Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN JIWA II

ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN YANG MENGALAMI RISIKO BUNUH DIRI

Nama Mahasiswa:
ISTIYADATUL FAUZIYAH (010114A047)
ITSNA KHOIRUNNISA (010114A048)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bunuh diri adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri sendiri.
Bunuh diri seringkali dilakukan akibat adanya rasa keputusasaan yang disebabkan oleh
gangguan jiwa misalnya depresi , gangguan bipolar, schizophrenia, ketergantungan
alkohol/alkoholisme atau penyalahgunaan obat.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa 1 juta
orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 15-34 tahun, selain karena faktor
kecelakaan. Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri daripada wanita,
karena laki-laki lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri,
antara lain dengan pistol, menggantung diri, atau lompat dari gedung yang tinggi,
sedangkan wanita lebih sering menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun, namun
sekarang mereka lebih sering menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih sering memilih
cara menyelamatkan dirinya sendiri atau diselamatkan orang lain. Berdasarkan fenomena
tersebut, kelompok ingin membahas lebih lanjut mengenai peran perawat dalam
menghadapi dan membantu klien dengan resiko bunuh diri.

B. Rumusan masalah
1. Apa definisi resiko bunuh diri?
2. Apa saja etiologi resiko bunuh diri?
3. Apa saja jenis-jenis bunuh diri?
4. Apa saja perilaku bunuh diri?
5. Bagaimana skala bunuh diri?
6. Apa saja respon terhadap stres?
7. Bagaimana mekanisme koping resiko bunuh diri?
8. Bagaimana kemampuan mengatasi masalah/sumber koping resiko bunuh diri?
9. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan resiko bunuh diri?
10. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan resiko bunuh diri?

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi resiko bunuh diri.
2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi resiko bunuh diri.
3. Mahasiswa dapat mengetahui jenis bunuh diri.
4. Mahasiswa dapat mengetahui perilaku bunuh diri.
5. Mahasiswa dapat mengetahui skala bunuh diri.
6. Mahasiswa dapat mengetahui respon terhadap stres.
7. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme koping resiko bunuh diri.
8. Mahasiswa dapat mengetahui kemampuan mengatasi masalah/sumber koping resiko
bunuh diri.
9. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan klien dengan resiko bunuh diri.
10. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan klien dengan resiko bunuh diri,

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk
mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang
digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan
adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan
terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart,2006).
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya
sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya
yang mungkin pada waktu yang singkat. Menciderai diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusanterakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,
2008). Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh diri dapat
diartikan sebagai resiko individu untuk menyakitidiri sendiri, mencederai diri, serta
mengancam jiwa. (Nanda, 2012)
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan- putus harapan
merupakan rentang adaptif -maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlau, sedangkan
respon mal adaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat.
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak di cegah dapat mengarah
kepada kematian. Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai
respon paling adaptif, sementara perilaku destruktif diri, pencederaan diri,dan bunuh diri
merupakan respon maladaptif (Wiscarz dan Sundeen, 1998). Pikiran bunuh diri biasanya
muncul pada individu yang mengalami gangguan mood, terutama depresi. Bunuh diri
adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk membunuh diri sendiri (Videbeck,
2008).

Sehingga dari beberapa pendapat diatas, bunuh diri merupakan tindakan yang sengaja
dilakukan seseorang individu untuk mengakhiri hidupnya dengan berbagai cara. Dan
seseorang dengan gangguan psikologi tertentu atau sedang depresi dapat pula beresiko
melakukan bunuh diri. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang bunuh diri, dapat
dari faktor eksternal seperti lingkungan dan faktor internal seperti gangguan psikologi
dalam dirinya.
Tabel faktor risiko tingkah laku bunuh diri

(Stuart dan Sandeen, 1987, hal 488)

Faktor Risiko tinggi Risiko tinggi


Umur 45 tahun dan remaja 25-45 tahun dan <12 tahun
Jenis Laki-laki Perempuan
Status kawin Cerai, pisah, janda/duda Kawin
Jabatan Profesional Pekerjaan kasar
Pengangguran Pekerja Pekerjaan
Penyakit fisik Kronik, terminal Tidak ada yang serius
Gangguan mental Depresi, halusinasi Gangguan kepribadian
Pemakaian obat dan Ketergantungan Tidak
alkohol

B. Psikodinamika
1. Etiologi Resiko Bunuh Diri
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada
dua faktor, yaitu faktor predisposisi (faktor risiko) dan faktor presipitasi (faktor
pencetus).
a. Faktor predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku
resiko bunuh diri meliputi:
1) Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini,
dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
4) Biologis
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan biologis yang
tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya bahwa ada
gangguan pada level serotonin di otak, dimana serotonin diasosiasikan dengan
perilaku agresif dan kecemasan. Penelitian lain mengatakan bahwa perilaku
bunuh diri merupakan bawaan lahir, dimana orang yang suicidal mempunyai
keluarga yang juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Walaupun
demikian, hingga saat ini belum ada faktor biologis yang ditemukan
berhubungan secara langsung dengan perilaku bunuh diri.
5) Psikologis
Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) mengidentifikasi tiga bentuk
penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang pertama
didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa suicide is murder turned
around 180 degrees, dimana dia mengaitkan antara bunuh diri dengan
kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan. Secara psikologis, individu
yang beresiko melakukan bunuh diri mengidentifikasi dirinya dengan orang
yang hilang tersebut. Dia merasa marah terhadap objek kasih sayang ini dan
berharap untuk menghukum atau bahkan membunuh orang yang hilang
tersebut. Meskipun individu mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih
sayang, perasaan marah dan harapan untuk menghukum juga ditujukan pada
diri. Oleh karena itu, perilaku destruktif diri terjadi.
6) Sosiokultural
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang memandang
perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan
masyarakatnya, yang menekankan apakah individu terintegrasi dan teratur
atau tidak dengan masyarakatnya.

b. Faktor presipitasi
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk
bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untukmelakukan perilaku
bunuh diri. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah
perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi
stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri
sendiri, serta cara utuk mengakhiri keputusasaan.

C. Jenis-jenis bunuh diri, (Yosep, 2010), meliputi:


1. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

D. Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori yaitu


1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan Tolong jaga anak-anak saya karena saya
akan pergi jauh! atau Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/
tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk
mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh
diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
3. Bunuh diri
Bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan
cara menggantung diri, meminum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri
dari tempat tinggi.

E. Skala bunuh diri


Skor 0 : tidak ada ide bunuh dri yang lalu dan sekarang
Skor 1 : ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri.
Skor 2 : memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.
Skor 3 : mengancam bunuh diri, misalnya Tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh diri.
Skor 4 : aktif mencoba bunuh diri.
F. Respon terhadap stres
1) Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses kognitifnya, seperti
pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran
tidak wajar.
2) Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata akibat adanya
stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah. 3)
3) Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua, yaitu
Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons lokal tubuh terhadap
stresor (misal: kita menginjak paku maka secara refleks kaki akan diangkat) dan
Genital Adaptation Symdrome (GAS) adalah reaksi menyeluruh terhadap stresor yang
ada.
4) Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan
banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
5) Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan
kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri.
Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan
menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah
seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

G. Mekanisme coping resiko bunuh diri


Klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien secara sadar memilih bunuh diri.
Menurut Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang
berhubungan dengan perilaku destruktif diri tidak langsung adalah penyangkalan,
rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi. Menurut Fitria (2012) mengemukakan rentang
harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.

Adaptif Maladaptif

Peningkatan beresiko destruktif pencederaan bunuh diri


diri destruktif diri tidak langsung diri
Keterangan:
1. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri
secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri.
2. Beresiko destruktif: seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi
yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah
semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan
padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telah mengambil sikap yang kurang
tepat terhadap situasi yangmembutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
4. Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan
diri akibat hilangnya harapan terhadapsituasi yang ada.
5. Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.
H. Kemampuan mengatasi masalah/ sumber coping resiko bunuh diri
1. Kemampuan personal: kemampuan yang diharapkan pada klien dengan resiko bunuh
diri yaitu kemampuan untuk mengatasi masalahnya.
2. Dukungan sosial: adalah dukungan untuk individu yang di dapat dari keluarga, teman,
kelompok, atau orang-orang disekitar klien dan dukungan terbaik yang diperlukan
oleh klien adalah dukungan keluarga.
3. Asset material: ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan kesehatan, dana
atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan pelayanan kesehatan dan lain-lain.
4. Keyakinan positif: merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif seseorang
sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat mempertahankan koping
adaptif walaupun dalam kondisi penuh stressor. Keyakinan yang harus dikuatkan pada
klien resiko bunuh diri adalah keyakinan bahwa klien mampu mengatas masalahnya.

I. Penatalaksanaan klien dengan resiko bunuh diri


1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta
bantuan dari keluarga atau teman.
2. Meningkatkan harga diri klien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.
b) Berikan pujian bila klien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan klien bahwa dirinya penting.
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh klien.
e) Merencanakan aktifitas yang dapat klien lakukan.
3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalahnya.
b) Mendiskusikan dengan klien efektifitas masing-masing ara penyelesaian masalah.
c) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalah dengan baik.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Faktor predisposisi
a. Diagnosis psikiatri
b. Sifat kepribadian
c. Lingkungan psikososial
d. Biologis
e. Psikologis
f. Sosiokultural
2. Faktor presipitasi
3. Respon terhadap stress
a. Kognitif
b. Afektif
c. Fisiologis
d. Perilaku
e. Sosial
4. Kemampuan mengatasi masalah/sumber koping
a. Kemampuan personal
b. Dukungan sosial
c. Aset material
d. Keyakinan positif
B. Diagnosa keperawatan
Risiko bunuh diri
C. Intervensi keperawatan
diagnosa NOC NIC
Risiko bunuh diri 1. Pengendalian diri 1. Membantu klien untuk
terhadap bunuh diri mengenali masalah yang
sedang di alami
2. Manajemen perilaku
a. Bantu klien untuk
menurunkan risiko
perilaku destruktif yang
di arahkan pada diri
sendiri dengan cara :
1) Kaji tingkatan risiko
yang di alami klien:
tinggi, sedang,
rendah.
2) Kaji level lorg term
risk: life style,
dukungan sosial,
tindakan yang bisa
membahayakan
dirinya.
b. Bantu klien untuk
meningkatkan harga diri
1) Tidak menghakimi
dan bersikap empati
2) Mengidentifikasi
sikap positif yang
dimiliki
3) Berikan jadwal
aktivitas harian yang
terencana untuk
klien dengan kontrol
impuls yang rendah.
4) Lakukan terapi
kelompok dan terapi
konitif serta perilaku
bila di indikasikan
3. Surveillance: safety
a. Berikan lingkungan
yang aman
1) Tempatkan klien
diruang perawatan
yang mudah di
pantau
2) Mengidentifikasi
dan mengamankan
benda-benda yang
dapat
membahayakan
klien
3) Berikan ruangan
yang nyaman, dan
aman, yaitu dengan
situasi lingkungan
yang cukup cahaya
dan jendela yang
tidak terbuka lebar
untuk menghindari
kemungkinan klien
lari ruang perawatan
4) Ketika memberikan
obat oral dampingi
klien dan pastikan
semua obat telah
terminum
5) Monitor keadaan
klien secara
kontinyu
6) Batasi orang dalam
ruangan klien
4. Active listening
a. Bantu klien untuk
mendapatkan dukungan
sosial
1) Informasikan
kepada keluarga dan
saudara bahwa klien
membutuhkan
dukungan sosial
yang adekuat
2) Dorong klien
melakukan aktivitas
sosial
3) Menjadi pendengar
yang baik bagi klien
dan bantu klien
utnuk mengatasi
masalah
5. Afirmasi positif
6. Berikan reirforcement
positif kepada klien

D. Strategi penatalaksanaan resiko bunuh diri


1. Pasien
Tujuan :
a. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
b. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
c. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
d. Pasien dapat mengungkapkan dan menyusun rencana masa depan
Tindakan :
a. Memberi perlindungan dengan mengidentifikasi dan mengamankam benda
berbahaya
b. Diskusi dan latihan berfikir positif melalui penemuan harapan dan makna hidup
c. Diskusi dan identifikasi pola koping sesuai dengan kebutuhan pasien
d. Latihan untuk menemukan dan mengungkapkan apa saja harapan nya serta
memberi motivasi

Strategi pelaksanaan :
a. SP I : Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
1) Membina hubungan saling percaya dengan klien
2) Megidentifikasi benda-benda yag dapat membahayakan pasien
3) Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
4) Melakukan kontrak treatment
5) Mengajarkan cara mengendalikan doronagn bunuh diri
b. SP II : Meningkatkan harga diri dan mengidentifikasi aspek positif pasien isyarat
bunuh diri
1) Mengidentifikasi aspek positif terhadap diri sendiri
2) Medorong pasien untuk menghargai diri sebagai indivdu yang berharga
c. SP III : Meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah (pola koping)
pasien isyarat bunuh diri
1) Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pada pasien
2) Menilai pola koping yang biasa dilakukan
3) Mengidentifikasi pola koping kontruktif
1) Mendorong pasien memilih pola koping yang kontriktif
2) Meganjurkan pasien mener apkan pola koping kontrktif dalam kegiatan harian
kontriktif
d. SP IV : Menyusun rencana masa depan
1) Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
2) Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
3) Membri dorongan pasien melakukan kegiataan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis
2. Keluarga
Tujuan :
a. Keluarga mampu mengenal masalah pada anggota keluarga yang berisiko bunuh
diri
b. Keluarga dapat merawat anggota keluarga yang berisiko bunuh diri
c. Keluarga mampu mempraktikkan cara merawat dan merujuk pasien yang
mengalami risiko bunuh diri
Tindakan :
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b. Mendiskusikan cara merawat pasien yang berisiko bunuh diri
c. Menjelaskan kepada keluarga tentang jadwal aktivitas pasien dan perilaku pasien
yang perlu dirujuk

Strategi pelaksanaan :
a. SP I : Mendiskusikan masalah dan mengajarkan keluarga tentang cara merawat
anggota keluarga yang beresiko bunuh diri
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala resiko bunuh diri, dan jenis perilaku
yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3) Menjelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri yang dialami pasien
beserta proses terjadinya
b. SP II :Melatih dan mempraktekkan cara merawat pasien dengan resiko bunuh diri
1) Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan resiko bunuh diri
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien resiko
bunuh diri
c. SP III :Perencanaa pulang bersama keluarga/aktivitas di rumah dengan pasien
resiko bunuh diri
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas dirumah termasuk meminum
obat
2) Mendiskusikan sumber rujukan yang biasa dijangkau oleh keluarga
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bunuh diri adalah suatu upaya yang di sadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan secara sadar berhasrat dan berupaya melakukan hasyatnya untuk mati.
Perilaku bunuh diri meliputi isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan
mengakibatkan kematian, atau luka yang menyakiti diri sendiri. Terjadinya bunuh diri
dapat di akibatkan oleh depresi maupun gangguan sensori seperti halusinasi.
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan berfokus pada klien dan keluarga klien.
Selain penatalaksanaan, risiko bunuh diri dapat di cegah melalui upaya pencegahan, baik
upaya pencegahan dari diri sendiri tetapi juga upaya pencegahan yang berasal dari
lingkungan klien.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. 2008. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC
Keliat, B.A. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai