Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bunuh diri adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian
diri sendiri. Bunuh diri seringkali dilakukan akibat adanya rasa keputusasaan yang
disebabkan oleh gangguan jiwa misalnya depresi, gangguan bipolar, schizophrenia,
ketergantungan alkohol/alkoholisme atau penyalahgunaan obat.
Di dunia lebih dari 1000 tindakan bunuh diri terjadi tiap hari. Di Inggris ada
lebih dari 3000 kematian bunuh diri tiap tahun. Di Amerika Serikat dilaporkan
25.000 tindakan bunuh diri setiap tahun dan merupakan penyebab kematian
kesebelas. Rasio kejadian bunuh diri antara pria dan wanita adalah tiga berbanding
satu. Pada usia remaja, bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua. (Susanto,
2010)
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan
bahwa 1 juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 15-34 tahun, selain
karena faktor kecelakaan. Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri
daripada wanita, karena laki-laki lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif
untuk bunuh diri, antara lain dengan pistol, menggantung diri, atau lompat dari
gedung yang tinggi, sedangkan wanita lebih sering menggunakan zat psikoaktif
overdosis atau racun, namun sekarang mereka lebih sering menggunakan pistol.
Selain itu wanita lebih sering memilih cara menyelamatkan dirinya sendiri atau
diselamatkan orang lain.
Berdasarkan fenomena tersebut, kelompok ingin membahas lebih lanjut
mengenai peran perawat dalam menghadapi dan membantu klien dengan resiko
bunuh diri.

1
B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Mahasiswa keperawatan mampu memahami dengan baik dan menerapkan di
lapangan mengenai asuhan keperawatan klien dengan gangguan kepribadian.
2. Tujuan khusus:
a. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai konsep dasar mengenai resiko
bunuh diri.
b. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan resiko
bunuh diri yang mengacu pada teori Stuart.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal
dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk
beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang
berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart,2006).

Sumber: googleimage.com
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan
dirinya sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan
akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat. Menciderai diri adalah tindakan
agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri
mungkin merupakan keputusanterakhir dari individu untuk memecahkan masalah
yang dihadapi (Captain, 2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh
diri dapat diartikan sebagai resiko individu untuk menyakitidiri sendiri, mencederai
diri, serta mengancam jiwa. (Nanda, 2012).

3
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang
harapan- putus harapan merupakan rentang adaptif -maladaptif.Respon adaptif
merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan
yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang
dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya setempat. Prilaku destruktif diri yaitu setiap
aktivitas yang jika tidak di cegah dapatmengarah kepada kematian. Rentang respon
protektif diri mempunyai peningkatandiri sebagai respon paling adaptif, sementara
perilaku destruktif diri, pencederaan diri,dan bunuh diri merupakan respon
maladaptif (Wiscarz dan Sundeen, 1998). Pikiran bunuh diri biasanya muncul pada
individu yang mengalami gangguan mood, terutama depresi. Bunuh diri adalah
tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk membunuh diri sendiri (Videbeck,
2008).
Sehingga dari beberapa pendapat diatas, bunuh diri merupakan tindakan
yang sengaja dilakukan seseorang individu untuk mengakhiri hidupnya dengan
berbagai cara. Dan seseorang dengan gangguan psikologi tertentu atau sedang
depresi dapat pula beresiko melakukan bunuh diri. Banyak faktor yang
menyebabkan seseorang bunuh diri, dapat dari faktor eksternal seperti lingkungan
dan faktor internal seperti gangguan psikologi dalam dirinya.

4
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori yaitu (Stuart, 2006):
1. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri
mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar
kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
2. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan
oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan
terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
1. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang
untuk bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam
diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
B. Psikodinamika
1. Etiologi Resiko Bunuh Diri
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada dua
faktor, yaitu factor predisposisi (factor risiko) dan factor presipitasi (factor
pencetus).
a. Faktor predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang
perilaku resiko bunuh diri meliputi:
1) Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan
resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.

