Anda di halaman 1dari 9

Pengertian

Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku
untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang
tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping
yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri
kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan
(Stuart,2006).

Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri
dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya yang
mungkin pada waktu yang singkat. Menciderai diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusanterakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,
2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh diri dapat diartikan
sebagai resiko individu untuk menyakitidiri sendiri, mencederai diri, serta mengancam
jiwa. (Nanda, 2012)

Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori yaitu (Stuart, 2006):
1. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri
mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita
lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
2. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan
terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri, meliputi:
1. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
Etiologi Resiko Bunuh Diri
Faktor predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku resiko
bunuh diri meliputi:
a. Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.

c. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,kehilangan yang dini,
dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan
dengan bunuh diri.
d. Biologis
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan biologis yang
tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya bahwa ada gangguan
pada level serotonin di otak, dimana serotonin diasosiasikan dengan perilaku
agresif dan kecemasan.
e. Psikologis
Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) mengidentifikasi tiga bentuk
penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang pertama didasarkan
pada Freud yang menyatakan bahwa “suicide is murder turned around 180
degrees”, dimana dia mengaitkan antara bunuh diri dengan kehilangan seseorang
atau objek yang diinginkan. Secara psikologis, individu yang beresiko
melakukan bunuh diri mengidentifikasi dirinya dengan orang yang hilang
tersebut. Dia merasa marah terhadap objek kasih sayang ini dan berharap untuk
menghukum atau bahkan membunuh orang yang hilang tersebut. Meskipun
individu mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih sayang, perasaan marah
dan harapan untuk menghukum juga ditujukan pada diri. Oleh karena itu,
perilaku destruktif diri terjadi
f. Sosiokultural
Sosiolog Durkheim yang memandang perilaku bunuh diri sebagai hasil dari
hubungan individu dengan masyarakatnya, yang menekankan apakah individu
terintegrasi dan teratur atau tidak dengan masyarakatnya

Faktor presipitasi
Stuart (2006) Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah
perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi
stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri sendiri,
serta cara utuk mengakhiri keputusasaan.
Respon terhadap stres
1) Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses kognitifnya,
seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang,
dan pikiran tidak wajar.
2) Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata akibat
adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
3) Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua,
yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons lokal tubuh
terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka secara refleks kaki akan
diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome (GAS) adalah reaksi menyeluruh
terhadap stresor yang ada.
4) Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara
sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri
berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
5) Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan
bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu
menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

Kemampuan mengatasi masalah/ sumber coping


a. Kemampuan personal: kemampuan yang diharapkan pada klien dengan resiko
bunuh diri yaitu kemampuan untuk mengatasi masalahnya.
b. Dukungan sosial: adalah dukungan untuk individu yang di dapat dari keluarga,
teman, kelompok, atau orang-orang disekitar klien dan dukungan terbaik yang
diperlukan oleh klien adalah dukungan keluarga.
c. Asset material: ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan kesehatan,
dana atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan pelayanan kesehatan dan
lain-lain.
d. Keyakinan positif: merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif seseorang
sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat mempertahankan koping adaptif
walaupun dalam kondisi penuh stressor. Keyakinan yang harus dikuatkan pada klien
resiko bunuh diri adalah keyakinan bahwa klien mampu mengatas masalahnya
Mekanisme coping
Klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien secara sadar memilih bunuh
diri. Menurut Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang
berhubungan dengan perilaku destruktif diri tidak langsung adalah penyangkalan,
rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi. Menurut Fitria (2012) mengemukakan

rentang harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.

Adaptif maladaptif

Peningkatan diri Berisiko Destruktif diri Pencederaan Bunuh diri


destruktif tidak langsung diri

Keterangan:
1. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri.
2. Beresiko destruktif: seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja
ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan
pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
4. Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan
diri akibat hilangnya harapan terhadapsituasi yang ada.
5. Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya

a. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada klien dengan resiko bunuh diri
adalah:
Resiko bunuh diri
b. Intervensi
a) Bantu klien untuk mengenal masalah yang sedang dialami
b) Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif (behavior management)
c) Berikan lingkungan yang aman (safety) berdasarkan tingkatan resiko
d) Bantu klien mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan sosial
e) Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif
c. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Penatalaksanaan
Tujuan dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko bunuh diri adalah (Keliat,
2009)
1) Klien tetap aman dan selamat
2) Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
3) Klien mampu mengungkapkan perasaannya
4) Klien mampu meningkatkan harga dirinya
5) Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik
Penatalaksanaan Klien Dengan Perilaku Bunuh Diri
Menurut Stuart dan Sundeen (1997, dalam Keliat, 2009:13) mengidentifikasi intervensi
utama pada klien untuk perilaku bunuh diri yaitu :
1) Melindungi
Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai
dirinya. Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan klien di tempat yang
aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan, temani klien terus-
menerus sampai klien dapat dipindahkan ke tempat yang aman dan jauhkan klien
dari semua benda yang berbahaya.
2) Meningkatkan harga diri
Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien
mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang
positif.
3) Menguatkan koping yang konstruktif/sehat
Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian
penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu
dimodifikasi atau dipelajari koping baru.
4) Menggali perasaan
Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor
predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
5) Menggerakkan dukungan sosial
Untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu
keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat
mengontrol prilaku klien.
Penatalaksanaan klien dengan resiko bunuh diri yaitu:
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri klien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.
b) Berikan pujian bila klien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan klien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh klien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat klien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan klien efektifitas masing-masing cara penyelesaian
masalah
c) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik

Anda mungkin juga menyukai