Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONCHIAL

Keperawatan Gawat Darurat

Oleh :

Arief Junaidi Setiawan

202303069

ITEKES CENDEKIA UTAMA KUDUS


PROGRAM STUDI NERS
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONKHAL

A. Pengertian
Asma bronkial adalah penyakit obstuksi jalan nafas yag dapat pulih den intermiten
yang ditandai oleh penyempitan jalan napas, sehingga mengakibatkan dispnea, batuk, dan
mengi. Eksaserbasi akut terjadi dari beberapa menit sampai jam, serta bergantian dengan
periode bebas gejala (Mubarak 2016).
Asma adalah serangan dispnea paroksima berulang disertai mengi akibat
kontraksi spas media bronki, keadaan ini biasanya disebabkan manifestasi alergi atas
sekunder akibat kondisi kronis atau berulang (Porlands 2017)
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan.
Penyempitan ini bersifat sementara (Amin 2018).
B. Klasifikasi asma menurut Pratomo (2018)
1. Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi
penderita terhadap alergi dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang
sehat.
2. Asma Intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
alergi. Asma ini disebabkan oleh stresinfeksi dan kondisi lingkungan yang buruk seperti
kelembaban, suhu, polusi udara, dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
Asma dibedakaan menjadi dua jenis menurut (Amin 2018)
1. Asma bronkial.
Penderita asma bronkial hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari luar seperti
debu rumah,bulu binatang, aap kendaraan dll. Penyebab alergi gejala-gejala munculnya
sangat mendadak sehingga gangguan asma bisa datang tiba-tiba. Gangguan ama bronkial
juga bisa muncul lantaran adanya radang bawah menyempit akibat berkerutnya otot polos
saluran pernafasan pembengkakan selaput lendir dan pembentukan timbunan lendir yang
berlebihan.
2. Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial bisa terjadi pada
malam hari disertai sesak nafas yang hebat. Kejadian ini disebut Noctural Proximal
Dyspola.biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.
Derajat asma menurut (Amin 2018)
1. Intermiten : Gejala kurang dari 1 kali / minggu dan serangan singkat
2. Persisten ringan : Gejala lebih dari satu kali /minggu tapi kurang dari 1x sehari
3. Persisten Sedang : Gejala terjadi setiap hari.
4. Persisten berat : gejala terjadi setiap hari dan seranga terjadi sering.
C. Etiologi
Sebagian pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (Infeksi Virus RSV) iklim
(perubahan mendadak suhu, tekanan udara). Inhalan (debu, kapuk, tungau, sisa-sisa serangan
mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat). Makanan (putih telur, susu sapi, kacang
tanah, coklat, biji-bijian, tomat). Obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian,
tertawa terbahak-bahak) dan emosi (Nanda. NIC-NOC 2016)
D. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkial adalah batuk dispnea dan
mengi. Selain gejala di atas ada beberaa gejala yang menyertai diantaranya sebagai berikut
(Mubarak 2016)
1. Takipnea dan Orthopnea
2. Gelisah
3. Dia Foresis
4. Nyeri adomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan.
5. Kelelahan (Faigue)
6. Tidak toleran terhadap aktivitas seperti makan berjalan bahkan berbicara.
7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak disertai pernafasan lambat.
8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.
9. Sionss sekunder
10. Gerak-gerak retensi karbon dioksida, seperti berkeringat, takinardi dan pelebaran
tekanan nadi.
11. Serangan berlangsung dari 30mnt sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
E. Patofisiologi.
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spalme
otot polos edama dan inflamasi memakan jalan nafas dan eksudasi muncul intra minimal, sel-
sel radang dan deris selular. Obstruksi, menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara
yang merendahkan volume ekspiresi paksa dan kecepatan aliran penutupan prematur jalan
udara , hiperinflasi paru. Bertambahnya kerja pernafasn, perubahan sifat elastik dan frekuensi
pernafasan. Walaupun jalan nafas bersifat difusi, obstruksi menyebabkan perbedaan suatu
bagian dngan bagian lain ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi
dan menyebabkan kelainan gas-gas terutama penurunan CO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi disaluran nafas antibod COE berikatan dengan alergi
degrenakulasi sel mati, akibat degrenakulasi tersebut histomin dilepaskan. Histomin
menyebabkan konstruksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin juga merangsang
pembentukan mulkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler maka juga akan terjadi
kongesti dan pembanguan ruang intensium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memerlukan respon yang sensitif berlebihan
terhadap sesuatu alergi atau sel-sel mestinya terlalu mudah mengalami degravitasi
dimanapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut. Hasil akhirnya adalah
bronkapasme, pembentukan mukus edema dan obstruksi aliran udara (Amin 2018)
F. Pathways
Bersihan jalan
napas tidak
efektif

Pola napas
tidak efektif

Sumber : Amin 2018, Mubarak 2016

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan:
a. Kristal-kristal Charcot leyden yang merupakan degranulasi duri kristal eosinofil.
b. Terdapatnya spiral cursehman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-
cabang bronkus.
c. Terdapatnya creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil.
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi sedangkan leukosit
dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma.
a. Gas analisa darah Terdapat aliran darah yang veriabel, akan tetapi bila terdapat
PaCO2 maupun penurunan PH menunjukan prognosis yang buruk.
b. Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDTI yang meninggi
c. Pada pemriksaan faktor alergi terdapat I9E yang meninggi pada waktu serangan dan
menurun pada waktu penderita bebas dari seragan.
3. Foto Rontgen
Pada umumnya pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma
gambaran ini menunjukan hiperinflasi paru berupa radiolusen yang bertambah dan
pelebaran rongga interkostal serta diafragma yang menurun, (Amin 2018)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma bronkial menurut (Amin 2018)
1. Edukasi penderita
2. Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara obyektif dengan mengukur fungsi
paru.
3. Mengurangi pengobatan jangka panjang untuk pencegahan.
4. Merencanakan pengobatan untuk serangan akut.
5. Menghindari dan mengendalikan pencetus asma bronkial
I. Komplikasi:
Komplikasi menurut (manjoer 2007:477) yang mungkin timbul adalah:
1. Phemothora
Keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai.
2. Phemothoran
Dikenal juga sebagai enfisema mediustrum adalah kondisi dimana udara hadir di
mediastrium
3. Bronkitis
Lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru-paru yang masih mengalami
bengkak

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen
segera terhadap komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit yang mengancam
kehidupan. Tujuan primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki
dengan segera masalah yang mengancam kehidupan.
Prioritas yang dilakukan pada primry survey antara lain:
1) Airway
Kaji kepatenan jalan napas, observasi adanya lidah jatuh, adanya benda asing
pada jalan napas (bekas muntahan, darah, dan secret yang tertahan), adanya
edema pada mulut, faring, laring, disfagia, suara stridor, gurgling, atau wheezing
yang mendadak adanya masalah jalan napas.
2) Breathing
Kaji keefektifan pola napas, respiratory rate, abnormalitas pernapasan, pola napas
bunyi napas tambahan, penggunaan otot bantu napas, pernapasan cuping hidung
dan saturasi oksigen
3) Circulation
Kaji Heart Rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill time, akral, suhu
tubuh, warna kulit, kelembabab kulit, dan perdarahan eksternal jika ada.
4) Disability
Kaji tingkat kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma Scale), respon nyeri, respon
verbal dan reaksi pupil.
5) Exposure
Pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lainnya, serta kondisi
lingkungan yang ada disekitar pasien.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma baru adalah dispnea (sesak
napas) sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan, batuk, dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
2) Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya factor predisposisi timbulnya penyakit ini,
di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah
(rhinitis, urtikaria, dan eskrim).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit
keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnyatidak ditemukan adanya penyakit yang
sama pada anggota keluarganya.
c. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandikan satu sisi dengan yang lainnya.
3) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah.
4) Ispeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi, massa, dan
gangguan tulang belakang, sperti kifosis, skoliosis, dan lordosis.
5) Catat jumlah,irama, kedalaman pernapasan, dan kemestrian pergerakakan dada.
6) Observasi tipe pernapsan, seperti pernapasan hidung pernapasan diafragma, dan
penggunaan otot bantupernapasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase eksifirasi
(E) Rasio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang
menunjukan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering ditemukan pada klien
Chronic Airflow Limitation (CAL) / Chornic obstructive Pulmonary Diseases
(COPD)
8) Kelainan pada bentuk dada.
9) Observasi kesemetrian pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dadamengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
10) Observasi trakea obnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
Palpasi
1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasikan keaadaan kulit, dan mengetahui vocal/tactile
premitus (vibrasi).
2) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti :
mata, lesi, bengkak.
3) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara
Perkusi
Suara perkusi normal.:
1) Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal.
2) Dullness : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian jantung,
mamae, dan hati
3) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi udara.
Suara perkusi abnormal :
1) Hiperrsonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan
dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
2) Flatness : sangat dullness. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi.Dapat didengar
pada perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya berisi jaringan.
Auskultasi
1) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan bunyi
nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal), dan suara.
2) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari
laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.
4) Suara nafas tambahan meliputi wheezing, pleural friction rub, dan Crackles
2. Diagnosa, Luaran Dan Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dibuktikan
dengan napas sesak, PCO2 menurun, PO2 menurun, pH arteri meningkat,
takikardia, wheezing (D.0003)
Luaran : Pertukaran gas meningkat (L.01003)
 Tingkat kesadaran meningkat
 Dispnea menurun
 Bunyi napas tambahan menurun
 Diaforesis menurun
 Napas cuping hidung menurun
 PCO2 dan P02 membaik
 Pola napas membaik
 Warna kulit membaik
Intervensi : Terapi Oksigen (l. 01026)
Observasi
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
 Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah ), jika perlu
 Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
 Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
 Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
 Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Berikan oksigen tambahan, jika perlu
 Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengat tingkat mobilisasi pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
2. Pola napas tidak efektif b.d deformitas dinding dada d.d sesak napas, penggunaan otot
bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, takipnea.
Luaran : Pola napas membaik (L.01004)
 Kapasitas vital meningkat
 Tekanan ekspirasi dan inspirasi meningkat
 Dispnea menurun
 Penggunaan otot bantu napas menurun
 Pemanjangan fase ekspirasi menurun
 Pernapasan cuping hidung menurun
 Frekuensi dan kedalaman napas membaik
Intervensi : Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga
trauma fraktur servikal)
 Posisikan semi-fowler atau fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
 Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas d.d batuk tidak efektif,
sputum berlebih, mengi, dyspnea (D.0001)
Luaran : Bersihan jalan napas (L.01002)
 Batuk efektif meningkat
 Produksi sputum menurun
 Mengi menurun
 Wheezing menurun
 Mekonium (pada neonatus) menurun
Intervensi : Latihan Batuk Efektif (I.01006)
Observasi
 Identifikasi kemampuan batuk
 Monitor adanya retensi sputum
 Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
 Monitor input dan output cairan (misal: jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
 Atur posisi semi-fowler dan fowler
 Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
 Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
 Anjurkan Tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi Tarik napas dalam hingga 3 kali
 Anjutkan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Manjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1Edisi 3. Jakarta: Media Aesculuplus.
Mubarak, W dkk. 2016. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap Dalam Praktik
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Neuratif, Amin Huda. 2018. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda.Yogyakarta: Mediacation.
Newman, Porland. 2017. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Anda mungkin juga menyukai