Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA PASIEN SYOK SEPTIK

Disusun Oleh Kelompok VIII:


Muhammad Wahyu Wicaksana (1901022)
Maharani Desthia Putri (1901030)
Tiara Riska Dilapanga (1901024)
Kelas 7A Keperawatan

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO
T.A 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan syok
septik tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
keperawatan kritis. Selain itu, laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang keperawatan kritis bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini. Kami menyadari,
laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan laporan ini.

Manado, 08 November 2022

Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………………………………….
Daftar Isi………………………………………………………………………………………..
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definis…………………………………………………………………………………
1.2 Etiologi………………………………………………………………………………..
1.3 Patofisiologi………………………………………………………………………….
1.4 Patogensis……………………………………………………………………………..
1.5 Prognosa……………………………………………………………………………….
1.6 Manifestasi Klinis……………………………………………………………………..
1.7 Komplikasi…………………………………………………………………………….
1.8 Pemeriksaan Diagnostik……………………………………………………………….
1.9 Penatalaksanaan……………………………………………………………………….
1.10 Pathway……………………………………………………………………………….
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN SYOK SEPTIK (TEORI)
2.1 Pengkajian…………………………………………………………………………….
2.2 Diagnosa Keperawatan………………………………………………………………..
2.3 Intervensi Keperawatan……………………………………………………………….
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN SYOK SEPTIK (KASUS)
3.1 Pengkajian……………………………………………………………………………..
3.2 Diagnosa Keperawatan………………………………………………………………..
3.3 Intervensi Keperawatan………………………………………………………………..
3.4 Implementasi Keperawatan……………………………………………………………
3.5 Evaluasi………………………………………………………………………………..
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………..
4.2 Saran……………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan
menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan
hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2017)
Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas
yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok septik
dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik
terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi
rongga peritonium dengan isi usus
Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang
menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu
metabolisme sel/jaringan. Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan
tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg)
disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau
perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Chen dan
Pohan, 2017).
Syok septik merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi).
Pada pasien trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam
ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus
abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus. Syok septik adalah
penurunan tekanan darah yang berpotensi mematikan karena adanya bakteri dalam
darah.
Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang
menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu
metabolisme sel/jaringan. Syok septikmerupakan keadaan dimana terjadi penurunan
tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg)
disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau
perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Chen dan
Pohan, 2017).
B. ETIOLOGI
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon
imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang
mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok, yaitu peningkatan permeabilitas
kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi.
Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan
kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi
kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi
perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang
terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan
oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk
menggunakan oksigen karena toksin kuman.
Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok
hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam,
tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis
dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala
takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang
melebar.Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi
bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus (Linda D.U,
2017)
Selain itu syok juga dapat diakibatkan karena :
1. Perdarahan (syok hipovolemik)
2. Dehidrasi (syok hipovolemik)
3. Gagal jantung (syok kardiogenik)
4. Trauma atau cedera berat
5. Serangan jantung (syok kardiogenik)
6. Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
7. Infeksi (syok septik)
8. Reaksi alergi (syok anafilaktik)
9. Sindroma syok toksik.
C. PATOFISIOLOGI
Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi
yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen,
NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses
homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila
proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi
yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian
menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ.
Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan
maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh
mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah
jantung.
Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang
dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF
merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan
perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang
diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi
(myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin
bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Chen
dan Pohan, 2007).

D. PATOGENESIS
Sepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin.
Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis sepsis. Termasuk
sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-γ) yang membantu sel
menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi
adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10, yang bertugas untuk
memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila terjadi
ketidakseimbangan kerja sitokin proinflamasi dengan antiinflamasi, maka
menimbulkan kerugian bagi tubuh.
Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama membentuk
LPSab (Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum penderita kemudian dengan
perantara reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag, dan kemudian makrofag
mengekspresikan imunomodulator. Hal ini terjadi apabila mikroba yang menginfeksi
adalah bakteri gram negatif yang mempunyai LPS pada dindingnya.
Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan superantigen setelah difagosit
oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC),
kemudian ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik
yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang
bermuatan pada peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan
Th2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor).
Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi
sebagai immunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2 dan M-CSF (Macrophage Colony
stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10.
IFN-γ merangsang makrofag mengeluarkan IL-1β dan TNF-α. IFN-γ, IL-1β dan TNF-
α merupakan sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat peningkatan kadar IL-1β dan
TNF-α dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan TNF-α selain merupakan reaksi
sepsis, dapat merusakkan endotel pembuluh darah, yang mekanismenya sampai saat
ini belum jelas. IL-1β sebagai imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel
endotel, termasuk pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi
intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan
neutrofil yang telah tersensitisasi oleh granulocyte-macrophage colony stimulating
factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel
terdiri dari 3 langkah, yaitu:
1. Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-
selektin neutrofil dala mengikat ligan respektif
2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang
mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel
dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel
3. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.
Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozyme yang
melisiskan dinding endotel, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk
radikal bebas yang mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs,
sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan rusak. Kerusakan endotel tersebut
menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan kerusakan organ multipel.
Pendapat lain yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ multipel
disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil sehingga
terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian.
Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th2 mengekspresikan IL-
10 sebagai sitokin antiinflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN-γ, TNF-α dan
fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila
IL-10 meningkat lebih tinggi, maka kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis
dapat dicegah. (Hermawan, 2017).

E. PROGNOSA
Syok septik dapat menyebabkan kegagalan organ multipel termasuk kegagalan
pernapasan dan dapat menyebabkan kematian cepat

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam tinggi > 38,9 ̊C, sering diawali dengan menggigil kemudian suhu turun
dalam beberapa jam (jarang hipotermi).
2. Takikardia (denyut jantung cepat) lebih cepat dari 100 denyut / menit.
3. Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
4. Petekia, leukositosis atau leokopenia yang bergeser ke kiri, trombositopenia
5. Hiperventilasi dengan hipokapnia
6. Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, periektal
7. Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi,
trombositopenia atau koagulasi intravaskuler yang tidak dapat diterangkan
penyebabnya.

G. KOMPLIKASI
Menurut Brunner & Suddarth (2017) komplikasi syok septik, yaitu:
1. Meningitis
2. Hipoglikemi
3. Aasidosis
4. Gagal ginjal
5. Disfungsi miokard
6. Perdarahan intra cranial
7. Icterus
8. Gagal hati
9. Disfungsi system saraf pusat
10. Kematian
11. Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS)
12. Kematian

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Brunner & Suddarth (2016) pemeriksaan diagnostik dari syok septik, yaitu :
1. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
2. penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling efektif.
Ujung jalur kateter/intravaskuler mungkin diperlukan untuk memindahkan dan
memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
3. SDP: Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi.
Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya, dikuti oleh pengulangan
leukositosis (15.000 – 30.000) dengan peningkatan pita (berpindah ke kiri) yang
mempublikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
4. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
5. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia) dapat
terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati /
sirkulasi toksin / status syok.
6. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic, disfungsi hati, syok.
7. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneogenesis
dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan selulaer dalam
metabolisme.
8. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan / gagalan hati.
9. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya dalam
tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic terjadi karena
kegagalan mekanismekompensasi.
10. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul protein dan
SDM.
11. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindentifikasikan udara
bebas didalam abdomen dapat menunjukan infeksi karena perforasi abdomen /
organ pelvis.
12. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan disritmia
yang menyerupai infark miokard.

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang
perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam
pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway:
a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan
transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya
dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri
rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi
atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun
perfusi.Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan
hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung.Kadar
hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh
eritrosit menurun.Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan
perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan
oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi
oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi
oksigen di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik
kristaloid maupun koloid.Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor
kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih.Secara klinis respon terhadap
pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan
ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi
urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan
cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan
saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila
kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan
septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi.Terapi
vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60
mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan
dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit,
fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik
yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8
mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase
(amrinon dan milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum
bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan
hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis
maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration).Pada hemodialisis
digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan
pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik.Hemofiltrasi dilakukan
kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan
hemodialisis.
6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan,
vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian
secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi
adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan
tersebut.Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari
pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.

8. PATHWAY
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN SYOK SEPTIK (TEORI)
2.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat dan diagnosa medis
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat penyakit saat ini
c. Riwayat penyakit dahulu
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Tanda-tanda vital
c. Head to toe
4. Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual
a. Pola nutrisi
b. Pola personal hygiene
c. Pola istirahat dan tidur
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
f. Hubungan peran
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola nilai kepercaayan
i. Pola reproduksi

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Tidakefektifan Pola Nafas
2. Penurunan Curah Jantung
3. Ketidakefektifan Hiperperfusi Jaringan Perifer
4. Gangguan Eliminasi Urine
5. Hiperglekimia Hipoglekimia
6. Ketidakefektifan Perkusi Jaringan Otak
7. Gangguan Rasa Nyaman
8. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
9. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
10. Intoleransi Aktivitas
11. Risiko Cedera

2.3 Intervensi
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SYOK SEPTIK (KASUS)
3.1 Pengkajian

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Penurunan kardiak output berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan
preload, ketidak efektifan kontraktilitas otot jantung, deficit volume cairan.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan
preload, ketidak efektifan kontraktilitas otot jantung, deficit volume cairan.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan
4. Hipertermi b/d proses infeksi
5. Defisit perawatan diri b/ d gangguan kognitif

3.3 Intervensi
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1
2
3
4
5

3.4 Implementasi
Hari/Tanggal Jam Implementasi Respon
3.5 Evaluasi
Diagnosa Evaluasi P T H

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

4.2 Saran
Daftar Pustaka
Wiknjosostro,hanifa.2005.ilmu kebidanan.bida pustaka sarwono. Jakarta Categories
Contoh Makalah
Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru W.
Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Pp: 187-9
Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi,
Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 1840-3

Anda mungkin juga menyukai