Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

SYOK SEPSIS EC PNEUMONIA

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dalam


Menjalani Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh :
dr. Lulu Anandita Putri

Pembibing :
dr. Luh Putu Rosiawati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS SAWAN I
KEL. KLONCING, KEC. SAWAN I, KAB. BULELENG
NOVEMBER 2021 – MEI 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Syok
Sepsis ec Pneumonia”.
Penyusunan laporan kasus ini untuk memenuhi salah satu tugas Program Dokter Internsip
Indonesia di Puskesmas Sawan I. Terimakasih kami ucapkan kepada dr. Luh Putu Rosiawati atas
bimbingan dan arahannya sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian laporan
kasus ini, dikarenakan keterbatasan ilmu dan pengalaman kami. Maka dengan kerendahan hati,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca dan pendamping
sekaligus untuk menyempurnakan laporan kasus ini kedepannya.

Sawan, 16 Maret 2022

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sepsis merupakan masalah global dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.1
Penelitian epidemiologi sepsis di Amerika Serikat menyatakan insiden sepsis sebesar 3/1.000
populasi yang meningkat lebih dari 100 kali lipat berdasarkan umur. Angka perawatan sepsis
berkisar antara 2 sampai 11% dari total rawatan di ICU.2 Angka kejadian sepsis di Inggris
berkisar 16% dari total rawatan di ICU. Insiden sepsis di Australia sekitar 11/1.000 populasi.
Angka kematian sepsis berkisar antara 25-80% diseluruh dunia tergantung beberapa faktor
seperti umur, jenis kelamin, ras, penyakit penyerta, riwayat trauma paru akut, gagal ginjal
dan jenis infeksinya yaitu nosokomial, polimikrobial sebagai penyebabnya.2
Infeksi yang terjadi pada parenkim paru yang disebabkan oleh beberapa organisme
seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit disebut dengan pneumonia. Hal ini akan
mengakibatkan inflamasi pada parenkim paru dan akumulasi eksudat. Penyebaran infeksi
pada interstisial di sekitar alveoli akan mengakibatkan gangguan pertukaran gas yang
disebabkan konsolidasi.3
Pneumonia merupakan penyebab kematian tertinggi ke-6 di Amerika Serikat dan
penyebab utama kematian yang disebabkan oleh penyakit infeksi. Insiden tahunan: 5-11
kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu dirawat di rumah sakit, dan 5-10% diobati di
ICU. Mortalitas: 5-12% pada pasien yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU. 3
Pada penelitian yang dilakukan di RSUP dr. Kariadi Semarang tahun 2013, didapati sebesar
42% (53 pasien) yang mengalami sepsis akibat pneumonia. Dari angka tersebut ditemukan
pasien meninggal 86,8% (46 pasien) dan pasien hidup 13.2% (7 pasien). 4

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................4
2.1 SYOK SEPSIS......................................................................................................................4
2.1.1 Definisi..........................................................................................................................4
2.1.2 Etiologi..........................................................................................................................4
2.1.3 Diagnosis......................................................................................................................5
2.1.4 Tatalaksana..................................................................................................................5
2.2 PNEUMONIA.......................................................................................................................8
2.2.1Definisi...........................................................................................................................8
2.2.2 Etiologi..........................................................................................................................9
2.2.3 Diagnosis......................................................................................................................9
2.2.4 Tatalaksana................................................................................................................13
BAB III LAPORAN KASUS......................................................................................................16
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................................22
4.1 SYOK SEPSIS....................................................................................................................22
4.1 PNEUMONIA.....................................................................................................................22
BAB V KESIMPULAN...............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................25

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SYOK SEPSIS


2.1.1 Definisi
Sepsis merupakan disfungsi organ akibat gangguan regulasi respons tubuh
terhadap terjadinya infeksi. Kondisi sepsis merupakan gangguan yang menyebabkan
kematian. Syok sepsis merupakan abnormalitas sirkulasi dan metabolisme seluler.5
Syok Septik didefinisikan sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter
(tekanan darah sistolik < 65 mmHg, atau penurunan > 40 mmHg dari ambang dasar
tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah diberikan cairan kristaloid sebesar 20
sampai 40 mL/kg.6

Gambar 1. Kriteria SIRS, Sepsis, Sepsis Berat, dan Syok Sepsis 6

2.1.2 Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan
oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang
paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan
Pseudomonas juga sering ditemukan. Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram
negative dengan presentase 60-70% kasus yang menghasilkan berbagai produk yang
dapat menstimulasi sel imun yang terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Sepsis
dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang paling
sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul.7
4
2.1.3 Diagnosis
Disfungsi organ didiagnosis apabila peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis
berat sudah tidak digunakan kembali. Implikasi dari definisi baru ini adalah pengenalan
dari respon tubuh yang berlebihan dalam patogenesis dari sepsis dan syok septik,
peningkatan skor SOFA ≥ 2 untuk identifikasi keadaan sepsis dan penggunaan quick
SOFA (qSOFA) untuk mengidentifikasi pasien sepsis di luar ICU. Walaupun penggunaan
qSOFA kurang lengkap dibandingkan penggunaan skor SOFA di ICU, qSOFA tidak
membutuhkan pemeriksaan laboratorium dan dapat dilakukan secara cepat dan berulang.
Penggunaan qSOFA diharapkan dapat membantu klinisi dalam mengenali kondisi
disfungsi organ dan dapat segera memulai atau mengeskalasi terapi. Dan septik syok
didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas sirkulasi dan selular/
metabolik yang terjadi dapat menyebabkan kematian secara signifikan. Kriteria klinis
untuk mengidentifikasi septik syok adalah adanya sepsis dengan hipotensi persisten yang
membutuhkan vasopressor untuk menjaga mean arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg,
dengan kadar laktat ≥ 2 mmol/L walaupun telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.6

Gambar 2. Tabel SOFA5

Gambar 3. Tabel qSOFA5

2.1.4 Tatalaksana

5
Tahun 2018, sepsis bundle direvisi menjadi bundle-1 dimana semua rekomendasi
pada bundle-3 dan bundle-6 digabungkan dan harus dilaksanakan pada 1 jam pertama
sejak time zero yaitu waktu pasien masuk triase pada instalasi gawat darurat ataupun
masuk ke bagian lain sebagai rujukan dari rumah sakit lain dengan data-data yang
menunjukkan ke arah sepsis.7

Gambar 4. 1-Hour Bundle7

 Pengukuran Kadar Laktat (Rekomendasi lemah, bukti penelitian lemah)6


Peningkatan kadar laktat dapat menunjukkan beberapa kondisi di
antaranya hipoksia jaringan, peningkatan glikolisis aerobik yang
disebabkan peningkatan stimulasi beta adrenergik atau pada beberapa
kasus lain. Peningkatan kadar laktat >2mmol/L harus diukur pada kondisi
2-4 jam awal dan dilakukan tindakan resusitasi segera.
 Kultur Darah (Pengalaman terbaik peneliti) 6
Pengambilan kultur darah dilakukan segera, hal tersebut berguna untuk
meningkatkan optimalisasi pemberian antibiotik dan identifikasi patogen.
Kultur darah sebaiknya dalam 2 preparat terutama untuk kuman aerobik
dan anaerobik. Pengujian kultur juga dapat menyingkirkan penyebab
sepsis, apabila infeksi patogen tidak ditemukan maka pemberian antibiotik
dapat dihentikan.
 Antibiotik Spektrum Luas (Rekomendasi kuat, bukti penelitian Sedang) 6
Pemberian antibiotik spektrum luas sangat direkomendasikan pada
manajemen awal. Pemilihan antibitiotik disesuaikan dengan bakteri
empirik yang ditemukan.
 Cairan Intravena (Rekomendasi kuat, bukti penelitian Lemah) 6

6
Pemberian cairan merupakan terapi awal resusitasi pasien sepsis, atau
sepsis dengan hipotensi dan peningkatan serum laktat. Cairan resusitasi
adalah 30 mg/kgBB cairan kristaloid; tidak ada perbedaan manfaat antara
koloid dan kristaloid. Pada kondisi tertentu seperti penyakit ginjal kronis,
dekompensasi kordis, harus diberikan lebih hati –hati.
 Pemberian Vasopressor (Rekomendasi kuat, bukti penelitian cukup) 6
Manajemen resusitasi awal bertujuan untuk mengembalikan perfusi
jaringan, terutama perfusi organ vital. Jika tekanan darah tidak meningkat
setelah resusitasi cairan, pemberian vasopressor tidak boleh ditunda.
Vasopressor harus diberikan dalam 1 jam pertama untuk mempertahankan
MAP >65 mmHg. Dalam review beberapa literatur ditemukan pemberian
vasopressor/inotropik sebagai penanganan awal dari sepsis. Pemilihan
Vasopressor Norepinefrin direkomendasi sebagai vasopresor lini pertama.
Penambahan vasopressin (sampai 0,03 U/menit) atau epinefrin untuk
mencapai target MAP dapat dilakukan. Dopamin sebagai vasopresor
alternatif norepinefrin hanya direkomendasikan untuk pasien tertentu,
misalnya pada pasien berisiko rendah takiaritmia dan bradikardi relatif.
Penggunaan dopamin dosis rendah untuk proteksi ginjal sudah tidak
direkomendasikan lagi. Dobutamin disarankan diberikan pada hipoperfusi
menetap meskipun sudah diberi cairan adekuat dan vasopresor. Steroid
dapat digunakan apabila dengan norepinefrin target MAP masih belum
tercapai.

Indikator Keberhasilan Resusitasi :6

 Evaluasi Mean Arterial Pressure (MAP). MAP merupakan driving pressure


untuk perfusi jaringan atau organ terutama otak dan ginjal. Batas rekomendasinya
adalah 65 mmHg. Penetapan target MAP yang lebih tinggi (85 mmHg
dibandingkan 65 mmHg) justru meningkatkan risiko aritmia. Target MAP lebih
tinggi mungkin perlu dipertimbangkan pada riwayat hipertensi kronis.
 Laktat. Laktat sebagai penanda perfusi jaringan dianggap lebih objektif
dibandingkan pemeriksaan fisik atau produksi urin. Keberhasilan resusitasi pasien
7
sepsis dapat dinilai dengan memantau penurunan kadar laktat, terutama jika
awalnya mengalami peningkatan kadar laktat.
 Tekanan Vena Sentral (CVP) dan Saturasi Vena Sentral (SvO2). Tekanan
CVP normal adalah 8-12 mmHg. CVP sebagai parameter panduan tunggal
resusitasi cairan tidak direkomendasikan lagi. Jika CVP dalam kisaran normal (8-
12 mmHg), kemampuan CVP untuk menilai responsivitas cairan (setelah
pemberian cairan atau fluid challenge) terbukti tidak akurat. Penggunaan target
CVP secara absolut seharusnya dihindari, karena cenderung mengakibatkan
resusitasi cairan berlebihan.
 CO2 gap (Perbedaan kadar karbondioksida arteri dan vena (Pv-a CO2)).
Peningkatan produksi CO2 merupakan salah satu gambaran metabolisme
anaerob.15 Jika peningkatan kadar laktat disertai peningkatan Pv-aCO2 atau
peningkatan rasio Pv-aCO2 terhadap Ca-vO2, kemungkinan besar penyebabnya
adalah hipoperfusi.

2.2 PNEUMONIA
2.2.1Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh non mikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan
toksik, obatobatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.8
Klasifikasi pneumonia :
 Pneumonia komunitas/ Community Acquired Pneumonia (CAP) 9
merupakan salah satu penyakit infeksius ini sering disebabkan oleh bakteri
Steptococccus pneumonia (Penicillin sensitive and resistant strains),
Haemophillus influenza dan Moraxella catarrhalis (all strains penicillin
resistant). Ketiga bakteri tersebut dijumpai hampir 85% kasus CAP. CAP
biasanya menular karena masuk melalui inhalasi atau aspirasi organisme
patogen ke segmen paru atau lobus paru-paru. Pada pemeriksaan fisik
sputum yang purulent merupakan karakteristik penyebab dari tipikal

8
bakteri, jarang terjadi mengenai lobus atau segmen paru. Tetapi apabila
terjadi konsodilatasi akan terjadi peningkatan taktil fremitus, nafas bronkial.
 Pneumonia nosocomial / Hospital Acquired Pneuomonia (HAP) 9
didefenisikan sebagai pneumonia yang muncul setelah lebih dari 48 jam
dirawat di rumah sakit tanpa pemberian intubasi endotrakeal. Bakteri yang
berperan adalah: Pseudomonas Aeruginosa, Klebsiella sp, Staphilococcus
Aureus, Streptococcus Pneumoniae. pneumonia nosokomial dibagi menjadi
early onset (muncul selama 4 hari perawatan di rumah sakit) dan late onset
(muncul lebih dari 5 hari perawatan di rumah sakit). Pada early onset
pneumonia memiliki prognosis baik dibandingkan late onset pneumonia
nosokomial; hal ini dipengaruhi pada multidrug-resistant organism sehingga
mempengaruhi peningkatan mortalitas.
 Pneumonia berhubungan dengan ventilator/ Ventilator Acquired
Pneumonia10 merupakan pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau
lebih setelah intubasi trakea. Ventilator adalah alat yang dimasukkan
melalui mulut atau hidung, atau melalui lubang di depan leher. Infeksi dapat
muncul jika bekteri masuk melalui lubang intubasi dan masuk ke paru-paru.

2.2.2 Etiologi8
 Pneumonia bakterial / tipikal : dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca
infeksi influenza;
 Pneumonia atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
 Pneumonia virus
 Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

2.2.3 Diagnosis9

9
Pasien dengan CAP tipikal secara klasik datang dengan demam, batuk produktif
dengan sputum purulen, dispnea, dan nyeri dada pleuritik. Temuan karakteristik paru
pada pemeriksaan fisik meliputi:
 Takipnea
 Ronchi terdengar di lobus atau segmen yang terlibat
 Peningkatan fremitus taktil, suara napas bronkial, dan egophony mungkin
ada jika konsolidasi telah terjadi.
 Penurunan fremitus taktil dan redup pada perkusi dada dapat terjadi akibat
efusi parapneumonik atau empiema.
Pemeriksaan standar untuk CAP meliputi:
 Radiografi dada
Wajib dilakukan radiografi dada pada semua pasien dengan dugaan CAP
untuk mengevaluasi infiltrat dan untuk membantu menyingkirkan kondisi
yang mungkin menyerupai CAP, seperti kanker paru-paru atau emboli
paru. Pasien yang datang sangat awal dengan CAP mungkin memiliki
temuan negatif pada radiografi dada. Pada pasien ini, radiografi dada
ulang dalam 24 jam mungkin bermanfaat. CT scan mungkin juga
diperlukan pada pasien immunocompromised yang datang dengan gejala
yang menunjukkan CAP atau gejala ambigu yang temuan radiografi dada
negatif. Radiografi dada serial dapat digunakan untuk mengamati
perkembangan CAP; Namun, perbaikan radiografi sering tertinggal dari
perbaikan klinis
 Hitung sel darah lengkap (CBC) dengan diferensial
 Serum nitrogen urea darah (BUN) dan kadar kreatinin

Untuk pasien dengan CAP berat, pasien yang dirawat secara empiris untuk
methicillin-resistant S aureus (MRSA) atau Pseudomonas, atau pasien yang diduga
memiliki etiologi tertentu, pemeriksaan tambahan mungkin diperlukan, termasuk yang
berikut ini :
 Pewarnaan dan/atau kultur sputum Gram
 Kultur darah

10
 Kadar natrium serum
 Kadar transaminase serum
 Tingkat asam laktat
 Protein C-reaktif (CRP)
 Laktat dehidrogenase (LDH)
Dalam situasi khusus:
 Selama musim influenza, uji molekuler untuk influenza
 Pengujian molekuler atau antigen untuk SARS-CoV-2 dengan transmisi
komunitas yang sedang berlangsung
 Studi serologis untuk M pneumoniae, C pneumoniae, Bordetella pertussis, C
burnetiid
 Kreatin fosfokinase (CPK)
 Kadar fosfor serum

Kriteria Masuk Rumah Sakit:


Sistem penilaian ganda tersedia untuk menilai tingkat keparahan CAP dan untuk
membantu dalam memutuskan apakah pasien harus dirawat di rumah sakit atau dirawat di
unit perawatan intensif (ICU). Pneumonia berat didefinisikan sebagai memiliki satu
kriteria mayor atau tiga kriteria minor.
Kriteria utama meliputi :
 Syok septik yang membutuhkan vasopressor
 Kegagalan pernapasan yang membutuhkan ventilasi mekanis.
Kriteria minor antara lain sebagai berikut :
 Tingkat pernapasan 30 atau lebih napas per menit
 Rasio PaO 2/FIO 2 dari 250 atau kurang
 Infiltrat multilobar
 Kebingungan
 Uremia
 Leukopenia (WBC < 4000 sel/µl)
 Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/µl)
 Hipotermia
11
Skor keparahan penyakit atau model prognostik, seperti kriteria CURB-65 atau
Pneumoia severity Index (PSI) dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi pasien
yang mungkin menjadi kandidat untuk perawatan rawat jalan dan mereka yang mungkin
memerlukan rawat inap. CURB-65 adalah sistem penilaian yang dikembangkan dari
analisis multivariat terhadap 1068 pasien yang mengidentifikasi berbagai faktor yang
tampaknya berperan dalam kematian pasien. Satu poin diberikan untuk kehadiran
masing-masing berikut:11
 Confusion – Perubahan status mental
 Uremia – Tingkat nitrogen urea darah (BUN) lebih besar dari 20 mg/dL
 Respitory Rate -30 napas atau lebih per menit
 Blood Pressure – Tekanan sistolik kurang dari 90 mm Hg atau tekanan diastolik
kurang dari 60 mm Hg
 Usia lebih tua dari 65 tahun
Pedoman saat ini menyarankan bahwa pasien dapat dirawat dalam pengaturan rawat
jalan atau mungkin memerlukan rawat inap sesuai dengan skor CURB-65 mereka,
sebagai berikut:11
o Skor 0-1 – Rawat Jalan
o Skor 2 – Masuk ke bangsal medis
o Skor 3 atau lebih tinggi – Masuk ke unit perawatan intensif (ICU)
Persentase kematian pada 30 hari yang terkait dengan berbagai skor CURB-65
meningkat dengan skor yang lebih tinggi. Peningkatan drastis angka kematian antara skor
2 dan 3 menyoroti kemungkinan persyaratan untuk masuk ICU pada pasien dengan skor
3 atau lebih tinggi, seperti yang ditunjukkan di bawah ini:11
 Skor 0 – 0,7% kematian
 Skor 1 – 2,1% kematian
 Skor 2 – 9,2% kematian
 Skor 3 – 14,5% kematian
 Skor 4 – 40% kematian
 Skor 5 – 57% kematian

12
PSI, juga dikenal sebagai skor PORT (untuk studi yang memvalidasinya), adalah
aturan prediksi untuk kematian berdasarkan karakteristik yang berasal dari kohort pasien
yang dirawat di rumah sakit dengan pneumonia. Untuk masing-masing dari berbagai
karakteristik, nilai poin yang telah ditentukan ditetapkan. Dalam perbandingan kohort
retrospektif dari berbagai model prediksi yang diterapkan pada HCAP, PSI memiliki
sensitivitas tertinggi dalam memprediksi kematian.

Gambar 5. Kriteria PORT11

Gabungan poin total membentuk skor risiko, yang mengelompokkan pasien ke


dalam 5 kelas risiko kematian PSI, sebagai berikut:
 0-50 poin = Kelas I (0,1% mortalitas)
 51-70 poin = Kelas II (mortalitas 0,6%)
 71-90 poin = Kelas III (mortalitas 0,9%)
 91-130 poin = Kelas IV (9,3% mortalitas)
 Lebih dari 130 poin = Kelas V (27% mortalitas)
Pedoman saat ini menyarankan bahwa pasien dapat dirawat dalam pengaturan
rawat jalan atau mungkin memerlukan rawat inap tergantung pada kelas risiko PSI
mereka, sebagai berikut:
Kelas I dan II – Manajemen Rawat Jalan
Kelas III – Masuk ke unit observasi atau untuk rawat inap singkat
Kelas IV dan V – Perawatan di ruang rawat inap

2.2.4 Tatalaksana
Kebanyakan ahli merasa bahwa cakupan antimikroba harus dibagi terhadap
patogen CAP tipikal dan atipikal dengan pertimbangan risiko infeksi virus seperti

13
influenza, berdasarkan musim. Kajian tahun 2017 mempresentasikan bundel CAP yang
sejalan dengan pedoman internasional dan pedoman IDSA/ATS. Pedoman IDSA/ATS
2019 yang diperbarui juga mendukung komponen ini. Bundel termasuk berikut :
 Penggunaan PSI dan kriteria klinis untuk menentukan keparahan CAP dan
tingkat perawatan yang tepat
 Antibiotik empiris cepat yang tepat dimulai segera
 Resusitasi cairan dan elektrolit yang cepat, profilaksis tromboemboli, dan
manajemen hipoksia
 Ambulasi dini
 Penilaian risiko kardiovaskular dengan inisiasi aspirin yang tepat atau
profilaksis lainnya
Terapi yang memadai untuk CAP mencakup cakupan untuk S pneumoniae dan
bakteri patogen atipikal. Pilihan pengobatan untuk CAP pada pasien rawat jalan tanpa
komorbiditas dan tidak ada faktor risiko untuk S pneumoniae yang resistan terhadap obat
meliputi berikut ini :
 Amoksisilin 1 gram PO tiga kali sehari ATAU
 Makrolida (azitromisin 500 mg sekali dan kemudian 250 mg setiap hari
atau klaritromisin 500 mg dua kali sehari) ATAU
 Doksisiklin 100 mg dua kali sehari
Selama musim influenza, juga masuk akal untuk memulai terapi oseltamivir,
zanamivir, peramivir, atau baloxavir pada pasien rawat jalan yang datang dengan
penyakit seperti flu dan pneumonia. Makrolida harus digunakan hanya di daerah di mana
resistensi pneumokokus lebih rendah dari 25%.

Pilihan pengobatan untuk CAP pada pasien dengan penyakit penyerta seperti
penyakit jantung kronis, paru-paru, hati, atau ginjal; diabetes mellitus; alkoholisme;
keganasan; asplenia; imunosupresi; antibiotik sebelumnya dalam 90 hari; atau faktor
risiko lain untuk infeksi yang resistan terhadap obat meliputi:
 Beta-laktam (amoksisilin/klavulanat 2 g/125 mg dua kali sehari atau 500
mg/125 mg tiga kali sehari atau 875 mg/125 mg dua kali sehari,

14
cefpodoxime 200 mg dua kali sehari, atau sefuroksim 500 mg dua kali
sehari) DAN makrolida atau doksisiklin ATAU
 Fluoroquinolones pernapasan (moxifloxacin 400 mg setiap hari,
levofloxacin 750 mg setiap hari)

Untuk pasien rawat inap, terapi terdiri dari:


 Beta-laktam (ampisilin/sulbaktam 1,5-3 g setiap 6 jam atau ceftriaxone 1-2
g setiap hari atau cefotaxime 1-2 g setiap 8 jam atau ceftaroline 600 mg
setiap 12 jam) DAN makrolida ATAU
 Fluorokuinolon pernapasan ATAU
 Jika makrolida dan fluorokuinolon dikontraindikasikan: beta-laktam
seperti di atas DAN doksisiklin

Terapi pada pasien ICU meliputi:


 Beta-laktam (ceftriaxone, cefotaxime, atau ampisilin/sulbaktam) DAN
makrolida atau fluorokuinolon pernapasan ATAU
 Pada pasien dengan alergi penisilin: fluoroquinolone pernapasan DAN
aztreonam

Faktor risiko pneumonia Pseudomonas termasuk penyakit paru struktural, PPOK,


dan bronkiektasis. Jika Pseudomonas dicurigai, terapi adalah sebagai berikut:
 Beta-laktam anti-pneumokokus dan anti-pseudomonal (
piperacillin/tazobactam 4,5 g setiap 6 jam atau cefepime 2 g setiap 8 jam
atau ceftazidime 2 g setiap 8 jam atau meropenem 1 g setiap 8 jam atau
imipenem 500 mg setiap 6 jam.
Pada pasien dengan alergi penisilin berat, aztreonam 2 g setiap 8 jam dapat
digunakan sebagai pengganti beta-laktam dalam rejimen yang tercantum di atas. Perlu
dicatat bahwa banyak alergi penisilin yang dilaporkan bukanlah alergi yang sebenarnya.
Karena spektrum aztreonam yang terbatas dan kemungkinan reaksi silang alergi penisilin
yang relatif rendah dengan sefalosporin (2%), cefepime adalah pilihan yang masuk akal
setelah mempertimbangkan keseimbangan manfaat dan risiko.

15
BAB III

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

Nama : Ny. K S
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Sangsit

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Sesak nafas
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak pagi ini. Sesak tidak dipegaruhi oleh perubahan
posisi, cuaca, dan aktivitas. Sesak tidak disertai suara nafas yang berbunyi.
Pasien juga merasakan batuk lebih dari 1 bulan. Batuk berdahak berwarna putih
kental. Batuk tidak berdarah dan tidak dijumpai pilek. Pasien merasa dadanya
sakit saat batuk karena batuknya terlalu keras. Batuk terjadi terus-menerus tanpa
ada pemicunya. Pasien juga mengeluhkan adanya demam yang naik-turun dalam
1 minggu terakhir. Tidak disertai dengan menggigil dan keringat malam. Demam
turun dengan obat penurun panas. Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan
berat badan dalam 3 bulan terakhir dan kurangnya nafsu makan. Pasien merasa
badannya lemas. tidak disertai dengan mual, muntah, dan mencret. BAB dan
BAK dalam batas normal. Keluarga serumah yang menderita penyakit yang sama
diketahui, suaminya merupakan pasien TB yang putus berobat dan menantu
pasien merupakn penderita TB dengan pengobatan kategori II. Riwayat terkena
TB sebelumnya tidak diketahui, merokok tidak dijumpai, Riwayat keganasan
tidak dijumpai, hipertensi tidak dijumpai, DM tidak dijumpai.
RPT : Tidak ada
RPO : Paracetamol 500mg

ANAMNESIS ORGAN
16
Jantung : - Sesak Nafas : (+) - Edema : (-)
- Angina Pektoris : (-) - Palpitasi : (-)
- Lain-lain : (-)

Saluran Pernafasan : - Batuk-batuk : (+) - Asma Bronkitis : (-)


- Dahak : (+) - Lain-lain : (-)

Saluran Pencernaan : -Nafsu Makan :↓ - Penurunan BB :↓


- Keluhan Menelan : (-) - Keluhan Defekasi : (-)
- Keluhan Perut : (-) - Lain-lain : (-)

Saluran Urogenital : - Sakit BAK : (-) - BAK Tersendat : (-)


- Mengandung Batu : (-) - Keadaan Urin : (-)
- Haid : (-) - Lain-lain : (-)

Sendi dan Tulang : - Sakit Pinggang : (-) - Keterbatasan Gerak : (-)


- Keluhan Sendi : (-) - Lain-lain : (-)

Endokrin : - Polidipsi : (-) - Gugup : (-)


- Poliuri : (-) - Perubahan Suara : (-)
- Polifagi : (-) - Lain-Lain : (-)

Saraf Pusat : - Sakit Kepala : (-) - Hoyong : (-)


- Lain-lain : (-)

Darah & Pembuluh Darah : - Pucat : (+) - Perdarahan : (-)


- Petechiae : (-) - Purpura : (-)
- Lain-lain : akral dingin

Sirkulasi Perifer : - Claudicatio Intermitten : (-) - Lain-lain : (-)


Anamnesis Famili :-

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS
Keadaan umum
Sensorium : compos mentis (GCS : E4V5M6)
Tekanan Darah : 80/60 mmHg
Nadi : 80 x/i, lemah
Pernafasan : 30x/i
Temperatur : 38oC
Saturasi O2 : 80% room air

17
BB : 40 kg
TB : 160 cm
IMT : 15.6 (Underweight)

KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), ikterus (-/-), pupil : isokor, ukuran ±3 reflex cahaya
direk (+/+), indirek (+/+), kesan : anemis
Lain-lain : -
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah, gigi geligi dan tonsil/faring :Dalam batas normal

LEHER
Struma : tidak membesar
Pembesaran kelenjar limfa : (-)
Posisi Trakea: Medial, TVJ : R-2 cm H2O
Kaku kuduk : (-), Lain-lain : dalam batas normal

THORAX DEPAN
Inspeksi :
Bentuk : Simetris Fusiformis
Pergerakan : Tidak ada pernafasan yang tertinggal pada kedua lapangan paru (-), Sela
iga melebar (+)
Palpasi :
Nyeri Tekan : Tidak ada
Fremitus Suara : Stem fremitus kanan = kiri
Iktus : Teraba

Perkusi :
Paru : Redup
Batas Paru Hati R/A : Relatif : ICS V linea midklavikularis dextra
Absolute : ICS VI linea midklavikularis dextra
Peranjakan : +/- 1 cm
Jantung
Batas Atas Jantung : ICS II Linea parasternalis sinistra
Batas Kiri Jantung : ICS V Linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan Jantung : ICS IV Linea parasternalis dextra

Auskultasi :
Paru

18
Suara Pernafasan : Vesikuler
Suara Tambahan : Ronchi (+), Wheezing (-)
Jantung
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 > A1, desah sistolis (-), tingkat (-), desah diastolis (-), lain-
lain (-)
HR :80x/menit, irregular, lemah

THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis, Sela iga melebar (+)
Palpasi : Stem Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Redup
Auskultasi : Vesikuler

CURB-65 = 2 ( Rujuk Rumah sakit) Q-SOFA score =2 ( Prognosis buruk)


Kesadaran : GCS : 15 (0) Perubahan kesadaran = GCS :15 (0)
Kadar ureum :0 RR = RR>22 (1)
RR : >30x/i (1) TD = SBP < 100 (1)
TD : <90/<60 (1)
Usia > 65 tahun : 24 thn (0)
PORT SCORE = 92 (Kriteria IV -> Membutuhkan Rumah Sakit)

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
GerakanLambung/Usus : Tidak Terlihat
Vena Kolateral : Tidak Terlihat
Caput Medusa : Tidak Terlihat

Palpasi
Dinding Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba

HATI
Pembesaran, permukaan, dan pinggir : Tidak Teraba
Nyeri tekan : Tidak dijumpai

LIMFA
Pembesaran : (-), Schuffner : (-), Haecket : (-)
19
GINJAL
Ballotement : (-), Lain-lain : dalam batas normal

UTERUS/OVARIUM : Tidak diperiksa


TUMOR : Tidak diperiksa

Perkusi
Pekak hati : (+)
Pekak beralih : (-)

Auskultasi
Peristaltik Usus : Normoperistaltik
Lain-Lain : dalam batas normal

Pinggang
Nyeri Ketuk Sudut Kosto Vertebra : (-)

INGUINAL, GENITALIA LUAR : Tidak diperiksa


Pemeriksaan Colok Dubur (RT) : Tidak diperiksa

ANGGOTA GERAK ATAS


Deformitas Sendi : (-) Telapak Tangan Sembab : (-)
Lokasi : (-) Sianosis : (-)
Jari Tabuh : (-) Eritema Palmaris : (-)
Tremor Ujung Jari : (-) Lain-Lain : Akral dingin

ANGGOTA GERAK BAWAH


Kiri Kanan
Edema : (-) (-)
Arteri Femoralis : (+) (+)
Arteri Tibialis Posterior : (+) (+)
Arteri Dorsalis Pedis : (+) (+)
Refleks KPR : (+) (+)
Refleks APR : (+) (+)
Reaksi Fisiologis : (+) (+)
Reaksi Patologis : (-) (-)
Lain-Lain : akral dingin akral dingin

PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA

20
Rapid Antigen : NR
HIV : NR
GDS : 158 (normal)

DIAGNOSIS BANDING
1. Sepsis ec pneumonia
2. Sepsis ec TB paru
3. Covid-19

DIAGNOSIS SEMENTARA
Sepsis ec Pneumonia

PENATALAKSANAAN AWAL
 Tirah Baring
 O2 dengan Breathing Mask 8L/i
 Infus NaCl 0,9% 200cc bolus cepat
 Rujuk Spesialis Paru

Observasi setelah 15 menit


 Tanda Vital :
o GCS : E4V5M6
o TD : 80/palpasi
o HR : 160x/i
o RR : 30x/i
o Temp : 37,8
o Sat : 98 % dengan 02 Brathing mask 8L/i

Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan


1. Cek darah lengkap 2. Kultur darah
3. Cek sputum 4. Faal Ginjal
5. Xray

21
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 SYOK SEPSIS


Pasien adalah seorang Wanita berusia 27 tahun . Pemeriksaan tanda vitalnya didapati
pasien masih sadar penuh (GCS : 15), tekanan darahnya 80/60 mmHg, Nadi pasieen 80x/menit,
irregular dan melemah, frekuensi nafas 30x/menit, temp 38°C, dan saturasi pasien 80% sebelum
dilakukan tindakan, setelah dilakukan Tindakan didapati tekanan darah pasien menrun menjadi
80/palpasi, nadi menjadi 160x/menit, frekuensi nafas 30x/menit, temperatur 37,8°C dan saturasi
98% dengan bantuan O2 facial mask 8L/menit. Dari hasil pemeriksaan tanda vital yang
diperoleh, sesuai dengan teori bahwa pasien mengalami syok sepsis. Setelah dilakukan Tindakan
berupa pemberian cairan didapati tekanan darah pasien semakin menurun, dan dilakukan
penghitungan skor qSOFA didapati nilainya 2 (prognosis pasien buruk dan membutuhkan
perawatan lanjutan segera).
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien masih belum lengkap dan tidak
sesuai dengan teori penanganan syok sepsis, dikarenakan adanya keterbatasan sarana dan
prasarana di puskesmas.
Tindakan awal yang dilakukan di puskesmas adalah pemberian cairan dan oksigen
menggunakan facial mask sampai sebelum pasien di rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang
memadai. Dalam hal ini, untuk penanganan syok sepsisnya tidak dapat sesuai dengan teori 1
hour bundle, dikarenakan adanya keterbatasan alat dan bahan di puskesmas.

4.1 PNEUMONIA
Pasien mengeluhkan adanya batuk berdahak yang kental dan terjadi lebih dari 1 bulan,
dadanya sakit saat batuk, sesak, dan adanya demam yang naik turun. Dari keluhan pasien ini
didapatkan sesuai dengan teori gejala khas terjadinya oneumonia yaitu batuk berdahak, demam,
nyeri dada, dan sesak.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pasien adalah, pasien sesak nafas dengan
frekuensi nafas 30x/menit, pada inspeksi tidak dijumpai adanya kelainan, pada palpasi didapati
stem fremitus normal, pada perkusi didapati suara paru redup, auskultasi terdengar suara ronchi
hampir di seluruh lapangan paru, namun sangat terdengar jelas di daerah basal. Hasil peeriksaan

22
ini sesuai dengan teori pemeriksaan fisik pada pneumonia yaitu adanya takipnea dan suara ronchi
pada daerah basal paru.
Pemeriksaan penunjang dan pengobatan pasien tidak dapat sesuai dengan teori mengenai
penanganan dan tatalaksana pneumonia, dikarenakan adanya keterbatasan alat dan bahan,
karena itu pasien perlu dirujuk ke rumah sakit.
Dari perhitungan skor untuk menentukan prognosis dan perawatan pasien (Skor CURB-
65 dan Skor PORT) didapati Skor Curb-65 diatas 2 kriteria,yang artinya prognosis pasien buru k
dan harus segera dirujuk ke rumah sakit dan Skor PORT dengan nilai 92 (kriteria IV), yang
artinya pasien harus segera dirujuk dan membutuhkan ruangn ICU. Jika tidak prognosis pasien
akan semakin memburuk.

23
BAB V

KESIMPULAN

Pasien Ny. KS, Usia 27 tahun dating dengan keluhan batuk berdahak sudah > 1 bulan,
sesak, nyeri dada saat batuk, dan demam yangnaik turun. Dari anamnesis mengenai keluarga
didapati suami dan mertua pasien penderita TB, namun pasien belum pernah dilakukan
pemeriksaan untuk TB. Dari pemeriksaan fisik didapati tanda vitalnya kurang baik (GCS : 15;
TD: 80/60; HR: 80x/I; RR: 30x/I; Temp: 38; dan saturasi 80%) dan setelah dilakukan tindakan
tanda vital semakin menurun (GCS : 15; TD: 80/palpasi; HR: 160x/I; RR: 30x/I; temp: 37,8; dan
saturasi 98% denganO2 facial mask).
Pasien harus segera dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan pemeriksaan penunjang
seperti Xray thorax, kultur sputum (untuk memastikan diagnosis TB nya), darah lengkap, dan
pemeriksaan lab lainnya, dan dilakukan penanganan sgera untuk diagnosis sepsis dan
pneumonianya.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Wong HR, Nowak JE, Standage SW, Oliveira CF, Sepsis. Dalam: Fuhrman B.P,
Zimmerman J.J, Carcillo J.A, penyunting. Pediatric critical care. 4th ed. Philadelphia:
Elsevier;2011.
2. Marik VE, Varon J. The management of sepsis. In: Irwin RS, Rippe JM, eds. Irwin and
rippe’s intensive care medicine. 6th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2008.
3. Jeremy, P.T. At a Glance Sistem Respirasi. Paru – paru sistem respirasi. Edisi ke-2. Jakarta:
Erlangga Medical Series. 2008
4. Rahmawati AF, Angka Kejadian Pneumonia pada Pasien Sepsis di ICU RSUP dr. Kariadi
Semarang tahun 2013, Karya tulis ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro 2014
5. Putra, Ivan Aristo Suprapto. Update Tatalaksana Sepsis. Cermin Dunia Kedokteran Journal.
2019. 46(11).
6. Irvan, et. al. Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline Terbaru. Jurnal Anestesiologi
Indonesia. 2018.X(1)
7. Lubis, Bastian, Sepsis, Karya tulis ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
2019.
8. PDPI. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
9. Baer SL. Community Acquired Pneumonia. 2022
Availablehfromj:http://emedicine.medscape.com/article/234240-overview#a1 Accessed 16
March 2022.
10. Djojodibroto RD. Penyakit Infeksi pada Parenkim Paru. Dalam: Perdan TIM, Susanto D.
Respirologi (Respiratory Medicine). Edisi 1. Jakarta. 2009.
11. Justina, G., 2020. Bacterial Pneumonia Clinical Presentation: History, Physical
Examination, Risk Stratification. [online] Emedicine.medscape.com. Available at:
<https://emedicine.medscape.com/article/300157-clinical#b4> [Accessed 16 March 2022].

25

Anda mungkin juga menyukai