PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perilaku bunuh diri merupakan fenomena yang sangat menarik untuk diteliti
oleh banyak ahli baik itu psikiatri, psikologi, biologi, sosiologi, hukum, dan filsafat.
Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin “ suicidium”, dengan “ sui” yang
berarti sendiri dan “cidium” yang berarti pembunuhan. Schneidman mendefinisikan
bunuh diri sebagai sebuah perilaku pemusnahan secara sadar yang ditujukan pada diri
sendiri oleh seorang individu yang memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik dari
sebuah masalah. Dia mendeskripsikan bahwa keadaan mental individu yang cenderung
melakukan bunuh diri telah mengalami rasa sakit psikologis dan perasaan frustasi yang
bertahan lama sehingga individu melihat bunuh diri sebagai satu-satunya penyelesaian
untuk masalah yang dihadapi yang bisa menghentikan rasa sakit yang dirasakan (dalam
Maris dkk., 2000).
Laporan World Health Organization (2000) diperkirakan 1 juta orang
melakukan bunuh diri (commit suicide) pada tahun 2000. Bunuh diri menempati salah
satu dari sepuluh penyebab teratas kematian di setiap negara, dan merupakan satu dari
tiga penyebab utama kematian pada kelompok umur 15-35 tahun. Dan semakin
meningkat seiring berkembangnya era modernisasi.
Berdasarkan uraian diatas kami sebgai mahasiswa keperawatan perlu
mempelajari lebih lanjut mengenai klien resiko bunuh diri yang juga masuk dalam ranah
keperawatan jiwa.
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengerti Asuhan keperawatan klien dengan resiko bunuh diri
1.3.2 Menerapkan asuhan keperawatan klien halusinasi
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk
mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan
dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi
karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan
marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk
mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006).
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh
diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
Bunuh diri atau dalam bahasa inggris disebut Suicide (berasal dari kata Latin suicidium
, dari sui caedere “ membunuh diri sendiri “ ) adalah sebuah tindakan sengaja yang
menyebabkan kematian diri sendiri. Bunuh diri sering kali dilakukan akibat putus asa, yang
penyebabnya sering dikaitkan dengan gangguan jiwa misalnya depresi, schizophrenia,
ketergantungan alcohol/alkoholisme, dan penyalah gunaan obat. (Wikipedia bahasa
Indonesia).
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko menyakiti diri
sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain
dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk
aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu
yang diinginkan.
(Stuart dan Sudeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009)
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian. (Gail W. Stuart, 2007)
Bunuh diri adalah untuk menghilangkan nyawa sendiri. (Ann Isaacs, 2004)
2.2. Klasifikasi
2.2.1. Menurut Yosep (2010), mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri, meliputi:
1.1 Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
1.2 Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
1.3 Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
2.Pernyataan yang salah tentang bunuh diri (MITOS)
Banyak pernyataan yang salah tentang bunuh diri yang harus diketahui perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan tingkah laku bunuh diri antara lain :
No Mitos Fakta
1. Orang yang bicara mengenai bunuh Kebanyakan orang yang bunuh diri telah
diri, tidak akan melakukannya member peringatan yang pasti dari
keinginannaya
2. Orang dengan kecenderungan bunuh Mayoritas dari mereka ambivalen(mendua,
diri berkeinginan mutlak untuk mati antara keinginan untuk bunuh diri tetapi
takut mati)
3. Bunuh diri terjadi tanpa peringatan Orang dengan kecenderungan bunuh diri
seringkali memberikan banyak indikasi
4. Perbaikan setelah suatu krisis berarti Banyak bunuh diri terjadi dalam periode
resiko bunuh diri telah berakhir perbaikan saat pasien telah mempunyai
energy dan kembali ke pikiran putus asa
untuk melakukan tindakan destruktif
5. Tidak semua bunuh diri dapat Sebagian besar bunuh diri dapat dicegah
dicegah
6. Sekali seseorang cenderung bunuh Pikiran bunuh diri tidak permanen dan
diri, maka dia selalu cenderung untuk beberapa orang tidak akan
bunuh diri melakukannya kembali
7. Hanya orang yang miskin bunuh diri Bunuh diri dapat terjadi pada semua orang
tergantung pada keadaan sosial,
lingkungan, ekonomi dan kesehatan jiwa
8. Bunuh diri selalu terjadi pada pasien Pasien gangguan jiwa mempunyai resiko
gangguan jiwa lebih tinggi untuk bunuh diri dapat juga
terjadi pada orang yang sehat fisik dan
jiwanya bertanya tentang bunuh diri , tidak
akan memacu bunuh diri
9. Menanyakan tentang pikiran bunuh Bila tidak menanyakan pikiran bunuh diri
diri dapat memicu orang untuk bunuh tidak akan dapat mengidentifikasi orang
diri yang beresiko tinggi bunuh diri
C. Proses Terjadinya
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
Sifat kepribadian
Riwayat keluarga
Faktor biokimia
3. Rentang Respon
RENTANG RESPON RESIKO BUNUH DIRI
.
a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap
pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat
dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara
optimal.
c.Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
(maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang
karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e.Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.
4. Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri
tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
5. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan
banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan
bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku
bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan
keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam
kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka
bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
VARIABEL RISIKO TINGGI RISIKO RENDAH
SIFAT DEMOGRAFIK
&SOCIAL > 45 TAHUN < 45 TAHUN
- USIA LAKI-LAKI WANITA
- JENIS KELAMIN CERAI ATAU JANDA MENIKAH
- STATUS MENTAL PENGANGGURAN BEKERJA
- PEKERJAAN KONFLIK STABIL
- HUBUNGAN KACAU ATAU KONFLIK STABIL
INTERPERSONAL
- LATAR BELAKANG
KELUARGA
KESEHATAN
- FISIK PENYAKIT KRONIS, KESEHATAN BAIK
PEMAKAIAN ZAT YANG MERASA SEHAT
BERLEBIHAN, PENGGUNAAN ZAT
HIPOKONDRIAK RENDAH
- MENTAL DEPRESI RINGAN
DEPRESI BERAT, PSIKOSIS NEUROSIS
GANGGUAN KEPRIBADIAN PEMINUM SOSIAL
BERAT OPTIMISME
PENYALAHGUNAAN ZAT
PUTUS ASA
AKTIVITAS BUNUH
DIRI SERING,BERKEPANJANGAN, JARANG, RENDAH
- IDE BUNUH DIRI KUAT USAHA PERTAMA
- USAHA BUNUH DIRI - USAHA BERULANG KALI IMPULSIF
- DIRENCANAKAN PENYELAMATAN
- PENYELAMATAN TIDAK TAK TERHINDARKAN
MUNGKIN KEINGINAN UTAMA
- KEINGINAN YG TAK RAGU UNTUK BERUBAH
UNTUK MATI KOMUNIKASI DI
- KOMUNIKASI DI EKSTERNALISASIKA
INTERNALISASIKAN N (KEMARAHAN)
(MENYALAHKAN DIRI METODA DG
SENDIRI) LETALITAS RENDAH
- METODA MEMATIKAN
DAN TERSEDIA
SARANA
- PRIBADI - PENCAPAIAN BURUK - PENCAPAIAN BAIK
- TILIKAN BURUK - PENUH TILIKAN
- SOSIAL - AFEK TAK ADA ATAU - AFEK TERSEDIA DAN
TERKENDALI BURUK TERKENDALI
- RAPPORT BURUK - RAPPORT BAIK
- TERISOLASI SOSIAL - TERINTEGRASI
SECARA SOSIAL
- KELUARGA TIDAK - KELUARGA YANG
RESPONSIF MEMPERHATIKAN
H. Terapi Modalitas yang cocok untuk resiko bunuh diri adalah
a. Terapi Biologi
Karena perilaku abnormal/ penyimpangan pasien adalah akibat dari faktor fisik/
penyakit jenis terapi yang bisa diberikan melalui terapi ini adalah terapi psikoaktif,
intervensi nutrisi (diet), fototerapi dll.
b. Terapi Lingkungan
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan rasa harga diri, kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain dan mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat
serta mencapai perubahan kesehatan yang positif.
Syarat lingkungan bagi klien bunuh diri harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a) Secara psikologis
- Ruangan aman dan nyaman
- Terhindar dari alat0alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri sendiri atau
orang lain
- Alat-alat medis, obat-obatan dan jenis cairan medis di almari (bila ada) harus
dalam keadaan terkunci
- Ruangan harus ditempatkan di lantai satu, dan keseluruhan ruangan mudah
dipantau oleh petugas kesehatan
- Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang cerah dan
meningkatkan gairah hidup pasien
- Adanya bacaan ringan, lucu dan motivasi hidup
TUK 1
Kriteria Evaluasi : 1. Bina hubungan
Klien dapat saling percaya
1. Ekspresi wajah bersahabat,
membina dengan
2. Menunjukkan rasa senang
hubungan menggunakan
3. Ada kontak mata, mau
saling prinsip
berjabat tangan
percaya. komunikasi
4. Mau menyebutkan nama
5. Mau menjawab salam terapeutik :
b. Perkenalkan
diri dengan
sopan.
