Disusun oleh :
Elisa Fadillah
P27905121011
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri
kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4
pengertian, antara lain:
1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
Bunuh diri atau dalam bahasa inggris disebut Suicide (berasal dari kata Latin suicidium ,
dari sui caedere “ membunuh diri sendiri “ ) adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan
kematian diri sendiri. Bunuh diri sering kali dilakukan akibat putus asa, yang penyebabnya
sering dikaitkan dengan gangguan jiwa misalnya depresi, schizophrenia, ketergantungan
alcohol/alkoholisme, dan penyalah gunaan obat. (Wikipedia bahasa Indonesia).
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko menyakiti diri sendiri
atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa
bunuh diri sebagai pelaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah
pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya
adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan.
(Stuart dan Sudeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009)
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian.
(Gail W. Stuart, 2007)
Bunuh diri adalah untuk menghilangkan nyawa sendiri. (Ann Isaacs, 2004)
2. Klasifikasi
2.2.1. Menurut Yosep (2010), mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri, meliputi:
1.1 Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor lingkungan
yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk bunuh diri.
1.2 Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
1.3 Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
2. Pernyataan yang salah tentang bunuh diri (MITOS)
Banyak pernyataan yang salah tentang bunuh diri yang harus diketahui perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan tingkah laku bunuh diri antara lain :
No Mitos Fakta
1. Orang yang bicara mengenai bunuh Kebanyakan orang yang bunuh diri telah
diri, tidak akan melakukannya member peringatan yang pasti dari
keinginannaya
2. Orang dengan kecenderungan bunuh Mayoritas dari mereka ambivalen(mendua,
diri berkeinginan mutlak untuk mati antara keinginan untuk bunuh diri tetapi
takut mati)
3. Bunuh diri terjadi tanpa peringatan Orang dengan kecenderungan bunuh diri
seringkali memberikan banyak indikasi
4. Perbaikan setelah suatu krisis berarti Banyak bunuh diri terjadi dalam periode
resiko bunuh diri telah berakhir perbaikan saat pasien telah mempunyai
energy dan kembali ke pikiran putus asa
untuk melakukan tindakan destruktif
5. Tidak semua bunuh diri dapat Sebagian besar bunuh diri dapat dicegah
dicegah
6. Sekali seseorang cenderung bunuh Pikiran bunuh diri tidak permanen dan
diri, maka dia selalu cenderung untuk beberapa orang tidak akan
bunuh diri melakukannya kembali
7. Hanya orang yang miskin bunuh diri Bunuh diri dapat terjadi pada semua orang
tergantung pada keadaan sosial,
lingkungan, ekonomi dan kesehatan jiwa
8. Bunuh diri selalu terjadi pada pasien Pasien gangguan jiwa mempunyai resiko
gangguan jiwa lebih tinggi untuk bunuh diri dapat juga
terjadi pada orang yang sehat fisik dan
jiwanya bertanya tentang bunuh diri , tidak
akan memacu bunuh diri
9. Menanyakan tentang pikiran bunuh Bila tidak menanyakan pikiran bunuh diri
diri dapat memicu orang untuk bunuh tidak akan dapat mengidentifikasi orang
diri yang beresiko tinggi bunuh diri
C. Proses Terjadinya
Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang
dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko
untuk perilaku resiko bunuh diri
Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat menimbulkan
perilaku resiko bunuh diri.
2. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat berupa kejadian yang memalukan, seperti masalah
interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman
pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh
diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan
untuk melakukan perilaku bunuh diri.
3. Rentang Respon
RENTANG RESPON RESIKO BUNUH DIRI
.
a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan
ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya
dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
(maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang
karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.
4. Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak
langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
5. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak
faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial
dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi
social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu
menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
b) Patosikologi
GAMBARAN PROSES TERJADINYA BUNUH DIRI
Isyarat Bunuh Diri
verbal/nonverbal
Pertimbangan
untuk melakukan
bunuh diri
Ambivalensi
Kurangnya respon
Kematian
positif
Bunuh Diri
( Stuart & Sundeen , 2006 )
Tahapan rentang perkembangan bunuh diri juga dibedakan sebagai berikut :
1. Suicide Ideation
Pada tahapan ini merupakan proses kontemplasi dari suicide, atau sebuah metode yang
digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan
mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari
bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
2. Suicide Intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk
melakukan bunuh diri.
