Anda di halaman 1dari 13

Program Studi Diploma III Keperawatan Tanjungkarang

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN
RASA AMAN DAN NYAMAN AKIBAT PATOLOGI SISTEM
INTEGUMEN DAN IMUN DENGAN DIAGNOSA MEDIS
DERMATITIS

Nama Mahasiswa : Nabilla Shafira

Semester dan TA : 5 dan 2020/2021

2020
LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

A. DASAR TEORI
A.1. DEFINISI DIAGNOSA MEDIS
Dermatitis atau eksim  adalah peradangan hebat yang menyebabkan pembentukan
lepuh atau gelembung kecil (vesikel) pada kulit hingga akhirnya pecah dan mengeluarkan
cairan. Istilah eksim juga digunakan untuk sekelompok kondisi yang menyebabkan
perubahan pola pada kulit dan menimbulkan perubahan spesifik di bagian permukaan. Istilah
ini diambil dari Bahasa Yunani yang berarti mendidih atau mengalir keluar (Mitchell dan
Hepplewhite, 2005).
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-
resensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal) (Adhi
Juanda,2005).
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang
mengalami peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama
kulit yang kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya,
2011).

A.2. ETIOLOGI
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh : detergen,asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme
(contohnya : bakteri, jamur) dapat pula dari dalam(endogen), misalnya dermatitis atopik.
(Adhi Djuanda,2005).
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab berbeda
pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi
infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit
infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan pada
kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas saat disentuh
dan .Selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus. Segera
periksa ke dokter jika kita mengalami selulit dan eksim.

A.3. TANDA & GEJALA


Gejala dermatitis kontak sangat bervariasi, mulai dari kemerahan yang ringan dan
hanya berlangsung sekejap sampai kepada pembengkakan hebat dan kulit melepuh. Adanya
ruam yang terdiri dari lepuhan kecil yang terasa gatal (vesikel). Awalnya ruam hanya pada
bagian kulit yang kontak langsung dengan alergen (zat yang menyebabkan reaksi alergi),
tetapi selanjutnya ruam bisa menyebar. Jika zat penyebab ruam tidak digunakan, biasanya
dalam beberapa hari kemerahan akan menghilang. Lepuhan akan pecah dan mengelurkan
cairan, membentuk keropeng lalu kemudian mengering. Sisa-sisa sisik, gatal-gatal dan
penebalan kulit yang bersifat sementara, bisa berlangsung beberapa hari atau minggu.
Penyakit dermatitis kontak ini dapat menyebabkan keluhan utama dan keluhan tambahan.
Biasanya kelainan kulit beberapa saat sesudah kontak pertama dengan kontak eksternal.
Penderita akan merasa panas, nyeri atau gatal. Gejala utama dermatitis adalah rasa gatal.
Tanda-tanda klinis tergatung pada etiologi, lokasi dan durasinya yang biasanya terdiri dari
iritema, edema, papula, vesikel dan eksudasi. Pada dermatitis akut semua gambaran tersebut
ditemukan namun pada dermatitis kronis, edema bukan merupakan gambaran menonjol
yang didapatkan adalah epidermis yang menebal dan garis-garis pada permukaan kulit yang
menebal.

A.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG & HASILNYA SECARA TEORITIS


1.      Laboratorium
a.       Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin
b.      Urin : Pemerikasaan histopatologi
2.      Penunjang (Pemeriksaan Histopatologi)
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena
gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain.
Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler
(spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi
vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis
sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan
kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis,
hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan
pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis.
Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk
membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan
dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen,
seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak
sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran
sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans
menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa
antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di
epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening
setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran
histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada
pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan
perbedaan dalam pola peradangannya.

A.5. PENATALAKSANAAN MEDIS


Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan
menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap
penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan
kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya
penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan
mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
2. Pengobatan
a. Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip – prinsip umum pengobatan
dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan
terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut
berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta
pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial
diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep.
Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya
adalah :
1)      Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat
aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung
pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan
hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans
kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T,
dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan
respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik.
Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon
asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan
penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan
film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping
berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2)      Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem
imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan
menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat
mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya
molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi
penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan
reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan
mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel
mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh
UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik.
UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3)      Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada
marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin
disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4)      Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli,
Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika
(misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5)      Imunosupresif
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ
ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan
sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen
lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit
dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum
yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding
dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding
dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi
yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik
dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
b.   Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada
kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1)      Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga
yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin,
serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2)      Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau
intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan
memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat
maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus
peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan,
gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid
bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA-
DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat
sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3)      Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T,
monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4)      Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek
menghambat peradangan.
5)      FK 506 (Trakolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi
IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta
pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6)      Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan
amilorid.
7)      Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang
merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8)      SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga
diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin
A.6. PATHWAY (Dibuat skema hingga muncul masalah keperawatan )

B. ASUHAN KEPERAWATAN
B.1. DAFTAR DX KEPERAWATAN YG MUNGKIN MUNCUL PADA KASUS(Minimal 3
diagnosis Keperawatan) & DEFINISI MASALAH KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
(Lihat buku SDKI, SLKI dan SIKI)

1) Diagnosis Keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan


fungsi barier kulit.
 Definisi : Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa,
kornea, fasia, otot, tendon, tulang kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).
 DS & DO Yg mendukung
DS :
1. Klien mengatakan gatal.
DO :
1. Klien tampak menggaruk kuat bagian pergelangan kaki kiri yang mengalami
dermatitis saat gatal.
2. Kaki klien tampak kemerahan dan lecet akibat garukan.
 Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam, kulit klien dapat kembali
normal dengan kriteria hasil:
1. Kenyamanan pada kulit meningkat
2. Derajat pengelupasan kulit berkurang
3. Kemerahan berkurang
4. Lecet karena garukan berkurang
5. Penyembuhan area kulit yang telah rusak
 Rencana Intervensi (monitoring, terapeutik, kolaboratif, health education)
1. Monitor warna kulit
2. Monitor adanya infeksi
3. Monitor temperatur kulit
4. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
5. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian longgar
6. Monitor status nutrisi klien
7. Oleskan lotion pada daerah yang tertekan

2) Diagnosis Keperawatan : Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.


 Definisi : Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
 DS & DO Yg mendukung
DS :
1. Klien mengatakan gatal.
2. Klien mengatakan suka menggaruk menggunakan kuku sampai berdarah.
DO :
1. Klien tampak menggaruk kuat bagian pergelangan kaki kiri yang mengalami
dermatitis saat gatal.
2. Kaki klien tampak kemerahan dan lecet akibat garukan.
3. TTV :
TD : 110/90 mmHg
HR : 86 x / menit
RR : 12 x / menit
T : 36,1ᵒC
 Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi
infeksi dengan kriteria hasil :
1. Hasil pengukuran tanda vital dalam batas normal.
2. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi (kalor,dolor, rubor, tumor, infusiolesa)
 Rencana Intervensi (monitoring, terapeutik, kolaboratif, health education)
1. Observasi dan laporkan tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, panas.
2. Kaji temperature pasien setiap 4 jam
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
4. Gunakan standar sarung tangan selama kontak dengan darah/cairan.
5. Pastikan tekhnik perawatan luka secara tepat.
6. Anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup.
7. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia

3) Diagnosis Keperawatan : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit


yang tidak bagus.
 Definisi : Perubahan persepsi tentang penampilan, struktur, dan fungsi fisik individu.
 DS & DO Yg mendukung
DS :
1. Klien mengatakan malu memiliki dermatitis.
2. Klien mengatakan dijauhi oleh orang sekitar karena penyakitnya.
DO :
1. Klien tampak murung / sedih.
2. Klien tampak mengurangi interaksi sosial dengan orang sekitar.
3. Klien tampak menyembunyikan lukanya.
4. Klien tampak kurang percaya diri.
 Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan klien menerima
keadaannya dengan kriteria hasil :
1. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4.  Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
 Rencana Intervensi (monitoring, terapeutik, kolaboratif, health education)
1. Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien (menghindari kontak mata, ucapan yang
merendahkan diri sendiri, ekpresi keadaan muak terhadap kondisi kulitnya).
2. Identifikasi stadium psikososial tahap perkembangan.
3. Berikan kesempatan untuk pengungkapan
4. Bantu pasien yang cemas dalam mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan
mengenali serta mengatasi masalah.
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River

Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner Suddarth’s
Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta: EGC.
Widhya. (2011). Askep Dermatitis. Diaskes pada tanggal 28 April 2012

Tim Pokja SDKI SPP PPNI. 2016. SDKI. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI SPP PPNI. 2018. SIKI. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
LEMBAR KONSULTASI

Jenis Laporan : Askep / Makalah Seminar / Laporan Pendahuluan

Nama Mahasiswa/Kelompok : ………………………………………………………………………….

Judul Laporan : …………………………………………………………………………………………………

NO WAKTU MASUKAN PEMBIMBING /CI PARAF PBBG

Anda mungkin juga menyukai