalu

Penyulit
Tgl/th Tempat Jenis Anak
Peno keh.&
No n persali Usia Persal
Long Persali
lahir nan inan Kea
Nan Jenis BB PB
daan
1 23/12/ BPS Aterm Spont Bidan Tidak LK 3.2 49 sehat
2007 an ada kg cm
2 Ini

13. Riwayat penyakit keluarga

a) Riwayat penyakit keturunan

1) Jantung : Tidak ada

2) PMS : Tidak ada

3) Hipertensi : Tidak ada

4) Epilepsi : Tidak ada

5) DM : Tidak ada

6) Asma : Tidak ada

b) Riwayat keturunan kembar : Tidak ada

14. Riwayat kesehatan ibu

a) Riwayat penyakit yang pernah diderita

1) Jantung : Tidak ada

2) PMS : Tidak ada

3) Hipertensi : Tidak ada

4) Epilepsi : Tidak ada

5) TBC : Tidak ada

6) Asma : Tidak ada

7) Ginjal : Tidak ada


b) Riwayat alergi

1) Jenis makanan : Tidak ada

c) Jenis obat-obatan : Tidak ada

d) Riwayat tranfusi darah : Tidak Pernah

e) Riwayat operasi yang pernah di alami : Tidak Pernah

f) Riwayat pernah mengalami kelainan jiwa : Tidak Pernah

15. Pergerakan janin pertama yang dirasakan ibu : usia kehamilan 16 mg

16. Pergerakan janin dalam waktu 24 jam terakhir : Ada (> 20 kali)

17. Keluhan lain bila ada : Tidak ada

C. DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : Baik

b. Tanda-tanda vital

1) tekanan darah : 120/80 mmhg

2) nadi : 80 x/menit

3) pernafasan : 22 x/menit

4) suhu : 36,5

5) Tinggi badan : 152 cm

6) Berat badan : 49 kg

c. Inspeksi :

1) rambut : Bersih tidak rontok

: Tidak ada edema &

colasma gravidarum

3) mata
Konjungtiva : Merah Muda

Skelera : Tidak Kuning

4) payudara :

pembesaran : Simetris kiri dan kanan

putting susu : Menonjol

benjolan : Tidak ada

pengeluaran kolustrum : Ada

rasa nyeri : Tidak ada

5) abdomen :

pembesaran : Sesuai Usia Kehamilan

bekas luka operasi : Tidak Ada

6) ekstremitas atas :

odema : Tidak ada

7) ekstremitas bawah :

Oedema : Tidak ada

kekakuan otot dan sendi : Tidak ada

D. PEMERIKSAAN KHUSUS KEBIDANAN

1. Palpasi uterus

a. TFU :

Leopold I : Teraba lunak lebar tidak melenting, kemungkinan bokong janin, TFU 3 jari

bawah PX.
Leopold II : Teraba keras memanjang seperti papan disebelah kanan perut ibu, kemungkinan

punggung janin, dan terba tonjolan-tonjolan kecil disebelah kiri perut ibu, kemungkinan

ekstremitas janin.

Leopold III :Teraba keras bulat melenting, kemungkinan kepala janin, dan bagian terbawah

masih bisa digoyangkan.

Leopold IV : Kepala sebagian kecil masuk PAP

Mc. Donald : 33cm

Kontraksi : Tidak ada

Tafsiran berat janin : 3410 gr

2. Auskultasi

DJJ : Positif

Frekuensi : 144x/menit

Irama : Teratur

Itensitas : Kuat

Puctum max : Kuadran kanan perut ibu bagian bawah

3. Ano genital (inspeksi) :

Perinium : Ada bekas luka parut

Vulva vagina : Tidak ada varises

Pengeluaran pervaginam : Tidak ada

Anus : Tidak ada hemoroid

4. Pemeriksaan dalam

Atas indikasi : Jam: 13.30 wib

Dinding vagina : Tidak Oedema

Portio : Tebal
Pembukaan servik : Tidak Ada

Ketuban : Positif

Presentasi : Kepala

Penurunan bagian terendah : HI

Moulage :-

Imbang feto pelvik :-

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemerikasaan laboratorim :

Hb : 9,2 gr%

II. ASSESMENT

Ibu G2 P1 A0 H1 Gravid 42-43 minggu janin tunggal hidup intra uterin, letkep, pu-ka, KU

ibu dan janin baik, dengan Postterm

III. PLANING

- Observasi Tanda-tanda Vital

- Pasang infus RL + induxin amp

- Observasi kemajuan persalinan

- Bila tidak ada kemajuan dilakukan SC

IV. IMPLEMENTASI

JAM 13.30

- TD : 120/80mmhg

- Nadi : 88x/menit

- Infuse sudah terpasang dengan tetesan 10 tts/menit

V. EVALUASI
Jam 19.30 Wib

- DJJ : 170x/menit

- VT

Pembukaan : 2-3 cm

Penurunan Kepala : H II

Ketuban : Positif

- Tidak ada kemajuan Persalinan, pasien direncanakan Sectio Caesaria

BAB IV
KAJIAN/ ANALISA KASUS

Kehamilan postterm menurut Prawirohardjo adalah kehamilan yang melewati 294

hari atau lebih dari 42 minggu lengkap di hitung dari HPHT. Sedangkan menurut Manuaba
kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi

persalinan. Penyebab pasti dari kehamilan postterm sampai saat ini masih belum diketahui

pasti. Ny. M, gravida 42-43 minggu, beberapa teori yang mungkin menyebabkan postterm

Pada kasus Ny. M antara lain :

Teori progesterone yaitu penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya

merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular

pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin. Berdasarkan teori

ini, diduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya

pengaruh progesteron melewati waktu yang semestinya.

Teori Oksitosin yaitu rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis Ibu hamil

pada kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan

postterm.

Teori Kortisol/ACTH janin yaitu dalam teori ini diajukan bahwa sebagai pemberi

tanda untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar

kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi

progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap

meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus,

hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan

kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat

bulan. Pada saat mendiagnosis, kehamilan postterm dapat dideteksi pada 4-19% dari seluruh

kehamilan, sering kali diagnosis kehamilan postterm mengalami kekeliruan disebabkan salah

menentukan usia kehamilan. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk mengetahui usia

kehamilan dalam menegakkan diagnosis kehamilan postterm. Karena semakin lama janin

atau neonatus ini berada di dalam uterus, maka kemungkinan perubahan morbiditas dan
mortilitas semakin besar. Namun, penentuan intervensi/terminasi secara terburu-buru juga

dapat menimbulkan kerugian bagi Ibu maupun janin.

Penanganan pada kasus Ny. M adalah dilakukan nya induksi persalinan dengan induxin 1/2

ampul dalam larutan RL dimulai 10 tetes / menit, tapi ternyata tidak ada kemajuan

persalinan, lalu dilakukan tindakan operasi Sectio Caesaria. Menurut Prawirohardjo, Sampai

saat ini masih menjadi terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan postterm.

Beberapa kontrovensi dalam pengelolaan kehamilan postterm, antara lain adalah :

Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan induksi setelah

ditegakkan diagnosis postterm ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara

ekspektatif/menunggu.

Bila dilakukan pengelolaan aktif, apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan 41

atau 42 minggu.

Pengelolaan aktif : dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41 atau

42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin. Pengelolaan pasif/menunggu/

ekspektatif : didasarkan pandangan bahwa persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata

atas dasar postter mempunya resiko/komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan

operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus menerus terhadap

kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung

dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.

Pada kasus Ny. M setelah dilakukan Induksi , denyut Jantung Janin meningkat

menjadi 170x/menit janin mengalami fetal distress. Pemeriksaan/pemantauan janin ini

diperiksa dengan menggunakan alat Kardiotokografi/KTG. Menurut Prawirohardjo,alat KTG

ini untuk menilai perubahan secara elektronik yang menilai fisiologik pada utero-feto-

placenta dan kecukupan oksigenasi pada janin. Pola detak jantung janin yang khas terjadi
sebagai hasil stress hipoksia dan nonhioksi atau stimulasi pada unit utero-feto-

plecental.Induksi persalinan meningkatkan resiko distress janin, kehamilan lebih bulan akan

meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur, mekonium sindrom aspirasi mekonium

pada neonatus, distosia bahu jika janin makrosomia.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu,

kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/post datisme atau

pascamaturitas, adalah: kehamilan sampai 24 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari

HPHT menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari.

Kasus Ny.M G2 P1 A0 H1 dengan usia kehamilan 42-43 minggu, mengalami

kehamilan postterm dengan gagal drip serta mengalami fetal distress, yang diakhiri dengan

tindakan SC.

Penyebab pasti dari kehamilan postterm sampai saat ini masih belum diketahui pasti.

Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan

postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan

antara lain : teori Progesteron, teori Oksitosin, teori Kortisol/ACTH janin, saraf uterus dan

herediter.

Penatalaksanaan Medis yang lainnya yaitu: Dua prinsip pemikiran :


Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan

intervensi jika hanya terdapat indikasi.

Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya

melebihi 42 minggu. dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik / optimal.

Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat

merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar dan kemungkinan diproporsi sefalo-

pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan.

B. SARAN

1. Bidan diharapkan mampu menetapkan/menetukan usia kehamilan pada ibu hamil untuk

mengetahui apakah ibu mengalami postterm apa tidak.

2. Bidan harus mengetahui apa penatalaksaan dari ibu hamil yang mengalami postterm dan kapan

harus merujuk pasien atau berkolaborasi dengan dokter spesialis kandungan.

Anda mungkin juga menyukai