PEMERKOSAAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK 9 :
Alhamdulillah penyusun hanturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya kepada
kami karena dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Askep pada anak dengan kebutuhan
khusus dengan korban perkosaan, korban KDRT” guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa
II.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing (Ns.Natar Fitri Napitupulu M.kep)
serta rekan rekan yang telah banyak membantu dalam membuat makalh ini.
Makalah ini diharapkan dapat brmanfaat bagi pembaca,kami menyadari bahwa dalam
menyusun makalah ini masih banyak kekurangan,oleh sebab itu dengan lapang dada serta tangan
terbuka kami mengharapkan saran dan kritiknya yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB l PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
DAFTAR PUSTAKA
BAB l
PENDAHULUAN
Pemerkosaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan seorang laki laki untuk memaksa seorang
wanita untuk bersetubuh diluar perkawinan. Kasus pemerkosaan banyak terjadi di
masyarakat,khususnya pemerkosaan yang terjadi terhadap anak.kasus pemerkosaan terhadap anak
sering terabaikan oleh lembaga lembaga yang seharusnya memperjuangkan hak hak anak sebagai
korban untuk pidana pemerkosaan.
Anak adalah generasi penerus bangsa yang seharusnya mereka harus dibina dan dibentuk
potensi diri yang dimiliki oleh seorang anak dan kepribadian anak.Kejahatan seksual ini merebak
dengan segala bentuk.Khususnya pada kasus Pemerkosaan,pelakunya tidak lagi mengenal
status,pangkat,pendidikan,jabatan dan usia koraban.Selama individu masih mempumyai daya
seksual,dari anak anak sampai kakek kakek masih sangat mungkin untuk dapat melakukan tindak
kejahatan. Pemerkosaan.
Dalam UU No.23 Tahun 2002,yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun,termasuk anak yang masih dalam kandungan.sedangkan yang dimaksud dengan perlindungan
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak haknya agar dapat
hidup,tumbuh,berkembang dan berpartisipasi,secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan,serta mendapat perlindungan dari diskriminasi.
Kekerasan seksual merupakan kasus yang menonjol yang terjadi pada anak anak. dalam catatan
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia(YKAI) PADA TAHUN 1992-2002 terdapat 2.611 kasus
(65,8%) dari kasus 3.969 kasus kekerasan sesual dialami anak anak anak dibawah usia 18 tahun.Dari
jumlah itu 75% korbannya adalah anak perempuan.Kasus yang menonjol terutama pemerkosaan
(42,9%) dengan kejadian terjadi dirumah (FKUI 2006).
Berdasarkan latar belakang diatas mahasiswa mampu untuk merumuskan bagaimana asuhan
keperawatan pada anak dengan kebutuhan khusus : korban pemerkosaan
1.3. Tujuan
a.Tujuan Umum
Mahasiswa mampu untuk menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan
kebutuhan khusus: korban pemerkosaan
b.Tujuan Khusus
Pemerkosaan adalah kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia diluar perkawaninan (pasal 285 KUHP) , penyiksaan seksual (sexual abuse)
terhadap anak disebut pedofilian atau penyuka anak anak secara seksual. Seorang pedofilian adalah
orang yang melakukan aktivitas seksual dengan korban anak usia 13 tahun ke bawah.Penyakit ini ada
dalam kategori sadomasokisme : adalah suatu kecenderungan terhadap aktivitas seksual yang meliputi
pengikatan atau menimbulkan rasa sakit atau penghinaan (Promono, 2009).
Kekerasan seksual (sexual abuse), dapat didefenisikan sebagai perilaku seksual secara fisik
maupun non fisik oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan terhadap korban, bertjuan untuk
memuaskan hasrat seksual pelakunya. Korban mungkin saja belum atau tidak memahami perlakuan
yang dilakukan terhadap dirinya, merasa hanya merasa tidak nyaman, sakit, takut, merasa bersalah, dan
perasaan lain yang tidak menyenangkan (FKUI, 2006). Kekerasaan seksual (sexual abuse) pada anak
mencakup penganiayaan seksual secara fisik dan non fisik. Kekerasan fisik antara lain menyentuh alat
kelamin atau bagian tubuh lain yang bersifat pribadi, seks oral, penetrasi vagina/anus menggunakan
penis atau benda lain, memaksa anak membuka pakaian, samapai tindak pemerkosaan. Sedangkan
penganiayaan non fisik diantaranya memperlihatkan benda benda yang bermuatan pornografi atau
aktifitas seksual orang dewasa, ekploitasi anak dalam pornigrafi (gambar, ataupun film).
1. Pemerkosaan
Pemerkosaan adalah : jenis kekerasan yang paling mendapat sorotan diperkirakan 97%
perempuan dan 3% laki laki menjadi korban pemerkosaan.
4. Kekerasan fisik
Menampar, memukul, menendang, mendorong dan lain-lain.
5.Kekerasan emosional/verbal
Mengkritik, membuat pasangan merasa bersalah, membuat permainan pikiran, memaki dan
menghina.
6. Kekerasan seksual
Memaksa sek, berselingkuh, sadomasdokisme.
Selain dampak fisik, anak juga bisa mengalami dampak psikis, anak bisa terkena depresi,
kecemasan, gangguan stres pasca trauma, gangguan makan dan masalah seksual. Disini masalah
seksual bisa jadi serius seperti fobia terhadap hubungan seks,atau bisa juga terbiasa melakukan
kekerasan pada saat berhubungan seksual.
1) Dampak Sosial
Korban pemerkosaan dapat mengalami akibat yang sangat serius,diantaranya dampak sosial
yang dialami korban kekerasan seksual seperti : terisolasi, dikucilkan di ranah sosial (sekolah, tempat
kerja, lingkungan tempat tinggal dan lain lain).
2) Dampak psikologis
Akibat dari kekeresan seksual pada anak,dengan sendirinya anak bisa mengalami gangguan
gangguan diantaranya yaitu gangguan psikologis seperti : gangguan emosional, gangguan kognisi,
gangguan perilaku, depresi, ketakutan dengan lawan jenis,dan kecemasan.
2.6. Penatalaksanaan Korban Pemerkosaan
Berdasarkan jurnal “play therapy dalam identifikasi kasus kekersan seksual pada anak”.
Terapai sexual abuse adalah :
Cholidah (2005) menyatakan bahwa diantara tujuan terapi bermain adalah mengurangi atau
menghilangkan gangguan-gangguan perilaku, fisik, psikis, sosial, sensori dan komunikasi dan juga
mengembangkan kemampuan yang masih dimiliki secara optimal. Terkasit dengan kasus kekerasan
seksual pada anak, Jongsma, Peterson dan Mclnnis (2000) menyatakan bahwa terapi bermain (play
therapy) merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi dan menggalikan perasaan anak korban
kekerasan seksual. Melalui terapi bermain selain kasus dapat di identifikasi apa yang terjadi pada diri
anak, anak juga dapat mengekspresikan perasaan atas kasus yang terjadi pada dirinya
Menurut Suda (2006) ada beberapa model program counseling yang dapat diberikan epada anak
yang mengalami sexual abuse, yaitu :
3. Self-esteem counseling
Artinya,meyadarkan anak anak yang menjadi korban bahwa mereka sebenarnya bukanlah
korban, melainkan orang yang mampu bertahan (survivor) dan menghadapi masalah sexual abuse.
4. Feeling counseling
Artinya, terlebih dahulu harus di identifikasi kemampuan anak yang mengalami sexual abuse
untuk mengenali berbagai persaan. Kemudian mereka didorong untuk mengekspresikan perasaan -
perasaan yang tidak menyenangkan, baik pada saat mengalami sexual abuse maupun sesudahnya.
5. Cognitif therapy
Artinya, konsep dasar dalam teknik ini adalah perasaan perasaan seseorang mengenai beragam
jenis dalam kehidupannya dipengaruhi oleh pikiran – pikiran mengenai kejadian tersebut secara
berulang – ulang.
2.7. Pengkajian keperawatan korban pemerkosaan
1.Beban Psikologis
Tindak pemerkosaan pasti mendatangkan trauma bagi yang mengalaminya. Respons tiap orang
terhadap pemerkosaan yang menimpanya pasti berbeda dengan munculnya berbagai perasaan yang
menjadi satu dan bahkan dapat baru terlihat lama setelah peristiwa tersebut terjadi. Berikut ini adalah
beberapa perubahan psikologis yang umumnya dialami korban.
b.Bunuh dirik kondisi stres pasca trauma membuat korban pemerkosaan lebih berisiko untuk
mmemutuskan bunuh diri. Tindakan ini terutama dipicu oleh rasa malu dan merasa tidak berharga
b. Penyakit lain Selain penyakit menular seksual, korban perkosaan umumnya menderita konsekuensi
yang berpengaruh pada kesehatan mereka:
*Peradangan pada vagina atau vaginitis.
* Infeksi atau pendarahan pada vagina atau anus.
* Gangguan hasrat seksual hipoaktif (hypoactive sexual desire disorder/HSDD): keengganan esktrem
untuk berhubungan seksual atau justru menghindari semua atau hampir semua kontak seksual.