c. Tanyakan nama
lengkap klien dan
nama panggilan
yang disukai
klien.
d. Jelaskan tujuan
pertemuan.
e. Jujur dan
menepati janji.
f. Tunjukkan
sikap empati dan
menerima klien
apa adanya.
g. Berikan
perhatian kepada
klien dan
perhatikan
kebutuhan dasar
TUK 2:
Kriteria evaluasi : 1. Jauhkan klien
Klien dapat dari benda-benda
Klien dapat terlindung dari
terlindung yang dapat
perilaku bunuh diri
dari perlaku membahayakan.
bunuh diri
2. Tempatkan
klien diruangan
yang tenang dan
selalu terlihat
oleh perawat.
3. Awasi klien
secara ketat setiap
saat
TUK 3 :
Kriteria evaluasi : 1.Bantu untuk
Klien dapat memahami bahwa
Klien dapat meningkatkan harga
meningkatkan klien dapat
dirinya
harga diri, mengatasi
keputusasaannya.
2.Kaji dan
kerahkan sumber-
sumber internal
individu.
3.Bantu
mengidentifikasi
sumber-sumber
harapan (misal :
hubungan antar
sesama,
keyakinan, hal-
hal untuk
diselesaikan).
adaptif, menyenangkan.
2. Bantu untuk
mengenali hal-hal
yang ia cintai dan
yang ia sayangi
dan pentingnya
terhadap
kehidupan orang
lain.
3. Beri dorongan
untuk berbagi
keprihatinan pada
orang lain.
“Selain itu, jika bicara dengan Tn.A focus pada hal-hal positif saja. Hindarkan
pernyataan negatif.Dan sebaiknya, Tn.A punya kegiatan positif, seperti melakukan hal-
hal yang disukainya, supaya tidak sempat melamun.”
3. FASE TERMINASI
1. FASE PRA-ORIENTASI
A. Kondisi Pasien
a. Klien nampak bingung, mempermainkan jari-jari tangannya, kontak mata
kurang, mau menatap lawan bicara walau sering menunduk, sulit
berkomunikasi dengan perawat, pembicaraan kadang terarah.
b. Memiliki ide untuk bunuh diri/ mengakhiri kehidupannya. dan sudah pernah
melakukan percobaan bunuh diri.
c. Kadang mengungkapkan keinginan untuk mati.
B. Diagnose keperawatan
Resiko bunuh diri
C. Tujuan Umum
Keluarga mampu merawat pasien dengan baik dan benar.
D. Tujuan khusus
Klien dapat memobilisasi dukungan yang ada.
E. Rencana Tindakan : SP2 Keluarga
a. Evaluasi kemampuan keluarga di SP 1
b. Melatih keluarga
c. Mempraktekan cara merawat pasien dengan resiko bunuh diri
d. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien resiko
bunuh diri.
1. FASE ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak / Ibu..Bagaimana keadaan Bapak ?”
“Bapak/ Ibu sudah melihat keadaan Tn. B. Dari situ, saya berpendapat bahwa kita
perlu
bekerja sama untuk menjaga agar Tn. B tetap selamat dan tidak melukai dirinya sendiri.
Bagaimana Bapak/ Ibu? Selama di RS, saya akan terus menjaga Tn. B.”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri, serta
cara
melindungi dari bunuh diri. “
“Dimana kita akan berdiskusi?Bagaimana kalau di ruang wawancara?”
“Berapa lama Bapak/ Ibu punya waktu?”
2. FASE KERJA
“Apa yang Bapak/ Ibu lihat dari perilaku Bapak B?”
“Bapak/ Ibu sebaiknya memperhatikan benar -benar munculnya tanda dan gejala
bunuh diri. Pada umumnya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukkan tanda melalui
percaka pan, misalnya “Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya.”
Dan aapakah Bapak B pernah mengatakannya?”
“Kalau Bapak/ Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya
Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan Bapak B secara serius. ”
“Bapak/ Ibu, karena kondisi Tn. B sedang labil dan dapat melakukan tindakan
– tindakan yang membahayakan hidupnya sewaktu-waktu seperti mencoba bunuh diri,
maka kita semua perlu mengawasi Tn. B terus-menerus.Saya harap Bapak dan Ibu juga
dapat mengawasi Tn. B.”
“Dalam kondisi serius seperti ini Tn. B tidak boleh ditinggal sendirian
sedikitpun.Bapak/ Ibu dapat membantu saya untuk mengamankan barang-barang yang
dapat digunakan Tn. B untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, atau ikat
pinggang.Semua barang tersebut tidak boleh ada di sekitar Tn. B. Bapak/ Ibu,Tn. B itu
perlu perawatan yang lebih serius lagi.”
“Berkan dukungan untuk tidak melakukan percobaan bunuh diri.Katakan bahwa
Bapak/ Ibu sayang pada Bapak B. Katakan juga kebaikan- kebaikan yang ada pada diri
Bapak B.”
“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari memuji dengan tulus!”
“Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/ Ibu
mencari
bantuan orang lain.”
“Setelah kembali ke rumah, Bapak/ Ibu perluu membantu agar Bapak B teru s berobat
untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”
3. FASE TERMINASI
TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK
A. Topik
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Sesi 1 : Identifikasi hal positif dari diri
Sesi 2 : Melatih hal positif pada diri
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Peserta TAK mampu meningkatkan hubungan interpersonal anggota kelompok,
berkomunikasi, mampu berinteraksi maupun berespon terhadap stimulasi yang
diberikan
2. Tujuan Khusus
Sesi 1
a. Klien dapat mengidentifikasi pengalaman yang tidak dapat menyenangkan
b. Klien dapat mengidentifikasi hal positif pada dirinya.
Sesi 2
a. Klien dapat menilai hal positif diri yang dapat digunakan
b. Klien dapat memilih hal positif yang akan dilatih
c. Klien dapat melatih hal positif diri yang telah dilatih
d. Klien dapat menjadwalkan penggunaan kemampuan yang telah dilatih.
C. Landasan Teori
Konsep diri termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi
dengan orang lain dan lingkungan, nilai- nilai yang berkaitan dengan pengalaman objek,
tujuan serta keinginan (Stuart dan Sundeen dalam Keliat 1992)
Harga diri merupakan suatu nilai yang terhormat atau rasa hormat yang dimiliki
seseorang terhadap diri mereka sendiri. Hal ini menjadi suatu ukuran yang berharga
bahwa mereka memiliki sesuatu dalam bentuk kemampuan dan patut dipertimbangkan
(Townsend, 2005)
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak
dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri (Yoedhas,2010)
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negative
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan (Budi Ana Keliat, 1999)
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri atau perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negative dan dipertahankan dalam waktu yang lama
(NANDA,2005)
Penyebab lain dari masalah harga diri rendah diperkirakan juga sebagai akibat dari
masa lalur yang kurang menyenangkan, misalnya terlibat napza. Berdasarkan hasil
overview dinyatakan bahwa pecandu napza biasanya memiliki konsep diri yang negative
dan harga diri yang rendah.
Terapi keperawatan yang dapat diberikan pada klien sendiri bisa dalam bentuk
terapi kognitif. Terapi ini bertujuan untuk merubah pikiran negative yang dialami oleh
klien dengan harga diri rendah kronis ke arah berpikir yang positif. Pada keluarga terapi
yang diperlukan dapat berupa triangle terapi yang berujuan untuk membantu keluarga
dalam mengungkapkan perasaan mengenai permasalahan yang dialami oleh anggota
keluarga sehingga diharapkan keluarga dapat mempertahankan situasi yang mendukung
pada pengembalian fungsi hidup klien. Pada masyarakat juga perlu dilakukan terapi
psikoedukasi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
masalah hara diri rendah kronis yang merupakan salah satu bagian dari masalah gangguan
jiwa di masyarakat
D. Klien
1. Kriteria
- Klien yang sehat fisik
- Klien yang hara diri rendah
- Klien yang memiliki perasaan negative pada dirinya
2. Proses Seleksi
- Berdasarkan observasi klien sehari- hari
- Berdasarkan informasi dan diskusi dengan perawat ruangan mengenai perilaku
klien sehari- hari
- Hasil diskusi kelompok
- Berdasarkan asuhan keperawatan
- Adanya kesepakatan dengan klien
E. Pengorganisasian
1. Waktu
a. Hari/ tanggal :
b. Jam :
c. Acara :
- Pembukaan :
- Perkenalan pada klien :
- Perkenalan TAK :
- Penutup
d. Tempat :
e. Jumlah pasien :
2. Tim Terapis
a. Leader
Tugas Leader:
- Memimpin jalannya acara terapi aktivitas kelompok
- Memperkenalkan anggota terapi aktivitas kelompok
- Menetapkan jalannya tata tertib
- Menjelaskan tujuan diskusi
- Dapat mengambil keputusan dengan menyimpulkan hasil diskusi pada
kelompok terapi diskusi tersebut
- Kontyrak waktu
Menutup acara
b. Co Leader
Tugas Co Leder
- Mendampingi leader jika terjadi bloking
- Mengoreksi dan mengingatkan leader jika terjadi kesalahan
- Bersama leader memcahkan penyelesaian masalah
c. Observer
Tugas Observer
- Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal sampai akhir
- Mencatat semua aktifitas dalam terapi aktifitas kelompok
- Mengobservasi perilaku klien
d. Fasilitator
Tugas Fasilitator
- Membantu klien meluruskan dan menjelaskan tugas yang harus dilakukan
- Mendampingi peserta TAK
- Memotivasi klien untuk aktif dalam kelompok
- Menjadi contoh bagi klien selama kegiatan
e. Anggota
Tugas Anggota
- Menjalankan dan mengikuti kegiatan terapi
3. Metode dan media
a. Metode
1. Diskusi
2. Permainan
b. Alat :
1. Spidol sebanyak jumlah klien yang mengikuti TAK.
2. Kertas putih HVS dua kali jumlah klien yang mengikuti TAK.
c. Setting :
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
CO LEADER
F. Pembagian Tugas
Leader : Sandra
Co Leader : Aqib
Observer : Winarti
Fasilitator : Widia citra
Hikmatul mufidah
Tio gilang
Dika indra
2. Orientasi
a. Salam terapiutik.
1. Salam dari terapis kepada klien.
2. Klien dan terapis pakai papan nama.
b. Evaluasi / validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini.
c. Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan TAK
2. Terapis menjelaskan aturan main berikut :
a. Jika ada kien yang meninggalkan kelompok, harus meminta izin
kepada terapis.
b. Lama kegiatan 30 menit.
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Terapis membagikan kertas HVS dan spidol, masing-masing satu buah untuk
setiap klien
b. Terapis meminta klien menuliskan siapa orang yang paling disayangi dan
dicintai
c. Terapis meminta klien memilih dari salah satu orang yang dicintai, siapa yang
paling dekat dan paling dipercaya oleh klien
d. Terapis menjelaskan pentingnya koping yang adaptif dan menganjurkan klien
untuk berbagi masalah kepada orang yang paling dekat dan dipercaya agar
klien tidak merasa tertekan dan terbebani
e. Terapis menjelaskan pentingnya memiliki tujuan hidup (masa depan) agar
bersemangat berusaha mewujudkan dan optimistis
f. Terapis meminta klien menuliskan masing-masing tujuan hidup (masa depan)
klien di kertas yang telah dibagikan.
g. Terapis meminta klien untuk membacakan tujuan hidup (masa depan) yang
telah ditulisnya secara bergantian
h. Terapis memberikan pujian dan mengajak tepuk tangan klien lain jika satu
orang klien telah selesai membacakan.
i. Terapis meminta klien melihat lagi tujuan hidupnya (masa depannya),
mencoret tujuan yang sulit (tidak mungkin) dicapai.
j. Terapis meminta klien membaca ulang tujuan hidup (masa depan) yang
benar-benar realistis ( seperti langkah d).
k. Terapis memberikan pujian kepada klien setiap selesai membacakan tujuan
hidupnya.
4. Tahap terminasi.
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2. Terapis memberikan pujian kepada kelompok.
b. Tindak lanjut
Terapis meminta klien untuk menyimpan kertas tersebut dan menuliskan lagi\
tujuan hidup yang mungkin masih ada dan pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan bersama orang yang dicintai dan membacanya kembali agar bisa
menggunakan mekanisme koping yang adaptif
c. Kontrak yang akan dating
1. Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang,
2. Menyepakati waktu dan tempat untuk TAK
Evaluasi
Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama.
2. Beri tanda (√) jika klien mampu dan tanda (X) jika klien tidak mampu.
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi III, TAK stimulasi persepsi :
Menggunakan Mekanisme Koping yang Adaptif. Misalnya : Klien mampu berbagi masalah
dengan keluarga. Anjurkan dan jadwalkan agar klien melakukannya serta berikan pujian.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama