Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GEMPA BUMI

BLOK EMERGENCY

Oleh:

Kelompok 6

Dicky Syahrulloh Bakhri 115070207111012

Trian Agus Hartanto 115070200111001

Lina Marliyana 115070206111001

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015
1. Pengertian

Bencana adalah peristiwa / kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan


kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan
pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari
pihak luar (Departemen Kesehatan Republik Indonesia).
Gempa Bumi atau seisme banyak diartikan sebagai getaran atau guncangan
yang timbul di permukaan bumi yang terjadi karena adanya pergerakan lempeng
bumi. Gempa bumi juga diartikan sebagai suatu pergeseran lapisan secara tiba-tiba
yang berasa dalam bumi. Karena gempa bumi dikatakan bersumber dari dalam bumi
atau lapisan bawah bumi berarti gempa bumi adalah getaran pada kulit bumi yang
disebabkan oleh kekuatan dari dalam bumi. Getaran gempa biasa dinyatakan dalam
skala richter. (Howel,1969)
2. Klasifikasi Gempa Bumi
a. Berdasarkan Penyebabnya
1) Gempa Tektonik: gempa yang terjadi karena perubahan kedudukan lapisan
batuan yang mengakibatkan adanya pergerakan lempeng-lempeng pada lapisan
kulit bumi.
2) Gempa Vulkanik: gempa yang terjadi karena adanya aktivitas magma dalam
lapisan bawah permukaan bumi.
3) Gempa Runtuhan: gempa yang terjadi karena adanya runtuhan pada terowongan
bawah tanah akibat aktivitas pertambangan. Runtuhan terowongan yang besar
tersebut dapat mengakibatkan getaran yang kuat.
b. Berdasarkan Kedalaman Hiposentrum
1) Gempa Dangkal: gempa yang memiliki kedalaman titik hiposentrumnya rendah.
Titik hiposentrum ini dihitung dari permukaan laut sampai pada titik pusat gempa
berada.
2) Gempa Menengah: gempa yang memiliki kedalaman titik hiposentrumnya tidak
terlalu dalam dan jauh dari permukaan bumi. Berada sekitar 100-300 km di
bawah permukaan laut.
3) Gempa Dalam: gempa yang memiliki kedalaman titik hiposentrumnya sangat
jauh dari permukaan laut. Titik hiposentrum > 300 km di bawah permukaan air
lut.

c. Berdasarkan Jarak Episentrum


1) Gempa Setempat: gempa yang guncangannya dirasakan pada permukaan bumi
namun hanya pada daerah tempat titik pusat gempa berada. Biasanya gempa
semacam ini memiliki kekuatan yang sangat rendah sehingga hanya dirasakan
oleh wilayah setempat saja.
2) Gempa Jauh: gempa yang guncangannya dirasakan pada permukaan bumi dan
getarannya dirasakan hingga daerah yang jauh dari titik pusat gempa berada.
Gempa ini dapat terjadi apabila memiliki kekuatan yang cukup besar sehingga
mengakibatkan guncangan yang kuat.
3) Gempa Sangat Jauh: gempa yang guncangannya dirasakan pada permukaan
bumi dan getarannya dapat dirasakan hingga daerah yang sangat jauh dari
daerah asal gempa terjadi. Gempa ini memiliki kekuatan yang sangat besar
sehingga menimbulkan guncangan yang dahsyat dan mencakup wilayah yang
sangat luas.
d. Berdasarkan Bentuk Episentrum
1) Gempa Sentral: gempa yang episentrumnya berupa suatu titik. Gempa yang
dirasakan pada daerah setempat.
2) Gempa Linier: gempa yang episentrumnya berupa suatu garis. Gempa ini
dirasakan oleh daerah-daerah yang berada disebelah daerah pusat gempa dan
terus merambat hingga daerah berikutnya sehingga membentuk suatu garis.
e. Berdasarkan Letak Episentrum
1) Gempa Laut: gempa yang episentrumnya berada di bawah dasar laut. Gempa ini
terjadi karena hiposentrumnnya berada di bawah dasar laut sehingga
guncangan dan getarannya berada di dasar laut. Biasanya gempa ini dapat
mengakibatkan tsunami apa bila kekuatannya sangat besar.
2) Gempa Darat: gempa yang episentrumnya berada di permukaan bumi atau
daratan. Gempa ini terjadi apabila hiposentrumnya berada di bawah permukaan
bumi dan berada pada lempeng benua.
3. Epidemiologi gempa bumi

Bencana itu bisa murni sebagai kejadian alam (gempa bumi, topan, volcano,
badai, banjir) bisa juga karena perbuatan dan kelalaian manusia (kebakaran, perang,
kecelakaan transportasi). Agen primer termasuk angin, air, lumpur, asap, dan panas.
Sedangkan agen sekunder termasuk bakteri dan virus yang menkontaminasi/
menginfeksi akibat yang ditimbulkan oleh agen primer tersebut.
Di indonesia bencana gempa bumi terjadi di Yogyakarta dan sekitarnya pada
Sabtu Wage 27 Mei 2006 berkekuatan 5,9 pada skala Richter, merupakan tipe gempa
merusak dengan skala kerusakan 7 MMI (Modified Mercally Intensity). Kekuatan letupan
energi setara 40 kiloton TNT alias dua kali lipat ledakan bom Hiroshima. (Gempa
Yogyakarta, 8 Juni 2011). Korban jiwa mencapai angka lebih dari 6000, dengan
puluhan ribu orang terluka, dari luka memar hingga patah tulang (Diponegoro, 2006)
dan ratusan ribu bangunan rusak parah hingga hancur total.

4. Penyebab gempa bumi

Gempa bumi banyak disebabkan oleh gerakan-gerakan lempeng bumi. Bumi kita
ini memiliki lempeng-lempeng yang suatu saat akan bergerak karena adanya tekanan
atau energi dari dalam bumi. Lempeng-lempeng tersebut bisa bergerak menjauh
(divergen), mendekat (konvergen) atau melewati (transform). Gerakan lempeng-
lempeng tersebut bisa dalam waktu yang lambat maupun dalam waktu yang cepat.
Energi yang tersimpan dan sulit keluar menyebabkan energi tersebut tersimpan sampai
akhirnya energi itu tidak dapat tertahan lagi dan terlepas yang menyebabkan
pergerakan lempeng secara cepat dalam waktu yang singkat yang menyebabkan
terjadinya getaran pada kulit bumi.
Gempa bumi bukan hanya disebabkan oleh pergerakan lempeng tetapi juga
disebabkan oleh cairan magma yang ada pada lapisan bawah kulit bumi. Magma dalam
bumi juga melakukan pergerakan. Pergerakan tersebut yang menimbulkan penumpukan
massa cairan. Cairan tersebut akan terus bergerak hingga akhirnya menimbulkan energi
yang kuat yang memaksa cairan tersebut untuk keluar dari dalam kulit bumi. Energi
tersebut menimbulkan kulit bumi mengalami pergerakan divergen sebagai saluran untuk
cairan tersebut keluar. Pergerakan tersebut yang mengakibatkan terjadinya gempa
bumi.
Gempa bumi juga dapat disebabkan oleh manusia sendiri. Seperti yang
disebabkan oleh peledakan bahan peledak yang dibuat oleh manusia. Selain itu juga
pembangkit listrik tenaga nuklir atau senjata nuklir yang dibuat oleh manusia juga dapat
menimbulkan guncangan pada permukaan bumi sehingga terjadi gempa.
5. Manifestasi klinis gempa bumi

Gempa bumi merupakan gejala alam yang sampai sekarang masih sulit untuk
diperkirakan kedatangannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa gejala alam ini sifatnya
seolah-olah mendadak dan tidak teratur. Namun para ilmuwan terus menerus
mengembangkan teknik prediksi terjadinya gempa. Cara yang ditempuh ilmuwan tentu
menggunakan metode ilmiah. Berikut adalah dasar prediksi ilmiah yang digunakan saat
ini.
Pengetahuan tentang zona seismic dan daerah beresiko yang dipelajari lewat
studi dampak historis dan lempeng tektonik.
Memonitor aktifitas seismic dengan menggunakan seismogram dan instrument lain
Menggunakan observasi ilmiah
Memonitor tingkat seismik global.
Selain melalui metode ilmiah, gempa bumi juga seringkali diprediksi dengan
menggunakan cara-cara tradisional. Masyarakat menyebutnya sebagai tanda-tanda
terjadi gempa. Ada tiga tanda yang umumnya dijadikan patokan masyarakat, yaitu
Terdapat goyangan- goyangan halus terhadap bangunan-bangunan
Binatang dan burung-burung menunjukan gejala yang tidak normal misalnya gelisah
Air sumur keruh dan berbau tidak enak.
Gempa bumi memang menjadi perhatian banyak orang. Dalam hal prediksi pun
demikian. Ada di antaranya pendapat mengenai tanda-tanda gempa bumi yang masih
kontroversial. Pendapat tersebut dikemukakan oleh seorang pensiunan ahli kimia di
Kalifornia, Zhonghao Shou. Menurutnya gempa bumi dapat juga diketahui tanda-
tandanya melalui fenomena awan. Ada jenis awan tertentu yang merupakan pertanda
akan terjadinya gempa. Shou berpendapat bahwa tekanan dan gesekan dari tanah
dapat menguapkan air jauh sebelum gempa bumi terjadi, dan awan yang terbentuk
akibat mekanisme ini memiliki bentuk yang amat berbeda dengan awan-awan pada
umumnya. Shou mengungkapkan, dari 36 awan yang diteliti, 29 terbukti menjadi awal
pertanda gempa. Prediksinya yang paling terkenal adalah ketika dia mengamati awan
mengarah ke Barat Laut. Pendapat ini masih bersifat kontroversial. Namun sebagian
ilmuwan sangat menyarankan untuk meneliti lebih lanjut studi yang dilakukan oleh
Zhonghao Shou.

6. Pemeriksaan diagnostic

Prinsipnya adalah pemeriksaan identitas seseorang memerlukan berbagai metode


dari yang sederhana sampai yang rumit.
a. Metode sederhana
1) Cara visual, dapat bermanfaat bila kondisi mayat masih baik, cara ini mudah
karena identitas dikenal melalui penampakan luar baik berupa profil tubuh atau
muka. Cara ini tidak dapat diterapkan bila mayat telah busuk, terbakar, mutilasi
serta harus mempertimbangkan faktor psikologi keluarga korban (sedang
berduka, stress, sedih, dll)
2) Melalui kepemilikan (property) identititas cukup dapat dipercaya terutama bila
kepemilikan tersebut (pakaian, perhiasan, surat jati diri) masih melekat pada
tubuh korban.
3) Dokumentasi, foto diri, foto keluarga, foto sekolah, KTP atau SIM dan lain
sebagainya.
b. Metode ilmiah, antara lain:
1) Sidik jari,
2) Serologi,
3) Odontologi,
4) Antropologi
5) Biologi.

7. Penatalaksanaan
A. Upaya penanggulangan sebelum terjadi gempa:
1) Mengetahui pintu-pintu keluar masuk untuk keadaan darurat.
2) Barang/benda yang berbobot berat disimpan di tempat yang kokoh dan stabil
terhadap guncangan.
3) Pipa saluran gas dan pipa saluran air dipastikan tidak bocor dan tertutup baik
saat tidak digunakan untuk mencegah bencana pengiring gempa seperti
kebakaran dan gangguan sanitasi.
4) Kabel-kabel listrik ditata rapi untuk menghindari hubungan singkat akibat
guncangan dan dipastikan sekering berfungsi dengan baik.

B. Upaya penanggulangan saat terjadi gempa:


1) Jika berada di dalam bangunan: usahakan tetap tenang dan tidak panic, gunakan
pintu dan tangga darurat untuk keluar dan jangan menggunakan lift atau elevator,
jangan berlindung di bawah jembatan, jalan laying, ataupun benda-benda yang
menggantung tapi berlindunglah di bawah meja yang kokoh, dan jangan dulu
masuk bangunan sebelum dipastikan tidak terjadi gempa susulan selang
beberapa lama.
2) Jika berada di luar bangunan: carilah tanah lapang, jangan berlindung di bawah
pohon atau di tempat dekat tiang/gardu listrik, dan jika getaran gempa kuat,
ambillah posisi duduk daripada berdiri.
3) Jika sedang mengemudikan kendaraan; hentikan perjalanan dan segera menepi,
jangan memberhentikan kendaraan di atas jembatan, jalan laying, atau
persimpangan jalan, dan jangan segera melanjutkan perjalanan sebelum
dipastikan tidak terjadi gempa susulan selang beberapa lama.

C. Upaya penanggulangan setelah terjadi gempa:


1) Periksa diri Anda dan orang di sekeliling Anda apakah baik-baik saja atau
mengalami luka-lukaa.
2) Jika terdapat korban yang mengalami luka-luka, gunakan kotak P3K sebagai
pertolongan pertama dan segera bawa ke Puskesmas/rumah sakit terdekat.
3) Nyalakan radio atau televise untuk mengetahui informasi dari instansi
pemerintah.
4) Jika getaran gempa cukup kuat, dirikanlah untuk sementara tenda-tenda darurat
di halaman atau tanah lapang untuk menghindari gempa susulan.
5) Periksa keadaan rumah dan sekeliling rumah Anda, jika terdapat puing-puing
segera dibersihkan.

8. Peran Perawat Komunitas Dalam Manajemen Kejadian Bencana

Perawat komunitas dalam asuhan keperawatan komunitas memiliki tanggung


jawab peran dalam membantu mengatasi ancaman bencana baik selama tahap
preimpact, impact/emergency, dan postimpact
Peran perawat disini bisa dikatakan multiple;
sebagai bagian dari penyusun rencana,
pendidik,
pemberi asuhan keperawatan
bagian dari tim pengkajian kejadian bencana.
a. Tujuan utama
Tujuan tindakan asuhan keperawatan komunitas pada bencana ini adalah
untuk mencapai kemungkinan tingkat kesehatan terbaik masyarakat yang terkena
bencana tersebut
1) Peran Perawat
a) Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana
ini, antara lain:
mengenali instruksi ancaman bahaya;
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan,
air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)
melatih penanganan pertama korban bencana.
Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,
palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan
dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi
ancaman bencana kepada masyarakat
Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :
usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota
keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan pertolongan
pertama luka bakar
memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas
kebakaran, RS dan ambulans.
Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal
pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai)
Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau
posko-posko bencana

b) Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)


Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat
setelah keadaan stabil.Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang
tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-
kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan. Perawat
harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan
pertolongan pertama.Ada saat dimana seleksi pasien untuk penanganan
segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase )
TRIASE :
Merah---paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancam
kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma
dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,
luka bakar derajat I-II
Kuning --- penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury dengan
efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan
ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury
tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla
spinalis, laserasi, luka bakar derajat II
Hijau --- prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur
tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi
Hitam --- meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat
dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal
c) Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari
Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS
Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan
Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa
Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas,
depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi
diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue,
mual muntah, dan kelemahan otot)
Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan
dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog
dan psikiater
Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi

d) Peran perawat dalam fase postimpact


Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan
psikologis korban.
Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk kembali
pada kehidupan normal.
Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu
yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan dimana
kecacatan terjadi

9. Dampak Terjadinya Gempa Bumi


Gempa bumi memiliki dampak negatif bagi manusia diantaranya kerusakan berat
pada tempat tinggal warga yang bertempat tinggal ditempat kejadian. Terutama apabila
gempa yang terjadi memiliki kekuatan yang besar. Banyak dari korban bencana
kehilangan tempat tinggal dan tempat berlindung. Selain itu gempa yang menyebabkan
banyaknya bangunan yang runtuh akan mengakibatkan banyak korban jiwa berjatuhan
akibat tertindih bangunan.
Selain kerusakan fisik, gempa juga memiliki dampak negative bagi psikologis
korban yang mengalami bencana. Beberapa dari korban juga akan mengalami trauma
atas kejadian yang dialaminya. Ini juga dapat berdampak bagi perekonomian negara
karena secara tidak langsung negara perlu mengeluarkan banyak biaya untuk mengatasi
korban-korban bencana alam baik dari pangan maupun sandang. Tenaga medis dan
fasilitasnyapun sangat diperlukan untuk mengatasi dampak dari bencana tersebut.
Gempa juga dapat mengakibatkan timbulnya gelombang besar tsunami apabila
gempa tersebut hiposentrumnya berada pada dasar laut dan memiliki kekuatan yang
besar. Gelombang trunami tersebut dapat merusak semua benda yang dilaluinya dan
membawa semua material-material kedalam laut.
Daftar pustaka

Diponegoro, A.M. (2006). Hubungan Antara Eratnya Hubungan Keluarga dan Kebahagiaan
Keluarga di Daerah Gempa (Daerah Istimewa Yogyakarta). Proceedings Seminar
Nasional Penangangan Trauma Psikologis Berbasis Keluarga & Komunitas.
Semarang, 11-12 November 2006. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Theodorson A.George Howel cs. 1969. A Moderen Dictionary of sociology. New York:
Thoman Y.Crowell.
Rustamaji. 2007. Pedoman Nasional Manajemen Bencana di Indonesia. Gama Media,
Yogyakarta
Efendi, F & Makfudli. 2009. Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Turkanto.2006. Splinting & Bandaging. Kuliah Keperawatan Kritis. Surabaya: PSIK
Universitas Airlangga.
Community Health Nursing Theory&Practice.1995

Anda mungkin juga menyukai