Anda di halaman 1dari 26

1

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II

ANAK KORBAN PEMERKOSAAN

Dosen Pembimbing :

Ns. Betie Febriana, S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

RIZKI PUJIASIH

Nim : 30901800003

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)

SEMARANG

2020

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada
Kelompok Khusus: Anak Korban Pemerkosaan”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II pada program studi Ilmu
Keperawatan UNISSULA.

Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Ns. Betie Febriana, M.Kep yang
telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu dan tidak ada halangan apapun.

Kami menyadari bahwa makalah “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada


Kelompok Khusus: Anak Korban Pemerkosaan” yang kami buat ini masih jauh
dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi
dimasa mendatang.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan kita semua.

Wassalamualaikum wr.wb

Semarang, 5 maret 2020

Rizki Pujiasih

i
Contents
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar belakang........................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
A. Pengertian..............................................................................................................3
B. Kejahatan Pemerkosaan Terhadap Anak Upaya Penanggulangan.........................4
C. Pengaruh atau dampak perkembangan mental dan psikologis..............................5
D. Terapi medis dan keperawatan pada anak korban pemerkosaan..........................7
E. Peran Perawat dalam Menangani Kasus Anak Korban Pemerkosaan....................8
F. Proses keperawatan...............................................................................................9
BAB III...............................................................................................................................18
PENUTUP..........................................................................................................................18
A. Kesimpulan...........................................................................................................18
B. Saran....................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19
Bibliography.....................................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Masalah kejahatan adalah problem manusia yang merupakan suatu
kenyataan sosial dan produk dari masyarakat yang selalu mengalami
perkembangan bahkan dapat dikatakan bahwa usia kejahatan seumur dengan
manusia karena dimana terdapat masyarakat maka disitu terdapat kejahatan.
Salah satu kejahatan yang sering terjadi serta meresahkan masyarakat adalah
pemerkosaan. Pemerkosaan sebagai suatu tindakan kekerasan seksual yang
merupakan suatu tindak kejahatan yang dinilai sangat merugikan dan
mengganggu ketentraman dan ketertiban hidup, terutama bagi korbannya.

Kasus kekerasan terhadap anak dan remaja merupakan fenomena yang


makin marak terjadi di Indonesia. Menurut data dari Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI), tren kasus kekerasan pada anak di Indonesia
menunjukkan peningkatan setiap tahunnya.

Komisioner KPAI Jasra Putra mengungkapkan, data menunjukkan bahwa


pihaknya menemukan 218 kasus kekerasan seksual anak pada 2015.
Sementara pada 2016, KPAI mencatat terdapat 120 kasus kekerasan seksual
terhadap anak-anak. Kemudian di 2017, tercatat sebanyak 116 kasus.
[ CITATION Set17 \l 1057 ]

Sama halnya dengan temuan data P2TP2A di daerah sidoarjo laporan


pelecehan seksual setiap tahunnya selalu bertambah, terlihat rekap hasil
laporan pada tahun 2014 berjumlah 20 laporan, dan pada tahun 2015 naik
menjadi 3x lipat yaitu 64 laporan (data P2TP2A_SDA_2015). Berdasarkan
data diatas terlihat kasus kekerasan seksual pada anak terus meningkat setiap
tahunnya, sehingga ditakutkan kedepannya akan berdampak pada
perkembangan buruk baik psikis dan fisik pada anak.

Anak menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap kekerasan seksual


karena anak selalu diposisikan sebagai sosok lemah atau yang tidak berdaya
dan memiliki ketergantungan yang tinggi dengan orang-orang dewasa di
sekitarnya. Hal inilah yang membuat anak tidak berdaya saat diancam untuk
tidak memberitahukan apa yang dialaminya. Hampir dari setiap kasus yang
diungkap, pelakunya adalah orang yang dekat korban. Tak sedikit pula
pelakunya adalah orang yang memiliki dominasi atas korban, seperti orang
tua,saudara dan guru. Kemampuan pelaku menguasai korban, baik dengan tipu

iii
daya maupun ancaman dan kekerasan, menyebabkan kejahatan ini sulit
dihindari.

Tindak kekerasan dipandang sebagai tindak kriminal yang dilakukan


dengan adanya paksaan baik secara halus maupun kasar dan tanpa
dikehendaki korban. Kekerasan seksual dalam bentuk pemerkosaan
menimbulkan dampak yang signifikan terhadap korban baik secara fisik,
psikologis, dan sosial. Perkosaan yang umumnya disertai dengan kekerasan
dapat menimbulkan kematian atau kecacatan fisik pada korban, menyebabkan
korban terjangkit penyakit menular seksual, atau kehamilan yang tidak
dikehendaki. Korban perkosaan juga umumnya sangat rentan mengalami
gangguan perilaku dan gangguan psikologis seperti gangguan kecemasan,
depresi, eating disorder, post traumatic stress disorder, gangguan tidur, dan
percobaan bunuh diri (Campbell,2008; Chen et al., 2010)

Korban Pemerkosaan cenderung tidak berani mengungkapkan kejahatan


pemerkosaan tersebut disebabkan karena pemerkosaan merupakan hal yang
menyakitkan dan menyulitkan untuk korban dan keluarganya. Pelaku
meninggalkan korban dengan perasaan malu dan rasa bersalah korban,
tercemar dan terhina, takut lebih dicederai, dan keyakinan bahwa ia tidak
memilki hak untuk menuntut dalam sistem hukum. Korban juga akan
memperoleh stigma negatif dari masyarakat sebagai korban pemerkosaan.

