Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
RIZKI PUJIASIH
Nim : 30901800003
SEMARANG
2020
2
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada
Kelompok Khusus: Anak Korban Pemerkosaan”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II pada program studi Ilmu
Keperawatan UNISSULA.
Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Ns. Betie Febriana, M.Kep yang
telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu dan tidak ada halangan apapun.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan kita semua.
Wassalamualaikum wr.wb
Rizki Pujiasih
i
Contents
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar belakang........................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
A. Pengertian..............................................................................................................3
B. Kejahatan Pemerkosaan Terhadap Anak Upaya Penanggulangan.........................4
C. Pengaruh atau dampak perkembangan mental dan psikologis..............................5
D. Terapi medis dan keperawatan pada anak korban pemerkosaan..........................7
E. Peran Perawat dalam Menangani Kasus Anak Korban Pemerkosaan....................8
F. Proses keperawatan...............................................................................................9
BAB III...............................................................................................................................18
PENUTUP..........................................................................................................................18
A. Kesimpulan...........................................................................................................18
B. Saran....................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19
Bibliography.....................................................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masalah kejahatan adalah problem manusia yang merupakan suatu
kenyataan sosial dan produk dari masyarakat yang selalu mengalami
perkembangan bahkan dapat dikatakan bahwa usia kejahatan seumur dengan
manusia karena dimana terdapat masyarakat maka disitu terdapat kejahatan.
Salah satu kejahatan yang sering terjadi serta meresahkan masyarakat adalah
pemerkosaan. Pemerkosaan sebagai suatu tindakan kekerasan seksual yang
merupakan suatu tindak kejahatan yang dinilai sangat merugikan dan
mengganggu ketentraman dan ketertiban hidup, terutama bagi korbannya.
iii
daya maupun ancaman dan kekerasan, menyebabkan kejahatan ini sulit
dihindari.
B. Tujuan
1. Untuk menjelaskan apa itu tindakan kekerasan seksual dan pemerkosaan
terhadap anak
2. Untuk menjelaskan apa saja faktor-faktor yang berisiko untuk terjadinya
tindak pemerkosaan terhadap anak
3. Untuk menjelaskan bagaiamana pengaruh atau dampak terhadap
perkembangan mental dan psikologis anak korban pemerkosaan
4. Untuk mengetahui apa saja terapi yang digunakan untuk memulihkan
kondisi anak korban pemerkosaan
5. Untuk mengetahui bagaimana peran perawat dalam menangani kasus
korban pemerkosaan
6. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan terhadap anak korban
pemerkosaan
iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kekerasan seksual terhadap anak adalah apabila seseorang
menggunakan anak untuk mendapatkan kenikmatan atau kepuasan
seksual. Tidak terbatas pada hubungan seks saja, tetapi juga tindakan-
tindakan yang mengarah kepada aktivitas seksual terhadap anak-anak,
seperti: menyentuh tubuh anak secara seksual, baik si anak memakai
pakaian atau tidak; segala bentuk penetrasi seks, termasuk penetrasi ke
mulut anak menggunakan benda atau anggota tubuh; membuat atau
memaksa anak terlibat dalam aktivitas seksual; secara sengaja melakukan
aktivitas seksual di hadapan anak, atau tidak melindungi dan mencegah
anak menyaksikan aktivitas seksual yang dilakukan orang lain; membuat,
mendistribusikan dan menampilkan gambar atau film yang mengandung
adegan anak-anak dalam pose atau tindakan tidak senonoh; serta
memperlihatkan kepada anak, gambar, foto atau film yang menampilkan
aktivitas seksual (www.parenting.co.id, diakses pada 21 Mei 2014).
v
pemerkosaan merupakan perbuatan kriminal yang berwatak seksual yang
terjadi ketika seseorang manusia memaksa manusia lain untuk melakukan
hubungan seksual dalam bentuk penetrasi vagina dengan penis, secara
paksa atau dengan cara kekerasan. Perkosaan termasuk sebagai tindak
pidana, karena perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur dari tindak
pidana, baik unsur formil maupun unsur materiil. Perkosaan dianggap oleh
masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut untuk dilakukan karena
merampas hak asasi seseorang dan menimbulkan trauma kepada
korbannya, selain itu perbuatan perkosaan dilarang oleh hukum
sebagaimana diatur di dalam (KUHP).
vi
tertentu.dengan tindakan seperti ini seseorang dapat berani
untuk menentukan langkahnya, tanpa ada keraguan dan paksaan
dari berbagai pihak. Sehingga mereka dapat lebih
bertanggungjawab terhadap apa yang mereka kerjakan.
Orang tua selalu berbagi pngalaman, cerita dan informasi
kepada anak-anak sehingga mereka dapat memilih figure dan
sikap yang cocok untuk dijadikan pegangan dalam bertingkah
laku agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang kerap
terjadi.
Orang tua sebaiknya memperlihatkan sikap-sikap yang pantas
dan dapat diteladani oleh anak-anak mereka.
2.Upaya di lingkungan Masyarakat
a.Menegur sekelompok orang yang sedang melakukan tindakan-
tindakan yang sudah melanggar norma, seperti norma agama, norma
kesopanan, norma kesusilaan.
b. Menjadi masyarakat eladan yang baik bagi orang-orang yang tinggal
dilingkungan tempat tinggalnya. Baik itu di dalam masyarakat
perkotaan atau pedesaan.
3. Upaya Pemerintah yang diwujudkan dalam kegiatankegiatan untuk
mencegah terjadinya perilaku kejahatan perkosaan yang dilakukan
oleh orang dewasa terhadap anak dengan cara melakukan sosialisasi
di masyarakat.
1. Perkembangan otak
Kekerasan seksual pada anak merupakan suatu peristiwa yang
traumatik. Adanya bukti pada bidang neurobiology dan
epidemiologi menunjukkan pengalaman buruk yang terjadi pada
kehidupan awal dapat menyebabkan perubahan jangka panjang
dalam beberapa sistem otak. Pada kondisi yang lebih buruk,
dimana terdapat peningkatan frekuensi pengalaman masa kecil
pada awal kehidupan sangat berhubungan dengan disfungsi otak
yang permanen dan juga dikaitkan dengan efek yang dapat
vii
merusak kesehatan dan kualitas hidup (Anda et al, 2006) . Trauma
pada anak akan menyebabkan:
otak menjadi kurang berkembang dan fungsinya menjadi tidak
teratur, sehingga hal ini dapat membuat anak kurang mampu
secara intelektual, secara verbal, atau emosional dalam
menanggapi pengalaman yang normal terlebih pada
pengalaman yang traumatis.
tidak mampu berkonsentrasi
fokus perhatian menurun
2. perkembangan psikologis dan emosional
Pada anak korban pemerkosaan pastinya muncul gangguan-
gangguan psikologis seperti :
pasca-trauma stress disorder (trauma yang berkepanjangan)
PTSD didefinisikan sebagai suatu kejadian atau beberapa
kejadian trauma yang dialami atau disaksikan secara langsung
oleh seorang berupa kematian atau ancaman kematian, cidera
serius, ancaman terhadap integritas fisik atas diri seseorang.
Kejadian tersebut harus menciptakan ketakutan yang ekstrem,
horor, rasa tidak berdaya. (Sadock, B.J & Sadock, V.A., 2010)
kecemasan, depresi, ketakutan
penyakit jiwa lain termasuk gangguan kepribadian dan
gangguan identitas disosiatif
Cenderung diam
Korban suka melamun
Korban merasa malu dan minder terhadap teman-temanya.
Perkembangan emosi yang tidak stabil
adanya perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri
memiliki mental yang penakut seperti rasa takut berhubungan
dengan orang lain dan ketakutan dengan hal yang berhubungan
dengan penyalahgunaan termasuk benda, bau, tempat,
kunjungan dokter
3. Perkembangan sosial
Anak korban pemerkosaan cenderung mengalami kemunduran
dalam sosial misalnya :
kemunduran dalam ber interaksi sosial
Tidak bisa melanjutkan sekolah/putus sekolah
Tidak mau bergaul dengan lingkungan sekitar
Sulit percaya terhadap orang lain
Malas melakukan aktivitas diluar rumah.
viii
D. Terapi medis dan keperawatan pada anak korban pemerkosaan
Proses terapi atau pengobatan pada anak korban pemerkosaan
memiliki 2 macam pengobatan[ CITATION Asr17 \l 1057 ] yaitu pengobatan
farmakoterapi dan terapi keperawatan yang bisa digunakan untuk
membantu memulihkan proses trauma pada anak korban pemerkosaan
yaitu seperti :
1. farmakoterapi
dapat berupa terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan pasien
yang sudah dikenal. Terapi anti depresiva pada gangguan stres pasca
traumatik ini masih kon -troversial. Obat yang biasa digunakan adalah
benzodiazepin, litium, camcolit dan zat pemblok beta – seperti
propranolol, klonidin, dan karbamazepin.
2. Terapi keperawatan (psikoterapi)
a. Konseling psikoreligius
hasil review Hefti (2011) terhadap sejumlah hasil penelitian
penting tentang dampak positif religi dan spiritual terhadap
kesehatan mental seperti lebih sehat secara fisik, lebih mampu
melakukan penyesuaian secara psikologis serta tingkat yang lebih
rendah dalam problem perilaku sosial. Religi dan spiritual juga
membantu individu untuk memiliki harapan serta dorongan untuk
mengalami pertumbuhan diri secara positif.
Meichenbaum seorang ahli terapi kognitif menegaskan pentingnya
spiritualitas dalam proses penyembuhan termasuk untuk kasus
trauma. Kolaborasi spiritual dalam konseling dan psikoterapi
menjadi hal yang penting karena banyaknya penelitian yang
membuktikan peran keyakinan dan perilaku spiritual dalam
kesehatan mental dan pengaruhnya dalam proses psikoterapi
(Daniels & Fitzpatrick, 2013; Plumb, 2011).
b. Cognitive therapy
Terapi yang untuk membantu merubah kepercayaan yang tidak
rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan-
kegiatan kita. Misalnya seorang korban kejahatan seksual yang
mungkin menyalahkan diri sendiri karena tidak hati-hati.tujuan dari
kognitif erapi sendiri adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran yang
tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak
rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian
mengadopsi pikiran yang lebih positif.
c. Terapi Bermain
Play therapy menjadi alternatif penanganan yang cukup efektif
untuk membantu mengatasi gejala PTSD pada anak korban
pemerkosaan. Terapi ini dilakukan dengan berbagai jenis
ix
permainan yang sesuai dengan kondisi kelompok sasaran. Terapis
memakai permainan untuk memulai topik yang tidak dapat dimulai
secara langsung. Hal ini dapat membanu anak lebih merasa
nyaman dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya.
d. Anxiety Management.
Terapis mengajarkan beberapa ketrampilan untuk membantu
mengatasi gejala stres pasca trauma melalui:
relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan
kecemasan secara sistematis dan merelaksasikan kelompok
otot-otot utama
x
berpikir yang mempengaruhi cara dan sikap anak dalam berkomunikasi.
[ CITATION Fat11 \l 1057 ]
F. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Menurut doengoes et.al (2007) pengkajian anak yang mengalami
penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain :
a.) Aktivitas dan istirahat
Pada pola ini yang dikaji yaitu masalah tidur dan aktivitas pada
klien. Biasanya pada klien dengan korban pemerkosaan
mengalami kesulitan untuk istirahat dan melakukan aktivitas
seperti :
xi
tidak dapat tidur atau tidur berlebihan
sering mimpi buruk
berjalan saat tidur
tidur ditempat yang asing
klien biasanya merasa malas dalam beraktivitas
merasa keletihan, kecapekan
b.) Integritas ego
Pada pengkajian pola integritas ego, klien dengan korban
pemerkosaan biasanya mengalami atau merasa seperti :
a. Pencapaian diri negatif, menyalahkan diri sendiri/
meminta ampun (maaf) karena tindakannya terhadap
orang tua
b. Merasa harga diri rendah (pelaku/korban penganiayaan
seksual yang selamat)
c. Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asa
dan tidak berdaya
d. Minimisasi atau penyangkalan signifikan perilaku
(mekanisme pertahanan yang paling dominan/
menonjol)
e. Penghindaran atau takut pada orang, tempat, objek
tertentu, sikap menunduk, takut
f. Melaporkan faktor stress (misalnya keluarga tidak
bekerja, perubahan finansisal, pola hidup, perselisihan
dalam pernikahan
g. Permusuhan terhadap atau objek dan tidak percaya
pada orang lain.
c. Eliminasi :
Didalam pola eliminasi ini biasanya ada perubahan atau
gangguan pada klien dengan korban pemerkosaan seperti :
a. Enurisis, enkropresis
b. Infeksi saluran kemih yang berulang
c. Perubahan tonus sfingter
1) Makan dan minum
Sering muntah, perubahan selera makan (anoreksia), makan
yang berlebihan, perubahan berat badan, kegagalan
memperoleh berat badan yang sesuai
2) Hygiene
a. Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan
kondisi cuaca (penganiayaan seksual) atau tidak
adekuat memberi perlindungan
b. Mandi berlebihan, penampilan kotor atau tidak
terpelihara
xii
d. Neurosensori
Biasanya pada klien dengan korban pemerkosaan terjadi gangguan
seperti :
a. Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif atau
menuntut), sangat amuk atau pasivitas dan menarik diri,
perilaku tidak sesuai dengan usia
b. Status mental : memori tidak sadar, periode amnesia,
laporan adanya pengingatan atau ingatan buruk kembali,
pikiran tidak terorganisasi, kesulitan konsentrasi/ membuat
keputusan, afek tidak sesuai, sangat cemas, waspada dan
depresi
c. Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, kebaikan dan
penyesalan yang dalam setelah penganiayaan seksual
terjadi
d. Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang buruk,
keterampilan koping terbatas, kurang empati terhadap
orang lain
e. Membantung, melamun, menghisap jempol, atau perilaku
kebiasaan lain : gelisah
f. Manifestasi psikiatrik (misal: fenomena disosiatif mleiputi
kepribadian ganda (penganiayaan seksual), gangguan
kepribadian ambang (korban inses dewasa)
g. Adanya defisit neurologis / kerusakan SSP tanpa tanda-
tanda cedera eksternal
e. Nyeri atau ketidaknyamanan
a. Bergantung pada cedera/ bentuk penganiayaan seksual
b. Berbagai keluhan somatik (misalnya nyeri perut, nyeri panggul
kronis, spastik kolon, sakit kepala).
f. Keamanan
a. Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, terbakar (tersiram
air panas, rokok) ada bagian botak dikepala, ada laserasi,
pendarahan yang tidak wajar, ruam/gatal diarea genital, fisura
anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan parut, perubahan tonus
sfingter.
b. Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, fraktur/ cedera
internal
c. Perilaku mencederai diri sendiri (bunuh diri), keterlibatan
dalam aktivitas dengan risiko tinggi
d. Kurangnya pengawasan sesuai usia, tidak ada perhatian yang
dapat menghindari bahaya di dalam rumah.
g. Seksualitas
a. Adanya perubahan kewaspadaan/aktivitas seksual meliputi :
xiii
Masturbasi kompulsif
Permainan seks dewasa sebelum waktunya
Kecenderyngan mengulang atau melakukan kembali
pengalaman inses
Kecurigaan yang berlebihan tentang sex
Secara seksual menganiaya anak lain
b. Perdarahan vagina, laserasi himen linier, bagian mukosa
berlendir
c. Adanya PMS, vaginitis, kutil genital, atau kehamilan (terutama
pada anak )
h. Interaksi sosial
Dalam pola ini klien korban pemerkosaan memiliki gangguan atau
hambatan dalm berinteraksi seperti misalnya :
Menarik diri dari rumah, masyarakat
Pola interaksi dalam keluarga secara verbal kurang
responsif
Peingkatan penggunaan perintah langsung dan pernyataan
kritik
Penurunan penghargaan atau pengakuan verbal
Merasa rendah diri (HDR)
Pencapaian prestasi disekolah rendah atau menurun
2. Diagnosa keperawatan
Sindrom pasca trauma b.d riwayat korban perilaku kekerasan
Ketidakberdayaan b.d Interaksi interpersonal tidak memuaskan
Koping tidak efektif b.d Ketidakadekuatan strategi koping
Harga diri rendah situasional b.d Perubahan peran sosial
Isolasi sosial b.d Perubahan Status Mental
Risiko bunuh diri d.d Gangguan Psikologis
xiv
3. Intervensi keperawatan
xv
b.d Interaksi intervensi keperawatan harapan pasien
interpersonal tidak 3x pertemuan maka dan keluarga
memuaskan keberdayaan meningkat dalam
dengan kriteria hasil : pencapaian
1. Pernyataan hidup
mampu 2. Sadarkan bahwa
melakukan kondisi yang
aktivitas dialami
meningkat memiliki nilai
2. Pernyataan penting
frustasi 3. Libatkan pasien
ketergantungan secara aktif
pada orang lain dalam
menurun perawatan
3. Perasaan tertekan 4. Berikan
(depresi) kesempatan
menurun kepada pasien
dan keluarga
terlibat dengan
dukungan
kelompok
5. Anjurkan
mempertahanka
n hubungan
terapeutik
dengan orang
lain
6. Latih menyusun
tujuan yang
sesuai dengan
harapan
xvi
menurun dalam
pengambilan
keputusan
5. Dukung
penggunaan
mekanisme
pertahanan yang
tepat
6. Ajarkan cara
memecahkan
cara secara
konstruktif
7. Latih teknik
relaksasi
xvii
positif diri
5. Isolasi sosial b.d Setelah dilakukan 1. Identifikasi
perubahan status intervensi keperawatan kemampuan
mental 3x pertemuan maka melakukan
keterlibatkan sosial interaksi dengan
meningkat dengan orang lain
kriteria hasil : 2. Motivasi
1. Minat interaksi berpartisipasi
meningkat dalam aktivitas
2. Perilaku menarik baru dan
diri menurun kegiatan
3. Minat terhadap kelompok
aktivitas 3. Motivasi
meningkat berinteraksi di
laur lingkungan
4. Anjurkan
berinteraksi
dengan orang
lain secara
bertahap
5. Latih
mengekspresika
n marah dengan
tepat
6. Ajarkan terapi
kelompok
xviii
perasaan yang
dialami kepada
orang lain
5. Jelaskan
tindakan
pencegahan
bunuh diri
kepada keluarga
6. Latih
pencegahan
risiko bunuh diri
(mis.latihan
asertif, relaksasi
otot progresif)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan jelas dilakukan
dengan adanya paksaan baik secara halus maupun kasar. Terjadinya
Pemerkosaan tidak semata-mata karena ada kesempatan, namun
pemerkosaan dapat dipicu oleh 2 faktor yaitu ada faktor internal dan
ekternal. Seperti halnya pemerkosaan yang dapat terjadi karena pakaian
yang dikenakan korban menimbulkan hasrat pada si pelaku untuk
melakukan tindakan pemerkosaan, serta pemerkosaan bisa juga
disebabkan karena rendahnya rasa nilai, moral, asusila dan nilai kesadaran
beragama yang rendah yang dimiliki pelaku pemerkosaan.
