Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Dermatitis statis merupakan suatu kondisi peradangan pada kulit tungkai bawah
yang disebabkan insufisiensi dan hipertensi pembuluh darah vena yang bersifat kronis.
Dermatitis statis pada awalnya ditandai dengan plak eritematosa yang tidak berbatas
tegas pada tungkai bawah, secara klasik melibatkan medial malleolus, hal ini
merupakan salah satu spektrum dari temuan kulit yang dapat terjadi oleh karena
insufisiensi kronis vena.
B. Epidemiologi
Dermatitis statis umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun, dan jarang
mengenai individu yang berusia kurang dari 40 tahun, kecuali pada kondisi insufisiensi
vena yang disebabkan oleh karena trauma, tindakan pembedahan, dan atau trombosis.
Dermatitis statis lebih sering dialami perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini
dicurigai ada hubungannya dengan peningkatan tekanan pembuluh darah vena pada
tungkai bawah yang dialami perempuan selama kehamilan.
C. Patomekanisme
Terdapat beberapa teori yang dikemukakan para ahli dalam menjelaskan
patomekanisme dermatitis stasis, yaitu :
1. Teori hipoksia, atau disebut juga teori statis. Menjelaskan bahwa insufisiensi
vena akan menyebabkan aliran balik (backflow) darah dari vena profunda ke
vena superfisial pada tungkai bawah, sehingga terjadi pengumpulan (pooling)
darah dalam vena superfisial. Terkumpulnya darah dalam vena superfisial
akan menyebabkan aliran darah di dalamnya melambat dan tekanan oksigen
di dalamnya menurun sehingga pasokan oksigen untuk kulit diatas sistem
vena tersebut menurun dan terjadi hipoksia.
Namun hipotesis tersebut telah terbantahkan dengan ditemukannya bukti
yang bertolak belakang, yaitu pengumpulan darah pada vena superfisial
justru menyebabkan peningkatan aliran darah dan kadar oksigen di
dalamnya. Dengan penemuan tersebut, pada awalnya para ahli memikirkan
adanya arterio-venous shunt sebagai penyebab peningkatan aliran darah,
namun hingga saat ini tidak pernah ditemukan bukti adanya pintas arteri-vena
pada kasus insufisiensi vena, sehingga teori hipoksia ditinggalkan.
2. Teori selubung fibrin (fibrin cuff) mengemukakan endapan fibrin perikapiler
sebagai penyebab kerusakan jaringan pada dermatitis stasis. Menurut teori
ini, peningkatan tekanan vena yang terjadi pada insufisiensi vena akan
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatis dalam mikrosirkulasi dermis.
Peningkatan tekanan hidrostatis akan menyebabkan permeabilitas pembuluh
darah kapiler dalam dermis meningkat, sehingga memungkinkan ekstravasasi
makromolekul, termasuk fibrinogen. Polimerisasi fibrinogen yang keluar dan
terkumpul di sekitar pembuluh darah menghasilkan selubung fibrin
perikapiler, yang menghalangi pasokan oksigen dan nutrisi ke dalam dermis,
sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan jaringan kulit. Faktor lain yang
mempermudah terbentuknya fibrin perikapiler adalah penurunan aktivitas
fibrinolisis.
Lekosit akan terperangkap pada pembuluh darah yang diselubungi endapan
fibrin, kemudian teraktivasi dan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi
dan growth factor, yang memicu proses peradangan dan fibrosis pada dermis.
D. Manifestasi Klinis
1. Akibat tekanan vena yang meningkat pada tungkai bawah, akan terjadi
pelebaran vena atau varises.
2. Edema pada pergelangan kaki yang disebabkan kebocoran plasma ke
jaringan ekstrasisial karena peningkatan permeabilitas kapiler sebagai
komplikasi dari varises kronis.
3. Lambat laun kulit berwarna merah kehitaman dan timbul purpura (oleh
karena ekstravasasi sel darah merah ke dalam dermis), dan hemosiderosis
yang bersifat permanen dan asimtomatis.
4. Prurity patch yang bermula dari medial tungkai bawah dan ankle yang
progresif. Hal ini dapat berupa inflamasi akut maupun eksaserbasi akut. Hal
ini disebabkan karena pada bagian medial tungkai bawah merupakan
watersher area dari pembuluh darah vena yang memiliki perdarahan yang
buruk dibanding pada bagian bawah. Bagian ini selalu terkena dampak dari
hipertensi vena.
5. Stocking erytodherma, disebabkan oleh karena nekrosis lemak di bawah kulit
akibat dermatitis statis yang tidak tertangani pada stadium awal sehingga area
lesi meluas yang akhirnya melingkar pada tungkai bawah. Seringkali lesi
meluas ke bagian superior hingga kearah tumit.
6. Ulserasi dan likenifikasi, kondisi seperti dermatitis lainnya dapat terjadi
akibat dari ekskoriasi yang berulang. Erosi pada kulit dapat terjadi apabila
mengalami trauma yang dalam. Likenifikasi umumnya terjadi karena
garukan dengan tungkai maupun dengan tumit sebelahnya, terutama saat
pasien duduk.
7. Purpura dan ekimosis, umumnya terjadi akibat trauma saat lesi digaruk dan
dari edema tungkai.
8. Lipodermatosclerosis, kelainian ini terdiri dari inflamasi pada dermis dan
subkutis akibat fibrosis. Dapat ditemukan pada dermatitis statis yang kronis,
maupun sebagai tanda manifestasi awal. Awal dari lipodermatosclerosis
tungkai seperti kemerahan, tegang, dan sangat nyeri. Pada stage kronis
didapatkan gambaran inverted champagne bottle dengan garis parut seperti
terikat, hiperpigmentasi, serta edema tanpa sklerotik pada bagian atas dari
tungkai yang terkena.
E. Diagnosis
1. Anamnesis
Biasanya pasien mengeluh warna kulit tungkai kemerahan dan sedikit
berisisk, setelah beberapa minggu atau bulan warna kulit menjadi cokelat
gelap, selain itu timbul penumpukkan darah dan terjadi bengkak. Pasien juga
merasakan kaki seperti diikat kencang, dan terasa nyeri.
Terdapat faktor risiko dermatitis stasis pada pasien dengan faktor risiko
varises yang meliputi usia lebih dari 50 tahun, wanita multi-para, obesitas,
lebih banyak berdiri, penyakit metabolik, gangguan jantung dan pembuluh
darah.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada status lokalis didapatkan adanya varises dengan patch hiperpigmentasi
dengan hemosiderosis disertai likenifikasi tertutup skuama tebal dan krusta
kadang disertai ulkus berbentuk melingkar pada pergelangan kaki
memberikan gambaran stocking erytodherma sering disertai edema dan
ekomisis pada bagian distal yang memberikan gambaran inverted
champagne bottle serta didapatkannya ulserasi.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya perubahan dilatasi vena yang
dalam, trombosis, atau gangguan katup.
Pada pemeriksaan histologis akan ditemukan adanya tanda-tanda inflamasi,
agregasi hemosiderin di dermis atau penebalan arteriol/venula.
F. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan dermatitis statis diberikan pengobatan kausatif dan
simtomatis. Pengobatan kausatif dapat berupa penanganan pada sumbatan vena, dapat
berupa terapi sederhana maupun dengan operasi. Pengobatan simtomatis dapat
menggunakan terapi obat sistemik dan topikal.
1. Sistemik
a. Pada kasus ringan dapat diberikan anti histamine, atau dapat
dikombinasikan dengan anti serotonin, anti bradikinin, dan sebagainya.
Hidroksizin hidroklorida 10 – 50 mg setiap 6 jam bila perlu.
b. Obat dermatitis yang utama adalah kortikosteroid.
c. Antibiotik dapat diberikan apabila terdapat infeksi sekunder.
2. Topikal
Dermatitis akut atau basah (madidans) harus diobati secara basah (kompres
terbuka), bila subakut diberikan lotio (bedak kocok), krim (terutama daerah
berambut), dan apabila kronik atau kering diberikan zalf.
a. Kompres, pertama-tama menggunakan kompres dingin dengan air keran
dingin atau larutan burrow untuk lesi-lesi eksudatif dan basah. Kenakan
selama 20 menit sebanyak 3 kali sehari, dan hindari panas disekitar lesi.
b. Lotio topikal yang mengandung mentol, fenol, atau premoksin berguna
untuk meringankan rasa gatal sementara, dan tidak mensensitisasi, tidak
seperti benzokain dan difenhidramin. Obat-obatan yang dapat digunakan
antara lain lotio atau obat semprot sarna dan latio Prax Cetaphil dengan
mentol 0,25% dan fenol 0,25%.
c. Kortikosteroid topikal, berguna bila daerah yang terkena tidak terlampau
luas atau bila kortikosteroid oral merupakan kontraindikasi. Pada
serangan akut dapat menggunakan steroid sedang sampai kuat. Contoh
steroid potensi sedang : mometasone 1% 2 kali sehari).
