Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang bersifat


progresif dan irreversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah. Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan
kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi
mudah lelah dan lemas sehingga kualitas hidup pasien menurun (Brunner &
Suddarth, 2001).

Di Amerika Serikat insiden penyakit GGK diperkirakan 100 kasus per


4 juta penduduk pertahun dan akan meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di
Indonesia jumlah penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan
diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun. Saat ini belum ada
penelitian epidemiologi tentang prevalensi penyakit ginjal kronik di
Indonesia. Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan
prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar 100-150/ 1 juta
penduduk (Suwitra, 2006).

Mengapa pasien gagal ginjal stadium akhir di kaitkan dengan


perawatan palliative care, dikarenakan perawatan paliatif adalah sistem
perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara
meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan
psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan
terhadap keluarga yang kehilangan/ berduka (WHO, 2005). Perawatan paliatif
ini diberikan untuk penderita penyakit kronis dimulai pada saat didiagnosis
sampai dengan akhir hayat pasien.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan suatu rumusan masalah yaitu :
a. Bagaimana konsep dari keperawatan palliative?
b. Bagaimana konsep dari gagal ginjal kronik?
c. Bagaimana mengaplikasikan asuhan keperawatan palliative pada pasien
gagal ginjal kronik?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah mengikuti mata kuliah palliative care dan mendapatkan
penjelasan tentang asuhan keperawatan palliative pada pasien dengan
penyakit gagal ginjal tahap akhir atau stadium kronik.
b. Tujuan Khusus
- Mahasiswa mampu memahami konsep dari keperawatan palliatif.
- Mahasiswa mampu memahami konsep gagal ginjal kronik.
- Mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan asuhan
keperawatan palliative care pada pasien gagal ginjal kronik stadium
akhir.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keperawatan Palliative Care


a. Pengertian Keperawatan Palliatif
Perawatan paliatif menurut WHO (2002) adalah “pendekatan
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan
keluarganya menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan

2
penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan meringankan
penderitaan melalui identifikasi awal dan penilaian serta terapi rasa
sakit dan masalah lain–baik fisik, psikososial maupun spiritual”. Tetapi
definisi Perawatan Paliatif menurut WHO 15 tahun kemudian sudah sangat
berbeda. Definisi Perawataan Paliatif yang diberikan oleh WHO pada
tahun 2005 bahwa perawatan paliatif adalah system perawatan terpadu
yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan
nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial
mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap
keluarga yang kehilangan/berduka.
Di sini dengan jelas dikatakan bahwa Perawatan Paliatif diberikan
sejak diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak
memperdulikan pada stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan
atau tidak, mutlak Perawatan Paliatif harus diberikan kepada penderita itu.
Perawatan Paliatif tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih
diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang
berduka. Perawatan paliatif tidak hanya sebatas aspek fisik dari penderita
itu yang ditangani, tetapi juga aspek lain seperti psikologis, social dan
spiritual.
Titik sentral dari perawatan adalah pasien sebagai manusia
seutuhnya, bukan hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak
dibatasi pada pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup
keluarganya. Untuk itu metode pendekatan yang terbaik adalah melalui
pendekatan terintegrasi dengan mengikut sertakan beberapa profesi terkait.
Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna,
hingga meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah
pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup
pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas social-
medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi
bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :

3
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai
proses yang normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari perawatan
palliative adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang
umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support
kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang
terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan
spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
2.2 Konsep Gagal Ginjal Kronik
a. Definisi Gagal Ginjal Kronis
Ginjal kronik adalah suatu kerusakan kekurangan fungsi ginjal
yang hampir selalu tidak reversibel dan sebabnya bermacam-macam.
Uremia adalah istilah yang sudah lama dipakai yang menggambarkan
suatu gambaran klinik sebagai akibat gagal ginjal. Sebenarnya pada
dewasa ini sudah dipahami bahwa retensi urea di dalam darah bukanlah
penyebab utama gejala gagal ginjal bahkan binatang percobaan yang diberi
banyak urea secara intravena, tidak menunjukkan gejala-gejala uremia.

Meskipun ukurannya kecil, organ ginjal bersifat sangat vital. Ginjal


berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta mengatur konsentrasi dan
komposisi cairan di dalam tubuh. Ginjal juga berfungsi untuk
membersihkan darah dan berbagai zat hasil metabolisme serta racun di
dalam tubuh. Sampah dari dalam tubuh tersebut akan diubah menjadi air
seni (urin). Air seni diproduksi terus menerus di ginjal, lalu dialirkan
melalui saluran kemih ke kandung kemih. Bila cukup banyak urin di dalam
kandung kemih, maka akan timbul rangsangan untuk buang air kecil.

4
Jumlah urin yang dikeluarkan setiap hari sekitar 1-2 liter. Selain itu, ginjal
juga berperan untuk mempertahankan volume dan tekanan darah,
mengatur kalsium pada tulang, mengatur produksi sel darah merah, dan
menghasilkan hormon seperti erythropoetin, renin, dan vitamin D.

Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan


penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50
mL/min. (Suyono, et al, 2001).

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang


progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001).

b. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :

1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis).


2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis).
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis).
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis
sitemik).
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal).
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).
7. Nefropati toksik.
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).
9. BAK sedikit , warna urine lebih tua , bercampur darah.
10. Peningkatan ureum atau kreatinin.
(Price & Wilson, 1994)

c. Patofisiologi
a) Patofisiologi

5
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR.
Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular
Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :

1) Penurunan cadangan ginjal;


Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi
ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang
sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan
kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan
poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi
penurunan fungsi.

2) Insufisiensi ginjal;
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan
sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi
akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat
tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap
diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi
menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga
perlu pengobatan medis.

3) Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4) Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya
sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa
metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin
dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian
ginjal. (Corwin, 1994).

b) Perjalanan Penyakit

6
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3
stadium:

1) Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap
inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada
tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan
pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam
batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN
(Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti
tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test
GFR yang teliti.
2) Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini
penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya
dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan
harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan
yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini
dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai
meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada
stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada
tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa
padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini

7
pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan,
kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian
obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah
langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah
penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih
dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru
mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi
BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam
diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat
melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada
penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria
bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya
ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5
% - 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala
gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas
penderita mulai terganggu.
3) Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %) Semua gejala
sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat
melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal
yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang.,
sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang
tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa
nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal
dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau
kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala

8
yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang
dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses
penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal, kompleks
menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi
setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan
dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
d. Stadium Pada Gagal Ginjal Kronis
a) Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada
ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium
pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk
memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit
jantung dan pembuluh darah.
b) Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat
fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan
perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk
mengurangi resiko masalah kesehatan lain.

c) Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada
stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita
sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati
masalah ini.

d) Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk
komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai

9
pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan
membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan
membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat
pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum
secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam
dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau
teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.

e) Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja
cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis
atau pencangkokan ginjal.

Terapi yang dianjurkan pada stadium 5 adalah dialisis (cuci darah)


atau dengan cangkok ginjal.

1. Dialisis
Dua bentuk dialisis utama adalah hemodialisis dan dialisis
peritonea. Pada hemodialisis, darah kita dialihkan melalui
penyaringan yang menghilangkan bahan ampas. Darah bersih
dikembalikan ke tubuh kita. Hemodialisis umumnya dilakukan
pada pusat dialisis tiga kali seminggu untuk 3 hingga 4 jam. Pada
dialisis peritonea, sejenis cairan dimasukkan pada perut. Cairan
ini menangkap bahan ampas dari darah kita. Setelah beberapa
jam, cairan ini yang mengandung bahan ampas tubuh kita
dibuang. Kemudian, sekantong cairan baru diinfus ke perut. Kita
dapat melakukan dialisis peritonea sendiri. Bila kita memakai
dialisis peritonea yang berlangsung secara terus-menerus sebagai
rawat jalan (continuous ambulatory peritoneal dialysis/CAPD),
kita harus mengganti cairan empat kali sehari. Ada bentuk dialisis
peritonea lain, yang disebut dialisis peritonea terus-menerus
bersiklus (continuous cycling peritoneal dialysis/CCPD), yang

10
dapat dilakukan pada malam hari dengan alat yang
mengosongkan dan mengisi kembali perut secara otomatis.

2. Pencangkokan / transplantasi
Sebuah ginjal yang dapat disumbangkan oleh donor tanpa nama
yang baru saja meninggal atau dari orang yang masih hidup,
umumnya sanak saudara. Ginjal yang kita terima harus cocok
dengan tubuh kita. Semakin mirip ginjal baru dengan kita,
semakin tidak mungkin sistem kekebalan tubuh akan meningkat.

e. Manifestasi Klinis (Smeltzer & Bare, 2001)


a) Kardiovaskuler
1. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis.
2. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum).
3. Edema periorbital.
4. Friction rub pericardial.
5. Pembesaran vena leher.
b) Dermatologi
1. Warna kulit abu-abu mengkilat.
2. Kulit kering bersisik.
3. Pruritus.
4. Ekimosis.
5. Kuku tipis dan rapuh.
6. Rambut tipis dan kasar.
c) Pulmoner
1. Krekels
2. Sputum kental dan liat
3. Nafas dangkal
4. Pernafasan kussmaul
d) Gastrointestinal
1. Anoreksia, mual, muntah, cegukan
2. Nafas berbau ammonia

11
3. Ulserasi dan perdarahan mulut
4. Konstipasi dan diare
5. Perdarahan saluran cerna
e) Neurologi
1. Tidak mampu konsentrasi
2. Kelemahan dan keletihan
3. Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
4. Disorientasi
5. Kejang
6. Rasa panas pada telapak kaki
7. Perubahan perilaku
f) Muskuloskeletal
1. Kram otot
2. Kekuatan otot hilang
3. Kelemahan pada tungkai
4. Fraktur tulang
5. Foot drop
f. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1. Laboratorium darah
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein
dan immunoglobulin).

2. Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, SDP, TKK/CCT.

b) Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).

12
c) Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate.

d) Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.

g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :

a) Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.


b) Obat-obatan: diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium
hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi
hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC
seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
c) Dialisis: dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang.
Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan
caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan kecendurungan perdarahan; dan membantu
penyembuhan luka.
d) Transplantasi ginjal (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
e) Penanganan hiperkalemia; Keseimbangan cairan dan elektrolit
merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia
merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini.
Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui
serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5.5
mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang
T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan

13
kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin
(Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui
retensi enema.
f) Mempertahankan keseimbangan cairan; Penatalaksanaan
keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian,
pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan
yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan
haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses,
drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar
untuk terapi penggantia cairan.
h. Pengertian gagal ginjal kronik terminal
Disebut gagal ginjal kronik stadium 'terminal' (akhir) bila fungsi ginjal
sudah dibawah 10-15% dan tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian
obat-obatan atau diet. Pada stadium ini ginjal sudah tidak mampu lagi
beradaptasi/mengkompensasi fungsi-fungsi yang seharusnya diemban oleh
ginjal yang sangat dibutuhkan tubuh sehingga memerlukan suatu terapi
atau penanganan untuk menggantikan fungsinya yang disebut terapi
pengganti ginjal atau Renal Replacement therapy. Terapi Pengganti
Ginjal bisa dengan metode dialysis atau metode transpantasi (cangkok)
ginjal. Metode dialysis ada 2 jenis yaitu: metode cuci darah (haemodialysis
atau disingkat HD) dan cuci perut (peritoneal dialysis, disingkat PD).
Keduanya akan diuraikan kemudian.

i. Perawatan Pada Klien Gagal Ginjal Kronik Terminal


Perawatan yang biasa di gunakan dalam penanganan gangguan
ginjal kronik terminal adalah manajemen diet, dialisis dan transplantasi
ginjal. Manejemen diet di berikan kepada penderita sejak dari tahap awal
sampai tahap akhir.

14
a) Manajemen diet bertujuan untuk membantu mempertahankan status
gizi yang optimal mencegah faktor- faktor pemberat, mencoba untuk
memperlambat penurunan fungsi ginjal, mengurangi dan
menghilangkan gejala yang mengganggu dan mengatur
keseimbangan elektrolit.
b) Dialistis merupakan tindakan terapi keperawatan yang harus di
lakukan oleh penderita gagal ginjal baik akut atau kronis. Dialisis
saat ini hanya mengeluarkan 48 sampai 52% dari toksin urenik, oleh
karena itu penderita tetap memerlukan pembatasan pemasukan
makanan dan minuman yang ketat serta intervensi obat-obatan untuk
mengatur aspek-aspek dari kegagalan fungsi ginjal yang lain serta
untuk mencegah terjadinya akumulasi sisa-sisa metabolisme
diantaranya waktu dialisa.
Transplantasi ginjal merupakan upaya terakhir dalam perawatan
penderita gangguan ginjal. Hal ini terutama dilakukan apabila fungsi
ginjal yang tersisa sangat sedikit bahkan tidak ada. Prinsip utama nya
adalah mengganti ginjal yang rusak dengan ginjal yang sehat lewat
proses operasi.

2.4 Dampak Stres


Stres mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan manusia.
Dalam aspek kognitif, stres dapat menyebabkan gangguan pada fungsi
kognitif dengan menurunkan atau meningkatkan perhatian pada sesuatu.
Dalam aspek emosi, stres dapat menimbulkan rasa ketakutan yang
merupakan reaksi yang umum ketika individu terasa terancam
memunculkan perasaan sedih dan depresi, serta memicu rasa marah ketika
individu mengalami situasi yang membahayakan atau membuat frustasi.
Dalam aspek prilaku sosial stres dapat mengubah prilaku individu dalam
menghadapi orang lain.
a. Strategi Menghadapi Stres

15
Mengurangi tingkatan stres mengakibatkan kurangnya resiko
memburuknya atau kambuhnya suatu penyakit. oleh karena itu, manusia
memotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stres yang
disebut juga dengan koping. Koping merupakan suatu proses dalam
mengatur tuntutan internal dan eksternal yang berat bahkan sangat sulit.
b. Jenis - Jenis Koping
a) Emotion-Focused-Coping
Bentuk koping ini bertujuan untuk mengontrol respon emosional
yang muncul dalam menghadapi stresor. Beberapa strategi yang di
gunakan antara lain kontrol diri, mengambil jarak dengan stresor,
berusaha untuk melihat dari sudut pandang lain, menerima keadaan
kontrol dan melarikan diri.

b) Problem-Focused-Coping
Bentuk koping ini bertujuan untuk mengurangi tuntutan stresor
atau mengembangkan sumber daya dalam menghadapi tuntutan.
Beberapa strategi yang berhubungan dengan bentuk koping ini
antara lain melakukan konfrontasi dengan menolak perubahan atau
berusaha mengubah keyakinan orang lain, bergantung pada
dukungan sosial dan melakuakan strategi pemecahan masalah yang
terencana.

c. Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia di


cintai dan di perhatikan, memiliki harga diri dan di hargai serta
merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama.

a) Sumber Dukungan Sosial


Dari definisi diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa sumber
dukungan sosial ini adalah orang lain yang akan berinteraksi
dengan individu sehingga individu tersebut merasakan kenyamanan
secara fisik dan pisikologis. Orang lain ini terdiri dari:

16
1. Pasangan hidup
2. Orang tua
3. Saudara
4. Anak
5. Kerabat
6. Teman
7. Rekan kerja
8. Staf medis
9. Anggota dalam kelompok kemasyrakatan.
b) Bentuk Dukungan
1. Dukungan instrumental
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat
memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang,
pemberian barang, makanan serta pelayanan.

2. Dukungan informasional
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, sarana
atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu.

3. Dukungan emosional
Membuat individu memiliki perasaan nyaman, yaki, di
perdulikan dan di cintai oleh sumber dukungan sosial sehingga
individu dapat menghadapi masalahnya dengan lebih baik.

4. Dukungan pada harga diri


Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada
individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat
individu, perbandingan yang positif dengan individu lain.

5. Dukungan dari kelompok sosial


Bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa menjadi
anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat
dan aktivitas sosial dengannya.

17
d. Dukungan Spiritual

a) Anjurkan klien untuk melakukan ibadah sesuai dengan


keyakinannya.
b) Ajak keluarga untuk mengikuti ibadah bersama dengan klien.
c) Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan ibadah di masyarakat,
misalnya pengajian

e. Quality Of Life atau Kualitas Hidup


Kualitas hidup pasien seharusnya menjadi perhatian penting bagi
para professional kesehatan karena dapat menjadi acuan keberhasilan
dari suatu tindakan/intervensi atau terapi. Disamping itu, data tentang
kualitas hidup juga dapat merupakan data awal untuk pertimbangan
merumuskan intervensi/tindakan yang tepat bagi pasien.

Kualitas hidup adalah persepsi seseorang tentang posisinya dalam


hidup dalam kaitannya dengan budaya dan sistem tata nilai di mana ia
tinggal dalam hungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan hal-hal
menarik lainnya. WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai “the
individual’s perception of their life status concerning the context of culture
and value system inwhich they live and their goals, expectations,
standards,and concerns”. (Nelson & Lotfy, 1999). Penderita GGKT yang
menjalani hemodialisis sering diikuti dengan penurunan kualitas hidup
(Scot et al., 2007). Dari penelitian sebelumnya beberapa faktor yang
berhubungan dengan kualitas hidup pasien antara lain adanya rasa nyeri
dan ketidaknyamanan yang diakibatkan dari sakit yang diderita atau
tindakan atau prosedur pengobatan terkait sakit yang diderita, gangguan
tidur, kualitas pelayanan dan perawatan, penyakit penyerta, status sosial
ekonomi dan dukungan keluarga (Cohen et al., 2007, Joan et al., 2004.
Scot et al., 2007).

Saat ini “health-related quality of life (HRQOL)” atau kualitas


hidup yang berhubungan dengan kesehatan telah menjadi salah satu

18
ukuran dari keberhasilan pelayanan kesehatan. Pengukuran HRQOL
bersifat multidimensi yang meliputi antara lain fungsi fisik, sosial dan
fungsi peran , mental health dan persepsi kesehatan secara umum (Albert
et al., 2004, Bayliss et al., 2005). Pengukuran kualitas hidup dapat
dilakukan dengan menggunakan kuesioner kualitas hidup dari WHO.

Perawatan atau konseling paliatif adalah bentuk perawatan yang


bertujuan untuk berusaha meningkatkan kualitas hidup pasien saat
menghadapi penyakitnya. Perawatan paliatif berfokus untuk meredakan
gejala-gejala seperti rasa sakit dan kondisi seperti kesepian, yang dapat
menyebabkan depresi dan mengganggu pasien untuk dapat menjalani
hidup. Pengobatan ini juga berusaha memastikan bahwa keluarga dapat
tetap berfungsi normal dan utuh serta memberikan dukungan kepada
pasien. Adapun bentuk-bentuk perawatan paliatif yang dapat diterapkan
kepada pasien antara lain sebagai berikut:

1. Mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya. Hal ini
dilakukan dengan berkonsultasi dengan dokter terkait.
2. Memberikan psikoedukasi mengenai arti kehidupan dan
memandang kematian sebagai suatu proses yang normal.
3. Melakukan terapi kelompok dengan sesama penderita gagal ginjal.
Tujuannya antara lain agar peserta terapi, termasuk pasien, dapat
saling memberi dukungan, berbagi pengalaman, dan mendapat
informasi seputar penyakit gagal ginjal dari sesama anggota
kelompok.
4. Meningkatkan kualitas hidup dan memberikan pengaruh positif
selama sakit, antara lain dengan mendorong pasien agar tetap aktif
dalam berkegiatan (seperti olahraga dan bekerja) dan membuat
perencanaan terperinci mengenai rencana masa depan, termasuk
bidang pekerjaan yang akan didalami.

19
5. Memberikan psikoedukasi kepada keluarga pasien mengenai
pentingnya dukungan keluarga bagi pasien dalam menghadapi
penyakitnya.

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus

Seorang pria bernama Tn S, Suku Jawa, Umur 35 Tahun Masuk Rumah Sakit
Pada Tanggal 24 Agustus 2019.
a. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum Klien: Gelisah, Sesak Nafas

20
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 100 X/Menit
Pernafasan : 35x/Menit
Suhu : 37,6 0c
SPO2 : 80%.
b. BB : 80 Kg
c. TB : 165 cm

b. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 24 Agustus 2019 :
a) Ureum : 202,32
b) Kreatinin : 18,5 mg/dl
c) SGOT : 19
d) SGPT : 30
e) WBC : 5,5 X 103
f) RBC : 3,90
g) HGB : 10,7
h) HCT : 32,5%
i) GDS : 161

c. Pemeriksaan Radiologi :
Hasil Rontgen Thorax
Cor : Apeks Jantung Bergeser Ke Laterokauadal
Ctr Tidak Dapat Dinilai
Pulmo:
Tampak Bercak Keturunan Pada Pulmo
Diafragma Kanan Setingi Kosta Ix Posterior
Sinus Kostofrenikus Kanan Kiri Lancip
Adanya Cairan Dirongga Alveolus
Kesan:
Suspek Kardiomegali (Cv). Adanya Dalam Pulmo.

d. Pemeriksaan USG :
Ginjal Kanan : Bentuk Normal, Batas Kortiko Meduler Tampak
Tidak Jelas, Ekogenitas Parenkim Hiperecoic, Tak
Tampak Batu.
Ginjal Kiri : Bentuk Dan Ukura Normal,Tak Tampak Batu.

e. Diet Yang Diperoleh :


a) Uremia 170 Kkal
b) Protein 0,6 Hd/Kg Bb

21
c) Rendah Garam

f. Terapi :
a) Oksigen 3 Liter (Nasal Kanul)
b) Injeksi Lasix Kurang Lebih 3x2 Ampu
c) Hemobion 2x1 (250 Mg) Per Oral

Dengan diagnosa Gagal Ginjal Kronik Stadium Akhir (V) (Ckd


Stadium V), dan menjalani hemodialisa rutin sejak tahun 2008 sampai dengan
sekarang, sekarang klien mengeluh, sesak nafas sudah dua hari, bengkak
dikedua tangan dan kaki, BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan berwarna
keruh, mual-mual, nafsu makan menurun, lemah, letih, lesu. Klien makan dan
minum sedikit, aktivitas berkurang, tidur terganggu karena sesak nafas, tidak
ada keluhan Nyeri, hubungan klien dengan orang lain baik hubungan seksual
dengan istri terganggu akibat penyakit yang diderita oleh klien, dan keluarga
telah mengetahui mengenai penyakitnya dan telah menerimanya dengan
lapang dada, pasien dan keluarga rajin berdoa, baca Al-quran, dan sering
dikunjungi oleh ustadz.

3.2 Pembahasan Kasus


A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama Klien : Tn. S
Umur / Tanggal Lahir : 35 Tahun / 09 September 1977
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Banjarsari RW 03
No.RM : 1040274/12012702
Tanggal Masuk RS : 24 Agustus 2019
Tanggal Pengkajian : 24 Agustus 2019
Diagnosa Medis : CKD Stadium V

b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. M
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan

22
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan klien : Istri

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Sesak Nafas
Klien mengatakan sesak nafas akan bertambah apabila klien
melakukan aktivitas berlebihan, seperti : menaiki tangga, jalan-
jalan disekitar rumah, dll dan sesak nafas akan berkurang apabila
klien berada didepan kipas angin (menghirup angin dari kipas
angin), klien merasa sesak nafas terus-menerus selama sehari
penuh, klien merasakan sesak sedang, dimana klien masih mampu
melakukan aktifitas sendiri seperti mengambil minum sendiri,
mandi, walaupun separuh aktivitas dibantu oleh keluarga seperti
mengantar ke kamar madi dam toilet,klien merasa sesak nafas pada
saat pagi, siang, dan malam hari atau terus menerus merasakan
sesak nafas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan sesak nafas sudah dua hari, bengkak dikedua
tangan dan kaki, BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan
berwarna keruh, mual-mual, nafsu makan menurun, lemah, letih,
lesu, pusing.
c. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien mengatakan sering kerumah sakit untuk melakukan
hemodialisa, dan mengontrolkan diri kedokter.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga dan pasien mengatakan tidak ada yang mengalami
penyakit penyakit ginjal, jantung, dan hipertensi, diabetes mellitus,
dll.

3. Pola Persepsi
Pasien mengatakan dirinya mengalami gagal ginjal dan mengetahui
tentang gagal ginjal yang dideritanya. Pasien tahu apa yang
menyebabkan terjadinya gagal ginjal, akibat lanjut gagal ginjal dan
tahu tentang cara perawatannya. Selama ini pasien mengatakan sering

23
minum minuman keras (alkohol) dan jarang minum air putih.pasien
tidak menghiraukan tentang kesehatannya. Setelah sakit, baru
menyadari dan menyesali perbuatan buruknya serta berobat ke sarana
kesehatan.
4. Pola nutrisi metabolik
a. Sebelum sakit : pasien makan 3 kali sehari, makan habis satu
porsi, mengkonsumsi nasi, lauk, buah, nafsu makan baik, minum
air putih 6-8 gelas sehari.
b. Setelah sakit : pasien makan 3 kali sehari, porsi sedikit, tidak
habis 1 porsi, habis 2-3 sendok makan. Minu, Pasien merasa
mual-mual, sehingga nafsu makan menurun.
5. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit : BAB 1 kali sehari, warna kuning,
konsistensi lunak, BAK warna kuning jernih, tidak sakit.
b. Selama sakit : BAB 1 kali / 3 hari, konsistensi sedikit keras,
BAK lewat selang kateter, warna keruh.
6. Pola latihan dan aktivitas
a. Sebelum sakit : melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
bantuan orang lain.
b. Selama sakit : aktivitas dibantu oleh keluarga, karena sesak nafas,
klien kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan
menegeluh lemah, letih dan lesu.
7. Pola istirahat dan tidur
a. Sebelum sakit : pasien tidur 7 jam pada malam hari dan
kadang-kadang tidur siang, 30 menit – 1 jam perhari.
b. Selama sakit : pasiensusah tidur dan kadang tidak tidur karena
sesak nafas yang dialaminya.
8. Pola persepsi sensori dan kognitif
Sebelum sakit dan selama sakit daya ingat klien bagus, tidak ada
keluhan nyeri maupun yang berkaitan dengan kemampuan sensasi.
9. Pola hubungan dengan orang lain
Sebelum dan selama sakit, hubungan pasien dengan orang lain baik.
10. Pola reproduksi dan seksual
Hubungan seksual dengan istri terganggu, terkait penyakit yang
dialami oleh klien, sehingga menghambat hubungan suami
istri.Namun pasien mengatakan mampu mengontrol nafsu seksualnya.
11. Riwayat psikososial
a. Pola konsep diri

24
Keluarga pasien dan pasien menerima penyakit yang diderita
pasien serta berusaha untuk melakukan perawatan yang terbaik
demi kesembuhan pasien.
b. Pola kognitif
Keluarga pasien dan pasienmengetahui tentang penyakit yang
diderita pasien.
c. Pola koping
Keluarga pasien dan pasien sempat khawatir dalam menghadapi
penyakit yang diderita pasien terlebih lagi tentang pembiayaan
(obat serta cuci darah).
12. Riwayat Spiritual
a. Ketaatan Pasien Beribadah
Pasien beragama Islam, pasien rajin solat dan berdoa ditempat tidur
serta setiap malam pasien membaca Al-quran (pasien mengatakan
bahwa Tuhan adalah kekuatannya dan tempatnya mengadu).

b. Dukungan Keluarga Pasien


Keluarga sering berdoa dan membacakan ayat Al-quran ketika
mengunjungi pasien serta mengundang ustadz atau kyai untuk
datang mendoakan pasien.
c. Ritual Yang Biasa Dijalankan Pasien
Solat, berdoa, dan membaca Al-quran.
13. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien : Gelisah, Sesak Nafas
b. Tingkat kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Pernafasan : 35x/menit
Suhu : 37,6 0C
SPO2 : 80%.
BB : 80 kg
TB : 165 cm
d. Sistem Kardivaskuler
Jantung berada dibagian depan rongga mediastinum, iktus cordis
tak tampak, iktus cordis teraba di IC VI linea mid clavicula,
bunyi redup dan bunyi tambahan.
e. Sistem Pencernaan

25
Bentuk perut buncit, tidak ada massa, nteri tekan, bising usus
11x/menit.
d. Sistem Muskuloskeletal
Kekuatan otot menurun, tidak ada kelainan tulang, adanya edema
pada kaki dan tangan, kekuatan otot masing – masing tangan dan
kaki, pada skala 4 (kekuatan cukup kuat tapi bukan kekuatan
penuh). (kekuatan otot skala menggunakan lovette’s, dengan nilai
0 - 5).

e. Sistem Endokrin
Warna kulit putih kebiruan (kusam dan kering), bersisik pada
tangan dan kaki, Wajah sedikit bengkak.
f. Sistem Integumen
Warna kulit putih kebiruan (kusam dan kering), bersisik pada
tangan dan kaki, CRT > 3 Detik, kulit diraba hangat.
g. Sistem Neurologi
Tingkat kesadaran pasien apatis.
h. Sistem Reproduksi
Tidak Ada Masalah.
i. Sistem Perkemihan
BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan berwarna keruh.Pasien
menggunakan foley cateter.
j. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Tgl : 24 Agustus 2019
Ureum : 202,32
Kreatinin : 18,5 mg/dl
SGOT : 19
SGPT : 30
WBC : 5,5 x 103 / ?l
RBC : 3,90
HGB : 10,7
HCT : 32,5%
GDS : 161
2. Pemeriksaan Radiologi :
Hasil rontgen thorax
COR: Apeks jantung bergeser ke laterokauadal
CTR tidak dapat dinilai
Pulmo:
Tampak bercak keturunan pada pulmo
Diafragma kanan setingi kosta IX posterior
Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip

26
Adanya cairan dirongga alveolus
Kesan:
Suspek kardiomegali (CV).Adanya dalam pulmo.
3. Pemeriksaan USG :
Ginjal kanan : Bentuk normal, batas kortiko meduler
tampak tidak jelas, ekogenitas parenkim hiperecoic, tak
tampak batu.
Ginjal kiri : Bentuk dan ukura normal,tak tampak
batu.

k. Diet yang diperoleh :


Uremia 170 kkal
Protein 0,6 hd/kg BB
Rendah garam
l. Terapi :
Oksigen 3 liter (nasal kanul)
Injeksi Lasix kurang lebih 3x2 ampul
Hemobion 2x1 (250 mg) per oral.

B. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS : Edema Pola nafas tidak


efektif
Klien mengatakan sesak nafas

27
DO : Cairan masuk
ke paru
Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah: 140/90 mmHg


Edema paru
Nadi : 100 x/menit

Pernafasan : 35x/menit
Difusi 0ksigen
Suhu : 36,6.0c
dan CO2 paru
SPO2 :80% . terganggu

Hasil pemeriksaan fisik paru :

simetris statis dinamis Pola nafas


tidak efektif
taktil fremitus teraba kanan dan
kiri lemah, redup, ronkhi basah

hasil rontgen : adanya cairan di


rongga alveolus.

2 DS : kerusakan fungsi Gangguan perfusi


ginjal jaringan
Klien mengeluh lemah, letih,
lesu.

DO : sekresi eritropoetin
menurun
Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah: 140/90 mmHg


produksi eritrosit
Nadi : 100 x/menit
menurun

28
Pernafasan : 35x/menit

Suhu : 37,6 0c oksi hemoglobin


menurun
Konjungtiva palpebral anemis

CRT pada ekstremitas atas dan


bawah lebih dari 3 detik suplay oksigen ke
jaringan menurun
Hemoglobin 8.4 g/dl (low)

Hematokrit 26.4 % (low)


gangguan perfusi
Eritrosit3.5 juta/mmk (low)
jaringan
SPO2 :80% .

3 DS : GGK dan gagal Kelebihan


jantung volume cairan
Klien mengatakan BAK tidak
lancar, air kencing sedikit dan
warna keruh. Tanggan dan kaki
Peningkatan cairan
membengkak.
intravaskuler

Terjadi
DO : perpindahan cairan

Edema pada tangan dan kaki Dari intravaskuler


ke interstitial di
Turgor kulit tidak elastis
perifer
CRT lebih dari 3 detik.

BB : 80 kg
Cairan interstitial

29
Ureum 202,32 mg/dl meningkat

Edema perifer dan


paru

kelebihan volume
cairan

4 DS : Kerusakan fungsi Gangguan


ginjal nutrisi kurang dari
Klien mengatakan mual-mualn
kebutuhan tubuh
nafsu makan berkurang.

BUN, kreatinin
meningkat
DO :

Klien makan porsi sedikit, tidak


habis 1 porsi, habis 2-3 sendok Produksi sampah
makan. dialiran darah

Ureum : 202,32

Kreatinin : 0,10 Masuk dalam


saluran
SGOT : 19
gastrointestinal
SGPT : 30
Nausea
WBC : 5,5 x 103 /
Vomitus
RBC : 3,90

HGB : 10,7
Gangguan nutrisi
kurang dari

30
HCT : 32,5% kebutuhan tubuh

GDS : 161

Diet :

Uremia 170 kkal


Protein 0,6 hd/kg BB
Rendah garam

5 DS : Klien dan Memiliki


keluarga hubungan yang
Klien mengatakan menyerahkan
baik dengan
semua masalah kesehatnnya
Tuhan
kepada Tuhan.
Kekuatan iman

DO :
Berdoa dan
Klien dan keluarga tampak membaca Al-quran
berdoa, solat dan membaca al-
quran dan sering dikunjungi
oleh ustadz/ kiyai Kedekatan
dengan Tuhan

Memiliki
hubungan yang
baik dengan Tuhan

6 DS : Klien dan Kualitas


keluarga hidup meningkat
Klien dan keluarga mengatakan
tetap menjalani perawatan untuk
kesembuhan pasien dan terus
memiliki
hidup dengan penuh semangat

31
dengan menjaga pola makan, Semangat Hidup
dan pola hidup

Menghadapi
DO : penyakit dengan
sabar
Klien dan keluarga tampak
tenang menghadapi perawatan
yang melelahkan
Pasrah kepada
Tuhan

Kualitas hidup
meningkat

C. Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru.


2. Gangguan perfusi jaringan b.d suplai oksigen ke jaringan menurun.
3. Kelebihan volume cairan b.d input cairan lebih besar dari pada
output.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak
adekuat.

32
5. Memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan b.d kepasrahan dan
kesabaran dalam menghadapi tingkat penyakit yang dialami oleh
pasien (Gagal Ginjal Kronik Tahap Akhir/Stadium V).
6. Kualitas hidup meningkat b.d kemampuan pasien dan keluarga
dalam menghadapi sulitnya menjalani hidup dengan penyakit yang
berat.

D. Intervensi Keperawatan

NO. TUJUAN DAN RENCANA RASIONAL


Dx
KRITERIA HASIL

1. Tujuan : a. Auskultasi a. Menyatakan adanya


Pola nafas kembali
bunyi nafas, pengumpulan sekret
normal/stabil b. Membersihkan jalan
catat adanya
Kriteria Hasil :
nafas dan memudahkan
Klien tidak mengalami crackles
b. Ajarkan klien aliran oksigen
dyspnea
c. Mencegah terjadinya
batuk efektif
sesak nafas
dan nafas dalam
d. Mencegah sesak atau
c. Atur posisi
hipoksia
senyaman
e. Mengurangi edema
mungkin
paru
d. Anjurkan diet
f. Perfusi jaringan
hipertonis
adekuat
e. Kolaborasi
pemberian
oksigen
2. Tujuan : a. Selidiki adanya a. Mengetahui penyebab
Perfusi jaringan adekuat b. Edema merupakan
tanda anemia
Kriteria hasil :
b. Observasi penyebab
CRT kurang dari 2 detik
c. Meningkatkan sirkulasi
adanya edema
perifer
ekstremitas
d. Meningkatkan suplai
c. Dorongan
oksigen
latihan aktif
dengan rentang
gerak sesuai

33
toleransi
d. Kolaborasi
pemberian
oksigen

3. Tujuan : a. Kaji status a. Mengetahui status


Volume cairan dalam
cairan dengan cairan meliputi input
keadaan seimbang
menimbang BB dan output
Kriteria hasil :
b. Pembatasan cairan
Tidak ada edema, perhari,
akan menentukan BB
keseimbangan antara keseimbangan
ideal, keluaran urine,
input dan output cairan masukan dan
dan respon terhadap
keluaran, turgor
terapi.
kulit, tanda –
c. Pemahaman
tanda vital
meningkatkan
b. Batasi masukan
kerjasama klien dan
cairan
c. Jelaskan pada keluarga dalam
pasien dan pembatasan cairan
d. Mengetahui
keluarga tentang
keseimbangan input
pembatasan
dan output.
cairan.
d. Anjurkan pasien
/ ajari klien
untuk mencatat
penggunaan
cairan terutama
pemasukan dan
keluaran.

4. Tujuan : a. Awasi konsumsi a. Mengidentifikasi


Mempertahankan
makanan/minu kekurangan nutrisi
masukan nutrisi yang b. Menurunkan
man
adekuat dengan b. Perhatikan pemasukan dan
Kriteria hasil :
adanya mual memerlukan intervensi
c. Porsi lebih kecil dapat

34
Menunjukan protein muntah meningkatkan masukan
c. Berikan
albumin stabil. makanan
makanan sedikit d. Meningkatkan protein
tapi sering albumin
d. Berikan diet e. Menurunkan
protein 0.6 ketidaknyamanan dan
hd/kg BB mempengaruhi
e. Berikan
masukan makanan.
perawatan
mulut sering

5. Tujuan : a. Rajin a. Mendekatkan diri pada


Memelihara hubungan
melakukan doa Tuhan (membina
baik dengan Tuhan. b. Rajin membaca
hubungan yang baik
al - quran
dengan Tuhan melalui
c. Rajin
doa)
melakukan hal-
b. Menenangkan diri
hal yang
dengan melihat dan
berkaitan
merengungkan ajaran-
dengan
ajaran Tuhan.
kerohaniaan. c. Meningkatkan
keimanan dengan
melibatkan diri dengan
hal-hal yang berkaitan
dengan kerohaniaan.

6. Tujuan : a. Mampu a. Menghadapi segala


Mempertahankan
mengendalikan sesuatu dengan tenang
kualitas hidup yang b. Mampu mengendalikan
masalah
baik. b. Menghadapi stress dengan baik.
perawatan
dengan tabah
dan sabar

35
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Laporan ini berisi tentang Palliative Care pada penderita gagal ginjal
kronik. Diharapkan perawat dapat mengetahui lebih lagi mengenai Palliative
Care dan cara penanganan pada pasien penderita gagal ginjal kronik, tidak
hanya tindakan medis tetapi penanganan pada psikis penderita (Meningkatkan
kualitas hidup penderita) dan keluarga dan dapat melakukan komunikasi
terapeutik.

4.2 Saran
a. Bagi pembaca diharapkan makalah ini dapat memberi informasi dan
pengetahuan tentang penyakit Gagal Ginjal Kronis serta dapat menjadi
pemicu untuk melakukan tindakan pencegahan dini terhadap Penyakit
Gagal Ginjal Kronis.
b. Bagi petugas perawatan diharapkan makalah ini dapat menjadi informasi
tambahan mengenai penyakit Gagal Ginjal Kronis sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan dapat menjadi sarana
informasi bagi klien/ masyarakat dalam memberikan pendidikan
kesehatan.
c. Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat ikut serta untuk melakukan
promosi kesehatan atau penyuluhan tentang Penyakit Gagal Ginjal Kronis
kepada masyarakat.

36
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8.


Jakarta : EGC.
Evans, Carol.2015.Long Term Care Nurses’ Knowledge and Perceived
Competency of Palliative Care. Doctor of Nursing Technical Reports,
Paper 2.
Notoatmodjo.2010.Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi.Jakarta : Rineka
Cipta.

Nursalam.2011.Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen, Penelitian Keperawatan,

Edisi 2.Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, S.C & Bare, B.G.2001.Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.

Jakarta : EGC.

Suwitra.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Penyakit Ginjal Kronik.


Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

37

Anda mungkin juga menyukai