Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KORBAN HUMAN


TRAFFICKING, CHILD ABUSE, DAN DOMESTIK VIOLENCE
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II
Dosen Pengajar : Lia Novianty, S. Kep., Ners., M. Kep

Disusun oleh :
Kelompok 6
Endi Sugani C1AA18038
Fataya Syailla C1AA18044
Meilani Dwi Nurani C1AA18066
Respani Fatimah C1AA18088
Riki Irawan C1AA18092
Siti Nabila F C1AA18106
Alena Jasunda C1AA17013

KELAS 3B
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Klien Korban Human Trafficking, Child Abuse, dan
Domestic Violence” sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada jungjungan besar


Nabi kita Muhammad SAW beserta sahabat, kerabat dan keluarga beliau hingga akhir
zaman, karena beliaulah yang membawa kita dari zaman kegelapan ke jalan yang
terang benderang ini.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada Ibu Lia Novianty, S. Kep., Ners., M. Kep yang telah bersedia menerima
makalah ini meskipun banyak terdapat kekurangan di dalamnya.

Dalam pembuatan makalah ini penulis sangat menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan. Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini bermanfaat dan
dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca dan khususnya kami.

Sukabumi, Maret 2021

Penyusun
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang..............................................................................................................
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................
C. Tujuan...........................................................................................................................
D. Manfaat.........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

A. Konsep Dasar Human Trafficking................................................................................


B. Konsep Dasar Child Abuse...........................................................................................
C. Konsep Dasar Domestic Violence.................................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................................

A. Asuhan Keperawatan Korban Human Trafficking.......................................................


B. Asuhan Keperawatan Korban Child Abuse..................................................................
C. Asuhan Keperawatan Korban Domestic Violence........................................................

BAB IV PENUTUP............................................................................................................

A. Kesimpulan...................................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara


modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan
berkembangnya teknologi informasi, komunikasi dan transformasi maka modus
kejahatan perdagangan manusia semakin canggih. Perdagangan orang/manusia bukan
kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir (organized), dan lintas Negara
(transnational), sehingga dapat dikategorikan sebagai transnational organizedcrime
(TOC)”.
Kasus perdagangan orang yang terjadi, hampir seluruh kasus yang ditemukan
dalam perdagangan manusia korbannya adalah perempuan dan anak. Diperkirakan
setiap tahunnya 600.000-800.000 laki-laki, perempuan dan anak-anak
diperdagangkan menyeberangi perbatasan-perbatasan internasional. Di Indonesia
jumlah anak yang tereksploitasi seksual sebagai dampak perdagangan anak
diperkirakan mencapai 40.000-70.000 anak. Disamping itu, dalam berbagai studi dan
laporan NGO menyatakan bahwa Indonesia merupakan daerah sumber dalam
perdagangan orang, disamping juga sebagai transit dan penerima perdagangan orang.
Selain dari itu, situasi dan kondisi anak Indonesia saat ini, mencerminkan
adanya penyalahgunaan anak (abuse), eksploitatif, diskriminatif dan mengalami
berbagai tindakan kekerasan yang membahayakan perkembangan jasmani, psikologi,
dan sosial anak. Keadaan ini, tentunya sangat memprihatinkan bagi bangsa dan
negara Indonesia, karena anak dari aspek agama merupakan amanah dan karunia dari
Tuhan Yang Maha Esa yang harus di jaga harkat dan martabatnya sebagai mahluk
Ciptaan-nya.
Setelah 24 tahun Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, tepatnya
pada tanggal 25 Agustus 1990 melalui Keppres R.I. No. 36 tahun 1990, Indonesia
belum mempunyai kebijakan dan peraturan perundang-undangan tentang
perlindungan anak yang berorientasi pada Konvensi Hak-hak Anak. Baru pada
tanggal 22 Oktober 2002, Indonesia menetapkan Undang-undang No. 22 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang berorientasi pada hak-hak anak seperti yang
tertuang dalam Konvensi Hak-hak Anak.
Tidak hanya human trafficking dan child abuse. Kekerasan terutama
kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan
kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi.
Kekerasan dalam bentuk apapun dan dilakukan dengan alasan apapun merupakan
bentuk kejahatan yang tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, sekecil apapun
kekerasan yang dilakukan dapat dilaporkan sebagai tindak pidana yang dapat di
proses hukum. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Istilah KDRT sebagaimana ditentukan pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(UUPKDRT) tersebut seringkali disebut dengan kekerasan domestik. Kekerasan
domestik sebetulnya tidak hanya menjangkau hubungan antara suami dengan istri
dalam rumah tangga, namun termasuk juga kekerasan yang terjadi pada pihak lain
yang berada dalam lingkup rumah tangga.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini, yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan human trafficking, child abuse dan domestic
violence?
2. Apa saja asuhan keperawatan pada korban human trafficking, child abuse dan
domestic violence?

C. Tujuan
Tujuan pada makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui konsep dasar mengenai human trafficking, child abuse,
dan domestic violence.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada korban human trafficking, child
abuse, dan domestic violence.

D. Manfaat
Manfaat pada makalah ini, yaitu untuk memberikan informasi tentang
perlakuan salah mengenai human trafficking, child abuse dan domestic violence.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Human Trafficking


1. Definisi Human Trafficking
Trafficking merupakan suatu bentuk kejahatan manusia yang sangat kompleks
dan mengerikan. Trafficking tidak lagi sekedar praktik perbudakan manusia oleh
manusia sebagaimana telah terjadi di masa lalu, melainkan prosesnya dilakukan
dengan kekerasan fisik, mental, seksual, penindasan, sosial, dan ekonomi, dengan
modus yang sangat beragam, mulai dengan cara yang halus seperti bujukan dan
penipuan sampai dengan cara yang kasar seperti paksaan dan perampasan (Wyatt,
2009).
Sedangkan menurut UN Trafficking Protocol (Protokol PBB) definisi
mengenai perdagangan orang mengalami perkembangan sampai ditetapkannya
Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Person Especially
Women and Children Suplementing the United Nation Convention Against
Transnational Organized Crime tahun 2000. Dalam protokol tersebut yang
dimaksudkan dengan perdagangan orang (human trafficking) adalah rekrutmen,
transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan
ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain,
penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan, atau penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, ataupun penerimaan/pemberian bayaran, atau
manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali
atas orang tersebut untuk diekploitasi, yang secara minimal termasuk eksploitasi
lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau
pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi
ilegal atau pengambilan organ-organ tubuh.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa human
trafficking adalah perdagangan manusia, lebih khususnya perdagangan perempuan
dan anak yang dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia (trafficker) dengan
cara mengendalikan korban dalam bentuk paksaan, penggunaan kekerasan,
penculikan, tipu daya, penipuan ataupun penyalahgunaan kekuasaan atau
kedudukan rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan
untuk memperoleh persetujuan dari orang yang mengusasai orang lain untuk
tujuan eksploitasi.

2. Faktor – Faktor yang Menyebabkan Human Trafficking


Faktor – faktor yang menyebabkan human trafficking, yaitu :
a. Ekonomi
Faktor utama maraknya trafficking terhadap perempuan adalah
kemiskinan. Saat ini 37 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis
kemiskinan. Sejumlah 83% keluarga perkotaan dan 99% keluarga pedesaan
membelanjakan kurang dari Rp 5.000 /hari (Rahmalia, 2010).
Kurangnya lahan pekerjaan atau masih banyaknya angka
pengangguran melengkapi rendahnya pendapatan atau ekonomimasyarakat.
Keterbatasannya lahan pekerjaan yang dapat menampungperempuan dengan
tingkat keterampilan yang minim menyebabkan banyak perempuan-perempuan
menganggur sehingga kondisi inilah yang dipergunakan dengn baik oleh para
perantara yang menyarankan perempuan-perempuan untuk bekerja. Mereka
dijanjikan untuk bekerja di dalam kota, atau di luarnegeri. Namun
padahakikatnya hal tersebut adalah sasaran empuk bagi para calo untuk
dijadikan korban trafficking.
b. Pendidikan