Semakin berat atau akut penyakitnya, dapat dikombinasi dengan obat
topikal jenis lain sesuai simtomnya. Pasien dengan penyakit kronik yang
tidak memberikan respon terhadap terapi dan penghindaran semua
penyebab yang dicurigai harus dirujuk ke dokter spesialis kulit.
3. Penatalaksanaan pada kondisi khusus
a. Pengobatan kausatif terhadap gangguan sirkulasi dengan elevasi tungkai
atau menggunakan pembalut elastis.
Untuk mengatasi edema akibat varises, maka tungkai dinaikan (elevasi)
pada saat tidur atau duduk. Bila tidur kaki diusahakan agar terangkat
melebihi permukaan jantung selama 30 menit dilakukan 3 – 4 kali sehari
untuk memperbaiki mikrosirkulasi dan menghilangkan edema. Dapat
juga kaki tempat tidur disangga balok setinggi 15 – 20 cm (sedikit lebih
tinggi dari letak jantung). Apabila sedang beraktivitas dapat
menggunakan kaos kaki penyangga varises atau pembalut elastis.
b. Apabila lesi eksudatif, dapat dikompres terbuka dengan permanganas
kalikus 1/10.000 dan setelah kering diberi kortikosteroid topikal potensi
rendah sampai sedang.
c. Apabila terdapat infeksi sekunder dapat ditangani dengan pemberian
antibiotika sistemik.
G. Komplikasi
Penderita dermatitis statis dapat mengalami komplikasi berupa ulkus diatas
malleolus (venosum ulcer) atau ulkus varikosum, dapat pula mengalami infeksi
sekunder, misalnya selulitis.
H. Prognosis
Dermatitis statis merupakan penyakit kondisi jangka panjang. Meminimalkan
gejala dengan pengendalian kondisi dan pembengkakan diperlukan.
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan bercak merah kehitaman yang terasa gatal pada
tungkai kiri. Adanya perubahan warna pada kulit tungkai kirinya sudah sejak 1 tahun
yang lalu. Awalnya hanya terlihat merah dan bintik-bintik saja, yang disertai gatal,
namun karena gatal pasien pun menggaruknya hingga kulitnya lecet sedikit dan lama-
lama meluas dan bertambah dalam. Saat ini kulit menjadi lebih gelap dari sekitarnya.
Terkadang dirasakan bengkak, nyeri, dan kaki berbau. Pasien memiliki riwayat
hipertensi, sedangkan riwayat alergi dan diabetes disangkal. Ibu pasien memiliki
riwayat hipertensi, dan terdapat varises pada kedua tungkainya. Pasien sempat berobat
dan dibersihkan luka di dokter. Pasien sempat mengeletek luka yang kering, kemudian
berdarah. Setelah kejadian itu pasien berobat ke spesialis kulit karena luka dirasakan
makin melebar. Pasien sehari-hari bekerja sebagai pedagang di rumah dan biasa berdiri
dalam waktu yang lama.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapat pada tungkai kiri didapat patch eritem
hiperpigmentasi dengan ulkus, purpura, dan sedikit gambaran inverted champagne
bottle dengan garis parut seperti terikat, serta edema tanpa sklerotik pada bagian atas
dari tungkai yang terkena, dan varises.
Dari hasil pemeriksaan didapat diagnosis kerja dernatitis stasis, dengan
diagnosis banding DKI, dermatitis numularis, dermatitis asteatotik, dan penyakit
schamberg.
Penatalaksanaan yang diberikan terdapat terapi sistemik dan topikal. Untuk
terapi sistemik pasien diberikan Hydroxyzine Hcl tablet dengan dosis 25 mg yang
diberikan 3 kali sehari, dan terapi topikal pasien diberi vaselin album sebagai terapi
pemeliharaan.
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi., 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Lyons. F, Ousley Lisa., 2015. Dermatology for the Advanced Practice Nurse, New
York : LLC.
PERDOSKI, 2011. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.
Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI.
Rudikoff. D, Steven. RC., 2014. Atopic Dermatitis and Eczematous Disorders. CRC
Press : USA.

Anda mungkin juga menyukai