* Nyeri saat berhubungan seksual, disebut juga dyspareunia.
* Vaginismus : Kondisi yang mempengaruhi kemampuan wanita untuk merespons penitrasi ke vagina
akibat otot vagina yang berkontraksi diluar kontrol : * Infeksi kantong kemih. * Nyeri panggul kronis
.
c. Kehamilan yang tidak diinginkan Kehamilan adalah salah satu kondisi dan konsekuensi terberat
yang mungkin terjadi pada korban pemerkosaan. Belum berhasil menyembuhkan diri sendiri, mereka
harus dihadapkan pada kenyataan adanya kehidupan lain di dalam tubuhnya yang sebenarnya tidak
mereka harapkan. Kondisi psikologis wanita yang buruk dapat membuat bayi berisiko tinggi
mengalami kondisi kelainan atau lahir prematur. Dampak fisik mungkin dapat sembuh dalam waktu
lebih singkat. Namun dampak psikologis dapat membekas lebih lama. Peran keluarga, kerabat, dokter,
dan terapis akan menjadi kunci dari kesembuhan dan ketenangan bagi mereka yang menjadi korban
pemerkosaan.
Menurut Videbeck (2008), Twondsend (1998) dan Doenges (2007), intervensi keperawatan
yang dapat dirumuskan untuk mengatasi diagnosa keperawatan diatas antara lain :
1. Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan menjadi korban perkosaan seksual yang dilakukan
dengan menggunakan kekuatan dan berlawanan dengan keinginan dan persetujuan pribadi
seseorang:
Tujuan :
a. Tujuan jangka pendek : luka fisik anak akan sembuh tanpa komplikasi
b. Tujuan jangka panjang : anak akan mengalami resolusi berduka yang sehat,memulai proses
penyembuhan psikologis.
Intervensi :
a) Smith (1987) Menghubugkan pentingnya mengkomunikasikan empat ucapan berikut ini pada
korban perkosaan : saya prihatin hal ini terjadi padamu,anda aman disini,saya senang anda
hidup anda tidak salah.
Rasional : Wanita tau anak yang telah diperkosa secara seksual takut terhadap kehidupannya
dan harus diyakinkan kembali keamanannya.Ia mungkin juga sangat sangat ragu – ragu dengan
dirinya dan menyalahkan dirinya sendiri dan pernyataan – pernyataan ini membangkitkan rasa
percaya secara berhatap dan menumbuhkan kembali harga diri anak.
b) Jelaskan setiap prosedur pengkajian yang akan dilakukan dan mengapa dilakukan.Pastikan
bahwa pengumpulan data dilakukan dalam perawatan,cara tidak menghakimi
Rasional : Untuk menurunkan ketakutan atau ansietas dan untuk meningkatkan rasa percaya.
Tujuan :
Tujuan jangka pendek : Anak mengenali dan menyatakan secara verbal pilihan – pilihan yang
tersedia dengan demikian mersakan beberapa kontrol terhadap situasi kehidupan ( dimensi
waktu ditentukan secara individu).
Tujuan jangka panjang : Anak memperlihatkan kontrol situasi kehidupan dengan membuat
keputusan tentang apa yang harus dilakukan berkenaan dengan hidup bersama siklus
penganiayaan seksual ( dimensi waktu ditentukan secara individu).
Intervensi :
a) Bawa anak wanita tersebut kedalam area yang pribadi untuk melakukan wawancara
Rasional : Jika anak disertai dengan pria yang melakukan pelecehan seksual pada
anak,kemungkinan besar anak tersebut tidak jujur sepenuhnya tentangg cederanya atau
pengalaman seksualnya.
3. Perubahan prtumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan pengasuhan yang tidak adekuat dan
penderitaan oleh pengasuh dari nyeri fisik atau cedera dengan tujuan untuk menyebabkan
bahaya, biasanya terjadi dalam waktu lama.
Tujuan:
Tujuan jangka pendek : Anak akan mengembangkan hubungan saling percaya dengan perawat
dan melaporkan bagaimana tanda cedera yang terjadi( dimensi waktu ditentukan secara
individu).
Tujuan jangka panjang : Anak akan mendemontrasikan perilaku yang konsisten dengan usia
tumbuh kembangnya.
Intervensi :
a) Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada anak.buat catatan yang teliti dari luka
memarnya,keluhan anak tentang nyeri pada daerah yang spesifik,misalnya kemaluan.
Rasional : Suatu pemeriksaan fisik yang akurat dan seksama dibutuhkan perawat agar
perawatan yang tepat diberikan untuk pasien.
b) Adakan wawancara yang dalam dengan orang tua atau orang terdekat yang menyertai anak
Rasional : Ketakutan terhadap hukuman penjara atau kehilangan kesempatan memelihari anak
mungkin menempatkan orang tua penyiksa pada sikap membela diri.
4. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kelainan fungsi dari system keluarga dan
perkembangan ego yang terlambat,serta penganiayaan dan pengabaian anak.
Tujuan :
1. Anak mengembangkan dan menggunakan keterampilan koping yang sesuai dengan umur dan
dapat diterima sosal dengan kriteria hasil.
2. Anak mampu menundakan pemuasan terhadap keinginannya,tanpa terpaksa untuk menipulasi
orang lain.
3. Anak mampu mengekpresikan kemarahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.
Intervensi :
a) Pastikan bahwa sasaran – sasarannya adalah realitas
Rasional : Penting bagi anak untuk mencapai sesuatu,maka rencana untuk aktivitas aktivitas
dimana kemungkinan untuk sukses adalah mungkin.sukses meningkatkan harga diri.
5. Ansietas ( sedang sampai berat ) berhubungan dengan ancaman konsep diri,rasa takut terhadap
kegagalan,disfungsi system keluarga dan berhubungan antara orang tua dan anak yang tidak
memuaskan.
Tujuan : Anak mampu mempertahankan ansietas dibawah tingkat sedang, sebagaimana yang
ditandai oleh tidak adanya perilaku – perilaku yang tidak yang tidak mampu memberikan
renpons terhadap stres.
Intervensi :
a) Bentuk hubungan kepercayaan dengan anak.Bersikap jujur,konsisten di delam berespons dan
bersedia.Tunjukkan rasa hormat yang positif dan tulus.
Rasional : Kejujuran,ketersediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan pada hubungan
anak dengan staf atau perawat.
b) Sediakan aktivitas – aktivitas yang diarahkan pada penurunan tegangan dan pengurangan
ansietas ( misalnya berjalan atau joging,bola voli)
Rasional : Tegangan ansietas dilepaskan dengan aman dan dengan manfaat bagi anak melalui
aktivitas – aktivitas fisik.
Pohon Masalah
Efek Bunuh Diri
Isolasi Social
2.10. Implementasi
Substansi Hukum Pasal 5 Ayat (1) UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban terhadap hak korban perkosaan No. Hak Korban Dalam Pasal 5 Ayat (1) UU No. 13 Tahun
2006 Keterangan :
a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas
dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya
Terlaksana.
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan
keamanan Terlaksana
c. Memberikan keterangan tanpa tekanan Terlaksana
d. Mendapat penerjemah Terlaksana
e. Bebas dari pernyataan yang menjerat Terlaksana
f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus Terlaksana
g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan Terlaksana
h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan Tidak Terlaksana
i. Mendapatkan identitas baru Tidak Terlaksana
j. Mendapatkan tempat kediaman baru Tidak Terlaksana
k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan Tidak Terlaksana
l. Mendapatkan nasihat hukum Tidak Terlaksana
m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir
Tidak Terlaksana
SP 1
- Identifikasi penyebab, tandadan gejala serta akibat dari perilaku kekerasan
- Latih cara fisik 1 : tarik nafas dalam
- Masukkan dalam jadwal harian pasien
Contoh Kasus :
Seorang Mrs.S berusia 11 tahun datang ke RSJ di antar oleh keluarga dengan keluhan bahwa si
anak melakukan percobaan bunuh diri. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya menjadi korban
pemerkosaan. ibu mengatakan beberapa hari sebelumnya pasien mengungkapkan bahwa dia telah
membuat aib keluarga dan mengatakan dirinya tidak berguna lagi. Ibu mengatakan saat ini anaknya
mengalami trauma berat dan ketika ibu pasien masuk ke kamarnya ibu pasien melihat si anak
mengkonsumsi narkotika. Ibu juga mengatakan bahwa si anak tidak mau beraktivitas seperti biasa,
mudah curiga dan emosi kepada orang lain sehingga tidak mau berinteraksi dengan orang sekitar dan
mengurung diri dikamar. Saat dilakukan pengkajian pasien tidak mau di ajak berkomunikasi, tidak
menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk dan pasien tampak ketakutan.
1. Pengkajian
Anamnesa
Nama : Mrs.S
Umur : 11 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Faktor presipitasi : Ibu mengatakan bahwa anaknya menjadi korban pemerkosaan
Factor fisiologis : Pasien tampak lemas
Factor psikologis : Pasien tampak ketakutanPasien tampak panicPasien mudah curiga kepada
orang lain Pasien mengatakan membaut aib keluarga Pasien mengatakan bahwa
dirinya tidak berguna lagi
Perilaku : Pasien tidak mau beriteraksi kepada orang lain
Respon emosional : Pasien mudah emosi.
2. Analisa Data
No Data Pasien Masalah Keperawatan
1 DS :
- Keluarga mengatakan bahwa pasien melakukan pencobaan bunuh diri
- Ibu mengatakan bahwa pasien menjadi korban pemerkosaan
- Ibu mengatakan bahwa melihat anaknya mengkonsumsi narkotika pasca kejadian pemerkosaan
DO :
- Resiko bunuh diri
2 DS :
- Ibu mengatakan bahwa pasien mudah curiga kepada orang lain
- Ibu mengataan pasien tdak mau beriteraksi kepada orang lain
- Ibu mengatakan pasien mengurung diri di kamar
DO :
- Pasien tidak mau berkomunikasi
- Pasien tampak ketakutan Isolasi sosial
3 DS :
- Pasien mengatakan bahwa dia telah membuat aib keluarga
- Pasien mengatakan bahwa dirinya sudah tidak berguna lagi
- Keluarga mengatakan pasien tidak mau beraktivitas seperti biasanya
DO :
- Pasien tidak mau menatap lawan bicara
- Pasien tampak menunduk
2.11. Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan penganiayaan
seksual ( sexual abuse ) antara lain :
1. Anak tidak mengalami panik lagi
2. Anak memulai perilaku yang konsisten terhadap respons duka.
3. Anak menerima perhatian segara terhadap cedera fisiknya
4. Anak menyatakan secara verbal jaminan keamanannya dengan segara
5. Anak medemonstrasikan rasa percaya kepada perawat utama melalui mendiskusikan perlakuan
penganiayaan melalui penggunaan terapi bermain
BAB lll
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anak dibawah umur belakangan ini semakin banyak
muncul dipermukaan. Hal ini belum tentu merupakan indikator meningkatnya jumlah kasus, karena
fenomena yang terjadi adalah fenomena gunung es, jumlah yang terlihat belum tentu menunjukkan
fakta yang sesungguhnya. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penegakan hukum merupakan
salah satu faktor meningkatnya pelaporan kasus kekerasan seksual Penganiayaan seksual pada anak
didefinisikan sebagai adanya tindakan seksual yang mencakup tetapi tidak dibatas pada insiden
membuka pakaian, menyentuh dengan cara yang tidak pantas dan penetrasi (koitus seksual), yang
dilakukan dengan seorang anak untuk kesenangan seksual orang dewasa. Insest telah didefinisikan
sebagai eksploitasi seksual pada seorang anak di bawah usia 18 tahun oleh kerabat atau buka kerabat
yang merupakan orang dipercaya dalam keluarga.
Anak sebagai pelaku kekerasan seksual, sangat mungkin sebelumnya adalah korban dari
kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku lain. Kemungkinan motif kekerasan yang dilakukannya
adalah untuk eksploitasi-memuaskan rasa ingin tahu, atau menirukan kejadian yang dialami
sebelumnya, baik dari perlakuan langsung maupun dari media yang dilihatnya. Dengan adanya azas
praduga tak bersalah, hendaknya ditelusuri dengan mendalam faktor yang mendorong anak menjadi
pelakukekerasan seksual, agar anak tidak dua kali menjadi korban (Maria, 2008).
Efek klinis pencabulan berkisar dari pendarahan pada genital dan anus, fisur pada anus.
pembesaran liang vagina dan anus, dan penipisan kerusakan hymen pada vagina. Efek psikologis
pencabulan terhadap anak umumnya berjangka panjang. antara lain: kemarahan, kecemasan, mimpi
buruk, rasa tak Iman, kebingungan, ketakutan, kesedihan, dan perubahan perilaku baik menjadi buruk .
B.Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat mampu memahami
tentang asuhan keperawatan pada anak dengan kebutuhan khusus : korban pemerkosaan sehingga kita
mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal ke pasien yang mengalami gangguan
jiwa.Tentunya dalam pembuatan makalh ini masih banyak terdapat kesalahan sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat yang membangun dari semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Kusumaningtyas,U.,Rokhmah,D., & Nafikadini, l . (2003) .Dampak Kesehatan Mental Pada Anak
Korban Kekerasan Seksual. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013. Retrieved from
http://respository.unej.ac.id
Made,N., Saniti,A.,Umum,S.,& Sanglah,P. (2011). Diagnosis dan Manajemen Stress Paska Trauma
Pada Diagnosis and Management Post Traumatic.
Fuadi, Anwar M.2011. Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual : Sebuah Studi Fenomenologi.Malang.