3. Suicide Threat
Pada tahap ini klien mengekpresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam, bahkan
ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4. Suicide Gesture
Pada tahap ini klien menunjukan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri
yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan umumnya tidak mematikan karena
mengalami ambivalensi kematian. Individu ini masih memiliki kemampuan untuk hidup,
ingin diselamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini dinamakan
“crying for help” .
5. Suicide Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan
tidak mau diselamtkan mislanya minum obat yang mematikan, namun masih ada yang
mengalami ambivalensi.
6. Suicide
Tindakan bunuh diri ini sebelumnya telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri
sebelumnya. 30 % orang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah
melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini merupakan pilihan terakhir utnuk
mengatasi kesedihan yang mendalam
c) Pohon Masalah
Koping keluarga
tidak efektif
D. Tanda dan Gejala
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri
b. Mengungkapkan keiinginan untuk mati
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
d. Menunjukan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjado sangat patuh)
e. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
f. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tenteng obat dosis
kematian)
g. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah, dan mengasing
kan diri)
h. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis, dan
menyalagunakan alkohol).
i. Kesehatan fisik (biasanya dengan klien dengan penyakit kronis atau terminial)
j. Pengangguran
k. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun
l. Status perkawinan
m. Konflik Interpersonal
n. Latar belakang keluarga
o. Orientasi seksual
p. Sumber-sumber social
q. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
E. Masalah Keperawatan
Subjektif Objektif
memiliki riwayat penyakit mental mengalami depresi, cemas, dan
perasaan putus asa
menyatakan pikiran, harapan, dan respon kurang dan gelisah
perencanaan bunuh diri
menyatakan bahwa sering menunjukkan sikap agresif
mengalami kehilangan secara
bertubi-tubi dan bersamaan
menderita penyakit yang tidak koperatif dalam menjalani
prognosisnya kurang baik pengobatan
menyalahkan diri sendiri, perasaan berbicara lamban, keletihan,
gagal dan tidak berharga menarik diri dari lingkungan sosial
menyatakan perasaan tertekan penurunan berat badan
URUTAN FAKTOR
RANKING
1 USIA (45 TAHUN DAN LEBIH)
2 KETERGANTUNGAN ALCOHOL
3 KEJENGKELAN, PENYERANGAN, KEKERASAN
4 PERILAKU BUNUH DIRI SEBELUMNYA
5 LAKI-LAKI
6 TIDAK MAU MENERIMA PERTOLONGAN
7 EPISODE DEPRESI SEKARANG YANG LEBIH DARI
BIASANYA
8 TERAPI PSIKIATRIK RAWAT INAP SEBELUMNYA
9 KEHILANGAN ATAU PERPISAHAN YANG BELUM
LAMA TERJADI
10 DEPRESI
11 HILANGNYA KESEHATAN FISIK
12 PENGANGGURAN ATAU DIPECAT
13 TIDAK MENIKAH, JANDA/DUDA. ATAU BERCERAI
a. Terapi Biologi
Karena perilaku abnormal/ penyimpangan pasien adalah akibat dari faktor fisik/ penyakit
jenis terapi yang bisa diberikan melalui terapi ini adalah terapi psikoaktif, intervensi
nutrisi (diet), fototerapi dll.
b. Terapi Lingkungan
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan rasa harga diri, kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain dan mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat
serta mencapai perubahan kesehatan yang positif.
Syarat lingkungan bagi klien bunuh diri harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a) Secara psikologis
- Ruangan aman dan nyaman
- Terhindar dari alat0alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri sendiri atau
orang lain
- Alat-alat medis, obat-obatan dan jenis cairan medis di almari (bila ada) harus dalam
keadaan terkunci
- Ruangan harus ditempatkan di lantai satu, dan keseluruhan ruangan mudah dipantau
oleh petugas kesehatan
- Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang cerah dan
meningkatkan gairah hidup pasien
- Adanya bacaan ringan, lucu dan motivasi hidup
b) Lingkungan sosial
- Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas kesehatan menyapa pasien
sesering mungkin
- Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan keperawatan atau kegiatan
medis lainnya
- Menerima pasien apa adanya, jangan mengejek atau merendahkan
- Meningkatkan harga diri pasien
- Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan membiarkan pasien
sendiri terlalu lama di ruangan
c) Lingkungan spiritual
- Sarana: tempat ibadah, buku-buku suci dll, harus terpisah.
- Ruangan sepi dan tertutup dengan tujuan agar perhatian terpusat pada pengobatan,
serta agar pasien menemukan harapan baru bagi masa depannya.
I. Terapi Obat
Seorang pasien yang berada dalam krisis karena kematian atau peristiwa lainnya
dengan lama waktu yang terbatas dapat berfungsi dengan lebih baik setelah mendapatkan
sedasi ringan sesuai keperluan, khususnya jika tidur telah terganggu.Benzodiazepine
adalah obat yang terpilih, dan regimen yang tipikal adalah lorazepam (Ativan) 1 mg satu
sampai tiga kali sehari selama dua minggu.Iritabilitas pasien dapat meningkat dengan
pemakaian benzodiazepine secara teratur, dan iritabilitas adalah faktor risiko untuk bunuh
diri, sehingga benzodiazepine harus digunakan dengan berhati-hati pada pasien yang
menunjukkan sikap bermusuhan.Hanya sejumlah kecil medikasi yang harus diberikan, dan
pasien harus diikuti dalam beberapa hari.
Antidepresan adalah pengobatan definitif untuk banyak pasien dengan ide bunuh diri,
tetapi tidak umum untuk memulai antidepresan di ruang gawat darurat.Tetapi jika
depresan, perjanjian follow-up yang pasti harus dilakukan, lebih baik pada hari
selanjutnya.
“Bagaimana perasaan Bapak setelah mengetahui penyakit yang Bapak derita? Apakah
dengan penyakit tersebut, Bapak merasa paling menderita di dunia ini?”
“Apakah Bapak merasa kehilangan kepercayaan diri? Apakah Bapak merasa tak
berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain?”
“Hal apa yang biasa Bapak lakukan saat keinginan bunuh diri itu muncul?
Bagaimana cara Bapak mewujudkannya?”
“Apakah Bapak tahu, apa akibat bagi diri Bapak dan keluarga Bapak jika Bapak
meninggal dengan cara yang Bapak lakukan?”
3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap? Apakah Bapak merasa ada
manfaatnya dari perbincangan kita saat ini? Apakah keinginan bunuh diri itu masih
ada?”
b. Evaluasi Obyektif
“Bapak masih ingat cara mengatasi keinginan bunuh diri? Coba Bapak sebutkan cara
agar keinginan bunuh diri itu tidak muncul lagi!”
c. Rencana tindak lanjut
“Saya harap, bila nanti keinginan bunuh diri itu muncul lagi, Bapak bisa
mempraktikkan cara-cara yang telah kita pelajari tadi.”
d. Kontrak yang akan datang
1. Topik: “Baiklah…kita sudah bercakap-
cakap selama 15 menit. Sementara itu dulu yang kita bicarakan hari ini.
Bagaimana kalau besok kita bercakap-cakap tentang cara mengatasi rasa bersalah
dan rasa rendah diri yang Bapak alami?”
2. Waktu: “Mau jam berapa kita bercakap-
cakap? Bagaimana kalau jam 9 seperti hari ini?”
3. Tempat: “Dimana tempatnya nanti kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau disini
saja?”
1. FASE PRA-ORIENTASI
i. Kondisi Pasien
a) Klien nampak bingung, mempermainkan jari-jari tangannya, kontak mata kurang,
mau menatap lawan bicara walau sering menunduk, sulit berkomunikasi dengan
perawat, pembicaraan kadang terarah.
b) Memiliki ide untuk bunuh diri/ mengakhiri kehidupannya. dan sudah pernah
melakukan percobaan bunuh diri.
c) Kadang mengungkapkan keinginan untuk mati.
ii. Diagnose keperawatan
Resiko bunuh diri
iii. Tujuan Umum
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri.
iv. Tujuan Khusus 2 : SP 2 Klien
TUK 3 : Meningkatkan harga diri klien
D. Rencana tindakan
a) Evaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1 )
b) Mengidentisifikasi aspek positif pasien
c) Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri sendiri
d) Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga
1. FASE ORIENTASI
“Assalamualaikum, Bapak. Masih ingat dengan saya kan?”
“Melihat kondisi Bapak yang membutuhkan pertolongan segera, maka saya perlu
menemani Bapak terus – menerus disini samapai ada petugas kesehatan lain yang akan
menjaga Bapak.
2. FASE KERJA
“Saya perlu memeriksa seluruh kamar Bapak untuk memaastikan tidak ada benda - benda
yang membahayakan.”
“Setelah hampir setengah jam saya menemani Bapak, apakah saat ini Bapak masih
memiliki keinginan bunuh diri.”
“Nah.., karena Bapak tampaknya masih memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup,
maka saya tidak akan membiarkan Bapak sendiri.”
“Kalau keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya, Bapak harus langsung minta
bantuan kepada perawat atau keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan,
jangaan pernah sendirian ya Bapak…
“Apakah hari ini Bapak sudah minum obat? Kalau belum, saya akan bantu Bapak untuk
minum obat.”
3. FASE TERMINASI
“Bagaiman perasaan Bapak setelah bercakap-cakap? Masih ada dorongan untuk bunuh
diri? Kalau masih ada, tolong segera panggil saya atau perawat lain ya..”
“Kalau sudah tidak ada, saya akan bertemu Bapak lagi untuk membicarakan cara
meningkatkan harga diri, esok hari.”
“Perawat yang lain sudah datang. Perawat itu yang akan menjaga Bapak seharian nanti,
mulai sekarang Bapak akan ditemani oleh perawat itu.”
“Walaupun Bapak akan dirawat oleh perawat lain, tetapi saya akan terus memantau
keadaan Bapak. Saya juga akan terus merawat Bapak ketika kembali lagi ke rumah, sampai
saya benar – benar yakin Bapak aman dan tidak melukai diri Bapak sendiri.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (INDIVIDU)
DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
1. FASE PRA-ORIENTASI
i. Kondisi Pasien
a) Klien sering mempermainkan jari-jari tangannya, kontak mata kurang, mau
menatap lawan bicara, bisa diajak berkomunikasi dengan perawat, pembicaraan
kadang terarah.
b) Ide untuk bunuh diri/ mengakhiri kehidupannya berkurang.
c) Mulai mengungkapkan keinginan untuk bertahan hidup.
ii. Diagnose keperawatan
Resiko bunuh diri
iii. Tujuan Umum
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri.
iv. Tujuan Khusus 3
TUK 3 : Meningkatkan harga diri klien
v. Rencana tindakan
a) Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp 1 & 2)
b) Mengidentisifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
c) Menilai pola koping yng biasa dilakukan
d) Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
e) Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
f) Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan harian
1. FASE ORIENTASI
“Assalamualaikum Bapak! Bagaimana perasaan Bapak hari ini?Masih adakah dorongan
untuk mengakhiri kehidupan?”
“Seperti janji kita kemarin, maka hari ini kita akan membahas tentang rasa syukur atas
pemberian Allah yang masih Bapak miliki.”
“Mau berapa lama?Dimana?”
2. FASE KERJA
“Apa saja dalam hidup Bapak yang perlu Bapak syukuri?Siapa saja kira-kira yang sedih
dan rugi kalau Bapak meninggal?”
“Keluarga masih membutuhkan Bapak. Coba Bapak ceritakan hal-hal yang Bapak
rasakan, baik itu yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dalam
kehidupan ini! Keadaan seperti apa yang membuat Bapak meraasa puas? Bagus.Ternyata
kehidupan Bapak masih banyak yang menyenangkan, dan itu patut disyukuri.Coba Bapak
sebutkan kegiatan apa yang masih bisa Bapak lakukan?”
“Bagaimana kalau Bapak mencoba melakukan kegiatan tersebut?Mari kita latih!”
3. FASE TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap? Bisa Bapak sebutkan kembali
apa saja yang Bapak patut syukuri dalam hidup ini? Bagus Bapak..”
“ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan Bapak jika dorongan mengakhiri
kehidupan muncul lagi
“Seperti biasa besok kita akan bertemu lagi untuk membahas tentang cara mengatasi
masalah dengan baik.”
“Tempatnya dimana?Baiklah.Tapi kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali,
segera hubungi saya ya!”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (INDIVIDU)
DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
1. FASE PRA-ORIENTASI
i. Kondisi Pasien
a) Klien sering mempermainkan jari-jari tangannya, kontak baik, mau menatap
lawan bicara, bisa diajak berkomunikasi dengan perawat, pembicaraan terarah.
b) Tidak memiliki ide untuk bunuh diri/ mengakhiri kehidupannya.
c) Mengungkapkan keinginan untuk bertahan hidup.
ii. Diagnose keperawatan
Resiko bunuh diri
iii. Tujuan Umum
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri.
iv. Tujuan Khusus 4
TUK 3 : Klien dapat,meningkatkan harga dirinya
TUK 4 : Klien dapat menggunakan mekanisme koping yang adpatif
v. Rencana Tindakan
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp 1 & 2)
b. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
c. Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
d. Memberi dorongan pasien melakukan kehiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis
1. FASE ORIENTASI
“Assalamualaikum Bapak, Bagaimana perasaan Bapak hari ini?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang bagaimana cara mengatasi masalah yang
selama ini timbul.”
“Mau berapa lama? dimana?”
2. FASE KERJA
“Coba ceritakan situasi yang membuat Bapak ingin bunuh diri!”
“Apakah Bapak selalu memiliki keinginan bunuh diri? Apakah Bapak memiliki cara lain
untuk mengatai masalah?”
“Ohhhh..jadi sebenarnya ada beberapa cara lain untuk mengatasi masalah. Nah coba kita
diskusikan keuntungan dan kerugian masing-masing cara tersebut. Mari kita pilih cara
yang paling menguntungkan untuk mengatasi masalah Bapak. Menurut Bapak cara yang
mana? Ya.., saya setuju.Bapak bisa mencobanya!”
“Apakah Bapak merasakan adanya perbedaan setelah minum obat secara teratur?Berapa
macama obat yang Bapak minum?”
Ada 3 macam obat yang harus Bapak minum dan ketiganya diminum 3 kali sehari setelah
makan.”
“Kalau keinginan mengakhiri hidup sudah berkurang, Bapak harus tetap minum
obatnya.Nanti akan saya konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, keinginan
bunuh diri itu akan muncul lebih sering.”
“Kalau obatnya habis, Bapak bisa kontrol ke Klinik.Oleh karena itu, sehari sebelum obat
habis, diharapkan Bapak sudah kontrol.”
“Bapak harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini.Pastikan bahwa obat itu benar-
benar milik Bapak. Jangan sampai keliru dengan milik orang lain. Baca kemasannya1”
“Pastikan obat diminum pada waktunya dan dengan cara yang benar. Bapak juga harus
perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, serta harus cukup minum, 10 gelas per
hari.”
3. FASE TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak setelah bercakap – cakap? Cara apa yang Bapak gunakan
untuk mengatasi masalah? Coba dalam satu minggu ini, Bapak menyelesaikan masalah
dengan cara Bapak pilih tadi.”
“Besok di jam yang sama, kita akan bertemu lagi di sini untuk membahas pengalaman
Bapak menggunakan cara yang Bapak pilih.”
“Bagaimana perasaan Bapak setelah diskusi tentang program pengobatan? Coba sebutkan
lagi obat apa yang harus Bapak minum? Berapa kali diminum?Bapak harus teratur
minum obat ini.”
“Jika ada gejala-gejala yang tidak biasa, misalnya kaku otot, tangan dan anggota tubuh
yang lain gemetar, Bapak jangan panic.Itu semua karena pengaruh obat.”