5
3) Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,kehilangan
yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting
yang berhubungan dengan bunuh diri.
4) Biologis
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan
biologis yang tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya
bahwa ada gangguan pada level serotonin di otak, dimana serotonin
diasosiasikan dengan perilaku agresif dan kecemasan. Penelitian lain
mengatakan bahwa perilaku bunuh diri merupakan bawaan lahir,
dimana orang yang suicidal mempunyai keluarga yang juga
menunjukkan kecenderungan yang sama. Walaupun demikian, hingga
saat ini belum ada faktor biologis yang ditemukan berhubungan secara
langsung dengan perilaku bunuh diri
5) Psikologis
Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) mengidentifikasi tiga
bentuk penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang
pertama didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa “suicide is
murder turned around 180 degrees”, dimana dia mengaitkan antara
bunuh diri dengan kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan.
Secara psikologis, individu yang beresiko melakukan bunuh diri
mengidentifikasi dirinya dengan orang yang hilang tersebut. Dia merasa
marah terhadap objek kasih sayang ini dan berharap untuk menghukum
atau bahkan membunuh orang yang hilang tersebut. Meskipun individu
mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih sayang, perasaan marah
dan harapan untuk menghukum juga ditujukan pada diri. Oleh karena
itu, perilaku destruktif diri terjadi
6) Sosiokultural
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang
memandang perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu
dengan masyarakatnya, yang menekankan apakah individu terintegrasi
dan teratur atau tidak dengan masyarakatnya

6
b. Faktor presipitasi
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian
yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu,
mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan
untukmelakukan perilaku bunuh diri.
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah
perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak
dapat menghadapi stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri
sebagai hukuman pada diri sendiri, serta cara utuk mengakhiri
keputusasaan.
c. Respon terhadap stres
1) Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses
kognitifnya, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya
konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.
2) Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata
akibat adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
3) Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi
dua, yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons
lokal tubuh terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka secara
refleks kaki akan diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome (GAS)
adalah reaksi menyeluruh terhadap stresor yang ada.
4) Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku
bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social
maupun budaya.
5) Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau
bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social
dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang
untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka
bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah

7
seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

8
d. Kemampuan mengatasi masalah/ sumber coping
1) Kemampuan personal: kemampuan yang diharapkan pada klien dengan
resiko bunuh diri yaitu kemampuan untuk mengatasi masalahnya.
2) Dukungan sosial: adalah dukungan untuk individu yang di dapat dari
keluarga, teman, kelompok, atau orang-orang disekitar klien dan
dukungan terbaik yang diperlukan oleh klien adalah dukungan keluarga.
3) Asset material: ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan
kesehatan, dana atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan
pelayanan kesehatan dan lain-lain.
4) Keyakinan positif: merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif
seseorang sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat
mempertahankan koping adaptif walaupun dalam kondisi penuh
stressor. Keyakinan yang harus dikuatkan pada klien resiko bunuh diri
adalah keyakinan bahwa klien mampu mengatas masalahnya.
e. Mekanisme coping
Klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien secara
sadar memilih bunuh diri. Menurut Stuart (2006) mengungkapkan bahwa
mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif
diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan
regresi. Menurut Fitria (2012) mengemukakan rentang harapan-putus
harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.

adaptif Maladaptif

Keterangan:
Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau
pertahan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahan
diri. Beresiko destruktif: seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap
situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang
merasa patah semangat bekerja.

9
Faktor Presipitasi Faktor Predisposisi

Sumber Koping <<<

Mekanisme Koping Maladaptif Ketidakefektifan


Koping Individu

Respon Konsep Diri Maladaptif

Gangguan Konsep Diri:


Harga Diri Rendah (HDR)

Malu, merasa bersalah

Menarik Diri

Risiko Gangguan
Persepsi Sensori:
Halusinasi

Risiko membahayakan diri:


Risiko Bunuh Diri

10
f. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada klien dengan resiko bunuh
diri adalah:
Resiko bunuh diri
g. Intervensi
1) Bantu klien untuk mengenal masalah yang sedang dialami
2) Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif (behavior
management)
3) Berikan lingkungan yang aman (safety) berdasarkan tingkatan resiko
4) Bantu klien mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan sosial
5) Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif
2. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko
bunuh diri salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut
(videbeck, 2008), obat- obat yang biasanya digunakan pada klien resiko
bunuh diri adalah SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor) (fluoksetin
20 mg/hari per oral), venlafaksin (75- 225 mg/hari per oral), nefazodon
(300-600 mg/hari per oral), trazodon (200-300 mg/hari per oral), dan
bupropion (200-300 mg/hari per oral). Obat-obat tersebut sering dipilih
karena tidak berisiko letal akibat overdosis.
Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem
neurotransmiter monoamin di otak khususnya norapenefrin dan serotonin.
Kedua neurotransmiter ini dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur
keinginan, kewaspadaan, perhataian, mood, proses sensori, dan nafsu
makan.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri
selanjutnya perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi yang tepat
bagi klien. Tujuan dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko bunuh
diri adalah (Keliat, 2009)
1) Klien tetap aman dan selamat
2) Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
3) Klien mampu mengungkapkan perasaannya
4) Klien mampu meningkatkan harga dirinya

11
5) Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik

12
c. Penatalaksanaan Klien Dengan Perilaku Bunuh Diri
Menurut Stuart dan Sundeen (1997, dalam Keliat, 2009:13)
mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk perilaku bunuh diri
yaitu :
1) Melindungi
Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien
melukai dirinya. Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan
klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan
pengawasan, temani klien terus- menerus sampai klien dapat
dipindahkan ke tempat yang aman dan jauhkan klien dari semua benda
yang berbahaya.
2) Meningkatkan harga diri
Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu
klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada
hal yang positif.
3) Menguatkan koping yang konstruktif/sehat
Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan
pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang
destruktif perlu dimodifikasi atau dipelajari koping baru.
4) Menggali perasaan
Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari
faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
5) Menggerakkan dukungan sosial
Untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien,
yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat
agar dapat mengontrol prilaku klien.
3. Penatalaksanaan klien dengan resiko bunuh diri yaitu:
Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman. Meningkatkan harga diri klien,
dengan cara:
a. Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.
b. Berikan pujian bila klien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c. Meyakinkan klien bahwa dirinya penting
d. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh klien.

13
e. Merencanakan aktifitas yang dapat klien lakukan
Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a. Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan klien efektifitas masing-masing cara penyelesaian
masalah
c. Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik
C. Contoh Kasus
Tn.K berusia 30 tahun merupakan penulis terkenal yang memiliki banyak
penggemar. Kesuksesannya tidak diimbangi dengan keharmonisan keluarga yang
diidamkan setiap keluarga. Tn.K memiliki riwayat masa lalu yang bisa dikatakan
suram. Ketika dia duduk di sekolah dasar, ibunya menikah lagi dengan laki-laki
kasar yang suka memukul. Hampir setiap hari dia, kakak, dan ibunya dipukul oleh
ayah tirinya tersebut. Sampai pada akhirnya ketika Tn.K dipukul oleh ayahnya,
kakaknya marah dan mengambil pisau, dan setelah terjadi beberapa kali
perdebatan, sang ayah tertusuk pisau dan meninggal. Karena sang kakak ingin
melindungi adiknya maka dia rela dipenjara, akan tetapi ternyata hukuman yang
dijatuhkan lama dan akhirnya sang kakak menghabiskan waktu 13 tahun dipenjara.
Karena kejadian itu, kakak Tn.K memiliki dendam kepada adiknya yang pada
akhirnya pada saat keluar penjara kakak Tn.K menyerang Tn.K dengan
menusuknya. Sejak kejadian itu, Tn.K mempunyai teman anak SMA yang
mengaku fansnya yang ternyata memiliki kisah yang sama dengan dirinya yaitu
sering dipukuli oleh ayahnya. Setelah teman-temannya menyelidiki, ternyata anak
SMA yang dimaksud Tn.K hanyalah teman khayalan yang dia ciptakan sendiri.
Dan karena teman khayalannya tersebut, Tn.K seringkali melukai dirinya demi
menyelamatkan anak SMA tersebut, sampai pernah kejadian dia menabrakkan
mobilnya untuk melindungi anak SMA tersebut dari bahaya. Sehingga Tn.K
seringkali mengalami bahaya sampai orang yang melihatnya Tn.K seperti bunuh
diri karena sering membahayakan dirinya sendiri. Dan Tn.K tidak mempercayai
ketika teman-temannya mengatakan bahwa anak SMA itu tidak nyata. Sehingga dia
dipaksa untuk dibawa di rumah sakit dan ternyata didiagnosis skizopfrenia.

14
1. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
1) Diagnosis psikiatri
Tn.K dalam kasus tersebut didiagnosis skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Sifat kepribadian pada Tn.K yang meningkatkan resiko bunuh diri
a1)dalah adanya teman khayalan sehingga Tn.K selalu berusaha
melindunginya dengan mengorbankan dirinya sendiri yang bisa
membahyakan.
3) Lingkungan psikososial
Tn.K mulai mengalami gangguan adalah ketika dia diserang dan dicoba
dibunuh oleh kakaknya yang baru keluar penjara dimana kakaknya
mengalami dendam terhadapnya.
4) Biologis
Tidak ada keturunan dari Tn.K yang sama memiliki gangguan seperti
dirinya.
5) Psikologis
Perilaku yang ditujukan oleh Tn.K dengan selalu melindungi teman
khayalannya yang merupakan cerminana dirinya tersebut karena dia
ingin teman khayalan tersebut tidak seperti dirinya sekarang. Dia juga
merasa bersalah dengan apa yang terjadi pada kakaknya sehingga dia
juga tertekan. Tn.K akan selalu berusaha melindungi dengan cara yang
membahayakan dirinya tanpa dia sadari tersebut. Karena pada dunia
Tn.K, teman khayalan yang dia lihat itu nyata dan perlu
perlindungannya.
6) Sosiokultural:
Hubungan dengan orang disekitarnya, Tn.K memiliki hubungan yang
baik dan Tn.K merupaka tokoh yang diidolakan karena karya bukunya.
Akan tetapi, hubungan Tn.K dengan kakaknya sangat tidak baik. Dan
hal tersebut salah satu yang melatarbelakangi apa yang dialaminya
sekarang.
b. Faktor prepitasi
Faktor pencetus dari kasus diatas adalah adanya rasa bersalah terhadap
kakaknya, dan adanya perasaan dendam dari kakaknya yang terus ingin
menyerang Tn. K, sehingga teman khayalan Tn. K, muncul sebagai

15
cerminan dirinya.

16
c. Respon terhadap stres
1) Kognitif
Kognitif klien sejak mengalami gangguan ini terganggu, yaitu
kemampuan menulisnya sangat menurun dan cenderung hanya
mengulang tulisan yang sudah pernah dia tulis sebelumnya.
2) Afektif
Tn.K seringkali merasakan cemas akan serangan dari kakaknya, dan
selain itu bayangan dari masa lalunya terus saja datang membayangi
3) Fisiologis:
Tn.K sering kali merasakan keringat dingin dan susah tidur ketika
bayangan dari masa lalunya sudah mulai ada, dan Tn.K selalu
mencemaskan teman bayangannya.
4) Perilaku
Tn.K sehari-harinya berperilaku seperti orang normal lainnya dalam
menjalani aktivitas hariannya, hanya saja orang sekeliling Tn.K sering
melihat Tn.k mengobrol sendiri seolah ada orang lain didepannya yang
diajak mengobrol. Selain itu, Tn.K sering berperilaku yang
membahayakn seperti menabrakkan mobilnya sendiri dan menjatuhkan
dirinya sendiri seperti orang yang sedang dipukuli
5) Sosial
Hubungan sosial Tn.k dengan sekitar baik, tidak mengalami gangguan
d. Kemampuan Mengatasi Masalah/ Sumber Coping
1) Kemampuan personal:
Tn.K kurang bisa mengendalikan dirinya apabila sudah menyangkut
dengan teman bayangannya, sehingga menurut orang sekitar Tn.K
sering melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya.
2) Dukungan social
Pada awalnya, keluarga dan temannya tidak mengetahui apa yang
sedang dialami Tn.K, akan tetapi ketika mengetahui Tn.K sedang sakit
keluarga dan temannya memberikan dukungan penuh pada Tn.K agar
cepat sembuh.

17
3) Asset material
Tn.K merupakan penulis terkenal, sehingga memiliki penghasilan yang
cukup untuk kehidupannya dan keluarganya
4) Keyakinan positif:
Tn.K memiliki keyakinan penuh bahwa dirinya akan sembuh dengan
keyakinan padaNya, selain itu dukungan dari keluarga dan orang sekitar
juga menjadi penyemangat tersendiri baginya.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC

Resiko Bunuh Diri 1. Pengendalian Diri Membantu klien untuk mengenali masalah
Terhadap Bunuh Diri yang sedang dialami.
Manajemen perilaku
Bantu klien untuk menurunkan resiko
perilaku destruktif yang diarahkan pada
diri sendiri dengan cara:
Kaji tingkatan resiko yang dialami klien:
tinggi, sedang, rendah
Kaji level Long-Term Risk: lifestyle,
dukungan sosial, tindakan yang bisa
membahayakan dirinya
Bantu klien untuk meningkatkan harga diri
Tidak menghakimi dan bersikap empati
Mengidentifikasi aspek positif yang
dimiliki
Berikan jadwal aktivitas

18
harian yang terencana untuk klien dengan
control impuls yang rendah
4) Lakukan terapi kelompok dan terapi
kognitif serta perilaku bila diindikasikan
Surveillance: safety
a. Berikan lingkungan yang aman (safety)
Tempatkan klien di ruang perawatan
yang mudah dipantau
Mengidentifikasi dan mengamankan
benda-benda yang dapat membahayakan
klien
Berikan ruangan yang nyaman, dan aman
yaitu dengan situai lingkungan yang
cukup cahaya dan jendela yang tidak
terbuka lebar untuk menghindari
kemungkinan klien lari dari ruang
perawatan
Ketika memberikan obat oral, dampingi
klien dan pastikan semua obat telah
diminum
Monitor keadaan klien scara kontinyu
Batasi orang dalam ruangan klien Active
Listening
a. Bantu klien untuk mendapatkan
dukungan sosial
Informasikan kepada keluarga
dan saudara bahwa klien
membutuhkan dukungan sosial
yang adekuat
Dorong klien melakukan aktivitas sosial
Jadilah pendengar yang baik bagi klien
dan bantu klien untuk mengatasi masalah
Afirmasi Positif
Berikan reinforcement positif kepada
klien

19
4. Implementasi
Melakukan apa yang sudah direncakan di intervensi kepada klien
5. Evaluasi
S : Tuliskan apa yang masih dirasakan klien
a. Klien masih sering melihat teman bayangannya setiap waktu yang seolah-
olah selalu meminta bantuannya
O : Klien masih terlihat sering berbicara sendiri seolah ada lawan bicara
didepannya.
A : Tanda gejala yang masih ada atau yang sudah hilang
a. Klien masih terlihat murung dan melakukan hal yang mengarah pada
mencedari diri dengan alasan melindungi temannya
b. Klien masih sering mengobrolsendiri
c. klien masih menaganggap bahwa temannya itu nyata
P : Lanjutkan intervensi no 2, 4, 5, 6.

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan
hasratnya untuk mati. Prilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan
ancaman verbal yang akan mengakibatkan kematian, atau luka yang menyakiti diri
sendiri. Terjadinya bunuh diri dapat diakibatkan oleh depresi maupun gangguan
sensori seperti halusinasi. Penatalaksanaan dilakukan dari segi medis dan
keperawatan. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan terapi farmakologi sedangkan penatalaksanaan keperawatan yang
dilakukan berfokus pada klien dan keluarga klien. Selain penatalaksanaan, resiko
bunuh diri dapat dicegah melalui upaya pencegahan, baik upaya pencegahan dari
diri sendiri tetapi juga upaya pencegahan yang berasal dari lingkungan klien.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan para pembaca mengetahui
bagaimana cara mengenali dan merawat orang-orang dengan resiko bunuh diri
dengan baik. Karena dengan adanya manajemen yang baik, maka kejadian bunuh
diri dapat ditekan dan hidup masyarakat akan menjadi lebih baik pula.

21
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, J.M., & Ahern N.R..2012. Buku Saku Diagnosis KeperawatanDiagnosa

NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC Edisi kesembilan. Jakarta: EGC

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Keliat, B. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai