R DENGAN DIARE
DI POLI ANAK UPT PUSKESMAS MENTENG
PALANGKA RAYA
OLEH :
PATRIANI, S.Kep
2019.NS.B.07.021
OLEH :
PATRIANI, S.Kep
2019.NS.B.07.021
i
LEMBAR PERSETUJUAN
PEMBIMBING PRAKTIK
ii
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBIMBING PRAKTIK
Mengetahui
Ketua Program Studi Ners
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hikmah
kesehatan dan kebijaksanaan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Asuhan Keperawatan Pada An.R Dengan Diare Di Poli Anak UPT
Puskesmas Menteng Palangka Raya
Selama proses ini dari awal sampai berakhirnya penyusunan laporan asuhan
keperawatan ini, tidak lepas dari peran dan dukungan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes. selaku Ketua Yayasan Eka Harap
Palangka Raya yang telah menyediakan sarana dan prasarana kepada penulis
dalam mengikuti pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Melitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Vina Agustina, Ners.,M.Kep Selaku Preseptor Akademik.
4. Ibu Sri Rahayu, S.Kep.,Ners selaku Preceptor Lahan Puskesmas Menteng
5. Teman-teman seperjuangan Angkatan I Profesi Ners Program khusus Tahun
Ajaran 2019/2020, terima kasih atas dukungan dan sarannya dalam penyelesaian
laporan asuhan keperawatan ini.
Akhir kata kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan laporan asuhan keperawatan ini dimasa yang akan datang.
iii
DAFTAR ISI
v
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 39
5.2 Saran ............................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan
tingkat pertama (pencegahan primer) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan
khusus yaitu: penyediaan air bersih, tempat pembuangan tinja, status gizi, pemberian air susu
ibu (ASI), kebiasaan mencuci tangan, imunisasi. Pencegahan tingkat kedua (pencegahan
sekunder) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat yaitu: pemberian oralit.
Pencegahan yang ketiga (pencegahan tertier) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan
rehabilitasi yaitu: mengkonsumsi makanan yang bergizi dan menjaga keseimbangan cairan.
Pasien anak yang mengalami diare perlu dilakukan monitoring dan perawatan agar tidak
terjadi komplikasi lebih lanjut sehingga disinilah peran perawat diperlukan. Perawat dapat
meningkatkan pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang penyakit diare salah satunya
dengan memberikan penyuluhan tentang pentingnya mencegah penyakit diare (Lestari,
2016).
1) Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum
kardium biasanya berisi gas.
2) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah notura
minor.
3) Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter pilorus.
4) Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi
pilorus.
5) Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum
kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior.
5. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada
pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6 cm, merupakan saluran paling
panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi hasil pencernaan makanan.
Usus halus terdiri dari :
1) Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.
2) Yeyunum
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua
belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa
panjangnya ± 2-3 meter.
3) Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia panjangnya sekitar ± 4-5 m dan terletak setelah duodenum
dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8
(netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam
empedu.
6. Usus besar/interdinum mayor
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan, tempat
tinggal bakteri koli, tempat feses. Usus besar terdiri atas 8 bagian:
1) Sekum.
2) Kolon asenden.
6
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai kehati,
panjangnya ± 13 cm.
3) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
4) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28 cm.
5) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan
panjangnya ± 25 cm.
6) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah
berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan
anus.
8) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan
dunia luar.
protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas
membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi
empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental
dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental
usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan
sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain
dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein
(gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui dinding usus ke sirkulasi
darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga
diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif
yang sebagian kurang dimengerti.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang
sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir
yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon
mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta mengeluarkan
kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan
mencegah terjadinya dehidrasi.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan dan
meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun oleh antikolinergik,
meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang
umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, tekanan 100-200
mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi.
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi intralumen.
Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan
metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari.
2.1.3 Etiologi
1. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
8
inflasmasi usus, defisiensi kekebalan, intoleransi laktosa atau diare non spesifik akibat dari
penanganan diare akut yang tidak cepat dan efektif.
3. Diare yang membandel (intraktabek) pada bayi
Diare yang membandel (intraktabek) pada bayi merupakan sindrom yang terjadi pada
bayi dalam usia berapa minggu pertama serta berlangsung lebih lama dari 2 minggu tanpa
ditemukannya mikroorganisme pathogen sebagai penyebabnya dan bersifat resisten atau
membandel terhadap terapi. Penyebabnya yang paling sering adalah diare infeksius akut
yang tidak ditangani secara memadai.
4. Diare kronis nonspesifik
Diare kronis nonspesifik dikenal dengan istilah kolon iritabel yang merupakan penyebab
diare kronis yang sering dijumpai pada anak berusia 6 hingga 54 minggu. Anak-anak ini
memperlihatkan feses yang lembek yang sering disertai partikel makanan yang dicerna, dan
lamanya diare melebihi 2 minggu.
2.1.5 Patofisiologi
Menurut Muttaqin & Sari (2011) secara umum patofisiologi dari diare adalah
meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan akibat dari
gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan, cairan sodium,
potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstraseluler kedalam tinja, sehingga
mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit dan dapat terjadi asidosis metabolik. Diare
yang terjadi merupakan proses dari transpor aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap
elektrolit ke dalam usus halus, sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan
meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel
mukosa intestinal sehingga mengurangi fungsi permukaan intestinal. Perubahan kapasitas
intestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit. Peradangan akan menurunkan
kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahan-bahan makanan
ini terjadi pada sindrom malabsorbsi. Peningkatan motilitas intestinal dapat mengakibatkan
gangguan absorbsi intestinal.
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam lumen
usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
10
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena
peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
11
DIARE
B1 B2 B3 B4 B5 B6
(BREATH (BRAIN (BLOOD) (BLADDER) (BOWEL) (BONE)
) )
dan efektif untuk terapi darin hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak
berhasi, koreksi Na dilakukan berasama dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu:
memakai Ringer Laktat.
2.1.9 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tinja
1) Makroskopis dan mikroskopis
2) PH dan kadar gula dalam tinja
3) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH
dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
2.1.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut pada anak adalah sebagai berikut :
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan
akurat, yaitu:
1) Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak
di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium
tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya
ditambahkan dengan 1 ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl
isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk
mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
2) Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung
dengan cara/rumus:
Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma – 1,025 x BB x 4 ml
0,001
14
Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
Diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
Diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
Diare berat, kebutuhan cairan = 10% x kg BB
Metode Perbandingan BB dan Umur
Total
BB (kg) Umur PWL NWL CWL Kehilangan
Cairan
<3 < 1 bln 150 125 25 300
3-10 1 bln-2 thn 125 100 25 250
10-15 2-5 thn 100 080 25 205
15-25 5-10 thn 080 025 25 130
Keterangan:
PWL : Previus Water Lose (ml/kgBB) = cairan muntah.
NWL : Normal Water Lose (ml/kgBB) = cairan diuresis, penguapan, pernapasan
CWL : Concomitant Water Lose (ml/KgBB) = cairan diare dan muntah yang terus
menerus.
2. Dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7
kg, jenis makanan :
1) Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh.
2) Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang
tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
3. Obat-obatan yang diberikan pada anak diare adalah:
1) Obat anti sekresi (asetosal, klorpromazin)
2) Obat spasmolitik (papaverin, ekstrak belladone)
3) Antibiotik (diberikan bila penyebab infeksi telah diidentifikasi).
Frekuensi pemberian : hanya 1 kalii tidak perlu diulang, saat bayi baru lahir
atau dibawah 2 bulan.
Reaksi yang timbul : muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas
suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tidak diiringi
panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut.
(b) DPT
Kegunaan : mencegah 3 jenis penyakit, yaitu difteri, tetanus, pertusis (batuk
rejan yang biasanya berlangsung dalam waktu lama).
Frekuensi pemberian : sebanyak 5 kali, 3 kali diusia bayi (2,4,6 bulan), 1 kali
di usia 18 bulan dan 1 kali diusia 1 tahun.
Reaksi yang timbul : umumnya muncuul demam yang dapat diatasi dengan
obat penurun panas.
(c) Polio
Kegunaan : melindungi tubuh terhadap virus polio yang menyebabkan
kelumpuhan.
Frekuensi pemberian : diberikan saat kunjungan pertama setelah lahir.
Selanjutnya vaksin ini diberikan 3 kali yakni saat bayi berumur 2,4,6 bulan.
Reaksi yang timbul : hampir tidak ada hanya sebagian kecil anak yang
mengalami pusing, diare ringan dan sakit otot.
(d) Campak
Kegunaan : melindungi anak dari penyakit campak yang disebabkan virus.
Frekuensi pemberian : diberikan saat anak umur 9 bulan. Campak kedua
diberikan pada anak SD (6tahun). Jika belum mendapatkan vaksin campak pada
umur 9 bulan anak akan bisa diberikan vaksin kombinasi dengan golongan dan
campak jerman (MMR atau Measles, Mumps, Rubella) diusia 15 bulan.
Reaksi yang timbul : pada beberapa anak bisa menyebabkan demam dan diare
namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu kadang
juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
(e) Hepatitis B
Kegunaan : melindungi tubuh dari virus Hepatitis B, yang bisa menyebabkan
kerusakana pada hati.
Frekuensi pemberian : dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada
umur 1 bulan lalu 3-6 bulan.
17
Reaksi yang timbul : berupa keluahan nyeri pada bekas suntikan yang disusul
demam ringan dan pembengkakan namun reaksi ini akan hilang dalam waktu 2
hari.
6) Riwayat kesehatan keluarga
(1) Lingkungan rumah dan Komunitas
Umumnya penyakit diare memiliki daerah epidemic di kebanyakan daerah dan
wilayah kumuh, hal ini berkaitan dengan masalah ekonomi. Lingkungan yang
mengakibatkan timbulnya diare bisa berhubungan dengan masalah air, tanah dan
berjangkitnya lalat. Lingkungan yang tidak bersih dapat menjadi pemicu timbulnya
diare di dalam tubuh anak. (Anne Ahira, 2010)
7) Riwayat Nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi :
(1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 0-6 bulan sangat mengurangi resiko
diare dan infeksi yang serius.
(2) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah
menimbulkan gangguan pada pencernaan.
(3) Perasaan haus. Anak diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum biasa).
Pada dehidrasi ringan atau sedang merasa haus ingin minum banyak.
Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa minum.
8) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Pada usia toddler anak senang sekali bermain. Biasanya anak sering memasukkan
benda atau barang yang digunakan saat bermain. Jajan sembarangan, kurangnya
kebiasaan cuci tangan, kebersihan jamban dan lingkungan sekitar anak dapat
menyebabkan terjadinya diare. Maka dari itu ibu harus selalunwaspada terhadap
anaknya.
3. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Respirasi)
Inspeksi : adanya frekuensi pernafasan yang meningkat atau normal, irama
pernafasan teratur, pola nafas reguler, bentuk dada simetris, dan tidak ada retraksi
otot bantu nafas.
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama.
Perkusi : paru-paru sonor.
18
2.2.4 Implementasi
Implemnentasi adalah pelaksanaan tindakan yang harus dilaksanakan berdasarkan
diagnosis perawat. Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan oleh sebagian
perawat secara mandiri atau bekerjasama dengan tim kesehatan lain. Dalam hal ini perawat
adalah pelaksana asuhan keperawatan yaitu memberikan pelayanan keperawatan dengan
tindakan keperawatan menggunakan proses keperawatan (Nursalam, 2011). Menurut Wong
(2009) Penatalaksanaan sebagian besar kasus diare akut dapat dilaksanakan di rumah dengan
pemberian pendidikan yang benar kepada pengasuh anak tentang penyebab diare,
komplikasi yang potensial, dan terapi yang tepat.
2.2.5 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut:
Melaporkan pola defekasi normal, mempertahankan keseimbangan cairan dengan
mengonsumsi cairan peroral dengan adekuat, melaporkan tidak ada keletihan dan
kelemahan otot, menunjukkan membrane mukosa lembap dan turgor jaringan normal,
mengalami keseimbangan intake dan output, mengalami berat jenis urine normal,
mengalami penurunan tingkat ansietas, mempertahankan integritas kulit.
Mempertahankan kulit tetap bersih setelah defekal. Tidak mengalami komplikasi,
elektrolit tetap dalam rentang normal, tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada
distritmia atau perubahan dalam tingkat kesadaran (Wong, 2009).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
tanggal 05 September 2020 klien dibawa ke puskemas menteng untuk diperiksa oleh
dokter.
(2) Riwayat Kesehatan Lalu
Riwayat prenatal, Ibu mengatakan selama hamil ibu tidak pernah sakit, Riwayat
obstetri G2P2A0, ibu klien rutin berkunjung ke bidan untuk memeriksa kehamilannya
dan sudah mendapatkan imunisasi TT lengkap pada awal kunjungan. Riwayat natal,
Ibu klien mengatakan melahirkan pada usia 9 bulan kehamilan, dan melahirkan di
rumah sakit, lahir operasi caesar dengan keadaan normal bayi langsung menangis
spontan. Riwayat post natal, ibu klien mengatakan An. R lahir dengan berat badan
2,8 kg dan panjang 46 cm dan bayi langsung menangis spontan dan diberikan
suntikan vaksin/ imunisasi sesuai jadwal dan diberikan ASI eksklusif selama 2 bulan
saja. Klien tidak pernah sakit selama ini.
(3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu klien mengatakan dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit
keturunan seperti jantung, asma, hipertensi, diabetes dan tidak ada yang menderita
penyakit menular seperti TBC, hepatitis dan HIV AIDS.
(4) Susunan Genogram 3 (tiga) generasi
b) Imunisasi
26
2. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran compos mentis, kadang-kadang klien rewel.
2) Tanda-tanda Vital
Nadi: 102 x/ menit, suhu: 36,8oC, respirasi: 24 x/menit.
3) Kepala dan Wajah
(1) Ubun-Ubun
Ubun-ubun menutup, tidak terlihat cekungan, tidak ada hidrocephalus
(2) Rambut
Warna rambut hitam (tidak rontok, tidak kusam dan tidak mudah dicabut).
(3) Kepala
Keadaan kulit kepala bersih (tidak ada peradangan atau benjolan), massa tidak ada.
(4) Mata
Bentuk mata simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih, reflek pupil mengecil
ketika diberikan rangsangan cahaya, tidak terdapat oedem palpebra, ketajaman
penglihatan: klien dapat melihat dengan baik.
(5) Telinga
Bentuk telinga simetris, tidak terdapat serumen, tidak ada peradangan, ketajaman
pendengaran klien baik.
(6) Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak ditemukan sekret, dan tidak ada peradangan.
(7) Mulut
Mukosa mulut lembab, palatum keras.
(8) Gigi
Gigi seri ada 2 dibagian atas ,tidak ada carries gigi.
(9) Leher dan Tenggorokan
Bentuk leher simetris, reflek menelan: anak mampu minum, tidak di temukan
pembesaran tonsil dan vena jugularis, tidak ada benjolan atau peradangan.
27
4) Dada
Dada simetris, tidak ada retraksi dada, bunyi nafas tambahan tidak ada, tipe pernafasan
dada dan perut, bunyi jantung lub dup, tidak tampak iktus cordis, tidak terdapat nyeri
dada.
5) Punggung
Bentuk simetris, tidak ada peradangan, tidak ada benjolan dan lain-lain
6) Abdomen
Bentuk simetris, bising usus 24x/m, hipertimpani, tidak terdapat asites, tidak ada massa,
tidak mengalami hepatomegali, spenomegali, dan nyeri.
7) Ekstremitas
Pergerakan/ tonus otot bebas dengan kekuatan penuh, tidak di temukan adanya oedem
dan sianosis, tidak ditemukan clubbing finger, keadaan kulit halus, turgor elastis < 2 detik
(dicubit di perut) dan akral hangat.
8) Genetalia
Genitalia bersih, tidak ada hipospadia, dan keadaan testis lengkap.
3. Riwayat Pertumbuhan Dan Perkembangan
Gizi klien baik BB=13 kg, klien sudah bisa berinteraksi dengan orang lain atau perawat. Motorik
halus klien belum mampu makan sendiri, dapat memegang dot sendiri. Motorik kasar klien mampu
merangkak dan belum mampu berjalan. Kognitif dan bahasa klien belum mampu berbicara jelas dan
dapat mengucapkan kata “ma-ma”, hanya mampu menangis. Psikososial baik bergantung kepada
ibunya.
4. Pola Aktivitas Sehari-Hari
No Pola kebiasaan Sebelum sakit Selama sakit
1. Nutrisi
a. Frekuensi 2 jam sekali 2 jam sekali
b. Nafsu makan/selera Baik Menurun
c. Jenis makanan Nasi, lauk-pauk, Nasi, lauk-pauk, sayur,
sayur,Susu susu
2. Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1-2x/hari 8x/hari
Konsistensi Lembek Cair
b. BAK
Frekuensi 5-6 kali 5-6 x/hari
Konsistensi lembek, kuning Cair,kuning, bau khas
3. Istirahat/ tidur
a. Siang/jam ± 2 jam ± 2 jam
b. Malam/jam ± 10-12 jam ± 9-10 jam
28
4. Personal hygiene
a. Mandi 2x/hari 2x/hari
5. Data Penunjang
WBC: 12,57 x 103/ UL
RBC: 5,09 x 106 / UL
HGB: 11,4 g/dl
HCT: 36,1%
PLT: 445 x 103 / UL.
6. Lain-lain
Orang tua klien selalu bertanya tentang kondisi dan penyakit yang diderita anaknya dan
tampak khawatir.
7. Penatalaksanaan Medis
Obat Dosis Rute Indikasi KontraIndikasi
oralit Tiap Oral Meredakan dehidrasi Riwayat alergi dengan
bab cair akibat diare dengan cara kandungan obat
menggantikan cairan dan
garam yang hilang dari
tubuh.
Zinc 20 Oral Membantu menurunkan Konsumsi zinc
mg/hr tingkat keparahan, serta umumnya aman dan
bisa menurunkan risiko jarang menimbulkan
anak terkena diare ke efek samping fatal.
depannya.
Mahasiswa,
(Patriani, S.Kep)
29
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : An. R
Ruang Rawat : Poli Anak UPT Puskesmas Menteng
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : An. R
Ruang Rawat : Poli Anak UPT Puskesmas Menteng
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Senin, 14 September Diagnosa 2: Senin, 14 September 2020 J.09.42 WIB
2020 1. Mengkaji pemahaman keluarga S: Ibu klien mengatakan paham tentang pengertian,
09.15 WIB mengenai informasi Diare. penyebab, tanda dan gejala diare, cara mencegah
2. Memberikan pendidikan kesehatan serta mengobati diare.
09.20 WIB mengenai Diare kepada orang tua klien O:
antara lain: pengertian Diare, - Ibu dapat menjelaskan pengertian diare
penyebab, tanda dan gejala dan - Ibu dapat menyebutkan 3 dari 4 penyebab diare
penatalaksanaan Diare - Ibu dapat menyebutkan 4 tanda dan gejala diare
3. Memberikan kesempatan kepada - Ibu dapat menyebutka kembali mengenai Patriani
09.35 WIB keluarga untuk bertanya. pencegahan dan penatalaksanaan diare
4. Menanyakan kembali tentang - Ibu klien tidak bertanya lagi tentang
09.40 WIB pengetahuan dan informasi yang sudah pengobatan anaknya dan hanya
dijelaskan. mengkorfirmasi cara minum obat yang telah
diberikan oleh dokter.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan Intervensi
36
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Senin, 14 September Diagnosa 3: Senin, 14 September 2020 J.09.42 WIB
2020 1. Mendiskusikan dan menjelaskan tentang S: Ibu klien mengatakan “anak saya makan
08.45 WIB pembatasan diet (makanan berserat minumnya masih sedikit-sedikit’
tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau O: - anak masih rewel
08.50 WIB dingin) - Bunyi abdomen hipertimpani
2. Menganjurkan orang tua menciptakan - Bising usus 24x/menit
lingkungan yang bersih, jauh dari bau A: Masalah belum teratasi
yang tak sedap atau sampah. P: lanjutkan intervensi no. 2, 3, 4, 5, 6
3. Menganjurkan orang tua memberikan 1) Anjurkan orang tua untuk monitor warna, Patriani
08.55 WIB anak makan sedikit tapi sering, frekuensi dan konsistensi tinja selama
menyajikan makanan dalam keadaan anak dirawat di rumah.
09.00 WIB hangat. 2) Anjurkan orang tua membawa anak ke
4. Menganjurkan orang tua memberikan IGD jika BAB cair dan muntah terus
jam istirahat (tidur) serta kurangi menerus (tidak berkurang).
kegiatan yang berlebihan
5. Menganjurkan orang tua memonitor
intake dan out put dalam 24 jam.
6. Menganjurkan orang tua untuk
memberikan obat sesuai indikasi;
rehidrasi oral oralit tiap bab cair dan zinc
20 mg perhari selama 10 hari sesuai
anjuran dokter.
37
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Selasa, 15 September Diagnosa 1: Selasa, 15 September 2020 J. 16.00 WIB
2020 15.30 WIB 1. Mengindentifikasi warna, S:
frekuensi, dan konsistensi tinja - Ibu klien mengatakan hari ini anak 2x bab tapi
16.10 WIB 2. Melakukan pemeriksaan TTV banyak ampas
serta menghitung intake dan - Ibu mengatakan klien tidak ada demam dan
output klien. tidak rewel.
16.15 WIB 3. Menganjurkan orang tua agar O:
tetap memerikan asupan cairan - TTV N : 96 x/menit, S : 36,4 0C, RR : 22
oral (ASI, susu, air putih) dan x/menit Patriani
menghindari pemberian MPASI - Konsistensi feses belum berbentuk dan ada
tinggi serat selama periode diare. ampas berwarna kuning di popok.
16.16 WIB 4. Menganjurkan orang tua untuk - Abdomen bunyi timpani
memberikan makan minum porsi - Bising usus 18x/menit
kecil tapi sering Klien mendapatkan terapi :
16.20 WIB 5. Melanjutkan kolaborasi - zinc 20 mg/hr sudah diminum
pemberian obat sesuai indikasi - oralit tiap bab cair sudah diminum
rehidrasi oral oralit tiap bab cair A: Masalah belum teratasi
dan zinc 20 mg perhari selama 10 P: Lanjutkan Intervensi 2, 3, 4, 5 dan 6
hari. 1. Anjurkan orang tua untuk ke IGD RS bila
klien menunjukan tanda dan gejala dehidrasi
dan diare berlanjut.
38
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Selasa, 15 Diagnosa 3: Selasa, 15 September 2020 J.16.20 WIB
September 2020 7. Mendiskusikan dan menjelaskan tentang S: Ibu klien mengatakan “anak saya makan
15.45 WIB pembatasan diet (makanan berserat minumnya mulai banyak dan sudah tidak
tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau rewel”
15.50 WIB dingin) O: - anak tidak rewel
8. Menganjurkan orang tua menciptakan - Bunyi abdomen timpani
lingkungan yang bersih, jauh dari bau - Bising usus 18x/menit
yang tak sedap atau sampah. Klien mendapatkan terapi :
9. Menganjurkan orang tua memberikan - zinc 20 mg/hr sudah diminum Patriani
15.55 WIB anak makan sedikit tapi sering, - oralit tiap bab cair sudah diminum
menyajikan makanan dalam keadaan -
16.00 WIB hangat. A: Masalah teratasi
10. Menganjurkan orang tua memberikan P: hentikan intervensi
jam istirahat (tidur) serta kurangi
kegiatan yang berlebihan
11. Menganjurkan orang tua memonitor
intake dan out put dalam 24 jam.
12. Menganjurkan orang tua untuk
memberikan obat sesuai indikasi;
rehidrasi oral oralit tiap bab cair dan zinc
20 mg perhari selama 10 hari sesuai
anjuran dokter.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pelaksanaan asuhan keperawatan mengacu pada konsep dan teori yang sudah
ada dan teruji. Dalam bab ini penyusun mencoba membahas antara konsep dan
kasus yang ada dalam pelaksanaan proses asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan pada tanggal 14 September 2020 pukul 08.30 WIB pada An. R
dengan Diare di Poli Anak UPT Puskesmas Menteng Palangka Raya.
4.1 Pengkajian
Menurut Srinalesti (2020) diare diartikan sebagai suatu keadaaan dimana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair. Pada
hasil pengkajian klien ditemukan data subjektif ibu klien mengatakan “anak saya
bab cair 8x tadi malam dan ada sedikit ampas dan lendir, kurang mau makan dan
minum, muntah 1x” Pada data objektif ditemukan bising usus anak 24x/m, klien
tampak rewel, tanda-tanda vital N: 102x/m, RR: 24x/m, S: 36,8 0C, WBC 11,89x10³
UL, hipertimpani abdomen dan mukosa mulut lembab.
Berdasarkan fakta di lapangan dengan teori terdapat kesamaan, yaitu keluhan
utama klien adanya bab cair merupakan tanda utama terjadinya diare. Kehilangan
cairan dan elektrolit di vaskuler apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan
hipovolemia lebih lanjut. Hal ini didukung dengan adanya data klien mulai
menurun nafsu minum sufor sehingga beresiko tidak tergantinya cairan yang hilang.
Data subjektif selanjutnya adalah ibu klien tidak mengerti penyebab klien bab
cair dan cara mengatasi mencretnya. Hal ini disukung dengan didapatkan data
objektif yaitu ibu klien tampak kuatir dengan penyakit anaknya dan bingung ketika
ditanya tentang penyakit anaknya.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus An. R terdapat 2 diagnosa
keperawatan yaitu :
1. Resiko hypovolemia berhubungan dengan intake cairan mulai menurun
2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
40
Menurut Haryono (2012) pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak
diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan agar tidak
terjadi komplikasi yang lebih parah. Intervensi yang disusun ini sejalan dengan teori
penatalaksanaan diare. Sedangkan pada diagnosa defisit pengetahuan, intervensi
disesuaikan dengan sejauh mana pemahaman orang tua klien terhadap penyakit
sehingga informasi yang diberikan oleh perawat tepat sasaran. Menurut lestari
(2016) perawat dapat meningkatkan pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang
penyakit diare salah satunya dengan memberikan penyuluhan tentang pentingnya
mencegah penyakit diare. Rencana keperawatan yang disusun untuk diagnosa
keperawatan defisit pengetahuan sejalan dengan teori yang ada.
4.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan keperawatan merupakan tahap ke empat dari
proses keperawatan, dimana rencana perawatan dilaksanakan pada tahap ini untuk
menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan aktifitas yang telah dicatat dalam
rencana keperawatan klien, agar implementasi perencanaan ini tepat waktu dan
efektif untuk mencegah komplikasi penyakit.
Implementasi yang dilakukan pada klien An. R dilakukan sesuai dengan
intervensi yang telah ditetapkan. Implementasi dilakukan saat klien berada di
puskesmas dan dilanjutkan dirumah klien pada saat melakukan evaluasi lanjutan.
Pada teori, pelaksanaan implementasi cenderung dilakukan di rumah sakit atau
faskes, sedangkan pada kasus klien implementasi dapat dilakukan dirumah dan
dapat dilakukan mandiri oleh keluarga klien setelah diberikan pendidikan
kesehatan.
4.5 Evaluasi
Sebagai tahap akhir dari proses keperawatan setelah melakukan pengkajian,
penetapan diagnosa, membuat perencanaan, dan implementasi, catatan
perkembangan dilakukan sebagai bentuk dari evaluasi (SOAP).
Hasil evaluasi pertemuan pertama pada An. R dengan diagnosa resiko
hipovolemia adalah masalah klien belum teratasi. Evaluasi dilanjutkan di rumah
klien pada pertemuan kedua namun masalah keperawatan masih belum teratasi.
Pada pertemuan ke dua masalah klien belum teratasi tetapi sudah menunjukkan
tanda-tanda perbaikan yaitu S : Ibu klien mengatakan hari ini anak 2x bab tapi
42
banyak ampas, ibu mengatakan klien tidak ada demam dan tidak rewel serta sudah
mulai mau makan dan minum, O: N : 96 x/menit, S : 36,4 0C, RR : 22 x/menit,
Konsistensi feses belum berbentuk tidak ada lendir dan ada ampas berwarna kuning
di popok, abdomen bunyi timpani, bising usus 18x/m, obat oral sudah diminumkan.
Meskipun masalah belum teratasi pada pertemuan terakhir, perawat tetap
memberikan edukasi agar orang tua klien kontrol ke faskes bila keluhan tidak
membaik.
Hasil evaluasi pada diagnosa kedua defisit pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi, yaitu masalah teratasi pada pertemuan pertama. Perawat tidak
perlu mengulang pemberian informasi karena orang tua klien sudah paham tentang
penyakit anaknya serta penanganan selama dirumah.
Hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan ke tiga Resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare/output berlebih dan tidak adekuatnya
intake, masalah teratasi yaitu S : ibu klien mengatakan “makan dan minum anak
saya sudah mulai meningkat, bab 2x ada ampas dan tidak ada lendir” O: N : 96
x/menit, S : 36,4 0C, RR : 22 x/menit, Konsistensi feses belum berbentuk tidak ada
lendir dan ada ampas berwarna kuning di popok, abdomen bunyi timpani, bising
usus 18x/m, obat oral sudah diminumkan. Meskipun masalah telah teratasi, namun
perawat tetap memberikan edukasi tentang mempertahankan intake nutrisi adekuat
pada anak selama penanganan mandiri di rumah.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah membahas keseluruhan asuhan keperawatan pada An. R dengan
diagnosa medis Diare, pada bab ini akan disampaikan kesimpulan sebagai berikut
5.1.1 Pengkajian
Pada tahap pengkajian didapatkan data ibu klien mengatakan anaknya bab cair
8x dan muntah 1x, serta kurang mau makan dan minum. dan orang tua klien tampak
bingung ketika ditanya oleh perawat tentang penyakit klien.
5.1.2 Diagnosa Keperawatan
Masalah yang ditemukan berdasarkan prioritas yaitu resiko hypovolemia
berhubungan dengan intake cairan mulai menurun; defisit pengetahuan
berhubungan dengan kurang terpapar informasi; resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
5.1.3 Intervensi Keperawatan
Prioritas masalah yang telah ditentukan, disusun tujuan dan waktu secara
spesifik sesuai dengan waktu yang diberikan. Perencanaan tindakan yang di buat
disesuaikan dengan kebutuhan klien dan orang tuanya. Pada masalah resiko
hipovolemia perencanaan bertujuan untuk menghentikan terjadi diare serta
memperbaiki tanda gejala diare serta mencegah komplikasi hipovolemia. Pada
masalah resiko nutrisi perencanaan bertujuan pada kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Penulis menetapkan waktu 2 kali pertemuan, hal ini dilakukan dengan
mempertimbangkan waktu pemulihan diare tidaklah cepat. Sedangkan pada defisit
perngetahuan, intervensi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman orang tua pada
penyakit diare anak dan penulis menetapkan satu kali pertemua saja untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
5.1.4 Implementasi Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan semua tindakan keperawatan dari tiga diagnosa dapat
dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Mengingat klien masih
berumur 4 tahun 2 bulan maka implementasi difokuskan pada dukungan dan
44
perhatian orang tua agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut dan diare dapat segera
teratasi.
5.1.5 Evaluasi Keperawatan
Pada tahap evaluasi, masalah diare belum teratasi pada hari pertama kunjungan
sedangkan pada masalah defisit pengetahuan masalah dapat teratasi. Pertemuan
kedua masalah diare klien masih belum teratasi akan tetapi klien sudah menunjukan
tanda-tanda perbaikan.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Perawat
Perawat mampu memberikan dan meningkatkan kualitas dalam memberikan
asuahan keperawatan pada anak Diare, serta mampu melakukan asuhan
keperawatan kepada pasien sesuai dengan Standar Operasional Prosedur
(SOAP).
5.2.2 Bagi Institut Pendidikan
Diharapkan dapat menyediakan fasilitas, sarana, prasarana dalam proses
pendidikan serta melengkapi perpustakaan dengan buku keperawatan edisi
terbaru khususnya asuhan keperawatan pada anak Diare.
5.2.3 Bagi Institut Puskesmas Menteng Palangka Raya
Diharapkan pihak puskemas dapat memberikan pelayanan bukan hanya di
puskesmas tetapi juga perlu adanya kunjungan rumah untuk mengevaluasi
implementasi yang diberikan. Mampu menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana
yang memadai dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien, khususnya pada
anak dengan Diare.
5.2.4 Bagi Pasien/Keluarga
Diharapkan orang tua turut terlibat dalam pemberian asuhan dan memahami
konsep penyakit anak dengan Diare selama di faskes maupun dirumah, agar
tercapai derajat kesehatan seoptimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Srinalesti Mahanani. 2020. Pemenuhan Cairan dan Elektrolit Pada Anak Yang
Mengalami Diare. Kediri: Pelita Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
45
Lembar Konsultasi
KEGIATAN BIMBINGAN
No Hari/Tgl/Waktu Catatan Dosen Tanda Tangan
Mahasiswa Pembimbing
1
Patriani, S.Kep
i
ii
Topik : Diare
Pokok bahasan : Diare pada Balita
Sub Pokok Bahasan : Pengertian diare, etiologi diare, pencegahan diare,
penatalaksanaan diare
Sasaran : Keluarga klien
Tempat : Ruang Poli Anak UPT PKM Menteng Palangka Raya
Tanggal/Waktu : 14 September 2020
Alokasi waktu : 30 menit
Pemberi Materi : Mahasiswa Ners Progsus
Metode : Ceramah dan Tanya jawab
Media : Leaflet
I. Latar Belakang
Diare adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan.
Kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya atau frekuensi buang air besar
lebih dari 4 kali pada bayi dan 3 kali pada anak (Puri Mahayu, 2016). Diare ringan
yang terjadi pada anak biasanya tidak berlangsung lama dan dapat ditangani di
rumah. Meskipun demikian, memantau kondisi anak dengan saksama adalah hal
yang penting untuk memastikan kondisinya tidak memburuk dan terjadi
komplikasi.
Diare merupakan penyebab kematian kedua pada anak di bawah usia lima tahun,
dan membunuh 1,5 juta anak setiap tahun. Sebanyak 1,8 juta orang meninggal
setiap tahun karena penyakit diare, 90% adalah anak usia di bawah lima tahun,
terutama dinegara berkembang (WHO, 2012). Ada 1,7 miliar kasus diare pada
anak-anak pada tahun 2014, menghasilkan 36 juta kasus penyakit parah dan
700.000 kematian, atau lebih dari 10% dari semua kematian anak di seluruh dunia
(Levine dkk, 2015). Di Indonesia kematian anak dan balita masih sangat tinggi yang
disebabkan oleh diare dengan prevalensi tertinggi dideteksi pada anak balita (1-4
tahun) yaitu 16,7%. Pada tahun 2003 hingga 2010, berdasarkan survey morbiditas
yang dilakukan oleh Subdit diare, insiden diare cenderung naik yakni tahun 2003
iii
sebanyak 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan
tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2017).
Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, kerancunan makanan, dan
alergi makanan. Diare akut disebabkan oleh infeksi bakteri (Vibrio cholerae,
Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, dan bakteri nonpatogen bila
jumlahnya berlebihan), infeksi virus (virus ECHO, poliomielitis, virus Coxsackie,
Orbivirus), keracunan makanan dan alergi makanan. Mula-mula bayi atau anak
menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang
atau tidak ada, kemudian timbul diare. Feses makin cair, mungkin mengandung
darah atau lendir, dan feses berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
Akibat seringnya defekasi, anus atau sekitarnya lecet karena feses makin lama
menjadi asam. Komplikasi yang diakibatkan oleh diare biasanya akan terjadi
dehidrasi, renjatan hipovolemik, hipokalemia, hipoglikemia, intoleransi sekunder
akibat kerusakan vili mukosa usus dan defesiensi enzim laktase, kejang dan
malnutrisi energi protein.
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (pencegahan primer) yang meliputi promosi kesehatan
dan pencegahan khusus yaitu: penyediaan air bersih, tempat pembuangan tinja,
status gizi, pemberian air susu ibu (ASI), kebiasaan mencuci tangan, imunisasi.
Pencegahan tingkat kedua (pencegahan sekunder) yang meliputi diagnosis dini
serta pengobatan yang tepat yaitu: pemberian oralit. Pencegahan yang ketiga
(pencegahan tertier) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi
yaitu: mengkonsumsi makanan yang bergizi dan menjaga keseimbangan cairan.
Pasien anak yang mengalami diare perlu dilakukan monitoring dan perawatan agar
tidak terjadi komplikasi lebih lanjut sehingga disinilah peran perawat diperlukan.
Perawat dapat meningkatkan pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang
penyakit diare salah satunya dengan memberikan penyuluhan tentang pentingnya
mencegah penyakit diare (Lestari, 2016).
II.Tujuan instruksional
A. Tujuan umum
Setelah mengikuti ceramah dan tanya jawab diharapkan pasien dapat
memahami tentang penyakit Diare.
iv
B. Tujuan khusus :
Setelah dilakukan penyuluhan selama 15 menit diharapkan pasien dapat :
a. Menjelaskan pengertian Diare
b. Menyebutkan tanda dan gejala Diare
c. Menyebutkan penyebab terjadinya Diare
d. Mengerti bagaimana cara pencegahan Diare
e. Mengerti bagaimana penanganan Diare
Menyampaikan Memperhatikan
tujuan dan
mendengarkan
Menjelaskan Memperhatikan
sub-topik dan
mendengarkan
Penyampaian Memperhatikan
tujuan belajar
v
V. Evaluasi :
a. Evaluasi terstruktur :
1. Meminta perizinan kepada kepala ruang
2. Penyuluh mempersiapkan metode, media, dan pertanyaan-
pertanyaan yang akan di berikan.
3. Meminta salah kedua orang tua untuk mengikuti proses
penyuluhan
vi
b. Evaluasi proses :
1. Pasien dapat memahami terkait dengan tujuan instruksionalnya
c. Evaluasi hasil :
Pasien dapat memahami dan menjelaskan tentang pengertian Diare,
tanda dan gejala, penyebab, cara pencegahan dan cara
penanganannya.
Pengertian Diare
Diare diartikan sebagai suatu keadaaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali
atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Penyebab Diare
1) Faktor infeksi
b) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella,
Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus
(Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E.
hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
c) Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya.
viii
2) Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu bisa
terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3) Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi
terhadap jenis makanan tertentu.
4) Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas), jarang terjadi
tetapi dapat ditemukan pada anak yang lebih besar.
Penatalaksanaan Diare
Penatalaksanaan diare akut pada anak adalah sebagai berikut :
1) Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi. Pada prinsipnya jumlah cairan
pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar
dari badan. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan
oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
Beri oralit setiap kali berak:
Umur kurang dari 1 tahun : ¼ - ½ gelas
Umur 1- 4 tahun : ½ - 1 gelas
Umur diatas 5 tahun : 1 - 1 ½ gelas
Cara menyiapkan oralit :
Sediakan 1 gelas air matang (200ml), 1 sendok teh gula pasir, dan ½ sendok
teh garam
ix
Daftar Pustaka
Muttaqin arif, Sari Kumala.(2011). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta:
Salemba Medika
Srinalesti Mahanani. 2020. Pemenuhan Cairan dan Elektrolit Pada Anak Yang
Mengalami Diare. Kediri: Pelita Medika