B. Tujuan
1. Untuk menjelaskan apa itu tindakan kekerasan seksual dan pemerkosaan
terhadap anak
2. Untuk menjelaskan apa saja faktor-faktor yang berisiko untuk terjadinya
tindak pemerkosaan terhadap anak
3. Untuk menjelaskan bagaiamana pengaruh atau dampak terhadap
perkembangan mental dan psikologis anak korban pemerkosaan
4. Untuk mengetahui apa saja terapi yang digunakan untuk memulihkan
kondisi anak korban pemerkosaan
5. Untuk mengetahui bagaimana peran perawat dalam menangani kasus
korban pemerkosaan
6. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan terhadap anak korban
pemerkosaan

iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kekerasan seksual terhadap anak adalah apabila seseorang
menggunakan anak untuk mendapatkan kenikmatan atau kepuasan
seksual. Tidak terbatas pada hubungan seks saja, tetapi juga tindakan-
tindakan yang mengarah kepada aktivitas seksual terhadap anak-anak,
seperti: menyentuh tubuh anak secara seksual, baik si anak memakai
pakaian atau tidak; segala bentuk penetrasi seks, termasuk penetrasi ke
mulut anak menggunakan benda atau anggota tubuh; membuat atau
memaksa anak terlibat dalam aktivitas seksual; secara sengaja melakukan
aktivitas seksual di hadapan anak, atau tidak melindungi dan mencegah
anak menyaksikan aktivitas seksual yang dilakukan orang lain; membuat,
mendistribusikan dan menampilkan gambar atau film yang mengandung
adegan anak-anak dalam pose atau tindakan tidak senonoh; serta
memperlihatkan kepada anak, gambar, foto atau film yang menampilkan
aktivitas seksual (www.parenting.co.id, diakses pada 21 Mei 2014).

Menurut Ricard J. Gelles (Hurairah, 2012), kekerasan terhadap


anak merupakan perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau
bahaya terhadap anak-anak (baik secara fisik maupun emosional). Bentuk
kekerasan terhadap anak dapat diklasifikasikan menjadi kekerasan secara
fisik, kekerasan secara psikologi, kekerasan secara seksual dan kekerasan
secara sosial. Contoh kekerasan seksual pada anak itu sendiri seperti
pencabulan, pedofilia, pemerkosaan dan lainnya.

Pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal di saat korban dipaksa


untuk melakukan hubungan seksual, khususnya penetrasi dengan alat
kelamin diluar kemauannya sendiri. Pemerkosaan sebagai suatu tindakan
kekerasan yang dinilai sangat merugikan dan mengganggu ketentraman
dan ketertiban hidup, terutama bagi korbannya. Saat ini tindak pidana
perkosaan merupakan kejahatan yang mendapat perhatian di kalangan
masyarakat, karena tindak pidana perkosaan tidak hanya terjadi di kota-
kota besar yang relatif lebih maju kebudayaan dan kesadaran atau
pengetahuan hukumnya, tapi juga terjadi di pedesaan relatif masih
memegang nilai tradisi dan adat istiadat.[ CITATION Has11 \l 1057 ]

Pemerkosaan berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri,


memaksa, merampas, atau membawa pergi (Suryono 2001). Dalam kamus
besar bahasa Indonesia (KBBI), perkosaan berasal dari kata perkosaan
yang berarti menggagahi atau melanggar dengan kekerasan. Perbuatan

v
pemerkosaan merupakan perbuatan kriminal yang berwatak seksual yang
terjadi ketika seseorang manusia memaksa manusia lain untuk melakukan
hubungan seksual dalam bentuk penetrasi vagina dengan penis, secara
paksa atau dengan cara kekerasan. Perkosaan termasuk sebagai tindak
pidana, karena perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur dari tindak
pidana, baik unsur formil maupun unsur materiil. Perkosaan dianggap oleh
masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut untuk dilakukan karena
merampas hak asasi seseorang dan menimbulkan trauma kepada
korbannya, selain itu perbuatan perkosaan dilarang oleh hukum
sebagaimana diatur di dalam (KUHP).

masalah perkosaan tidak dapat lagi dipandang sebagai masalah


antar individu belaka, tetapi merupakan problem sosial yang terkait
dengan masalah hak asasi manusia, khususnya yang berkaitan dengan
perlindungan terhadap segala bentuk penyiksaan, kekerasan, kekejaman
dan pengabaian martabat manusia. Tindak pidana perkosaan sebagaimana
diatur dalam KUHP Pasal 285 yang berbunyi sebagai
berikut:‟Barangsiapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman
memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena
perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas
tahun.”

B. Kejahatan Pemerkosaan Terhadap Anak Upaya Penanggulangan


Dalam usaha untuk menanggulangi kejahatan mempunyai dua cara
yaitu Preventif (mencegah sebelum Terjadinya Kejahatan) dan Represif
(usaha sesudah terjadinya kejahatan).10 Dikatakan sebagai perbedaan
secara kasar, karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat
sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Mengingat upaya
penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat pencegahan
untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah mengenai
faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor
kondusif itu antara lain berpusat pada masalahmasalah atau kondisi-
kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat
menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan.
Menurut pendapat para ahli upayaupaya dalam penanggulangan
masalah ini, yaitu dengan cara :
1. Upaya dilingkungan Keluarga
 Menciptakan keluarga yang harmonis, terbuka dan jauh dari
kekacauan. Dengan keadaan keluarga yang seperti ini,
mengakibatkan seseorang lebih sering tinggal dirumah dari pada
keluyuran diluar.
 Memberikan kemerdekaan kepada setiap anggota keluarga
untuk mengemukakan pendapatnya dalam batas-batas kewajaran

vi
tertentu.dengan tindakan seperti ini seseorang dapat berani
untuk menentukan langkahnya, tanpa ada keraguan dan paksaan
dari berbagai pihak. Sehingga mereka dapat lebih
bertanggungjawab terhadap apa yang mereka kerjakan.
 Orang tua selalu berbagi pngalaman, cerita dan informasi
kepada anak-anak sehingga mereka dapat memilih figure dan
sikap yang cocok untuk dijadikan pegangan dalam bertingkah
laku agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang kerap
terjadi.
 Orang tua sebaiknya memperlihatkan sikap-sikap yang pantas
dan dapat diteladani oleh anak-anak mereka.
2.Upaya di lingkungan Masyarakat
a.Menegur sekelompok orang yang sedang melakukan tindakan-
tindakan yang sudah melanggar norma, seperti norma agama, norma
kesopanan, norma kesusilaan.
b. Menjadi masyarakat eladan yang baik bagi orang-orang yang tinggal
dilingkungan tempat tinggalnya. Baik itu di dalam masyarakat
perkotaan atau pedesaan.
3. Upaya Pemerintah yang diwujudkan dalam kegiatankegiatan untuk
mencegah terjadinya perilaku kejahatan perkosaan yang dilakukan
oleh orang dewasa terhadap anak dengan cara melakukan sosialisasi
di masyarakat.

C. Pengaruh atau dampak perkembangan mental dan psikologis


Anak yang menjadi korban kekerasan seksual seperti pemerkosaan
dapat memberikan dampak atau pengaruh bagi perkembangan mental,
sosisal, psikologis serta fisik anak korban pemerkosaan untuk kehidupan
kedepannya [ CITATION Eka10 \l 1057 ]. Pengaruh perkembangan yang
terjadi pada korban pemerkosaan itu bisa membuat pengaruh jangka
pendek maupun jangka panjang. Sehingga gangguan ini mengakibatkan
anak tidak dapat tumbuh dan berkembang secara normal. Berikut pengaruh
atau dampak terhadap perkembangan fisik, mental serta psikologis anak
korban pemerkosaan :

1. Perkembangan otak
Kekerasan seksual pada anak merupakan suatu peristiwa yang
traumatik. Adanya bukti pada bidang neurobiology dan
epidemiologi menunjukkan pengalaman buruk yang terjadi pada
kehidupan awal dapat menyebabkan perubahan jangka panjang
dalam beberapa sistem otak. Pada kondisi yang lebih buruk,
dimana terdapat peningkatan frekuensi pengalaman masa kecil
pada awal kehidupan sangat berhubungan dengan disfungsi otak
yang permanen dan juga dikaitkan dengan efek yang dapat

vii
merusak kesehatan dan kualitas hidup (Anda et al, 2006) . Trauma
pada anak akan menyebabkan:
 otak menjadi kurang berkembang dan fungsinya menjadi tidak
teratur, sehingga hal ini dapat membuat anak kurang mampu
secara intelektual, secara verbal, atau emosional dalam
menanggapi pengalaman yang normal terlebih pada
pengalaman yang traumatis.
 tidak mampu berkonsentrasi
 fokus perhatian menurun
2. perkembangan psikologis dan emosional
Pada anak korban pemerkosaan pastinya muncul gangguan-
gangguan psikologis seperti :
 pasca-trauma stress disorder (trauma yang berkepanjangan)
PTSD didefinisikan sebagai suatu kejadian atau beberapa
kejadian trauma yang dialami atau disaksikan secara langsung
oleh seorang berupa kematian atau ancaman kematian, cidera
serius, ancaman terhadap integritas fisik atas diri seseorang.
Kejadian tersebut harus menciptakan ketakutan yang ekstrem,
horor, rasa tidak berdaya. (Sadock, B.J & Sadock, V.A., 2010)
 kecemasan, depresi, ketakutan
 penyakit jiwa lain termasuk gangguan kepribadian dan
gangguan identitas disosiatif
 Cenderung diam
 Korban suka melamun
 Korban merasa malu dan minder terhadap teman-temanya.
 Perkembangan emosi yang tidak stabil
 adanya perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri
 memiliki mental yang penakut seperti rasa takut berhubungan
dengan orang lain dan ketakutan dengan hal yang berhubungan
dengan penyalahgunaan termasuk benda, bau, tempat,
kunjungan dokter

3. Perkembangan sosial
Anak korban pemerkosaan cenderung mengalami kemunduran
dalam sosial misalnya :
 kemunduran dalam ber interaksi sosial
 Tidak bisa melanjutkan sekolah/putus sekolah
 Tidak mau bergaul dengan lingkungan sekitar
 Sulit percaya terhadap orang lain
 Malas melakukan aktivitas diluar rumah.

viii
D. Terapi medis dan keperawatan pada anak korban pemerkosaan
Proses terapi atau pengobatan pada anak korban pemerkosaan
memiliki 2 macam pengobatan[ CITATION Asr17 \l 1057 ] yaitu pengobatan
farmakoterapi dan terapi keperawatan yang bisa digunakan untuk
membantu memulihkan proses trauma pada anak korban pemerkosaan
yaitu seperti :
1. farmakoterapi
dapat berupa terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan pasien
yang sudah dikenal. Terapi anti depresiva pada gangguan stres pasca
traumatik ini masih kon -troversial. Obat yang biasa digunakan adalah
benzodiazepin, litium, camcolit dan zat pemblok beta – seperti
propranolol, klonidin, dan karbamazepin.
2. Terapi keperawatan (psikoterapi)
a. Konseling psikoreligius
hasil review Hefti (2011) terhadap sejumlah hasil penelitian
penting tentang dampak positif religi dan spiritual terhadap
kesehatan mental seperti lebih sehat secara fisik, lebih mampu
melakukan penyesuaian secara psikologis serta tingkat yang lebih
rendah dalam problem perilaku sosial. Religi dan spiritual juga
membantu individu untuk memiliki harapan serta dorongan untuk
mengalami pertumbuhan diri secara positif.
Meichenbaum seorang ahli terapi kognitif menegaskan pentingnya
spiritualitas dalam proses penyembuhan termasuk untuk kasus
trauma. Kolaborasi spiritual dalam konseling dan psikoterapi
menjadi hal yang penting karena banyaknya penelitian yang
membuktikan peran keyakinan dan perilaku spiritual dalam
kesehatan mental dan pengaruhnya dalam proses psikoterapi
(Daniels & Fitzpatrick, 2013; Plumb, 2011).
b. Cognitive therapy
Terapi yang untuk membantu merubah kepercayaan yang tidak
rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan-
kegiatan kita. Misalnya seorang korban kejahatan seksual yang
mungkin menyalahkan diri sendiri karena tidak hati-hati.tujuan dari
kognitif erapi sendiri adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran yang
tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak
rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian
mengadopsi pikiran yang lebih positif.

