Anda di halaman 1dari 28

BAB I

SKENARIO 4

Bayiku Sayang

Keluarga bapak Suprihatin membawa bayi mereka yang berusia 2 hari ke UGD RS
UMP karena demam tinggi. Keluhan disertai sklera kuning, tangisannya terdengar merintih
dan tidak mau menyusu. Ibu Suprihatin melahirkan ditolong oleh dukun beranak karena jauh
dari bidan dan puskesmas. Riwayat kehamilan ibu Suprihatin tidak kontrol teratur ke bidan
atau dokter kandungan. Dari pemeriksaan bayi tampak lemah, ikterik dan pada umbilikus
tercium bau busuk dan warna kemerahan di sekitarnya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

SEVEN JUMPS

I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. bidan : seorang wanita yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai
dengan persyaratan yang berlaku dan diberi izin untuk praktek ( Peraturan RI.
No. 900/ Menkes IJK/ VII/200 tentang regulasi dan praktek bidan)

2. puskesmas : pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan


masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama ( Depkes, peraturan
PMK-No-75-2014 tentang Puskesmas )

3. Ikterik
Warna kekuningan pada tubuh yang berhubungan dengan bilirubin indirect
bilirubin direct. (Dorlan,2005)

4. Umbilikus
Jaringan parut yang menandai tempat perlekatan tali pusat pada janin.
(Kamus Dorland Edisi 29)

2
II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa bayi Bapak Suprihatin demam tinggi ?


2. Apa saja Terapi Non-Farmakologi untuk demam ?
3. Bagaimana kontrol kehamilan pada ibu hamil ?
4. Apa tujuan kontrol pada kehamilan ?
5. Apa penyebab bayi tidak mau menetek ?
6. Apa yang menyebabkan icterus pada skenaario ?
7. Bagaimana faktor resiko ikterus pada scenario ?
8. Mengapa umbilikus berwarna merah dan berbau busuk ?
9. Apa saja faktor yang menyebabkan infeksi pada umbilikus ?

3
III. ANALISIS MASALAH

1. Penyebab demam pada anak

Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara
lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia,
sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media,
infeksi saluran kemih, dan lain-lain (Graneto, 2010). Selain itu anak-anak juga
dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi
selama ±1-10 hari Risiko antara anak dengan terjadinya demam akut terhadap
suatu penyakit serius bervariasi tergantung usia anak. Pada umur tiga bulan
pertama, bayi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi bakteri
yang serius dibandingkan dengan bayi dengan usia lebih tua. Demam yang
terjadi pada anak pada umumnya adalah demam yang disebabkan oleh infeksi
virus. Akan tetapi infeksi bakteri yang serius dapat juga terjadi pada anak dan
menimbulkan gejala demam seperti bakteremia, infeksi saluran kemih,
pneumonia, meningitis, dan osteomyelitis (Jenson & Baltimore, 2007).

2. Terapi Non-farmakologi untuk demam


a. pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan
istirahat yang cukup.
b. tidak memberi penderita pakaian panas yang berlebihan ketika menggigil.
tetapi memberi satu lapis selimut yang membuat penderita nyaman dan
hangat.
c. memberi kompres dengan air hangat. jangan memberi kompres dengan air
dingin karena menyebabkan keadaan semakin menggigil.
(Kaheshiro & Zieve, 2010)

3. Kontorl kehamilan
Banyak factor yang bisa menyebabkan infeksi pada bayi baru lahir. Control
yang tidak teratur dapat menyebabkan kelainan yang seharusnya bisa dideteksi
dari awal akan ditangani agar tidak berkelanjutan jadi tidak bisa ditangani.
Factor yang mempengaruhi kelainan pada bayi:
a. Usia ibu hamil

4
- Dibawah 16 tahun
Perkembangan organ reproduksi dan fungsinya belum optimal.
Emosi dan kejiwaan juga belum cukup matang. Sehingga saat
kehamilan belum dapat menanggapi kehamilan secara sempurna,
sering terjadi komplikasi. Semakin muda usia ibu, factor resiko
BBLLR, BKB dan perdarahan semakin tinggi.
- Diatas 35 tahun
Sering muncul penyakit seperti hipertensi, tumor ganas dan lain-
lain. Kesulitan dan factor resiko yang sering terjadi adalah ketuban
pecah dini, preklampsia dan BBLR.

b. Jarak kehamilan / kelahiran


Jarak ideal untuk melahirkan dan hamil lagi adalah 2 tahun atau lebih.
Karena jarak yang pendek akan menyebabkan ibu belum pulih kondisinya
setelah melahirkan.

c. Paritas (jumlah kehamilan, keguguran dan kelahiran)


Paritas tinggi (3 anak) menyebabkan keadaan kesehatan turun, sering
anemia dan perdarahan jalan lahir.

d. Status gizi ibu


Akan mempengaruhi pertumbuhan janin yang dikandung

4. Tujuan control kehamilan

Tujuan utama kontrol pada masa kehamilan adalah untuk memberikan


kesehatan maksimal bagi calon ibu dan bayinya. Ada pula perawatan fisik dan
mental pada masa kehamilan sebelum melahirkan yang disebut antepartum care
yang bertujuan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang kurang baik bagi ibu
dan anaknya.

Tujuan antepartum care:

- Untuk Ibu
a. Mengurangi resiko terjadinya penyakit-penyakit masa antepartum

5
b. Mempertahankan kesehatan ibu selama mengandung
c. Mempersiapkan kondisi ibu agar persalinan berjalan lancer
d. Mengupayakan kesehatan ibu agar optimal pasca persalinan
e. Mengupayakan ibu mampu memenuhi kebutuhan janin

- Untuk Anak
a. Mengurangi resiko terjadinya prematuritas
b. Mengurangi resiko terjadinya kelahiran mati
c. Mengurangi resiko kematian neonatal
d. Mengupayakan bayi dalam kesehatan optimal

5. Penyebab bayi tidak mau netek

a. Kesulitan minum karena masalah menghisap


Pada saat pertama kali bayi menghisap dengan baik dan kuat pada saat
lahir kemudian akan berubah menjadi malas minum. Mungkin tidak dapat
menarik dengan kuat atau tidak dapat membuat lekatan kuat dengan putting
susu pada saat menetek.
b. Sesudah hari pertama dan selanjutnya, setiap 3-4 jam bayi akan memperlihatkan
gejala lapar dengan menghisap jari atau mengais. Bayi sakit akan menolak
untuk minum. Bayi yang tidur terus dan malas minum mungkin bayi tersebut
sakit.
c. Meludah atau menyemburkan susu sesudah minum, disebabkan karena otot
spinchter antara perut dan oesophagus masih lemah dan imatur.
d. Masalah minum dapat merupakan tanda kondisi lain dan dapat menyebabkan
sakit serius.

6. Penyebab icterus pada scenario


Metabolisme bilirubin bayi lahir berada dalam transisi dari stadium janin yang
selama waktu tersebut plasenta merupakan tempat utama eliminasi bilirubin yang
larut lemak, ke stadium dewasa, yang selama waktu tersebut bentuk bilirubin
terkonjugasi yang larut air disekresikan dari sel hati kedalam sistem biliaris dan
kemudian ke saluran pencernaan.

6
Macam ikterus:
a. Ikterus Fisiologis (Ikterus Neonatorum)
Kadar bilirubin dalam serum tali pusat yang bereaksi indirek adalah 1-3 mg/dL
dan naik dengan kecepatan <5mg/dL/24 jam. Sehingga ikterus dapat dilihat
pada hari keddua sampai hari ketiga. Biasanya puncak hari ke 2 dan ke 4 dengan
kadar 5-6 mg/dL dan kemudian akan menurun sampai dibawah 2 mg/dL antara
umur ke5 dan ke7. Penyebabnya kerna kenaikan produksi bilirubin pasca
pemecahan sel darah merah janin dikombinasi dengan keterbatasan sementara
konjugasi bilirubin oleh hati karena hati belum matur.
Faktor resiko mengalami hiperbilirubinemia indirek:
- Diabetes pada ibu
- Reas (Cina, Jepang, Korea dan Amerika asli)
- Prematuritas
- Obat-obatan (Vitamin K3 dan Novobiosin)
- Polisitemia
- Jenis kelamin laki-laki
- Trisomi 21
- Pemberian ASI

Bayi prematur akan mencapai piuncak pada hari ke-4 dan hari ke-7

b. Ikterus Patologis
Dianggap patologis bila waktu pemunculannya, lamanya atau pola kadar
bilirubin serum yang ditentukan berbeda dengan pola ikterus fisiologisnya,
atau jika perjalanannya sesuai dengan ikterus fisiologis namun ada alasan lain
untuk mencurigai bahwa bayi punya resiko khusus terhadap neurotoksisitas
dari bilirubin tak terkonjugasi.
Manifestasi klinisnya:
- Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
- Peningkatan kadar bilirubin >5 mg%/hari.
- Menetap setelah 8 hariuntuk bayi cukup bulan dan 14 hari untuk
bayi prematur.
- Ikterus yang berhubungan dengan proses hemolitik, infeksi atai
keadaan patologik lain yang telah diketahui.

7
c. Ikterus terkait pemberian ASI
Sekitar 1:200 bayi cukup bulan yang menyusu ASI terdapat kenaikan tak
bermakna dari bilirubin tak terkonjugasi antara umur 4 dan 7 hari. Mencapai
kadar maksimal 10-30 mg/dL selamaminggu ke 2 sampai mingu ke 3. Jika
pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia secara bertahap menurun dan
kemudian menetap selama 3-10 minggu. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar
bilirubin serum turun dengan cepat. Penghentian ASI selama 1-2 hari dan
penggantian ASI dengan susu formula mengakibatkan penurunan bilirubin
serum yang cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi.
Frekuensi menyusui yang sering yaitu >10/24 jam, rooming in, menyusui pada
malam hari, dan menghindari penambahan dekstrose 5 % atau air dapat
mengurangi insidens ikterus awal karena ASI.

d. Kernikterus
Sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel
otak. Bilirubin indirek yang larut dalam lemak dapat melewati sawar darah
otak dan masuk ke otak degan cara difusi apabila kapasitas albumin untuk
mengikat bilirubin dan protein plasma lainnya, terlampaui. Bayi yang prematur
lebih rentan terhadap kernikterus. Gejalanya muncul pada hari ke 2-5 setelah
lahir pada bayi cukup bulan dan paling lambat hari ke 7 pada bayi prematur.
Manifestasi klinis:
- Lesu, nafsu makan jelek
- Ilang refleks moro
- Bayi tampak sangat sakit, tidak berdaya
- Refleks tendon negatif
- Tangisan melengking

e. Breastfeeding jaundice
Dapat terjadi pada bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif.
Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau
ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan
pengobatan.

8
f. Ikterus ASI (breastmilk jaundice)
Berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan
biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya bergantung pada
kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang mengancam jiwa
dan timbul setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus
fisiologis yaitu 3-12 minggu. Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada
kasus ketidakcocokan golongan darah (inkompatibilitas ABO) dan rhesus
(inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu akan memproduksi antibodi
yang akan menyerang sel darah merah janin sehingga akan menyebabkan
pecahnya sel darah merah sehingga akan meningkatkan pelepasan bilirubin
dari sel darah merah.

g. Sefalhematom
Dapat timbul dalam proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan
darah beku di bawah kulit kepala. Secara alamiah tubuh akan menghancurkan
bekuan ini sehingga bilirubin juga akan keluar yang mungkin saja terlalu
banyak untuk dapat ditangani oleh hati sehingga timbul kuning

7. Factor resiko penyebab icterus


Faktor maternal
- rasa tau kelompok etnik tertentu
- komplikasi kehamilan (diabetes mellitus)
- penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik

Faktor perinatal

- trauma lahir (sefalohematom, ekimosis)


- infeksi (bakteri, virus, protozoa)

Faktor neonatus
- prematuritas
- factor genetic
- polisitemia
- obat (streptomisin, sulfisoxazol, kloramfenikol)

9
- rendahnya asupan ASI
- hipoglikemia
- hipoalbuminea

8. Mengapa umbilicus berwarna merah dan bau busuk


Berdasarkan scenario kemungkinan bayi menderita infeksi. Bila ada bakteremia,
viremia dan parasitemia tidak diobati akan terjadi renjatan sindrom resopn
inflamasi sistemik (SIRS), sepsis, sepsis berat, renjatan sepsis dan sindrom
disfungsi multi organ.
Sepsis adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasive dan ditandai dengan
ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh sperti darah, cairan sumsum tulang
atau air kemih.
- Sepsis Neonatal
a. Sepsis Awitan Dini
Terjadi pada hari-hari pertama, sekitar umur kurang dari 3 hari.
Infeksinya terjadi secara vertical karena penyakit yang diderita
ibu, kemudian akan ditularkan kepada anak yang
dikandungnya.
b. Sepsis Awitan Lambat.
Terjadi setelah hari ke 3 lahir. Kuman yang masuk berasal dari
lingkungan disekitar bayi. Kelompok infeksi ini yang sering
terjadi pada bayi yaituinfeksi nosokomial. Merupakan infeksi
yang disebabkan karena kontaminasi barang-barang yang
aseptis.
- Etiologi
Sebagian besar kuman adalah kuman gram ngatif berupa kuman
enteric. Contohnya yaitu Staphylococcus aureus, Klebsiella so,
Enterobacter sp dan Candida sp.
- Factor resiko sepsis
a. Riwayat kehamilan
Berupa infeksi pada ibu selama kehamilan (TORCH), ibu
dengan eeklampsia, ibu dengan Diabetes Melitus dan ibu
dengan penyakit bawaan.

10
b. Riwayat Kelahiran
Berupa persalinan yang lama, persalinan dengan tindakan
(ekstraksi cunam/vakum, dan cession sessaria), ketuban pecah
dini dan air ketuban yang hijau dan kental.
c. Riwayat baryi baru lahir
Biasanya terjadi karena trauma lahir, lahir kurang bulan, bayi
kurang cairan dan kalor, hipotermia pada bayi, asfeksi neonatal
dan prosedur invasive (kateterisasi umbilicus)

- Pathogenesis
SIRS dengan penyebab apapun menunjukkan 3 tahapan
patofisiologisnya
Tahap 1: pembentukan sitokin karena respon inflamasi &
rekrutmen system RES
Tahap 2: Pelepasan sitokin ke sirkulasi yang akan merangsang
pembentukan factor pertumbuhan dan makrofag dan rombosit.
Tahap 3: jika tidak terjadi homeostasis maka akan terjadi aktivasi
system humoral dan RES kemudian akan terjadi gangguan system
sirkulasi dan disfungsi organ.
Produk bakteri gram negative biasanya berupa endotoksin,
sedangkan gram positif yaitu kompleks asam lipoteikoik
pepyidoglikan. Renjatan sepsis disebabkan oleh endotoksin.

- Manifestasi klinis
Panas menggigil, hiperventilasi, takikardi, hipotermi, ptekie,
sianosis, oliguria dan ikterus.
SIRS ditetapkan atas dasar adanya 2 atau lebih gejala berupa:
a. Suhu >38oC atau <36oC
b. Denyut jantung >90 menit
c. RR > 20 kali/menit
d. Hitung leukosit > 12.000/ml atau <4000/ml

- Terapi
11
Sebelum diperoleh hasil biakan dan uji sensitivitas anak diberi
antibiotic dengan spectrum luas, sefalosporin generasi ke 3
(cefotaksime) atau gabungan aminoglikosida dan penisilin yang
poten.
Pengobatan tambahan:
a. Pemberian Intravenous Imunoglobulin (IVIG)
Untuk meningkatkan antibody serta memperbaiki fagositosis
dan kemotaksis sel darah putih.
b. Pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP)
Digunakan untuk mengatasi gangguan koagulasi yang diderita
pasien.
c. Transfusi Tukar
Digunakan untuk mengurangi toksin, memperbaiki fungsi
perifer da pulmonal dan memperbaiki system imun.

9. Factor penyebab infeksi umbilicus


a. Faktor kuman
Staphylococcus aereus ada dimana-mana dan didapat pada masa awal
kehidupan hampir semua bayi, saat lahir atau selama masa perawatan.
Biasanya Staphylococcus aereus sering dijumpai pada kulit, saluran
pernafasan, dan saluran cerna terkolonisasi. Untuk pencegahan terjadinya
infeksi tali pusat sebaiknya tali pusat tetap dijaga kebersihannya, upayakan
tali pusat agar tetap kering dan bersih, pada saat memandikan di minggu
pertama sebaiknya jangan merendam bayi langsung ke dalam air mandinya
karena akanmenyebabkan basahnya tali pusat dan memperlambat proses
pengeringan tali pusat. Dan masih banyak penyebab lain yang dapat
memperbesar peluang terjadinya infeksi pada tali pusat seperti penolong
persalinan yang kurang menjaga kebersihan terutama pada alat-alat yang
digunakan pada saat menolong persalinan dankhususnya pada saat
pemotongan tali pusat. Biasakan mencuci tangan untuk pencegahan
terjadinya infeksi (Danuatmadja, 2003).
b. Proses persalinan

12
Persalinan yang tidak sehat atau yang dibantu oleh tenaga non medis.
Kematian bayi yang diakibatkan oleh tetanus ini terjadi saat pertolongan
persalinan oleh dukun pandai, terjadi pada saat memotong tali pusat
menggunakan alat yang tidak steril dan tidak diberikan obat antiseptik.
c. Faktor tradisi
Untuk perawatan tali pusat juga tidak lepas dari masih adanya tradisi
yang berlaku di sebagian masyarakat misalnya dengan memberikan berbagai
ramuan-ramuan atau serbuk-serbuk yang dipercaya bisa membantu
mempercepat kering dan lepasnya potongan tali pusat. Ada yang mengatakan
tali pusat bayi itu harus diberi abu-abu pandangan seperti inilah yang
seharusnya tidak boleh dilakukan karena justru dengan diberikannya berbagai
ramuan tersebut kemungkinan terjangkitnya tetanus lebih besar biasanya
penyakit tetanus neonatorum ini cepat menyerang bayi, (Mieke, 2006).

13
IV. Kerangka Konsep

Bayi umur 2 tahun

Melahirkan di dukun
Tidak pernah kontrol
bayi

Pertumbuhan dan
perkambangan janin Alat-alat tidak bersih
tidak terdeteksi

Infeksi tali pusat

Sclera kuning (Ikterus) Tangisan terdengar


Tidak mau menyusu
merintih

14
Infeksi sudah ke
Tidak ada tenaga
saluran pencernaan

V. LEARNING OBJECTIVES
1. Bagaimana penggolongan infeksi pada neonatus ?
2. Bagaimana gaambaran klinis infeksi berat pada neonatus menurut WHO
2003?
3. All about penyakit infeksi umbilicus dan sepsis neonatus pada bayi baru lahir?
4. Apa penatalaksanaan infekssi pada bayi baaru lahir ?
5. Apa saja macam-macam ikterus pada neonatus beserta penyebabnya ?
6. Bagaimana fisiologi dan patofisiologi bilirubin pada bayi baru lahir ?
7. Apa penatalaksanaan ikterik pada bayi baru lahir ?

VI. BELAJAR MANDIRI

15
VII. BERBAGI INFORMASI
1. Penggolongan infeksi pada neonatus
Janin atau bayi baru lahir terinfeksi melalui jalan transplasenta, dari
kontaminasi cairan amnion, atau dari aspirasi atau penelanan sekret vagina. Pecahnya
kulit atau penghalang membran mukosa melalui monitor janin, kateter vaskuler,
pengiridan tali pusat, pembedahan dan enterokokus nekrotikans merupakan jalan
masuk lain untuk mikroorganisme.
Penggolongan infeksi pada neonatus:
a) Infeksi transplasenta (Prenatal)
Infeksi yang dapat ditularkan adalah sifilis, Borrelia, Rubella, CMV, HIV dan
TBC. Infeksi yang didapat dalam uterus bisa mengakibatkan resorbsi embrio, aborsi,
lahir mati, malformasi kongenital, prematur dan lain-lain.
b) Infeksi Perinatal
Infeksi perinatal didapat secara vertikal dari ibu ke bayi baru lahir. Organisme
dapat berupa bakteri yang membentuk koloni pada saluran lahir, seperti Streptococcus
Grup B, Gonokokkus, E. Coli. Sepsis mikroba lain seperti enterokokkus dan herpes
simplex bisa didapat dengan cara yang sama. Transfusi ibu-janin pada saat lahir
merupakan mekanisme penularan yang biasa pada virus HB dan HIV.
c) Infeksi Pascalahir
Didapat setelah lahir selama 28 hari pertama. Namun infeksi serupa juga
terlihat pada bayi, terutama bayi prematur, selama usia beberapa bulan pertama.
d) Infeksi Nosokomial
Infeksi yang didapat dirumah sakit misalnya dari peralatan yang
terkontaminasi. Infeksi nosokomial relatif tidak umum pada bayi normal yang cukup
bulan. Frekuensinya berkisar 0,5%-1,7% dari semua bayi cukup bulan. Biasanya
melibatkan kulit dan disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Candida sp.

16
Infeksi nosokomial pada BBLR di unit perawatan intensif neonatus lebih tinggi
resikonya daripada tempat lain di dalam rumah sakit, dan berkisar antara 20-33%,
insidens ini meningkat sehubungan dengan lamanya rawat inap di rumah sakit dan
umur kehamilan yang lebih rendah.

2. Gambaran klinis infeksi berat menurut WHO

Penelitian WHO yang dipublikasikan tahun 2003, mengidentifikasikan


sembilan gambaran klinis yang bisa memprediksi infeksi bakteri berat pada neonatus,
yaitu:
a) Malas minum
b) Letargi atau malas bergerak
c) Suhu tubuh> 38oC
d) CRT memanjang (> 3 detik)
e) Tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam
f) Frekuensi nafas > 60 kali /menit
g) Merintih
h) Sianosis
i) Kejang
Gejala Klinik Spesifik:
 Keadaan Umum : Malas  minum, tidak bugar, hipotermi/hipertermi, sklerema,
edema
 Sistem Susunan Saraf : Pusat Hipotoni, iritabel, kejang, letargi, tremor, ubun-
ubun,cembung
 Sistem Saluran Nafas : Pernafasan tidak teratur, apnea, takipnea, (>60x/mnt),
sesak nafas, sianosis
 Sistem Kardiovaskular : Takikardi (>160x/mnt), akral dingin, syok
 Sistem Saluran Pencernaan : Mencret, muntah, perut kembung
 Sistem Hematologi : Kuning, pucat, splenomegali, ptekie, purpura,
pendarahan

17
3. Penyakit infeksi umbilikus dan sepsis neonatus
1) Infeksi tali pusat
 Etiologi
Infeksi  tali  pusat  adalah  suatu  penyakit  toksemik   akut  yang disebabkan  oleh
Clostridium tetani dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan
kesadaran (Mieke, 2006). Merupakan hasil dari klostrodium tetani (Kapita Selekta, 2000)
bersifat anaerob, berbentuk spora selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan
toksin yang dapat mengahancurkan sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan
tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan
ketegangan dan spasme otot. (Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
 Klasifikasi
a. Infeksi tali pusat lokal atau terbatas
Jika tali pusat bengkak, mengeluarkan nanah, atau berbau busuk, dan di  sekitar tali
pusat kemerahan dan pembengkakan terbatas pada  daerah kuang dari 1 cm  di sekitar 
pangkal tali pusat  lokal  atau terbatas.
b. Infeksi tali pusat meluas atau berat.
Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm atau kulit di
sekitar tali pusat bayi mengeras dan memerah serta bayi mengalami pembengkakan
perut, disebut sebagai infeksi tali pusat berat atau meluas.
 Manifestasi klinis
Bayi yang terinfeksi tali pusatnya, pada tempat tersebut biasanya akan  mengeluarkan
nanah dan pada bagian sekitar pangkal tali pusat akan terlihat merah dan  dapat  disertai
dengan  edema.  Pada keadaan yang berat infeksi dapat  menjalar ke hati (hepar) melalui
ligamentum falsiforme dan menyebabkan abses  yang berlipat ganda. Pada
keadaan menahun dapat terjadi  granuloma  pada  umbilikus  (Prawirohardjo, 2002). Jika
tali  pusat  bayi  bernanah  atau  bertambah  bau,  berwarna merah, panas, bengkak, dan
ada area lembut di sekitar dasar tali pusat seukuran uang  logam seratus rupiah, ini
merupakan tanda infeksi tali pusat (Sean, 2004).
 Penanganan
a) Biasakan  untuk  selalu  mencuci  tangan  sebelum  memegang atau
membersihkan tali pusat, untuk mencegah berpindahnya kuman dari tangan.

18
b) Bersihkan        tali       pusat    menggunakan  larutan antiseptik (misalnya
klorheksidin atau  iodium  povidon  2,5%)  dengan kain kassa yang bersih.
c) Olesi   tali   pusat   pada   daerah   sekitarnya   dengan   larutan antiseptik
(misalnya gentian violet 0,5% atau iodium povidon 2,5%) delapan kali sehari
sampai tidak ada nanah lagi pada tali  pusat.   Anjurkan  Ibu  melakukan  ini
kapan  saja  bila memungkinkan.
d) Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm, obati
seperti infeksi tali pusat berat atau meluas.

4. Penatalaksanaan infeksi pada neonatus


 Pemberian antibiotika secara empiris
Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen infeksi
neonatal. Sehubungan dengan itu, pemberian antibiotika secara empiris harus
dilakukan cepat untuk menghindari berlanjutnya infeksi. Pemberian
antibiotika secara empiris tersebut harus memperhatikan pola kuman
penyebab. Selain itu, resistensi kuman harus diperhatikan juga. Segera setelah
didapatkan hasil kultur darah, jenis antibiotika yang dipakai disesuaikan
dengan kuman penyebab dan resistensiya, Lamanya pengobatan sangat
bergantung kepada jenis kuman penyebab. Pada penderita yang disebabkan
oleh kuman Gram Positif, pemberian antibiotik dianjurkan selama 10-14 hari
sedangkan kuman Gram Negatif diteruskan sampai 2-3 minggu.
 Pemberian immunoglobulin secara intravena; bertujuan untuk memperbaiki
antibodi memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih.
 Pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP); bertujuan untuk mengatasi gangguan
koagulasi.
 Tindakan transfusi tukar; bertujuan untuk mengeluarkan/mengurangi toksin
atau produk bakteri serta mediator penyebab sepsis, memperbaiki perfusi
perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah dan
memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrophil.
(Sumber: Kosim, M. Sholeh, dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI)

5. Macam ikterus pada neonatus

19
Metabolisme bilirubin bayi lahir berada dalam transisi dari stadium janin yang
selama waktu tersebut plasenta merupakan tempat utama eliminasi bilirubin yang
larut lemak, ke stadium dewasa, yang selama waktu tersebut bentuk bilirubin
terkonjugasi yang larut air disekresikan dari sel hati kedalam sistem biliaris dan
kemudian ke saluran pencernaan.
Macam ikterus:
a. Ikterus Fisiologis (Ikterus Neonatorum)
Kadar bilirubin dalam serum tali pusat yang bereaksi indirek adalah 1-3
mg/dL dan naik dengan kecepatan <5mg/dL/24 jam. Sehingga ikterus
dapat dilihat pada hari keddua sampai hari ketiga. Biasanya puncak hari ke
2 dan ke 4 dengan kadar 5-6 mg/dL dan kemudian akan menurun sampai
dibawah 2 mg/dL antara umur ke5 dan ke7. Penyebabnya kerna kenaikan
produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasi
dengan keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati karena hati
belum matur.
Faktor resiko mengalami hiperbilirubinemia indirek:
h. Diabetes pada ibu
i. Reas (Cina, Jepang, Korea dan Amerika asli)
j. Prematuritas
k. Obat-obatan (Vitamin K3 dan Novobiosin)
l. Polisitemia
m. Jenis kelamin laki-laki
n. Trisomi 21
o. Pemberian ASI

Bayi prematur akan mencapai piuncak pada hari ke-4 dan hari ke-7

b. Ikterus Patologis
Dianggap patologis bila waktu pemunculannya, lamanya atau pola kadar
bilirubin serum yang ditentukan berbeda dengan pola ikterus fisiologisnya,
atau jika perjalanannya sesuai dengan ikterus fisiologis namun ada alasan
lain untuk mencurigai bahwa bayi punya resiko khusus terhadap
neurotoksisitas dari bilirubin tak terkonjugasi.
Manifestasi klinisnya:
p. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

20
q. Peningkatan kadar bilirubin >5 mg%/hari.
r. Menetap setelah 8 hariuntuk bayi cukup bulan dan 14 hari untuk bayi
prematur.
s. Ikterus yang berhubungan dengan proses hemolitik, infeksi atai keadaan
patologik lain yang telah diketahui.
c. Ikterus terkait pemberian ASI
Sekitar 1:200 bayi cukup bulan yang menyusu ASI terdapat kenaikan tak
bermakna dari bilirubin tak terkonjugasi antara umur 4 dan 7 hari.
Mencapai kadar maksimal 10-30 mg/dL selamaminggu ke 2 sampai mingu
ke 3. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia secara bertahap
menurun dan kemudian menetap selama 3-10 minggu. Jika pemberian ASI
dihentikan, kadar bilirubin serum turun dengan cepat. Penghentian ASI
selama 1-2 hari dan penggantian ASI dengan susu formula mengakibatkan
penurunan bilirubin serum yang cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat
dimulai lagi.
Frekuensi menyusui yang sering yaitu >10/24 jam, rooming in, menyusui
pada malam hari, dan menghindari penambahan dekstrose 5 % atau air
dapat mengurangi insidens ikterus awal karena ASI.
d. Kernikterus
Sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di
dalam sel otak. Bilirubin indirek yang larut dalam lemak dapat melewati
sawar darah otak dan masuk ke otak degan cara difusi apabila kapasitas
albumin untuk mengikat bilirubin dan protein plasma lainnya, terlampaui.
Bayi yang prematur lebih rentan terhadap kernikterus. Gejalanya muncul
pada hari ke 2-5 setelah lahir pada bayi cukup bulan dan paling lambat hari
ke 7 pada bayi prematur.
Manifestasi klinis:
t. Lesu, nafsu makan jelek
u. Ilang refleks moro
v. Bayi tampak sangat sakit, tidak berdaya
w. Refleks tendon negatif
x. Tangisan melengking

6. Fisiologi dan patofisiologi ikterus pada neonates

21
1. Penatalaksanaan ikterus pada BBL
a) Pemberian immunoglobulin secara intravena pada bayi dengan Rh yang
berat dan inkompabilitas ABO; bertujuan untuk menekan hemolisis
isoimun dan menurunkan tindakan transfusi tukar
b) Fenobarbital; meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin namun tidak
dianjurkan bagi bayi baru lahir
c) Metalloprotoporphyrin; merupakan inhibitor kompetitif enzim heme
oksigenase dan bertujuan untuk mencegah heme dikatabolisme dan
diekskresikan secara utuh di empedu
d) Tin-protoporphyrin dan tin-mesoporphyrin; bertujuan untuk menurunkan
kadar bilirubin serum
e) Terapi
Lakukan fototerapi intensif dan atau transfuse tukar sesuai indikasi
a. Lakukan pemeriksaan laboratorium
1) Bilirubin total dan direct
2) Golongan darah (ABO, Rh)
3) Test antibody direct (Coombs)
4) Serum albumin
5) Pemeriksaan darah tepi lengan dengan hitung jenis dan
morfologi
6) Jumlah retikulosit
7) ETCO (bila tersedia)
8) G6PD (bila terdapat kecurigaan (berdasarkan jenis etnis
dan geografis) atau respon terhadap fototerapi kurang)
9) Urinalisis
10) Bila anamnesis dan atau tampilan klinis menunjukkan
kemungkinan sepsis lakukan pemeriksaan kultur darah,
urin, dan liquor untuk protein, glukosa, hitung sel, dan
kultur.
b. Tindakan
1) Bila bilirubin total ≥ 25 mg atau ≥ 20 mg pada bayi sakit
atau bayi ≤ 38 minggu, lakukan pemeriksan golongan

22
darah dan cross match pada pasien yang akan
direncanakan transfusi ganti
2) Pada bayi dengan penyakit otoimun hemolitik dan kadar
bilirubin total meningkat walau telah dilakukan fototerapi
intensif atau dalam 2-3 mg/dL kadar transfusi ganti,
berikan immunoglobulin intravena 0,5-1 g/kg selama 2
jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian.
3) Pada bayi yang mengalami penurunan berat badan lebih
dari 12% atau secara klinis atau bukti secara biokimia
menunjukan tanda dehidrasi , dianjurkan pemberian susu
formula atau ASI tambahan.
c. Pada bayi mendapat fototerapi intensif
1) Pemberian minum dilakukan setiap 2-3 jam
2) Bila bilirubin total ≥ 25 mg/dL, pemeriksaan ulangan
dilakukan dalam 2-3 jam
3) Bila bilirubin total 20-25 mg/dL, pemeriksaan ulangan
dilakukan dalam 3-4 jam, bila < 20 mg/dL diulang dalam
4-6 jam. Jika bilirubin total terus turun periksa ulang
dalam 8-12 jam.
4) Bila kadar bilirubin total tidak turun atau malah
mendekati kadar transfuse tukar atau perbandingan
bilirubin total dengan albumin (TSB/albumin) meningkat
mendekati angka untuk transfuse tukar maka lakukan
transfuse ganti.
5) Bila kadar bilirubin 13-14 mg/dL fototerapi dihentikan.
( Kosim, M. Sholeh, dkk. 2012)

