Dokter Pembimbing :
Dr. Nilakusuma, Sp.OG
Penyusun:
Doddy Ario Siswanto Putro
2012730031
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016
DAFTAR ISI
1. Kata pengantar
2. Daftar isi
3. Pendahuluan
4. Tinjaun pustaka kehamilan postterm
a. Definisi
b. Insiden
c. Etiologi
d. Permasalahan
e. Diagnosis
f. Komplikasi
g. Penatalaksanaan
5. Penutup
6. Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan pada umumnya berlangsung 40 minggu (280 hari) dihitung dari
hari pertma haid terakhir. Kehamilan postterm merupakan kehamilan yang
berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) sejak hari pertama siklus haid
terakhir (HPHT). Insiden kehamilan postterm antara 4-19% tergantung pada
definisi yang dianut dan kriteria yang dipergunakan dalam menentukan usia
kehamilan. 1
Penentuan usia kehamilan menjadi salah satu pokok penting dalam penegakan
diagnosa kehamilan postterm. Informasi yang tepat mengenai lamanya kehamilan
marupakan hal yang penting karena semakin lama janin berada di dalam uterus
maka semakin besar pula resiko bagi janin ataupun neonatus untuk mengalami
gangguan yang berat.
haid terakhir (HPHT) hanya memiliki tingkat akurasi 30 persen. 2 Kini, dengan
adanya pelayanan USG maka usia kehamilan dapat ditentukan lebih tepat,
terutama bila dilakukan pemeriksaan pada usia kehamilan 6-11 minggu. 1
Kehamilan postterm terutama berpengaruh terhadap janin, meskipun hal ini
masih
banyak
diperdebatkan,
dalam
kenyataannya
kehamilan
postterm
Sampai saat ini, masih belum ada ketentuan dan kesepakatan yang pasti
mengenai penatalaksanaan kehamilan postterm. Masalah yang sering dihadapi
pada pengelolaan kehamilan postterm adalah perkiraan usia kehamilan yang tidak
selalu dapat ditentukan dengan tepat sehingga janin bisa saja belum matur
sebagaimana yang diperkirakan. Ketidakakuratan penentuan usia kehamilan akan
menyulitkan kita untuk menentukan apakah janin akan terus hidup atau sebaliknya
mengalami morbiditas bahkan mortilitas bila tetap berada dalam rahim. 2
Masalah lain dalam penatalaksanaan kasus kehamilan postterm adalah karena
pada sebagian besar pasien (70%), saat kehamilan mencapai 42 minggu,
didapatkan serviks belum matang/unfavourable dengan nilai Bishop yang rendah
sehingga tingkat keberhasilan induksi menjadi rendah. Sementara itu, persalinan
yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi postmatur. Oleh sebab itu, masih
menjadi kontroversi sampai saat ini apakah pada kehamilan postterm langsung
dilakukan terminasi/induksi atau dilakukan penanganan ekspektatif sambil
dilakukan pemantauan kesejahteraan janin. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ini
selanjutnya
berpengaruh
terhadap
meningkatnya
produksi
anensefalus atau hipoplasia adrenal, tidak adanya kelenjar hipofisis janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan
berlangsung lewat bulan.
4. Teori saraf uterus. Berdasarkan teori ini, diduga kehamilan postterm
terjadi pada keadaan tidak terdapatnya tekanan pada ganglion servikalis dari
pleksus Frankenhauser yang membangkitkan kontraksi uterus, seperti pada
keadaan kelainan letak, tali pusat pendek, dan masih tingginya bagian terbawah
janin.
5. Teori heriditer. Pengaruh herediter terhadap insidensi kehamilan postterm
telah dibuktikan pada beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007)
menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa seorang ibu yang pernah mengami
kehamilan postterm akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan
postterm pada kehamilan berikutnya. Hasil penelitian ini memunculkan
kemungkinan bahwa kehamilan postterm juga dipengaruhi oleh faktor genetik.
fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasenta
laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut.
Penimbunan kalsium. Peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta sesuai
dengan progresivitas degenerasi plasenta. Proses degenerasi jaringan plasenta
yang terjadi seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis, trombosis intervilli,
spasme arteri spiralis dan infark villi. Selapot vaskulosinsial menjadi tambah tebal
dan jumlahnya berkurang. Keadaan ini dapat menurunkan metabolisme transport
plasenta. Transport kalsium tudak terganggu tetapi aliran natrium, kalium,
glukosa, asam amino, lemak dan gamma globulin mengalami gangguan sehingga
janin akan mengalami hambatan pertumbuhan dan penurunan berat janin. 1
2. Oligohidramnion
Pada kehamilan postterm terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan
amnion. Jumlah cairan amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu,
yaitu sekitar 1000 ml dan menurun menjadi sekitar 800 ml pada usia kehamilan
40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus menjadi sekitar
480 ml, 250 ml, hingga 160 ml pada usia kehamilan 42, 43, dan 44 minggu. 1
Penurunan jumlah cairan amnion pada kehamilan postterm berhubungan
dengan penurunan produksi urin janin. Dilaporkan bahwa berdasarkan
pemeriksaan Doppler velosimetri, pada kehamilan postterm terjadi peningkatan
hambatan aliran darah (resistance index/RI) arteri renalis janin sehingga dapat
menyebabkan penurunan jumlah urin janin dan pada akhirnya menimbulkan
oligohidramnion.
dapat
berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertmbah terus sesuai bertambahnya
umur kehamilan. Risiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada
kehamilan postterm meningkat 2-4 kali lebih besar.
Selain risiko pertambahan berat badan yang berlebihan, janin pada kehamilan
postterm juga mengalami berbagai perubahan fisik khas disertai dengan gangguan
pertumbuhan dan dehidrasi yang disebut dengan sindrom postmaturitas.
Perubahan-perubahan tersebut antara lain; penurunan jumlah lemak subkutaneus,
kulit menjadi keriput, dan hilangnya vernik kaseosa dan lanugo. Keadaan ini
menyebabkan kulit janin berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan
lainnya yaitu; rambut panjang, kuku panjang, serta warna kulit kehijauan atau
kekuningan karena terpapar mekonium. Namun demikian, Tidak seluruh neonatus
kehamilan postterm menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta.
Umumnya didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada
kehamilan postterm. Tanda postterm dibagi dalam 3 stadium: 2
a. Stadium 1
b. Stadium 2
c. Stadium 3
asumsi bahwa kehamilan akan berlangsung selama 280 hari (40 minggu) dari hari
pertama siklus haid yang terakhir.
stetoskop Laennec.
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Sitologi cairan amnion. Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel
lemak dalam cairan amnion. Apabila jumlah sel yang mengandung lemak
melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan sudah berusia 36 minggu dan
apabila jumlahnya mencapai 50% atau lebih, maka usia kehamilan 39 minggu
atau lebih.
b. Tromboplastin cairan amnion (ATCA). Hasil penelitian terdahulu berhasil
membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah.
Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada usia
kehamilan 41-42 minggu, ACTA berkisar antara 45-65 detik sedangkan pada usia
kehamilan >42 minggu, didapatkan ACTA <45 detik. Bila didapatkan ACTA
antara 42-46 detik, ini menunjukkan bahwa kehaminan sudah postterm.
c. Perbandingan kadar lesitin-spingomielin (L/S). Perbandingan kadar L/S
pada usia kehamilan sekitar 22-28 minggu adalah sama (1:1). Pada usia kehamilan
32 minggu, perbandingannya menjadi 1,2:1 dan pada kehamilan genap bulan
menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan kehamilan
postterm tetapi
untuk
dapat
mendiagnosis
tidak
ditemukannya
gerakan
nafas
membutuhkan waktu observasi yang panjang. Oleh sebab itu, untuk menilai
kesejahteraan janin, pemeriksaan gerakan nafas sering digabungkan dengan
pemeriksaan lain, misalnya pemeriksaan denyut jantung janin. (Cunningham, et al., 2010)
c. Pemeriksaan gerakan janin (fetal movements)
Aktivitas pasif janin tanpa rangsangan sebenarnya sudah mulai ada sejak
minggu ke-7 dan akan menjadi lebih kompleks serta terkoordinasi pada akhir
kehamilan. Bahkan setelah minggu ke-8 usia kehamilan, gerakan janin tidak
pernah berhenti dengan waktu lebih dari 13 menit. Namun demikian, ibu hamil
baru bisa merasakan pergerakan janin pertama kali sekitar usia kehamilan 18-20
minggu. Mula-mula gerakannya jarang, lemah, dan terkadang tidak dapat
dibedakan dengan sensasi abdomen lainnya seperti gerakan usus. (Cunningham, et al., 2010)
Antara minggu ke-20 sampai ke-30, gerakan tubuh umum menjadi lebih
teratur dan janin mulai memperlihatkan siklus istirahat-aktivitas. Pada trimester
ketiga, pematangan gerakan janin terus berlanjut sampai sekitar 36 minggu, saat
sikap tubuh normal telah terbentuk pada 80% janin. (Cunningham, et al., 2010)
Pergerakan rata-rata harian janin selama kehamilan bervariasi. Pada umur
kehamilan 20 minggu, pergerakan janin rata-rata adalah sekitar 200 gerakan per
12 jam. Pergerakan janin mencapai nilai maksimal sekitar minggu ke-32
kehamilan, yaitu 500 gerakan per 12 jam. Setelah itu, pergerakan menjadi
kurang dirasakan setelah minggu ke-36 karena janin tumbuh dan volume cairan
amnion berkurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berkurangnya aktivitas
pada kehamilan aterm mungkin juga disebabkan oleh pertambahan waktu tidur
janin seiring dengan makin maturnya janin. Keadaan ini merupakan hal yang
terjadi secara fisiologis pada trimester ke- tiga. (Cunningham, et al., 2010)
hingga
cm
atau
kurang,
maka
merupakan
indikasi
adanya
keberhasilan induksi persalainan. Lima faktor yang diperiksa adalah (1) dilatasi
serviks, (2) penipisan serviks/effacement, (3) konsistensi serviks, (4) posisi
serviks, dan (5) station dari bagian terbawah janin.
Tabel :Pelviks skor menurut Bishop. (Cunningham, et al., 2010)
yang dilarutkan dalam 1000 cc larutan Ringer laktat. Rejimen ini akan
menghasilkan kadar oksitosin 10-20 mU/mL. (Cunningham, et al., 2010) Terdapat berbagai
macam metode induksi dengan menggunakan drip oksitosin, baik yang
menggunakan dosis rendah maupun dosis tinggi.
Tabel :Rejimen drip induksi dengan oksitosin. (Cunningham, et al., 2010)
kontrol yang memiliki nilai AFI >5 cm. Menurut hasil penelitian didapatkan
bahwa risiko seksio sesarea atas indikasi gawat janin pada kelompok
oligohidramnion lebih tinggi 2 kali lipat. Selain itu, risiko janin dengan skor
APGAR 5 menit dibawah 7 pada kelompok ini lebih tinggi 5 kali lipat. Hasil
penelitian Divon dkk (1995) yang dikutip dari Cunningham et al, (2010) juga
menyatakan bahwa hanya ibu paturien postterm yang memiliki nilai AFI 5 cm
yang mengalami deselerasi denyut jantung janin dan aspirasi mekonium. (Cunningham,
et al., 2010)
Sebaliknya, Zhang dkk (2004) yang dikutip dari Cunningham et al., (2010)
melaporkan bahwa kondisi oligohidramnion dengan nilai AFI 5 cm tidak
berhubungan dengan kondisi perinatal yang buruk. Begitu juga dengan Magann
dkk (1999) yang tidak menemukan peningkatan risiko komplikasi intrapartum
pada kondisi oligohidramnion. (Cunningham, et al., 2010)
Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin
postterm sehingga setiap persalinan postterm harus dilakukan pengawasan ketat
dan sebaiknya dilaksanakan di Rumah Sakit dengan pelayanan operatif dan
neonatal yang memadai.
Menurut Mochtar, et al (2004) pengelolaan persalinan pada kehamilan
postterm mencakup:
a. Pemantauan yang baik terhadap kontraksi uterus dan kesejahteraan janin.
Pemakaian alat monitor janin secara kontinu sangat bermanfaat.
b. Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
c. Persiapan oksigen dan tindakan seksio sesarea bila sewaktu-waktu terjadi
kegawatan janin
d. Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah
neonatus dan penghisapan pada tenggorokan saat kepala lahir dilanjutkan
resusitasi sesuai prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur
mekonium.
e. Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas
BAB III
KESIMPULAN
Untuk mengetahui kehamilan lewat waktu atau tidak, maka penentuan usia
kehamilan penting diketahui. Bila ibu tidak mengetahui tanggal pertama haid
terakhirnya dalam siklus normal, maka penting untuk memperkirakan usia
kehamilan dengan bantuan pemeriksaan USG terutama trisemester I, apabila
peralatan USG tidak ada, dapat menggunakan pemeriksaan tinggi fundus uteri
serial.
Pada kasus kehamilan postterm sulit untuk menegakan secara pasti diagnosis
ini, oleh karena itu dapat kita curigai kehamilan postterm apabila ditemukan
gejala seperti gerakan janin yang jarang, insufisiensi plasenta, oligohidramnion
dan ditemukannya sindrom maturitas setelah bayi dilahirkan.
Penatalaksanaan kehamilan postterm tergantung dari keadaan ibu dan janin,
hal-hal yang harus diperhatikan adalah kepastian usia kehamilan, pembukaan
serviks, riwayat obstetrik dahulu ibu, perkembangan pertumbuhan janin. Penilaian
janin berdasarkan profil biofisik yaitu: (a) tes tanpa beban (non-stress test/NST),
(b) gerak nafas janin, (c) gerakan janin, (d) tonus janin, dan (e) volume cairan
amnion. Apabila keadaan janin baik dapat ditunggu dahulu, namun apabila
keadaan janin buruk atau membahayakan dapat dilakukan terminasi kehamilan
dengan cara induksi maupun operasi apabila dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
12. Puder K.S., Sokol R.J., 1995. Clinical use of Antepartum Fetal monitoring
techniques in:John J.Sciarra Gynecology and Obstetrics vol 2.edisi revisi.
Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia
13. Briscoe D., et al. 2005. Management of Pregnancy Beyond 40 Weeks
Gestation in: www.aafp.org/afp
14. Singal P., et al. 2001. Fetomaternal Outcome Following Postdate
Pregnancy-A
Prospective
Study
in:
www.journal-obgyn-
india.com/articles/issue_sep_oct2001/o_papers_89.asp