c. Terapi Bermain
Play therapy menjadi alternatif penanganan yang cukup efektif
untuk membantu mengatasi gejala PTSD pada anak korban
pemerkosaan. Terapi ini dilakukan dengan berbagai jenis

ix
permainan yang sesuai dengan kondisi kelompok sasaran. Terapis
memakai permainan untuk memulai topik yang tidak dapat dimulai
secara langsung. Hal ini dapat membanu anak lebih merasa
nyaman dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya.

d. Anxiety Management.
Terapis mengajarkan beberapa ketrampilan untuk membantu
mengatasi gejala stres pasca trauma melalui:
 relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan
kecemasan secara sistematis dan merelaksasikan kelompok
otot-otot utama

E. Peran Perawat dalam Menangani Kasus Anak Korban Pemerkosaan


Dalam kasus kekerasan seksual (pemerkosaan) yang dapat
memberikan dampak kepada korbannya terhadap fisik, psikologis, mental
dan sosialnya. Hal ini yang bisa membuat anak korban pemerkosaan
traumatis yang berkepanjangan dan disinilah peran perawat dibutuhkan.
Peran perawat dalam hal ini yaitu memberikan intervensi keperawatan
yang tidak hanya ditujukan kepada individu korban pemerkosaan setelah
terjadi tindak kekerasan, tetapi juga difokuskan kepada pencegahan
perilaku yang dapat memotivasi pelaku tindak kekerasan untuk melakukan
pemerkosaan melalui pembinaan di dalam keluarga dan lingkungan sosial.
Pembahasan tentang peran perawat tidak hanya dibatasi pada tindak
perkosaan, tetapi juga tindak kekerasan secara umum yang dimulai dengan
tindak kekerasan didalam rumah tangga.

Peran perawat dalam penanganan korban kekerasan seksual pada


anak Prof Dr. Achir Yani, S H. DNSC, terkait erat dengan peran perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan seperti komunikator, edukator,
advokat, konselor serta pembawa perubahan. [ CITATION Dah15 \l 1057 ]

Sebagai komunikasi yang direncanakan secara sadar dan


mempunyai tujuan, pelaku komunikasi terapeutik perlu menrencanakan
tahapan dari pelaksanaan komunikasi terapeutik. Tahapan komunikasi
terapuetik secara umum dibagi dalam berbagai dimensi sebagai berikut :
tahap pra interaksi, tahap perkenalan, tahap orientasi, tahap kerja, dan
tahap terminasi. [ CITATION Wah13 \l 1057 ]. Menurut Potter dan Perry,
Ketika berkomunikasi terapeutik dengan anak petugas medis maupun
konselor biasanya menggunakan teknik khusus yang disesuaikan dengan
berbagai tahap perkembangannya. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar
komunikasi dapat berlangsung secara efektif. Selain itu, petugas medis
atau konselor harus mengerti pengaruh perkembangan bahasa dan proses

x
berpikir yang mempengaruhi cara dan sikap anak dalam berkomunikasi.
[ CITATION Fat11 \l 1057 ]

Selain proses perkenalan yang pendamping lakukan dengan


korban, perkenalan dengan orang-orang disekitar korban seperti keluarga
korban juga merupakan hal yang penting.[ CITATION Tia18 \l 1057 ]

Dalam komunikasi terapeutik selama proses pendampingan, dapat


dilihat bahwa pendamping tidak hanya memberikan pesan-pesan yang
bersifat terapeutik (penyembuhan) terhadap korban, namun pendamping
juga menjalankan tugasnya untuk memberikan pesan-pesan yang
mengubah sudut pandang lingkungan disekitar korban menjadi hal yang
positif. Karena dampak yang muncul dari lingkungan juga dapat
mempengaruhi kondisi psikologis korban, sehingga cara ini dapat
membantu memulihkan kondisi korban maupun kondisi lingkungan di
sekitar korban.[ CITATION Tia18 \l 1057 ]

Peran perawat yang lainnya yaitu seperti memberikan edukasi atau


pendidikan terhadap orang tua dan anak bagaimana pentingnya pendidikan
seks sejak dini . pengetahuan yang baik akan mempengaruhi seseorang
dalam menentukan sikap dan sikap yang baik akan mempengaruhi
seseorang dalam menentukan sikap dan sikap yang baik akan
mempengaruhi seseorang dalam melakukan suatu tindakan, dimana
pengetahuan dan sikap menjadi dasar tindakan/perilaku seseorang. Oleh
karenanya pendidikan kekerasan seksual penting bagi orang tua dan anak
untuk menjadi dasar tindakannya dalam mengurangi/ menjauhi perilaku
kekerasan seksual dan akibat yang ditimbulkan. Pendidikan yang
diberikan pada orang tua tujuannya agar mereka selalu menjaga dan
mendidik anaknya agar anak tidak menjadi korban kekerasan seksual yang
bisa merusak masa depan anak. Oleh karena itu, sebagai orang tua agar
berperan aktif dalam menjaga dan mendidik pergaulan anaknya sehingga
anak bisa mengetahui perilaku orang-orang yang mempuyai niat buruk
terhadap dirinya. [ CITATION Fat16 \l 1057 ]

F. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Menurut doengoes et.al (2007) pengkajian anak yang mengalami
penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain :
a.) Aktivitas dan istirahat
Pada pola ini yang dikaji yaitu masalah tidur dan aktivitas pada
klien. Biasanya pada klien dengan korban pemerkosaan
mengalami kesulitan untuk istirahat dan melakukan aktivitas
seperti :

xi
 tidak dapat tidur atau tidur berlebihan
 sering mimpi buruk
 berjalan saat tidur
 tidur ditempat yang asing
 klien biasanya merasa malas dalam beraktivitas
 merasa keletihan, kecapekan
b.) Integritas ego
Pada pengkajian pola integritas ego, klien dengan korban
pemerkosaan biasanya mengalami atau merasa seperti :
a. Pencapaian diri negatif, menyalahkan diri sendiri/
meminta ampun (maaf) karena tindakannya terhadap
orang tua
b. Merasa harga diri rendah (pelaku/korban penganiayaan
seksual yang selamat)
c. Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asa
dan tidak berdaya
d. Minimisasi atau penyangkalan signifikan perilaku
(mekanisme pertahanan yang paling dominan/
menonjol)
e. Penghindaran atau takut pada orang, tempat, objek
tertentu, sikap menunduk, takut
f. Melaporkan faktor stress (misalnya keluarga tidak
bekerja, perubahan finansisal, pola hidup, perselisihan
dalam pernikahan
g. Permusuhan terhadap atau objek dan tidak percaya
pada orang lain.
c. Eliminasi :
Didalam pola eliminasi ini biasanya ada perubahan atau
gangguan pada klien dengan korban pemerkosaan seperti :
a. Enurisis, enkropresis
b. Infeksi saluran kemih yang berulang
c. Perubahan tonus sfingter
1) Makan dan minum
Sering muntah, perubahan selera makan (anoreksia), makan
yang berlebihan, perubahan berat badan, kegagalan
memperoleh berat badan yang sesuai
2) Hygiene
a. Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan
kondisi cuaca (penganiayaan seksual) atau tidak
adekuat memberi perlindungan
b. Mandi berlebihan, penampilan kotor atau tidak
terpelihara

xii
d. Neurosensori
Biasanya pada klien dengan korban pemerkosaan terjadi gangguan
seperti :
a. Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif atau
menuntut), sangat amuk atau pasivitas dan menarik diri,
perilaku tidak sesuai dengan usia
b. Status mental : memori tidak sadar, periode amnesia,
laporan adanya pengingatan atau ingatan buruk kembali,
pikiran tidak terorganisasi, kesulitan konsentrasi/ membuat
keputusan, afek tidak sesuai, sangat cemas, waspada dan
depresi
c. Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, kebaikan dan
penyesalan yang dalam setelah penganiayaan seksual
terjadi
d. Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang buruk,
keterampilan koping terbatas, kurang empati terhadap
orang lain
e. Membantung, melamun, menghisap jempol, atau perilaku
kebiasaan lain : gelisah
f. Manifestasi psikiatrik (misal: fenomena disosiatif mleiputi
kepribadian ganda (penganiayaan seksual), gangguan
kepribadian ambang (korban inses dewasa)
g. Adanya defisit neurologis / kerusakan SSP tanpa tanda-
tanda cedera eksternal
e. Nyeri atau ketidaknyamanan
a. Bergantung pada cedera/ bentuk penganiayaan seksual
b. Berbagai keluhan somatik (misalnya nyeri perut, nyeri panggul
kronis, spastik kolon, sakit kepala).
f. Keamanan
a. Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, terbakar (tersiram
air panas, rokok) ada bagian botak dikepala, ada laserasi,
pendarahan yang tidak wajar, ruam/gatal diarea genital, fisura
anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan parut, perubahan tonus
sfingter.
b. Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, fraktur/ cedera
internal
c. Perilaku mencederai diri sendiri (bunuh diri), keterlibatan
dalam aktivitas dengan risiko tinggi
d. Kurangnya pengawasan sesuai usia, tidak ada perhatian yang
dapat menghindari bahaya di dalam rumah.
g. Seksualitas
a. Adanya perubahan kewaspadaan/aktivitas seksual meliputi :

xiii
 Masturbasi kompulsif
 Permainan seks dewasa sebelum waktunya
 Kecenderyngan mengulang atau melakukan kembali
pengalaman inses
 Kecurigaan yang berlebihan tentang sex
 Secara seksual menganiaya anak lain
b. Perdarahan vagina, laserasi himen linier, bagian mukosa
berlendir
c. Adanya PMS, vaginitis, kutil genital, atau kehamilan (terutama
pada anak )
h. Interaksi sosial
Dalam pola ini klien korban pemerkosaan memiliki gangguan atau
hambatan dalm berinteraksi seperti misalnya :
 Menarik diri dari rumah, masyarakat
 Pola interaksi dalam keluarga secara verbal kurang
responsif
 Peingkatan penggunaan perintah langsung dan pernyataan
kritik
 Penurunan penghargaan atau pengakuan verbal
 Merasa rendah diri (HDR)
 Pencapaian prestasi disekolah rendah atau menurun

2. Diagnosa keperawatan
 Sindrom pasca trauma b.d riwayat korban perilaku kekerasan
 Ketidakberdayaan b.d Interaksi interpersonal tidak memuaskan
 Koping tidak efektif b.d Ketidakadekuatan strategi koping
 Harga diri rendah situasional b.d Perubahan peran sosial
 Isolasi sosial b.d Perubahan Status Mental
 Risiko bunuh diri d.d Gangguan Psikologis

xiv
3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Rencana Keperawatan


. Keperawatan Kriteria hasil Intervensi
1. Sindrom Pasca Setelah dilakukan 1. Identifikasi saat
Trauma b.d Riwayat intervensi keperawatan tingkat ansietas
korban perilaku 3x pertemuan maka berubah (mis.
kekerasan ketahanan personal Kondisi, waktu,
meningkat dengan stresor)
kriteria hasil : 2. Identifikasi
1. Verbalisasi kemampuan
harapan yang mengambil
positif meningkat
keputusan
2. Menggunakan
strategi koping 3. Ciptakan
yang efektif suasana yang
meningkat terapeutik untuk
3. Menunjukkan menumbuhkan
harga diri positif kepercayaan
meningkat 4. Motivasi
4. Mengambil
mengidentifikasi
tanggungjawab
dan mencari situasi yang
dukungan memicu
emosional kecemasan
meningkat 5. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
6. Anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama
pasien, jika
perlu
7. Latih
penggunaan
mekanisme
pertahanan diri
yang tepat
8. Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu

2. Ketidakberdayaan Setelah dilakukan 1. Identifikasi

xv
b.d Interaksi intervensi keperawatan harapan pasien
interpersonal tidak 3x pertemuan maka dan keluarga
memuaskan keberdayaan meningkat dalam
dengan kriteria hasil : pencapaian
1. Pernyataan hidup
mampu 2. Sadarkan bahwa
melakukan kondisi yang
aktivitas dialami
meningkat memiliki nilai
2. Pernyataan penting
frustasi 3. Libatkan pasien
ketergantungan secara aktif
pada orang lain dalam
menurun perawatan
3. Perasaan tertekan 4. Berikan
(depresi) kesempatan
menurun kepada pasien
dan keluarga
terlibat dengan
dukungan
kelompok
5. Anjurkan
mempertahanka
n hubungan
terapeutik
dengan orang
lain
6. Latih menyusun
tujuan yang
sesuai dengan
harapan

3. Koping tidak efektif Setelah dilakukan 1. Identifikasi


b.d intervensi keperawatan kemampuan
Ketidakadekuatan 3x pertemuan maka yang dimiliki
strategi koping status koping membaik 2. Identifikasi
dengan kriteria hasil : kebutuhan dan
1. Perilaku koping keinginan
adaptif terhadap
meningkat dukungan sosial
2. Verbalisasi 3. Diskusikan
kemampuan konsekuensi
mengatasi tidak
masalah menggunakan
meningkat rasa bersalah
3. Verbalisasi dan rasa malu
menyalahkan 4. Tinjau kembali
orang lain kemampuan

xvi
menurun dalam
pengambilan
keputusan
5. Dukung
penggunaan
mekanisme
pertahanan yang
tepat
6. Ajarkan cara
memecahkan
cara secara
konstruktif
7. Latih teknik
relaksasi

4. Harga Diri Rendah Setelah dilakukan 1. Identifikasi


Situasional b.d intervensi keperawatan budaya, agama,
Perubahan peran 3x pertemuan maka ras, jenis
sosial harga diri meningkat kelamin, dan
dengan kriteria hasil : usia terhadap
1. Penilaian diri harga diri
positif meningkat 2. Monitor
2. Perasaan verbalisasi yang
memiliki merendahkan
kelebihan atau diri sendiri
kemampuan 3. Motivasi terlibat
positif meningkat dalam
3. Penerimaan verbalisasi
penilaian positif positif untuk diri
terhadap diri sendiri
sendiri meningkat 4. Diskusikan
pengalaman
yang
meningkatkan
harga diri
5. Jelaskan kepada
keluarga
pentingna
dukungan dalam
perkembangan
konsep positif
diri pasien
6. Anjurkan
mengidentifikasi
kekuatan yang
dimiliki
7. Latih peryataan/
kemampuan

xvii
positif diri
5. Isolasi sosial b.d Setelah dilakukan 1. Identifikasi
perubahan status intervensi keperawatan kemampuan
mental 3x pertemuan maka melakukan
keterlibatkan sosial interaksi dengan
meningkat dengan orang lain
kriteria hasil : 2. Motivasi
1. Minat interaksi berpartisipasi
meningkat dalam aktivitas
2. Perilaku menarik baru dan
diri menurun kegiatan
3. Minat terhadap kelompok
aktivitas 3. Motivasi
meningkat berinteraksi di
laur lingkungan
4. Anjurkan
berinteraksi
dengan orang
lain secara
bertahap
5. Latih
mengekspresika
n marah dengan
tepat
6. Ajarkan terapi
kelompok

6. Resiko Bunuh Diri Setelah dilakukan 1. Identifikasi


d.d Gangguan intervensi keperawatan gejala risiko
psikologis 3x pertemuan maka bunuh diri
kontrol diri meningkat (mis.gangguan
dengan kriteria hasil : mood,
1. Perilaku melukai halusinasi,
diri sendiri/ orang delusi, panik)
lain menurun 2. Identifikasi
2. Perilaku agresif / keinginan dan
amuk menurun pikiran rencana
3. Verbalisasi bunuh diri
ancaman kepada 3. Lakukan
orang lain intervensi
menurun perlindungan
(mis.
Pembatasan
area,
pengekangan
fisik), jika perlu
4. Anjurkan
mendiskusikan

xviii
perasaan yang
dialami kepada
orang lain
5. Jelaskan
tindakan
pencegahan
bunuh diri
kepada keluarga
6. Latih
pencegahan
risiko bunuh diri
(mis.latihan
asertif, relaksasi
otot progresif)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan jelas dilakukan
dengan adanya paksaan baik secara halus maupun kasar. Terjadinya
Pemerkosaan tidak semata-mata karena ada kesempatan, namun
pemerkosaan dapat dipicu oleh 2 faktor yaitu ada faktor internal dan
ekternal. Seperti halnya pemerkosaan yang dapat terjadi karena pakaian
yang dikenakan korban menimbulkan hasrat pada si pelaku untuk
melakukan tindakan pemerkosaan, serta pemerkosaan bisa juga
disebabkan karena rendahnya rasa nilai, moral, asusila dan nilai kesadaran
beragama yang rendah yang dimiliki pelaku pemerkosaan.
Tindakan pemerkosaan memiliki dampak atau pengaruh buruk
terhadap perkembangan anak baik dari segi fisik, mental serta sosial
psikologis. Seperti contoh anak yang mengalami kekerasan seksual
(pemerkosaan) cenderung mengalami trauma, tidak mau berinteraksi
dengan orang lain dan sebagainya. Dampak atau pengaruh yang
ditimbulkan harus cepat dalam mendapatkan penanganan karena jika
penanganannya lambat maka pengaruh yang didapat dari trauma
pemerkosaan akan lebih berdampak atau menjadi berkepanjangan dan
dibawa oleh korban sampai dia dewasa sehingga keberlangsungan
hidupnya di masa depan akan juga ikut terganggu.

xix
B. Saran
Pemerkosaan di Indonesia termasuk masalah yang harus segera di
benahi oleh kita semua karena sebagaimana kita ketahui bahwa tindak
pemerkosaan dapat merusak citra dan moral bangsa.Maka dari itu
pemerintah dan masyarakat harus bekerja keras dalam menaggulangi
tindak pidana pemerkosaan salabutcherh satunya dengan menanamkan
sikap dan perilaku kehidupan keluarga dan lingkungan masyarakat yang
sesuai dengan nilai-nilai moral, budaya, adat istiadat dan ajaran agama
masing-masing serta menindaklanjuti dengan penegakan hukum sesuai
ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku

DAFTAR PUSTAKA

Anda , R., Felitti , V., Brammer , J., Walker , J., Whitfield , C., Pery , B., et al. (2006). The
Enduring Effects of Abuse and Related Adverse Experience in Childhood : A
Convergence of Neurobiology and Epidemology. European Archives of
Psychiatry and Clinical Neuroscience, vo. 256 no.3 174-186.

Asri, S. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kebutuhan Khusus Anak Korban
Kekerasan .

Campbell, R. (2008). The Psychological Impect of Rape Victims Experience with Legal,
Medical and Health Systems. American Psychologist, 702-717.

Chen, L., Murad, Paris , M., Colbenson , K., Sattler , A., Goranson , E., et al. (2010). Sexual
Abuse & Lifethie Diagnosis of Psychiatric Disorder : Systemic Review and Meta
Analysis. Mayo Clinic Proceeding 85(7), 612-629.

Dahlan , T. (2015, Juni 26). Kompasiana . Dipetik Maret 20, 2020, dari Penanganan
Korban Kekerasan Seksual Pada Anak : http://www.kompasiana.com

Daniels, C., & Fitzpatrick, M. (2013). Integrating Spirituality into Counseling and
Psychotheraphy: Theorretical dan Clinical Perspective. Canadian Journal and
Psychotherapy Vol.47 No.3, 315-341.

Doengoes , M., Townsend, M., & Moorhouse, M. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan
Psikiatri (terjemahan) edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran ECG.

xx
Ekandari , M., & Faturochman. (2010). Perkosaan dan Dampak Penyembuhannya. Jurnal
Psikologi No.1, 6-12.

Fatmawati, L., & Maulana, D. (2016). Pengaruh Pendidikan Kekerasan Seksual Terhadap
Perilaku Orang Tua dalam Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak. Journal of
Ners Community VoL.07 No.02, 188-200.

Fatriansari, A. (2011). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Anak dan Tingkat


Kepuasan Keluarga yang Anaknya Menjalani Hospitalisasi di RSUD Al-Ihsan
Provinsi Jawa Barat. Universitas Indonesia.

Fuadi, M. A. (2011). Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah Studi Fenomenologi.


Jurnal Psikologi Islam Vol.8 No.2, 191-208.

Hasan, M. T. (2011). Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Seksual Cetakan kedua.


PT. Refika Aditama hal. 76.

Hefti, R. (2011). Integrating Religion and Spirituality Into Metal Heath Care, Psychiatry
and Psychotheraphy. Religions. 2, 611-627.

Hurairah, A. (2012). Kekerasan Terhadap Anak. Bandung: Nusa Press.

Mukhadiono , Widyo, S., & Wahyudi . (2016). Pemulihan PTSD Anak-Anak Korban
Bencana dengan Play Theraphy. Jurnal Keperawatan Soedirman , vol.11 no.1.

Noviana, I. (2015). Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penangannya. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementrian Sosial RI, 13-
26.

Plumb , A. (2011). Spirituality and Counselling Religion and Spirituality into Therapeutic
Work with Clients. Canadian Journal and Psychotherapy, 1-16.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI .

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan . Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: Edisi 1 DPP PPNI.

Setyawan, D. (2017, September 27 ). Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Dipetik Maret


1, 2020, dari Tahun 2017 KPAI temukan 116 Kasus Kekerasan Seksual Terhadap
Anak: https://www.kpai.go.id/berita/tahun-2017-kpai-temukan-116-kasus-
kekerasan-seksual-terhadap-anak

xxi
Sholichatun, Y. (2018). Pengembangan Panduan Konseling Psikoreligius untuk Remaja
Korban Pemerkosaan. Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling, Vol.4 Nomor 2
Hal.137-144.

Tiara, S., & Pratiwi , M. R. (2018). Proses Pendampingan Melalui Komunikasi Terapeutik
Sebagai Upaya Pemulihan Psikologis Korban Pemerkosaan. Jurnal An-Nida
Vol.10 No.2.

Wahyuni, H. (2016). Faktor Risiko Gangguan Stress Pasca Trauma pada Anak Korban
Pelecehan Seksual. Jurnal Ilmiah Pendidikan.

Wahyuni, S., & Zulfan saam. (2013). Psikologi Keperawatan. Depok: Raja Grafindo
Persada.

Bibliography
(t.thn.).

Anda , R., Felitti , V., Brammer , J., Walker , J., Whitfield , C., Pery , B., & Giles, W. (2006).
The Enduring Effects of Abuse and Related Adverse Experience in Childhood : A
Convergence of Neurobiology and Epidemology. European Archives of
Psychiatry and Clinical Neuroscience, vo. 256 no.3 174-186.

Asri, S. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kebutuhan Khusus Anak Korban
Kekerasan .

Campbell, R. (2008). The Psychological Impect of Rape Victims Experience with Legal,
Medical and Health Systems. American Psychologist, 702-717.

Chen, L., Murad, Paris , M., Colbenson , K., Sattler , A., Goranson , E., . . . Zirakzadeh, A.
(2010). Sexual Abuse & Lifethie Diagnosis of Psychiatric Disorder : Systemic
Review and Meta Analysis. Mayo Clinic Proceeding 85(7), 612-629.

Dahlan , T. (2015, Juni 26). Kompasiana . Dipetik Maret 20, 2020, dari Penanganan
Korban Kekerasan Seksual Pada Anak : http://www.kompasiana.com

Daniels, C., & Fitzpatrick, M. (2013). Integrating Spirituality into Counseling and
Psychotheraphy: Theorretical dan Clinical Perspective. Canadian Journal and
Psychotherapy Vol.47 No.3, 315-341.

xxii
Doengoes , M., Townsend, M., & Moorhouse, M. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan
Psikiatri (terjemahan) edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran ECG.

Ekandari , M., & Faturochman. (2010). Perkosaan dan Dampak Penyembuhannya. Jurnal
Psikologi No.1, 6-12.

Fatmawati, L., & Maulana, D. (2016). Pengaruh Pendidikan Kekerasan Seksual Terhadap
Perilaku Orang Tua dalam Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak. Journal of
Ners Community VoL.07 No.02, 188-200.

Fatriansari, A. (2011). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Anak dan Tingkat


Kepuasan Keluarga yang Anaknya Menjalani Hospitalisasi di RSUD Al-Ihsan
Provinsi Jawa Barat. Universitas Indonesia.

Fuadi, M. A. (2011). Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah Studi Fenomenologi.


Jurnal Psikologi Islam Vol.8 No.2, 191-208.

Hasan, M. T. (2011). Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Seksual Cetakan kedua.


PT. Refika Aditama hal. 76.

Hefti, R. (2011). Integrating Religion and Spirituality Into Metal Heath Care, Psychiatry
and Psychotheraphy. Religions. 2, 611-627.

Hurairah, A. (2012). Kekerasan Terhadap Anak. Bandung: Nusa Press.

Mukhadiono , Widyo, S., & Wahyudi . (2016). Pemulihan PTSD Anak-Anak Korban
Bencana dengan Play Theraphy. Jurnal Keperawatan Soedirman , vol.11 no.1.

Noviana, I. (2015). Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penangannya. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementrian Sosial RI, 13-
26.

Plumb , A. (2011). Spirituality and Counselling Religion and Spirituality into Therapeutic
Work with Clients. Canadian Journal and Psychotherapy, 1-16.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI .

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan . Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: Edisi 1 DPP PPNI.

Setyawan, D. (2017, September 27 ). Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Dipetik Maret


1, 2020, dari Tahun 2017 KPAI temukan 116 Kasus Kekerasan Seksual Terhadap
Anak: https://www.kpai.go.id/berita/tahun-2017-kpai-temukan-116-kasus-
kekerasan-seksual-terhadap-anak

xxiii
Setyawati, R. (2019-2020). Keperawatan medikal bedah 2. semarang: unissula press.

Sholichatun, Y. (2018). Pengembangan Panduan Konseling Psikoreligius untuk Remaja


Korban Pemerkosaan. Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling, Vol.4 Nomor 2
Hal.137-144.

Tiara, S., & Pratiwi , M. R. (2018). Proses Pendampingan Melalui Komunikasi Terapeutik
Sebagai Upaya Pemulihan Psikologis Korban Pemerkosaan. Jurnal An-Nida
Vol.10 No.2.

Wahyuni , H. (2016). Faktor Risiko Gangguan Stress Pasca Trauma Pada Anak Korban
Pelecehan Seksual . Jurnal Ilmiah Pendidikan vol.x no.1 .

Wahyuni , H. (2016). Faktor Risiko Gangguan Stress Pasca Trauma Pada Anak Korban
Pelecehan Seksual . Jurnal Ilmiah Pendidikan .

Wahyuni, H. (2016). Faktor Risiko Gangguan Stress Pasca Trauma pada Anak Korban
Pelecehan Seksual. Jurnal Ilmiah Pendidikan.

Wahyuni, S., & Zulfan saam. (2013). Psikologi Keperawatan. Depok: Raja Grafindo
Persada.

wibowo, A. s. (2017). ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PEMERKOSAAN ANAK.


journal, Upaya Penanggulangan Kejahatan Pemerkosaan Pada Anak.

yulianti, a. (2020). keperawatan maternitas. semarang: faculty of nursing,islamic sultan


agung universty.

xxiv

Anda mungkin juga menyukai