Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEBUTUHAN

KHUSUS: ANAK KORBAN PEMERKOSAAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEBUTUHAN


KHUSUS: KORBAN KDRT

Disusun Oleh : Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II
yang diampu oleh :

Ns. Zumrotul Choiriyah, S.Kep., M.Kes

Disusun Oleh :
1. Annisa Nirmala Pravitasari (010115A018)
2. Devi Anis Ramonda (010115A028)
3. Findriana Eka S (010115A043)
4. Hari Anteng Lintang P (010115A051)
5. Icha Oktaviani Widya P (010115A055)
6. Jefry Ardyansah (010115A062)
PSIK-A/ Semester V

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ,karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II Program Studi
Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo.
Makalah berisikan tentang laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan
pada Anak Korban Pemerkosaan dan Korban KDRT ini merupakan bentuk
pertanggungjawaban atas tugas yang diberikan Dosen dalam mata kuliah
Keperawatan Jiwa II, sekaligus salah satu syarat untuk memenuhi nilai kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Jiwa II serta rekan rekan yang telah banyak membantu dalam
membuat makalah ini.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca, kami menyadari
bahwa dalam menyusun makalah ini masih mempunyai kekurangan,oleh sebab itu
dengan dada lapang serta tangan dan hati terbuka kami mengharapkan saran dan
kritiknya yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Ungaran, 28 September 2017


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Maraknya pemberitaan di media massa mengenai kekerasan
seksual terhadap anak cukup membuat masyarakat terkejut. Kasus
kekerasan seksual terhadap anak masih menjadi fenomena gunung es. Hal
ini disebabkan kebanyakan anak yang menjadi korban kekerasan seksual
enggan melapor. Karena itu, sebagai orang tua harus dapat mengenali
tanda-tanda anak yang mengalami kekerasan seksual. Kekerasan seksual
terhadap anak akan berdampak panjang, di samping berdampak pada
masalah kesehatan dikemudian hari, juga berkaitan dengan trauma yang
berkepanjangan, bahkan hingga dewasa.
Dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami oleh anak-
anak, antara lain: pengkhianatan atau hilangnya kepercayaan anak
terhadap orang dewasa (betrayal), trauma secara seksual (traumatic
sexualization), merasa tidak berdaya (powerlessness), dan stigma
(stigmatization). Secara fisik memang mungkin tidak ada hal yang harus
dipermasalahkan pada anak yang menjadi korban kekerasan seksual, tapi
secara psikis bisa menimbulkan ketagihan, trauma, bahkan pelampiasan
dendam. Bila tidak ditangani serius, kekerasan seksual terhadap anak
dapat menimbulkan dampak sosial yang luas di masyarakat. Penanganan
dan penyembuhan trauma psikis akibat kekerasan seksual haruslah
mendapat perhatian besar dari semua pihak yang terkait, seperti keluarga,
masyarakat maupun negara.
Berbeda dengan kasus perilaku kekerasan dalam keluarga lebih
sering berbentuk kekerasan dalam keluarga atau rumah tangga (KDRT).
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga, kekerasan dalam rumah tangga adalah segala
bentuk, baik kekerasan secara fisik, secara psikis, kekerasan seksual,
maupun ekonomi yang pada intinya mengakibatkan penderitaan, baik
penderitaan yang secara kemudian memberikan dampak korban menjadi
sangat trauma atau mengalami penderitaan secara psikis.
Perilaku kekerasan dalam keluarga dapat terjadi pada semua orang
yang tinggal dalam keluarga, suami, istri, orang tua, anak, usia lanjut,
ataupun pembantu, tanpa membedakan gender ataupun posisi dalam
keluarga.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini disusun agar mahasiswa dapat mengetahui tentang
Aasuhan Keperawatan pada anak klien dengan kebutuhan khusus:
Anak Korban Pemerkosaan dan juga Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan kebutuhan khusus: Korban KDRT

2. Tujuan Khusus
Setelah disampaikannya materi tentang Pemerkosaan dan KDRT,
diharapkan mahasiswa dapat :
a. Mahasiswa mampu memahami secara menyeluruh tentang
Perilaku Anak korban Pemerkosaan dan Tindakan KDRT pada
istri dalam rumah tangga.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bentuk serta faktor-faktor
terjadinya pemerkosaan pemada anak dan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT).
c. Mahasiswa dapat mengimplikasikan dan mengetahui
bagaimana proses asuhan keperawatan dalam masalah Korban
Pemerkosaan dan Korban KDRT
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Pemerkosaan pada Anak


Perkosaan atau verkrachting termasuk kejahatan kesusilaan yang ada di
dalam Buku II KUHP Pasal 285. Menurut Pasal 285 KUHP perkosaan adalah
suatu tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap wanita diluar pernikahan si
pelaku. Salah satu unsur di dalam Pasal 285 adalah kekerasan. Kekerasan
yang dimaksud dalam Pasal 285 adalah kekerasan fisik maupun kekerasan
seksual.
Pemerkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapare yang berarti
mencari, memaksa, merampas atau membawa pergi. a
Secara umum pengertian kekerasan seksual pada anak adalah
keterlibatan seorang anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi
sebelum anak mencapai batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum
negara yang bersangkutan dimana orang dewasa atau anak lain yang usianya
lebih tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dari anak
memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual.
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti
istri, anak dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual
abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,
pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai,
pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan
atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis
penganiayaan yang biasanya dibagi dalam kategori berdasar identitas pelaku
terdiri dari:
1. Familial Abuse
Incest merupakan sexual abuse yang masih dalam hubungan darah,
menjadi bagian dalam keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti
orang tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, termasuk dalam pengertian
incest. kategori incest dalam keluarga dan mengaitkan dengan kekerasan
pada anak. Kategori pertama, sexual molestation (penganiayaan).
Kategori kedua, sexual assault (perkosaan), berupa oral atau hubungan
dengan alat kelamin, masturbasi, fellatio (stimulasi oral pada penis), dan
cunnilingus (stimulasi oral pada klitoris). Kategori terakhir yang paling
fatal disebut forcible rape (perkosaan secara paksa), meliputi kontak
seksual.
2. Extrafamilial Abuse
Extrafamilial Abuse, dilakukan oleh orang lain di luar keluarga
korban, dan hanya 40% yang melaporkan peristiwa kekerasan.
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa disebut pedophile,
yang menjadi korban utamanya adalah anak-anak. Pedophilia diartikan
”menyukai anak-anak” sedangkan Pedetrasy merupakan hubungan
seksual antara pria dewasa dengan anak laki-laki. Biasanya ada tahapan
yang terlihat dalam melakukan kekerasan seksual, kemungkinan pelaku
mencoba perilaku untuk mengukur kenyamanan korban. Jika korban
menuruti, kekerasan akan berlanjut dan intensif, berupa nudity
(dilakukan oleh orang dewasa), disrobing (orang dewasa membuka
pakaian di depan anak), genital exposure (dilakukan oleh orang dewasa),
observation of the child (saat mandi, telanjang, dan saat membuang air),
mencium anak yang memakai pakaian dalam, fondling (meraba-raba
dada korban, alat genital, paha, dan bokong), masturbasi, fellatio
(stimulasi pada penis, korban atau pelaku sendiri), cunnilingus (stimulasi
pada vulva atau area vagina, pada korban atau pelaku), digital
penetration (pada anus atau rectum), penile penetration (pada vagina),
digital penetration (pada vagina), penile penetration (pada anus atau
rectum), dry intercourse (mengelus-elus penis pelaku atau area genital
lainnya, paha, atau bokong korban).

B. Klasifikasi
1. Sadistic Rape
Perkosaan sadistis, pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam
bentuk yang merusak. Pelaku perkosaan telah nampak menikmati
kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya, tetapi melalui
serangan yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban.
2. Angea Rape
Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas menjadi
sarana untuk menyatakan dan melampiaskan perasaan geram dan
marah yang tertahan. Disini tubuh korban seakan-akan merupakan
objek terhadap siapa pelaku yang memproyeksikan pemecahan atas
prustasi-prustasi, kelemahan, kesulitan, dan kekecewaan hidupnya.
3. Dononation Rape
Yakni suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk gigih
atas kekuasaan dan superioritas terhadap korban. Tujuannya adalah
penaklukan seksual, pelaku menyakiti korban, namun tetap memiliki
keinginan berhubungan seksual.
4. Seductive Rape
Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang merangsang,
yang tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mulanya korban
memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai
sejauh kesenggamaan. Pelaku pada umumnya mempunyai rasa
bersalah yang menyangkut seks.
5. Victim Precipitatied Rape
Yakni perkosan yang terjadi (berlangsung) dengan menempatkan
korban sebaagi pencetusnya.
6. Exploitation Rape
Perkosaan yang menunjukkan bahwa setiap kesempatan melakukan
hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil
keuntungan yang berlawanan dengan posisi wanita yang bergantung
padanya secara ekonomis dan sosial. Misalnya, istri yang diperkosa
oleh suaminya atau pembantu rumah tangga yang diperkosa
majikannya, sedangkan pembantunya tidak mempersoalkan
(mengadukan) kasusnya ini kepada pihak yang berwajib.

C. Faktor-faktor Terjadinya Perkosaan


Perkosaan terjadi karena berbagai jenis sebab. Umumnya dapat
dibedakan dalam dua jenis yang berbeda, yakni faktor internal (yang berasal
dari korban sendiri) ataupun faktor eksternal (yang berasal dari luar diri
korban perkosaan). Pada dasarnya seorang wanita menjadi korban perkosaan
karena kondisi fisik maupun psikisnya yang lebih lemah dari pria (pelaku
perkosaan)

D. Efek Kekerasan Seksual


Kebanyakan korban perkosaan merasakan kriteria psychological
disorder yang disebut post-traumatic stress disorder (PTSD), simtom-
simtomnya berupa ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang tinggi,
emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis. Korban yang mengalami
kekerasan membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk terbuka pada
orang lain, empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual, yaitu:
1. Betrayal (penghianatan)
Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual.
Sebagai anak individu percaya kepada orangtua dan kepercayaan itu
dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas
orangtua menjadi hal yang mengancam anak.

2. Traumatic sexualization (trauma secara seksual)


Perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak
hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban
kekerasan seksual dalam rumah tangga.
3. Powerlessness (merasa tidak berdaya)
Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan
kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan
tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa
dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa
korban juga merasa sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban lain
memiliki intensitas dan dorongan yang berlebihan dalam dirinya.
4. Stigmatization
Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran
diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat
ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan
untuk mengontrol dirinya. Korban sering merasa berbeda dengan
orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat
penganiayaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan
dan minuman alkohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan
inderanya, atau berusaha menghindari memori kejadian tersebut.

E. Risiko Psikis Dan Reproduksi


1. Korban perkosaan biasanya mengalami trauma
2. Rasa takut yang berkepanjangan
3. Tidak mampu kembali berinteraksi secara sosial dengan masyarakat
secara normal
4. Tidak jarang dikucilkan dan dibuang oleh lingkungannya karena
dianggap membawa aib
5. Risiko tinggi menjadi tidak mampu melakukan aktivitas seksual secara
normal pada kehidupannya dimasa dating

F. Konsekuensi dari kekerasan seksual


1. Kehamilan dan komplikasi ginekologis
Kehamilan dapat terjadi dari pemerkosaan, sebuah studi mengenai
remaja di Ethiopia menunjukkan bahwa 17% dari mereka yang pernah
diperkosa telah hamil, sepeti juga penelitian di Meksiko yang
menunjukkan 15-18% mengalami kehamilan. Studi longitudinal di
Amerika Serikat menemukan bahwa dari 4000 perempuan yang diikuti
selama 3 tahun, rasio kehamilan dari pemerkosaan adalah 5% dari
pemerkosaan di antara korban berusia 12-45 tahun.