Tindakan pemerkosaan memiliki dampak atau pengaruh buruk
terhadap perkembangan anak baik dari segi fisik, mental serta sosial
psikologis. Seperti contoh anak yang mengalami kekerasan seksual
(pemerkosaan) cenderung mengalami trauma, tidak mau berinteraksi
dengan orang lain dan sebagainya. Dampak atau pengaruh yang
ditimbulkan harus cepat dalam mendapatkan penanganan karena jika
penanganannya lambat maka pengaruh yang didapat dari trauma
pemerkosaan akan lebih berdampak atau menjadi berkepanjangan dan
dibawa oleh korban sampai dia dewasa sehingga keberlangsungan
hidupnya di masa depan akan juga ikut terganggu.
xix
B. Saran
Pemerkosaan di Indonesia termasuk masalah yang harus segera di
benahi oleh kita semua karena sebagaimana kita ketahui bahwa tindak
pemerkosaan dapat merusak citra dan moral bangsa.Maka dari itu
pemerintah dan masyarakat harus bekerja keras dalam menaggulangi
tindak pidana pemerkosaan salabutcherh satunya dengan menanamkan
sikap dan perilaku kehidupan keluarga dan lingkungan masyarakat yang
sesuai dengan nilai-nilai moral, budaya, adat istiadat dan ajaran agama
masing-masing serta menindaklanjuti dengan penegakan hukum sesuai
ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
DAFTAR PUSTAKA
Anda , R., Felitti , V., Brammer , J., Walker , J., Whitfield , C., Pery , B., et al. (2006). The
Enduring Effects of Abuse and Related Adverse Experience in Childhood : A
Convergence of Neurobiology and Epidemology. European Archives of
Psychiatry and Clinical Neuroscience, vo. 256 no.3 174-186.
Asri, S. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kebutuhan Khusus Anak Korban
Kekerasan .
Campbell, R. (2008). The Psychological Impect of Rape Victims Experience with Legal,
Medical and Health Systems. American Psychologist, 702-717.
Chen, L., Murad, Paris , M., Colbenson , K., Sattler , A., Goranson , E., et al. (2010). Sexual
Abuse & Lifethie Diagnosis of Psychiatric Disorder : Systemic Review and Meta
Analysis. Mayo Clinic Proceeding 85(7), 612-629.
Dahlan , T. (2015, Juni 26). Kompasiana . Dipetik Maret 20, 2020, dari Penanganan
Korban Kekerasan Seksual Pada Anak : http://www.kompasiana.com
Daniels, C., & Fitzpatrick, M. (2013). Integrating Spirituality into Counseling and
Psychotheraphy: Theorretical dan Clinical Perspective. Canadian Journal and
Psychotherapy Vol.47 No.3, 315-341.
Doengoes , M., Townsend, M., & Moorhouse, M. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan
Psikiatri (terjemahan) edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran ECG.
xx
Ekandari , M., & Faturochman. (2010). Perkosaan dan Dampak Penyembuhannya. Jurnal
Psikologi No.1, 6-12.
Fatmawati, L., & Maulana, D. (2016). Pengaruh Pendidikan Kekerasan Seksual Terhadap
Perilaku Orang Tua dalam Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak. Journal of
Ners Community VoL.07 No.02, 188-200.
Hefti, R. (2011). Integrating Religion and Spirituality Into Metal Heath Care, Psychiatry
and Psychotheraphy. Religions. 2, 611-627.
Mukhadiono , Widyo, S., & Wahyudi . (2016). Pemulihan PTSD Anak-Anak Korban
Bencana dengan Play Theraphy. Jurnal Keperawatan Soedirman , vol.11 no.1.
Noviana, I. (2015). Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penangannya. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementrian Sosial RI, 13-
26.
Plumb , A. (2011). Spirituality and Counselling Religion and Spirituality into Therapeutic
Work with Clients. Canadian Journal and Psychotherapy, 1-16.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: Edisi 1 DPP PPNI.
xxi
Sholichatun, Y. (2018). Pengembangan Panduan Konseling Psikoreligius untuk Remaja
Korban Pemerkosaan. Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling, Vol.4 Nomor 2
Hal.137-144.
Tiara, S., & Pratiwi , M. R. (2018). Proses Pendampingan Melalui Komunikasi Terapeutik
Sebagai Upaya Pemulihan Psikologis Korban Pemerkosaan. Jurnal An-Nida
Vol.10 No.2.
Wahyuni, H. (2016). Faktor Risiko Gangguan Stress Pasca Trauma pada Anak Korban
Pelecehan Seksual. Jurnal Ilmiah Pendidikan.
Wahyuni, S., & Zulfan saam. (2013). Psikologi Keperawatan. Depok: Raja Grafindo
Persada.
Bibliography
(t.thn.).
Anda , R., Felitti , V., Brammer , J., Walker , J., Whitfield , C., Pery , B., & Giles, W. (2006).
The Enduring Effects of Abuse and Related Adverse Experience in Childhood : A
Convergence of Neurobiology and Epidemology. European Archives of
Psychiatry and Clinical Neuroscience, vo. 256 no.3 174-186.
Asri, S. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kebutuhan Khusus Anak Korban
Kekerasan .
Campbell, R. (2008). The Psychological Impect of Rape Victims Experience with Legal,
Medical and Health Systems. American Psychologist, 702-717.
Chen, L., Murad, Paris , M., Colbenson , K., Sattler , A., Goranson , E., . . . Zirakzadeh, A.
(2010). Sexual Abuse & Lifethie Diagnosis of Psychiatric Disorder : Systemic
Review and Meta Analysis. Mayo Clinic Proceeding 85(7), 612-629.
Dahlan , T. (2015, Juni 26). Kompasiana . Dipetik Maret 20, 2020, dari Penanganan
Korban Kekerasan Seksual Pada Anak : http://www.kompasiana.com
Daniels, C., & Fitzpatrick, M. (2013). Integrating Spirituality into Counseling and
Psychotheraphy: Theorretical dan Clinical Perspective. Canadian Journal and
Psychotherapy Vol.47 No.3, 315-341.
xxii
Doengoes , M., Townsend, M., & Moorhouse, M. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan
Psikiatri (terjemahan) edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran ECG.
Ekandari , M., & Faturochman. (2010). Perkosaan dan Dampak Penyembuhannya. Jurnal
Psikologi No.1, 6-12.
Fatmawati, L., & Maulana, D. (2016). Pengaruh Pendidikan Kekerasan Seksual Terhadap
Perilaku Orang Tua dalam Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak. Journal of
Ners Community VoL.07 No.02, 188-200.
Hefti, R. (2011). Integrating Religion and Spirituality Into Metal Heath Care, Psychiatry
and Psychotheraphy. Religions. 2, 611-627.
Mukhadiono , Widyo, S., & Wahyudi . (2016). Pemulihan PTSD Anak-Anak Korban
Bencana dengan Play Theraphy. Jurnal Keperawatan Soedirman , vol.11 no.1.
Noviana, I. (2015). Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penangannya. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementrian Sosial RI, 13-
26.
Plumb , A. (2011). Spirituality and Counselling Religion and Spirituality into Therapeutic
Work with Clients. Canadian Journal and Psychotherapy, 1-16.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: Edisi 1 DPP PPNI.
xxiii
Setyawati, R. (2019-2020). Keperawatan medikal bedah 2. semarang: unissula press.
Tiara, S., & Pratiwi , M. R. (2018). Proses Pendampingan Melalui Komunikasi Terapeutik
Sebagai Upaya Pemulihan Psikologis Korban Pemerkosaan. Jurnal An-Nida
Vol.10 No.2.
Wahyuni , H. (2016). Faktor Risiko Gangguan Stress Pasca Trauma Pada Anak Korban
Pelecehan Seksual . Jurnal Ilmiah Pendidikan vol.x no.1 .
Wahyuni , H. (2016). Faktor Risiko Gangguan Stress Pasca Trauma Pada Anak Korban
Pelecehan Seksual . Jurnal Ilmiah Pendidikan .
Wahyuni, H. (2016). Faktor Risiko Gangguan Stress Pasca Trauma pada Anak Korban
Pelecehan Seksual. Jurnal Ilmiah Pendidikan.
Wahyuni, S., & Zulfan saam. (2013). Psikologi Keperawatan. Depok: Raja Grafindo
Persada.
xxiv