7. Penatalaksanaan ikterus pada neonatus

23
 Pemberian immunoglobulin secara intravena pada bayi dengan Rh yang berat
dan inkompabilitas ABO; bertujuan untuk menekan hemolisis isoimun dan
menurunkan tindakan transfusi tukar
 Fenobarbital; meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin namun tidak
dianjurkan bagi bayi baru lahir
 Metalloprotoporphyrin; merupakan inhibitor kompetitif enzim heme
oksigenase dan bertujuan untuk mencegah heme dikatabolisme dan
diekskresikan secara utuh di empedu
 Tin-protoporphyrin dan tin-mesoporphyrin; bertujuan untuk menurunkan
kadar bilirubin serum
 Terapi
Lakukan fototerapi intensif dan atau transfusi tukar sesuai indikasi
d. Lakukan pemeriksaan laboratorium
 Bilirubin total dan direct
 Golongan darah (ABO, Rh)
 Test antibody direct (Coombs)
 Serum albumin
 Pemeriksaan darah tepi lengan dengan hitung jenis dan morfologi
 Jumlah retikulosit
 ETCO (bila tersedia)
 G6PD (bila terdapat kecurigaan (berdasarkan jenis etnis dan geografis) atau
respon terhadap fototerapi kurang)
 Urinalisis
 Bila anamnesis dan atau tampilan klinis menunjukkan kemungkinan sepsis
lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, dan liquor untuk protein, glukosa,
hitung sel, dan kultur.
e. Tindakan
 Bila bilirubin total ≥ 25 mg atau ≥ 20 mg pada bayi sakit atau bayi ≤ 38
minggu, lakukan pemeriksan golongan darah dan cross match pada pasien
yang akan direncanakan transfusi ganti
 Pada bayi dengan penyakit otoimun hemolitik dan kadar bilirubin total
meningkat walau telah dilakukan fototerapi intensif atau dalam 2-3 mg/dL

24
kadar transfusi ganti, berikan immunoglobulin intravena 0,5-1 g/kg selama 2
jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian.
 Pada bayi yang mengalami penurunan berat badan lebih dari 12% atau secara
klinis atau bukti secara biokimia menunjukan tanda dehidrasi , dianjurkan
pemberian susu formula atau ASI tambahan.
f. Pada bayi mendapat foto terapi intensif
 Pemberian minum dilakukan setiap 2-3 jam
 Bila bilirubin total ≥ 25 mg/dL, pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 2-3 jam
 Bila bilirubin total 20-25 mg/dL, pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 3-4
jam, bila < 20 mg/dL diulang dalam 4-6 jam. Jika bilirubin total terus turun
periksa ulang dalam 8-12 jam.
 Bila kadar bilirubin total tidak turun atau malah mendekati kadar transfusi
tukar atau perbandingan bilirubin total dengan albumin (TSB/albumin)
meningkat mendekati angka untuk transfusi tukar maka lakukan transfusi
ganti.
 Bila kadar bilirubin 13-14 mg/dL fototerapi dihentikan
(Sumber: Kosim, M. Sholeh, dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi Edisi
Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI)

25
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan

Dalam skenario 4 ini, dibahas tentang infeksi yang terjadi pada neonatus. Infeksi
pada neonatus banyak penyebabnya seperti faktor antenatal yaitu saat bayi berada dalam
kandungan ibu maka kuman dari ibu akan langsung berpindah pada bayi melalui plasenta.
Lalu faktor intranatal saat persalinan, saat persalinan maka bayi akan melewati vagina
sang ibu dari situlah bayi mendapat infeksi yang biasanya melalui kulit karena kulit bayi
masih sangat tipis. Lalu yang terakhir adalah faktor pascanatal yaitu yang terjadi saat bayi
sudah diluar yang biasanya karena kuman nosocomial.

Dalam skenario pasien ini mengalami infeksi talipusat berdasarkan ciri-ciri yang
ada seperti umbilicus tercium bau busuk dan warna kemerahan di kulit sekitarnya. Ciri-
ciri infeksi umbilicus salah satunya adalah ikterus. Ikterus pada neonatus dapat dibagi
menjadi dua yaitu icterus fisiologis dan ikterus patologis. Ikterus fisiologis biasanya
terjadi pada hari 2-4 yang dikarenakan karena hati bayi belum bisa bekerja dengan baik.
Dan yang patologis dikarenakan suatu penyakit.

b. Saran

Dalam kelompok ini, tutorial sudah semakin bagus, hanya saja masih ada
beberapa anak yang terlihat pasif. Untuk pencarian sumber sudah lengkap. Disini peran
sang ketua sangat penting.

26
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI,
Jakarta.

Cunningham, G.F. 2000. Obstetri Williams. Edisi 20. Jakarta : EGC.

Graneto, J.W., 2010. Pediatric Fever. Chicago College of Osteopathic Medicine of


Midwestern University.

Jenson, H.B., and Baltimore, R.S., 2007. Infectious Disease: Fever without a focus. In:
Kliegman, R.M., Marcdante, K.J., Jenson, H.B., and Behrman, R.E., ed. Nelson
Essentials of Pediatrics. 5th ed. New York: Elsevier.

Kosim, M. Sholeh, dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.

Marcdante, Karen J., Robert M. Kliegman. 2011. Nelson Essentials of Pediatrics 6th Edition.
Canada: Saunders Elsevier

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional Maternal dan Neonatal. Jakarta:
JPNKR-POGI.

Wirakusumah, Firman F. 2011. Obstetri Fisiologi; Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi ke-2.
Jakarta: EGC

Wong, Donna L. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. 2003

27
28

Anda mungkin juga menyukai