2. Penyakit-penyakit menular seksual


HIV dan penyakit menular seksual lainnya merupakan konsekuensi yang
jelas dari pemerkosaan. Penelitian pada perempuan di rumah-rumah
menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan seksual dari
pasangan intim secara signifikan lebih mungkin untuk memiliki penyakit
menular seksual. Pada perempuan yang diperjualbelikan untuk pekerjaan
seks, tingkat penyakit menular seksual cukup tinggi.

3. Kesehatan mental
Kekerasan seksual telah diasosiasikan dengan beberapa permasalahan
mental pada remaja dan dewasa. Pada suatu penelitian berdasar populasi,
prevalensi gejala dan tanda yang mengarahkan pada gangguan psikiatrik
adalah 33% pada perempuan dengan riwayat kekerasan seksual saat
dewasa, 15% pada perempuan dengan riwayat kekerasan seksual oleh
pasangan intim dan 6% pada perempuan yang tidak mengalami. Terdapat
hubungan antara riwayat pemerkosaan dengan gangguan tidur, gejala-
gejala depresi, keluhan somatik, konsumsi rokok dan gangguan perilaku
saat ini. Pada kondisi-kondisi di mana tidak dilakukannya konseling
trauma, efek psikologis yang negatif dapat menetap sampai setahun
setelah kejadian berlalu, sementara trauma fisik yang diderita cenderung
membaik selama periode tersebut. Meskipun dilakukan konseling, masih
dapat ditemukan 50% dari perempuan tersebut mengalami gejala-gejala
gangguan stres. Adapun, perempuan yang mengalami kekerasan seksual
pada waktu kecil maupun dewasa memiliki risiko lebih untuk melakukan
tindakan bunuh diri.

4. Pengasingan sosial
Pada berbagai lingkungan sosial, dipercayai pria tak bisa mengendalikan
nafsu seksualnya dan perempuan bertanggungjawab untuk menarik hasrat
seksual pada pria. Pada beberapa masyarakat, disetujui bahwa perempuan
yang diperkosa sebaiknya menikahi pelaku, sehingga menjaga integritas
dari perempuan dan keluarganya dengan mengesahkan hubungan tersebut.
Selain dari pernikahan, keluarga cenderung menekan korban untuk tidak
melaporkan atau menuntut pelaku. Pria biasanya diperbolehkan untuk
menolak seorang perempuan sebagai istri jika ia sudah diperkosa. Di
beberapa negara, mengembalikan kehormatan seorang perempuan yang
mengalami kekerasan seksual dapat berarti sang perempuan harus
diasingkan, atau dalam kasus yang ekstrim, perempuan tersebut akan
dibunuh.

G. Fase Reaksi Psikologi Terhadap Perkosaan


1. Fase disorganisasi akut
Fase yang dimanifestasikan dalam 2 cara yaitu :
a) Keadaan terekspresi yaitu syok, tidak percaya, takut, rasa
memalukan, marah dan bentuk emosi yang lainnya.
b) Keadaan terkontrol, dimana perasaan tertutup atau tersembunyi
dan korban tampak tenang
2. Fase menyangkal dan tanpa keinginan untuk bicara tentang kejadian,
diikuti tahap cemas yang meningkat, takut mengingat kembali,
gangguan tidur, terlalu waspada dan reaksi psikosomatik
3. Fase reorganisasi, dimana kejadian ditempatkan pada perspesktif,
beberapa korban tidak benar-benar pulit dan mengembangkan
gangguan stress kronik

H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah memberikan dukungan simpatis untuk
menurunkan trauma, emosional pasien dan mengumpulkan bukti yang ada
untuk kemungkinan tindakan legal.
1. Hormati privacy dan sensitifitas pasien, bersikap baik dan memberikan
dukungan.
2. Yakinkan pasien bahwa cemas adalah sesuatu yang dialami.
3. Terima reaksi emosi pasien, misalnya terlalu perasa.
4. Jangan tinggalkan pasien sendiri.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan Pada Anak Korban Pemerkosaan


A. Pengkajian
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha untuk mengatasi
kecemasan . Setiap melakukan pengkajian,tulis tempat klien dirawat dan
tanggal dirawat isi pengkajian meliputi:
1. Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status
perkawinan, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, dan alamat klien.
2. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari
orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri
dikamar , menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan
kegiatan sehari – hari (misal bersekolah, bermain dengan teman
sebaya)
3. Faktor predisposis
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan) perlakuan orang
lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri
sendiri yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, suhu,
pernapasan , tinggi badan (TB), berat badan (BB))), dan keluhan
fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
Konsep diri :
a. Citra tubuh :
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah
terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatif
tentang tubuh. Penyesalan dengan bagian tubuh yang hilang ,
mengungkapkan keputusasaan dan mengungkapkan ketakutan.
b. Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri dan tidak mampu
mengambil keputusan .
c. Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh
perkosaan (misalnya berhenti bersekolah yang seharusnya
masih berperan sebagai pelajar)
d. Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena perilaku perkosaan
e. Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri
sendiri , gangguan hubungan sosial, mencederai diri sendiri dan
kurang percaya diri.
6. Status Mental
Kontak mata klien berkurang atau tidak dapat
mepertahankan kontak mata dengan lawan bicara, tidak dapat
memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan adanya perasaan
keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup setelah
mendapatkan perilaku yang tidak baik.
7. Kebutuhan persiapan pulang.
a. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan
membersihkan WC, membersikan diri dan merapikan
pakaian.
c. Pada observasi mandi : bagaimana cara mandi, menyikat gigi,
cuci rambut, gunting kuku dan cara berpakaian klien terlihat
rapi
d. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas
didalam dan diluar rumah
e. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
f. Klien mampu mengatur aktivitas sehari-hari didalam rumah
(misal membantu orang tua melakukan aktivitas dirumah,
berinteraksi dengan saudara dirumah)
g. Klien mampu melalukan aktivitas sehari-hari diluar rumah
(misal bermain dengan teman-teman sebaya, berinteraksi
dengan teman-teman sebaya)
8. Mekanisme Koping
Klien tidak mau menceritakan masalanya dengan orang lain
dikarenakan takut apabila masalahnya akan membuat klien lebih
tidak bisa menerima kenyataan.
9. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa terapi farmakologi
dan rehabilitas.
B. Masalah Keperawatan
1. (00142) Sindrom Trauma Perkosaan
Definisi : Respons maladaptive terus-menerus terhadap kekerasan
hubungan seksual secara paksa yang bertentangan dengan keinginan
dan persetujuan korban.
2. (00148) Ketakutan
Definisi : Respons terhadap persepsi ancaman yang secara sadar
dikenali sebagai sebuah bahaya.

No DiagnosaKeperawatan NOC NIC


1 (00142) Sindrom Setelah dilakukan tindakan (5240)Konseling.
Trauma Perkosaan keperawatan selama 24 jam Def: Penggunaan proses
Definisi :Respon diharapkan klien anak mampu : membantu interaksi yang
Maladaptif terusmerus (1208) Tingkat Depresi berfokus pada kebutuhan
terhadap kekerasan Keparahan alam perasaan masalah atau merasaan klien
hubungan seksual menkolis dan kehilangan minat dan SO untuk meningkatkan
secara paksa yang pada peristiwa kehidupan. dan mendukung koping,
bertentangan dengan Kriteria Hasil : penyelesaiaan masalah dan
keinginan dan  120801Perasaan depresi hubungan interpersolan.
persetujuan korban. ditingkatkan. Aktivitas :
Batasan Karakteristik : Dipertahankan pada skala1  Bangun hubungan
 Ansietas keskala 3. terapeutik yang
 Agitasi  120828 Rasa bersalah yang didasarkan pada (rasa)
 Depresi berlebihan. Dipertahankan saling percaya dan saling
 Fobia dari skala 1 dan menghormati

 Gangguan dalam ditingkankan keskala 3.  Tujukan epmpati,


berhubungan  120807 Perasaan tidak kehangatan dan

 Harga diri rendah berharga. Dipertahankan ketulusan.

 Keputusasaan pada skala 2 dan  Sediakan privasi dan

 Ketidakberdayaan ditingkatkan keskala 3. jaminan kerahasiaan.

 Menyalahkan diri  120831 Berat badan turun.  Bantu pasien untuk


 Merasa terhina Dipertahankan pada skala 2 mengidentifikasi
 Merasa malu dan di tingkatkan keskala 3. masalah atau situasi
 Pikiran dendam  120832 Nafsu makan yang menyebabkan

 Riwayat upaya bunuh menurun. Dipertahankan distress.

diri pada skala 2 dan  Tentukan bagaimana

 Syok ditingkatkan keskala 3. perilaku keluarga

 Trauma fisik  120836 Pikiran bunuh diri mempengaruhi pasien.

 Waspada berlebihan yang berulang.


Dipertahankan pada skala 2
dan ditingkatkan keskala 3.
 120814 Kesedihan.
Dipertahankan pada skala 1
dan ditingkatkan keskala 3.
 120816 Kemarahan.
Dipertahankan keskala 1
dan ditingkatkan keskala 3.
 120817 Keputusasaan.
Ditingkatkan pada skala 1
dan ditingkatkan keskala 3.
 120819 Rendahnya harga
diri. Dipertahankan pada
skala 1 dan ditingkatkan
keskala 3.
2 (00148)Ketakutan Setelah dilakukan tindakan (5820) Penguragan
Def :Respon terhadap keperawatan selama 24 jam Kecemasan.
persepsi, ancaman yang diharapkan pasien mampu : Def :Mengurang tekanan,
secara sadar dikenali (1213)Tingkat rasa takut : ketakuatan, firasat, maupun
sebagai sebuah bahaya. Anak ketidaknyamanan terkait
Batasan karakteristik : Keparahan rasa takut yang dengan sumber-sumber
 Gelisah diwujudkan, ketegangan atau bahaya yang tidak
 Penurunan ketidaknyamanan yang muncul teridentifikasi.
kepercayaan diri dari sumber yang bisa Aktivitas :
 Rasa diteror diidenifikasi pada anak  Gunakan pendekatan
 Raspanik berumur 1 tahun hingga yang tenang dan
 Rasa Takut berumur 7 tahun. meyakinkan

 Rasa terancam  Paham isituasi krisis

 Rasa waspada KriteriaHasil : yang terjadi dari

 Perilaku menghindar  121311Menangis. perspektif klien


Dipertahankan dari skala 1  Berada di sisi klien untuk
dan ditingkatkan dari skala 3 meningkatkan rasa aman
 100804AsupanCairan dan mengurangi
intravena. Dipertahankan ketakutan
dari skala 2 dan ditingkatkan  Dorong keluarga untuk
dari skala 4. mendampingi klien
 100805Asupan Nutrisi dengan cara yang tepat.
parenteral. Dipertahankan  Dorong verbalisasi
dari skala 2 dan ditingkatkan perasaan, persepsi dan
keskala 4. ketakutan
 121312 Emosi labil.  Bantu klien untuk
Dipertahankan pada skala 1 mengerti kulasikan
dan ditingkatkan keskala 3. diskripsi yang realistis
 121317 Menarik diri. mengenai yang akan
Dipertahankan pada skala 2 dating
dan ditingkatkan keskala 3.
 121345 Ketakutan.
Dipertahankan pada skala 1
dan ditingkatkan keskala 3.
 121346 Kenaikan
Dipertahankan pada skala 3
dan ditingkatkan keskala 4.
C. Strategi Pelaksanaan
1. Pasien
Strategi pelaksanaan 1 :
 Identifikasi penyebab menarik diri, siapa yang serumah, siapa
yang dekat, yang tidak dekat dan apa sebabnya.
 Melatih berinteraksi dengan keluarga atau teman sebaya dalam
satu kegiatan harian.
 Masukkan dalam jadwal untuk kegiatan sehari-hari.
Strategi pelaksanaan 2 :
 Evaluasi kegiatan berinteraksi dengan keluarga atau teman
sebaya (beberapa orang). Beri pujian.
 Melatih cara berinteraksi dengan orang lain dalam 2 kegiatan
harian (misalnya bermain dengan teman sebaya).
 Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berinteraksi
dengan orang lain saat melalukan kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 3 :
 Evaluasi kegiatan berinteraksi dengan orang lain dalam 2
kegiatan harian (misalnya bermain dengan teman sebaya). Beri
pujian.
 Melatih cara berinteraksi (4-5 orang) dalam 2 kegiatan harian
baru.
 Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berinteraksi
dengan 4-5 orang saat melakukan 4 kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 4 :
 Evaluasi kegiatan berinteraksi saat melakukan 4 kegiatan
harian. Beri pujian.
 Melatih cara berinteraksi dalam kegiatan sosial (misal meminta
sesuatu atau menjawab pertanyaan).
 Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berinteraksi
dengan > 5 orang saat melalukan kegiatan harian.
2. Keluarga
Strategi pelaksanaan 1 :
 Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
perkosaan.
 Menjelaskan cara merawat : berinteraksi saat melakukan
kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 2 :
 Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien
berinteraksi saat melakukan kegiatan harian.
 Menjelaskan kegiatan rumah yang dapat melibatkan pasien
berinteraksi (misal makan, sholat bersama, bermain bersama
saudara).
 Melatih cara membimbing pasien berinteraksi dan memberi
pujian.
Strategi pelaksanaan 3 :
 Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien
berinteraksi saat melakukan kegiatan harian dan dalam rumah.
 Menjelaskan cara melatih pasien dalam melakukan kegiatan
sosial (misal berbelanja bersama orang tua, meminta sesuatu).
 Melatih keluarga mengajak pasien pergi kesuatu tempat (misal
pasar, taman bermain).
Strategi pelaksanaan 4:
 Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien
berinteraksi saat melakukan kegiatan harian dan dalam rumah.
 Menganjurkan membantu pasien sesuai jadwal.
D. EVALUASI
Diagnosa : Sindrom Trauma Perkosaan
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
Tujuan : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
Khusus orang lain
Rasional : Hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara sebagai berikut :
- Menyapa klien dengan ramah
- Memperkenalan diri dengan sopan terhadap
klien
- Menanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai klien
- Jelaskan tujuan pertemuan yang akan dilakukan
- Menunjukkan sikap empati dan menerima klien
apa adanya
- Memberikan perhatian kebutuhan dasar klien
Tujuan : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang
Khusus sedang dialaminya saat ini
Rasional : Memberikan kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya dan dapat membantu mengurangi kecemasan
dan ketakutaan saat ini
PENUTUP

Kusumaningtyas, U., Rokhmah, D., & Nafikadini, I. (2013). Dampak Kesehatan


Mental Pada Anak Korban Kekerasan Seksual. Artikel Ilmiah Hasil
Penelitian Mahasiswa 2013. Retrieved from http://repository.unej.ac.id/
Made, N., Saniti, A., Umum, S., & Sanglah, P. (2011). Diagnosis Dan Manajemen
Stress Paska Trauma Pada Diagnosis and Management Post Traumatic
Stress, 1–17.
Anindyajati, Gina. 2013 Modul Pelatihan Layanan Kesehatan Seksual &
Reproduksi Ramah Remaja. Yogyakarta
Fuadi, Anwar M.2011. Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah Studi
Fenomenologi. Malang. Volume 8 No 2
Noviana, Ivo. 2015. Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan
Penanganannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial.
Kementrian Sosial RI. Jakarta
Pasalbessy, Jhon D.2010. Dampak Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan Dan
Anak Serta Solusinya. Jakarta. Volume 1
Ratna Sari, dkk. Pelecehan Seksual Terhadap Anak. Volume 2
Solihin, Lianny. 2004. Tindakan Kekerasan Pada Anak Dalam Keluaga. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai