Acrodermatitis continua adalah suatu erupsi pustular steril yang langka pada
jari tangan atau kaki yang perlahan meluas proksimal. Pustulasi yang
berkelanjutan memnyebabkan destruksi kuku dan atrofi phalang distal.
Pada tahun 1888, Crocket menggambarkan suatu erupsi pustular dan bulosa
dan yang berulang pada di tangan dan kaki. Penyakit ini selanjutnya digambarkan
sebagai penyakit Hallopeau. acrodermatitis continua sekarang diklasifikasikan
sebagai bentuk psoriasis acropustular.
Tanda klinis
Acrodermatitis continua paling sering berawal di ujung jari pertama atau jari ke dua
(Gambar 21-3 ) jarang terjadi pada jari kaki, lipatan kulit dikenai lebih awal, dan trauma
memainkan peranan awal. Tanda awal terdiri dari pustule pustule kecil yang mana, pada saat
erupsi timbul , meninggalkan suatu daerahkulit yang eritema dan berkilau dimana pustule
pustule baru timbul. Lesi ini cenderung untuk bergabung membentuk danau nanah polisiklik.
Penyakit ini meluas secara proksimal, daerah yang dikenai menunjukkan permukaan kulit yang
eritema berkilau atau suatu fisura berkrusta dengan dibentuknya pustule pustule baru
dibawahnya ( lihat gambar 21-3 ).
Pustulasi pada bantalan kuku dan matriks kuku hamper selalu terjadi dan sering
menyebabkan lepasnya lempeng kuku atau onikodistrofi berat ( lihat gambar 21-3 ).
Akrodermatitis continua jangka panjang dapat menunjukkan kerusakan sempurna dari matriks
kuku dan dengan demikian menyebabkan anonikia. Kulit menjadi berkilau dan sangat atrofi,
dan terdapat atrofi penipisan dari bagian distal phalang.
Histopatologi
Tanda histopatologi utama dari Acrodermatitis continua adalah suatu rongga
subkorneum yang terisi oleh netrofil. Spongiosis dan nekrosisi sel epidermis tidak terjadi, tapi
zona atap dan bahu yang berdekatan dengan pustul menunjukan adanya agregasi leukosit antara
sel epidermal, membentuk pustul spongiformis. Terdapat infiltrat limfohistiositik moderat pada
dermis bagian atas bersamaan dengan edema fokal. Lesi dari penyakit yang telah lama
menunjukan atrofi berat dari papilar dermis dan penipisan dari epidermis.
Temuan Laboratorium
Abnormalitas sistemik tidak ditemkan dan uji laboratorium biasanya dalam rentang
normal. Pustul bersifat steril. Pada kasus-kasus yang lanjut X-ray dapat menunjukan atrofi dari
phalang distal dan artropati dari sendi interphalang.
DiagnosaDan Diagnosis Banding
Acrodermatitis continua pada tahap awal harus dibedakan dari paronikia akut yang
disebabkan oleh bakteri atau jamur. Kultur dan mikroskopis langsung membantu meyingkirkan
penyebab infeksi. Lokalisasi bagian distal dan kecendrungan pustul untuk menyatu membentuk
lesi-lesi eritem, krusta, membedakan acrodermatitis continua dari PPP atau dermatitis dishidrosis
pustular. Atrofi dan hilangnya kuku tidak terjadi pada kondisi ini. Dermatitis kontak dengan
infeksi sekunder dan pustulasi kurang jelas batasnya, lalu memiliki perjalanan klinis yang
berbeda dan temuan khasnya kurang persisten pada acrodermatitis continua.
Pengobatan
Seperti pada psoriasis pustular tidak ada pengobatan spesifik yang dapat
memberikan remisi sempurna. steroid topikal potensi sedang atau potensi tinggi,
dengan oklusi berguna dalam menghambat pustulasi. Peringatan dianjurkan pada
kasus yang sudah menunjukan atrofi. PUVA menekan erupsi dari pustul-pustul
yang baru dan dapat digunakan dalam periode lama sebagai terapi rumatan (Lihat
bab 239). Pengobatan dengan suatu kombinasi dari asitretin dan kalsipotriol lokal
atau kalsipotrien telah sukses pada seorang pasien dalam sebuah studi
perbandingan. Pada pasien rekalsitran, dapson dapat digunakan. Baru-baru ini
pengobatan topikal dengan takrolimus salep 0,1% tunggal atau dengan kombinasi
dengan kalsipotriol telah menunjukkan keberhasilan. Pada kasus yang lebih berat
antagonis TNF alfa, infliksimap, etanersep, dan adalimumap, kedua obat terakhir
tadi dikombinasikan dengan asitretil telah berhasil digunakan.
Pada prinsipnya regimen yang digunakan untuk pengobatan PPP juga
digunakan pada terapi acrodermatitis continua ( Lihat kotak 212). Hasil terapinya
berlangsung sepanjang obat masi diberikan dan kekambuhan terjadi setelah obat dihentikan.
cairan puss biasanya bersifat steril, tetapi infeksi sekunder juga dapat terjadi.
Dari gambar nampak ujud kelainan kulit berupa pustula, krusta, skuama dan
eritema.
Penyebab acrodermatitis continua of Hallopeau sendiri tidak sepenuhnya
dipahami. Hal ini dianggap sebagai varian dari palmoplantar pustulosis dan
berhubungan dengan psoriasis. Hal ini diklasifikasikan sebagai gangguan autoimun
dimana terdapat disregulasi imun pada kulit.
Karena acrodermatitis continua of Hallopeau sangat langka, hanya ada sedikit
bukti yang menjadi dasar keputusan untuk melakukan terapi pengobatan.
Beberapa pilihan pengobatan yang dilaporkan dalam literatur medis meliputi:
Terapi topikal
kortikosteroid topikal
5-Fluorourasil krim
Tacrolimus dan pimekrolimus
Kalsipotriol
Terapi sistemik
Metotreksat
Siklosporin
Acitretin
PUVA (photochemotherapy) (biasanya air mandi PUVA)
Pada kasus di atas diberikan terapi berupa terapi non medika mentosa dan
terapi medika mentosa antara lain terapi non medika mentosa adalah
menjaga
kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, kemudian mencegah
gesekan dengan kulit yang sehat ini dilakukan untuk menghindari penularan
pada
kulit yang sehat ,hindari faktor alergi yang menyebabkan rasa gatal ( dalam kasus
ini
pasien mengeluhkan alergi terhadap telur) maka pasien pada kasus ini diharapakan
untuk tidak memakan telur untuk mencegah rasa gatal dan memperparah
perjalanan
penyakit pasien.
Sedangakan terapi medika mentosa diberika obat sistemik berupa antibiotik
amoksisilin 500mg selama 5hari untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder yang
menyertai keluhan utama pasien, Amoksisilin adalah turunan penisilin semi
sintetik
dan stabil dalam suasana asam lambung. Amoksisilin diabsorpsi dengan cepat dan
baik pada saluran pencernaan makanan, tidak tergantung adanya makanan.
Amoksisilin terutama diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di dalam urin.