Menurut Mashud (2006): Pendidikan , 15% wanita dewasa buta huruf


dan separuh dari anak remaja tidak masuk sekolah memberikan peluang untuk
menjadi korban trafficking.Tingkat pendidikan yang rendah juga sangat
mempengaruhi kekerasandan eksploitasi terhadap anak dan perempuan.
Banyaknya anak yang putussekolah, sehingga mereka tidak mempunyai skill
yang memadai untuk mempertahankan hidup. Namun dari data di atas
menunjukkan bahwa kaum perempuan yang paling banyak menganggur.
Kedaan inilah yang menyebabkan mereka menerima tawaran pekerjaan oleh
para perantara yang yang mereka tidak menyadarinya sebagai trafficker
meskipun belum mengetahui seberapa besar uapah atau gaji yang akan
diterimanya.

c. Posisi subordinat perempuan dalam sosial dan budaya


Di Indonesia penelitian-penelitia yang dilakukan di lembaga
pendidikan dan LSM menunjukkan sebagian besar korban perdagangan
manusia adalah perempuandan anak-anak. Indonesia adalah suatu masyarakat
yang patrialkal, suatu struktur komunitas dimana kaum laki-laki yang lebih
memegang kekuasaan, dipersepsi sebagai struktur yang mendegerasi
perempuan baik dalam kebijakan pemerintah maupun dalam perilaku
masyarakat. Misalnya perumusan tentang kedudukan istri dalam hukum
perkawinan, kecenderungan untuk membayar upah buruh wanita di bawah
upah buruh laki-laki, atau kecenderungan lebih mengutamakan anak laki-laki
dari pada anak perempuan dalam bidang pendidikan, merupakan salah satu
refleksi keberadaan perempuan dalam posisi subordinat dibandingkan dengan
laki-laki.
d. Pengaruh globalisasi
Adapun pengaruh dari akibat globalisasi dunia, Indonesia juga tidak
dapat luput dari pengaruh keterbukaan dan Kemajuan di berbagai aspek
teknologi, politik, ekonomi, dan sebagainya. Kemajuan di berbagai aspek
tersebut membawa perubahan pula dalam segi-segi kehidupan sosial dan
budaya yang diacu oleh berbagai kemudahan informasi.
Dampak negatif dari perrubahan dan kemudahan tersebut menjadi
konsekuensi bagi munculnya permasalahan-permasalahan sosial termasuk pada
perempuan dan anak, salah satunya adalah berkembangannya perdagangan
seks pada anak.
3. Bentuk dan Modus Human Trafficking
Beberapa bentuk human trafficking, yaitu :
a. Ekploitasi seksual
Ekploitasi seksual dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Eksploitasi seksusal komersial untuk prostitusi
Kasus umumnya, perempuan yang miskin dari kampung atau
mengalami perceraian karena akibat kawin muda atau putus sekolah
kemudian diajak bekerja ditempat hiburan kemudian dijadikan pekerja seks
atau panti pijat. Korban bekerja untuk mucikari atau disebut juga germo
yang punya peratutan yang eksploitatif, misalnya jam kerja yang tak
terbatas agar menghasilkan uang yang jumlahnya tidak ditentukan. Korban
tidak berdaya untuk menolak melayani laki-laki hidung belang yang
menginginkan tubuhnya dan jika ia menolak maka sang mucikari tidak
segan-segan untuk menyiksanya karena biasanya mereka punya bodigard-
budigard yang mengawasi mereka.
2. Eksploitasi non komersial
Kasus umumnya, pencabulan terhadap anak, perkosaan dan kekerasan
seksual. Banyak pelaku pencabulan dan perkosaan yang dapat dengan
bebas menghirup udara kebebasan dengan tanpa dijerat hukum. Sementara
perempuan sebagai korban harus menderita secara lahir dan batin seumur
hidup bahkan ada yang putus asa dan mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri, ada juga yang karena tidak sanggup menghadapi semuanya terganggu
jiwanya.
b. Pekerja rumah tangga
Pembantu rumah tangga yang bekerja baik di luar maupun di dalam
wilayah Indonesia dijadikan korban kedalam kondisi kerja yang dibawah
paksaan, pengekangan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja. mereka
bekerja dengan jam kerja yang panjang, upah yang tidak dibayar. Selama ini
juga pekerja rumah tangga tau yang disebut pembantu tidaklah dianggap
sebagai pekerja formal melainkan sebagai hubungan informal antara pekerja
dan majikan, dan pekerjaan kasar yang tidak membutuhkan keterampilan. upah
yang diterima sangat rendah dibawah UMR yang tidak sebanding dengan
pekerjaan yang dilakukan, dimana jam kerja yang sangat panjang, tidak ada
libur, bahkan banyak yang tidak ada waku untuk istirahat.
c. Penjualan bayi
Di sejumlah negara maju, motif adopsi anak pada keluarga modern
menjadi salah satu penyebab maraknya incaran trafficker. Keluarga modern
yang enggan mendapatkan keturunan dari hasil pernikahan menjadi rela
mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk mengadopsi anak. Kebutuhan
adopsi massal itulah yang menyebabkan lahirnya para penjual bayi, calo-calo
anak dan segenap jaringannya.
Cara atau modus penjualan bayi bervariasi. Misalnya, beberapa buruh
migran Indonesia yang menjadi korban sebagai perkawinan palsu saat di luar
negeri, dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi secara illegal.
Dalam kasus lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh pembantu rumah
tangga kepercayaannya yang melarikan bayi majikannya kemudian menjual
bayi tersebut kepasar gelap.
d. Pengantin pesanan pos (Mail order bride)
Kasus ini dapat terjadi salah satunya adalah karena tingginya mahar
yang diminta oleh pihak perempuan, sementara laki-laknya tidak mampu
secara ekonomi untuk memenuhinya sedangkan usia mereka lebih dari cukup
untuk menikah. Maka salah satu caranya adalah dengan membeli perempuan
dari luar negeri untuk dinikahinya karena tidak perlu memberikan mahar yang
besar dan lebih mau menuruti apa maunya si laki- laki.
e. Donor paksa organ tubuh
Di Indonesia, modus penjualan organ tubuh ini beranika ragam, ada
yang menjual karena terdesak kebutuhan ekonomi, misalnya yang dilakukan
seorang ibu demi memenuhi biaya hidup, pendidikan bahkan untuk pengobatan
penyakit anaknya ia rela menjual organ ginjalnya atau juga yang dilakukan
dengan cara menipu sang donor. Bahkan ditengarai ada kasus pembubuhan
dengan tujuan mengambil organ tubuh korban kemudian dijual.
Modus lain adalah memanfaatkan organ tubuh para TKW yang meninggal di
luar negeri. Untuk kasus ini seringkali ketika jenazah sampai di dalam negeri
biasanya pihak keluarga tidak diperkenankan meliahat atau membuka peti
jenazah.

Beberapa modus dalam human trafficking, yaitu :

1. Tawaran kerja
Salah satu modus human trafficking yang sering dilakukan adalah
penawaran kerja ke luar pulau atau luar negeri dengan gaji tinggi. Pelaku
biasanya mendatangi rumah calon korbannya dan saat pemberangkatan juga
tanpa dilengkapi surat keterangan dari pemerintah desa setempat.
Cara tersebut dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan sejumlah pihak,
termasuk memberi kemudahan kepada keluarga korban untuk dapat diterima
kerja tanpa harus mengurus sejumlah surat kelengkapan kerja di luar daerah
atau negeri. Dari pihak orang tua korban sudah tidak memperdulikan aturan
atau kelengkapan surat-surat kerja karena sudah termakan oleh bujukan pelaku.
2. Bius
Rayuan dan iming-iming pekerjaan bukan lagi menjadi modus yang
paling sering dilakukan dalam human trafficking, tetapi saat ini orang bisa
menjadi korban perdagangan manusia dengan kekerasan seperti dibius. Modus
ini menggunakan kekerasan, cara modus ini berawal dari penculikan terhadap
korban, kemudian pelaku membiusnya dengan suntikan ataupun dengan alat
yang lain yang digunakan untuk membius. Kemudian korban dibawa dan
dipertemukan dengan sang bos. Setelah itu korban diserahkan jaringan
lainnya untuk dibawa ke negara lain tanpa
membawa paspor untuk dipekerjakan secara paksa sebagai pekerja seks.

4. Dampak Human Trafficking


Beberapa dampak dari human trafficking, yaitu :
a. Dampak psikologi dan kesehatan mental
Menurut Williamson et al. (2010: 2), perempuan korban trafficking
sering mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu peristiwa atau
kejadian yang melibatkan cedera aktual atau terancam kematian yang serius,
atau ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain dan
tanggapan mereka terhadap peristiwa ini sering melibatkan rasa takut yang
sangat, dan ketidakberdayaan, sebagai reaksi umum dari post traumatic stress
disorder (PTSD). Pengalaman traumatis dan ketakutan dialami perempuan
korban trafficking sejak awal mereka ditangkap secara paksa, mengalami
penyekapan di daerah transit sebelum dikirim ke tempat tujuan untuk dijual
dan di eksploitasi (American Association, 2005: 467).
Para perempuan korban trafficking seringkali kehilangan kesempatan
penting untuk mengalami perkembangan sosial, moral, dan spiritual. Hilang
harapan tanpa tujuan hidup yang jelas, suram dan gelap masa depan serta
mengalami beberapa perasaan, yaitu :
1. Kecemasan
Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan
terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan
perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Videbeck, 2008).
2. Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah persepsi yang menggambarkan perilaku
seseorang yang tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil,
suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi
tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan.
b. Dampak sosial
Konsekuensi sosial tersebut sebagai salah satu dampak yang banyak
dialami oleh perempuan. Korban mengalami isolasi sosial, yang berfungsi
sebagai strategi untuk perbudakan dan eksploitasi seksual. Sementara
diperbudak, para korban terutama anak-anak biasanya kehilangan kesempatan
pendidikan dan sosialisasi dengan teman sebayanya (Stotts & Ramey, 2009:
10).
Karena trafficking perempuan tampaknya mengorbankan seluruh
masyarakat, anak dan wanita, isolasi sosial merupakan upaya untuk mencegah
mereka mendapatkan pendidikan dan meningkatkan kerentanan masa depan
mereka untuk diperdagangkan.
c. Dampak kesehatan fisik
Secara fisik, cedra aktual para perempuan korban trafficking terjadi,
karena mereka mengalami kekerasan fisik dan seksual. Mereka seringkali
terpaksa harus tinggal di lingkungan yang tidak manusiawi dan bekerja dalam
kondisi berbahaya. Mereka tidak memiliki gizi yang cukup dan dikenakan
penyiksaan secara brutal pada fisik dan psikis, apabila mereka tidak
memberikan pelayanan seksual yang diinginkan pelanggan “lelaki hidung
belang” atau karena penolakan para korban terhadap eksploitasi seksual.
Korban sering tidak memiliki akses ke perawatan medis yang memadai dan
tinggal dilingkungan yang najis dan tidak layak (Stotts & Ramey, 2009: 10).

5. Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking


Upaya masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta
dukungan ILO dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang
melakukan Program Prevention of Child Trafficking for Labor and Sexual
Exploitation. Tujuan dari program ini adalah:
a. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah
Menegah Atasuntuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak
perempuan.
b. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah
lulus sekolah dasar.
c. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan
penghasilan.
d. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk
memfasilitasi usaha sendiri.
e. Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking
anak.

6. Undang – Undang tentang Human Trafficking

Undang Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Perdagangan Orang. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang Undang Nomor 21 Tahun
2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, definisinya adalah tindakan
perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau
penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain
tersebut,baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan
eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

a. Sanksi bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang


Kurungan Penjara dan atau Denda. Sanksi kurungan penjara, minimal
3 tahun maksimal 15 tahun. Sanksi denda bagi pelaku perorangan Rp 150-600
juta, sementara untuk perusahaan sanksi penjaranya minimal 9 tahun dan
maksimal 45 tahun, atau denda minimal sebesar Rp 360 juta, dan maksimal Rp
1,8 miliar.
b. Korban Human Trafficking
Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental.
fisik, seksual, dan atau sosial yang diakibatkan tindak pidana perdagangan
orang (Pasal 1 ayat 3 UU No 21 Tahun 2007).

B. Konsep Dasar Child Abuse


1. Definisi Child Abuse
Child abuse pertama kali dilaporkan oleh Ambroise Tardie, seorang ahli
patologi dan kedokteran forensik Perancis pada tahun 1860. Dalam bahasa
Indonesia istilah Child Abuse ini diartikan sebagai kekerasan terhadap anak. Child
abuse adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik atau pun
emosional, penyalahgunaan seksual, pelalaian, eksploitasi komersial atau
eksploitasi lain yang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata ataupun potensial
terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak,
ataupun martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab,
kepercayaan, atau kekuasaan.
Suyanto (Tursilarini, 2005) mendefinisikan kekerasan pada anak sebagai
peristiwa perlukaan fisik, mental dan seksual yang umumnya dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang
semua ini diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan serta
kesejahteraan anak. Menurut WHO (dalam Suharto, 2007) kekerasan pada anak
adalah tindakan yang melukai secara berulang-ulang baik fisik, emosional pada
anak, melalui desakan hasrat, pukulan badan yang tidak terkendali, degrasi dan
cemoohan permanen dan kekerasan seksual biasa nya dilakukan oleh orang tua
atau pihak lain yang seharusnya merawat anak.

2. Faktor – Faktor yang Menyebabkan Child Abuse


Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebutkan pemicu
kekerasan terhadap anak yang terjadi dilatarbelakangi karena :
a. Kekerasan dalam rumah tangga
Yaitu dalam keluarga terjadi kekerasan yang melibatkan baik pihak
ayah, ibu, dan saudara lainnya. Kondisi ini menyebabkan tidak terelaknya
kekerasan terjadi juga pada anak. Anak seringkali menjadi sasaran kemarahan
orang tua.

b. Disfungsi keluarga
Yaitu peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Adanya
disfungsi peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok
yang membimbing dan menyayangi.
c. Ekonomi
Yaitu kekerasan dapat timbul karena ekonomi, tertekannya kondisi
keluarga yang disebabkan karena adanya himpitan ekonomi adalah faktor
yang banyak terjadi.
d. Pandangan keliru terhadap posisi anak dalam keluarga
Latar belakang terjadinya child abuse dalam suatu keluarga sangat
beragam, misalnya ialah karena kondisi perekonomian keluarga yang sulit,
membuat tingkat stress yang tinggi dalam keluarga sehingga anak menjadi
tempat pelampiasan, atau dengan membiarkan anak dan tidak memenuh
kebutuhannya.
e. Budaya
Latar belakang budaya dapat menjadi pemicu terjadinya kekerasan
pada anak. Kekerasan yang dilakukan bertujuan agar anak menghormati orang
tua dan melakukan seluruh perkataan yang dikatakan oleh orang tua. Dalam
lingkungan budaya tersebut kekerasan yang dilakukan untuk mendidik anak
dianggap sebagai hal yang wajar.
Sedangkan menurut Kusumayati (2002), ada 3 faktor yang berperan
dalam terjadinya kekerasan fisik pada anak, yaitu : Karakteristik orang tua dan
keluarga, Karakterisitik anak yang beresiko tinggi Child Abuse, dan Beban
dari lingkungan.

3. Jenis – Jenis Child Abuse


Santoso (2002) mengatakan istilah kekerasan digunakan untuk
menggambarkan perilaku baik yang terbuka (overt) atau tertutup (covert), dan baik
yang bersifat menyerang (offensive) atau bertahan (defensive) yang disertai
penggunaan kekuatan pada orang lain, oleh karena itu ada 4 jenis kekerasan yang
dapat di definisikan yaitu :
a. Kekerasan terbuka
Yaitu kekerasan yang dapat dilihat secara langsung, contohnya seperti
perkelahian.
b. Kekerasan tertutup
Yaitu kekerasan tersembunyi dan atau tidak dilakukan secara langsung,
contohnya yaitu seperti mengancam.
c. Kekerasan agresif
Yaitu kekerasan yang dilakukan untuk perlindungan, tetapi untuk mendapatkan
sesuatu.
d. Kekerasan defensive
Kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan diri.
Selain itu child abuse terbagi kedalam bebera jenis, diantaranya :
a. Physical abuse
Perbuatan yang menghasilkan luka atau trauma yang tidak terjadi
karena kecelakaan. Kondisi ini dapat terjadi sebagai akibat dari hukuman
fisik. Penganiayaan fisik tersering dilakukan oleh pengasuh atau keluarga dan
dapat pula oleh orang asing bagi si anak. Manifestasi yang biasa nya
ditemukan meliputi memar, luka bakar, patah tulang, trauma kepala dan
cedera pada perut.
b. Kekerasan seksual
Adalah penganiayaan seksual, terdapat hubungan ketergantungan pada
kegiatan seksual antara pelaku terhadap anak yang perkembangan nya belum
matang dan belum menyadari betul, sehingga anak tidak dapat menyetujui.
Tindakan ini meliputi perkosaan, pedofilia, yang meliputi tindakan meraba-
raba (fondling), kontak oral genital, bersetubuh atau penetrasi, eksibisionisme,
dan produksi pornografi yang menggunakan anak
c. Kekerasan psikis atau emosi
Yaitu perilaku yang menimbulkan trauma psokologis pad anak
(menghina, mengancam, merendahkan). Sebagian besar kasus kekerasan
psikis dan emosi menyertai kejadian tindakan kekerasan fisik atau kekerasan
seksual pada anak.
d. Pengabaian anak
Adalah tindakan kurang memperhatikan yang parah atau diulang-ulang
terhadap kebutuhan mendasar pada anak. Sehingga membahayakan atau
mengganggu kesehatan atau perkembangan anak.

4. Masalah yang Timbul pada Child Abuse


Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami Child Abuse, pada
umumnya lebih lambat daripada anak yang normal yaitu :
a. Dampak langsung terhadap kejadian Child Abuse 5% mengalami kematian,
25% mengalami komplikasi serius seperti patah tulang, luka bakar, dan cacat
menetap.
b. Terjadi kerusakan menetap pada susunan saraf yang dapat mengakibatkan
retardasi mental, masalah belajar atau kesulitan belajar, buta, tuli, masalah
dalam perkembangan motor/ pergerakan kasar dan halus, kejadian kejang,
ataksia ataupun hidrosefalus.
c. Pertumban fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya, tetapi
Oates dkk pada tahun 1984 mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang
bermakna dalam tinggi badan dan berat badan dengan anak normal.
d. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan yaitu :
1. Kecerdasan
2. Emosi
3. Kosep diri yang buruk
4. Agresif
5. Hubungan sosial yang buruk
6. Akibat dari seksual abuse (nyeri perinela, sekret vagina, nyeri dan
perdarahan anus).

5. Pencegahan dan Penanggulangan Child Abuse


Agar kekerasan terhadap anak dan remaja dapat diminimalisir bahkan
dihilangkan maka perlu mengetahui lembaga-lembaga yang dapat memberikan
informasi tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak. Antara lain ditingkat
nasional misalnya Komnas Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), LBH
Apik, Yayasan Jurnal Perempuan, Puan Amal Hayati dan sejenisnya. Ditingkat
daerah antara lain : LSM Advokasi, WCC (Woman Crisis Center), LSM
Perempuan, LBH, Pusat Studi Wanita di Perguruan Tinggi, RPK (Ruang
Pelayanan Khusus) di kepolisian, PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) di rumah sakit
dan sebgaianya. Layanan pendampingan dapat berbentuk pendampingan hukum,
medis, psikologis, agama, dan penguatan ekonomi pasca krisis. Layanan ini dapat
dilakukan secara sinergis antara lembaga pemerintah dengan LSM dan masyarakat
(Mufidah, dkk:2006, 75).
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam menanggulangi Child Abuse
antara lain :
a. Tindakan preventif
Untuk mencegah terjadinya kekerasan misalnya sosialisasi penghapusan
kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui kelompok-kelompok
perempuan, organisasi perempuan, LSM, media atau secara individu
melakukan upaya agar siapapun tidak melakukan kekerasan dan tidak menjadi
korban kekerasan.
b. Tindakan edukatif
Misalnya memberikan pendidikan anti kekerasan dan khususnya yang
berbasis gender sejak dini untuk merubah persepsi tentang kekerasan.
c. Tindakan kuratif
Misalnya jika ada kasus, lembaga atau individu memberikan bantuan
untuk memudahkan korban mendapatkan perlindungan, memberikan
penguatan mental dan memberikan informasi yang diperlukan untuk
memperoleh layanan pendampingan oleh pihak-pihak yang terkait.
d. Tindakan rehabilitative
Misalnya membantu pemulihan mental, penguatan ekonomi dan
mendorong tumbuhnya proses bersosialisasi dengan lingkungan pasca krisis
(Mufidah, dkk: 2006, 76-77).
6. Undang – Undang tentang Child Abuse
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam
pengasuhan orang tua/ wali/ atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas
pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :
a. Diskriminasi
b. Eksploitasi , ekonomi maupun seksual
c. Penelantaran
d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan
e. Ketidakadilan
Selanjutnya pasal tentang penganiayaan anak ini diatur khusus dalam Pasal
76C UU 35/2014 yang berbunyi : “Setiap orang dilarang untuk menempatkan,
membiarkan, melakukan, menuruh, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap
anak.”

C. Konsep Dasar Domestic Violence


1. Definisi Domestic Violence
Menurut ilmu kriminalogi, kekerasan sebagai segala sesuatu yang
dipergunakan sedemikian rupa sehingga mengakibatkan kerusakan baik secara
fisik maupun psikis adalah merupakan kekerasan yang bertentangan dengan
hukum kekerasan ini menunjukkan pada tingkah laku yang pertama-tama harus
bertentangan dengan undang-undang, baik tindakan nyata dan memiliki akibat-
akibat kerusakan pada benda atau fisik atau mengakibatkan kesakitan dan
kematian pada seseorang (Missa, 2010).
Definisi ini sangat luas karena menyangkut perbuatan “mengancam”
disamping suatu tindakan nyata (Harkrisnowo, 2003). Kekerasan terhadap
perempuan di dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan
kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan, kesakitan dan
penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman
tertentu, pemaksaan atau perampasan hak-hak secara sewenang-wenang baik yang
terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.
Menurut LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan),
Kekerasan dalam rumah tangga yang dikutip dalam (Wiludjeng, 2005) merupakan
tindakan yang dilakukan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama terhadap
seseorang atau sepihak yang berakibatkan kesengsaraan,penderitaan secara fisik,
seksual, psikis,ekonomi, dan psikologi, termasuk ancaman perbuatan tertentu,
pemaksaan, perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang dalam ruang
lingkup keluarga. Domestic violence dapat diartikan juga dengan tindakan
perkosaan atau pelecehan yang dialami seseorang (kekerasan seksual); kekerasan
terkait dengan masalah ekonomi hingga terkait dengan kesehatan reproduksi
seperti paksaan ikut KB. Secara konsisten di antara pasangan, domestic violence
dipicu oleh ketidaksetiaan, biasanya dalam konteks alkohol atau penggunaan
narkoba (Pasaribu, 2014).

2. Bentuk – Bentuk Domestic Violence


Berdasarkan Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), jenis kekerasan yang dalam lingkup
rumah tangga :
a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit atau luka berat. Perilaku ini membuat korban menjadi trauma dalam
hidupnya sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman (UU No 23 Tahun
2004) . Di seluruh dunia, hampir sepertiga (30%) wanita yang pernah
berhubungan melaporkan bahwa mereka telah mengalami beberapa bentuk
kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan oleh pasangan intim mereka di
masa hidup mereka. Bahkan secara global, sebanyak 38% pembunuhan wanita
dilakukan oleh pasangan intim pria (WHO, 2017).
Ada beberapa bentuk kekerasan fisik menurut WHO (2017) yang
sering terjadi dalam ranah domestic, yaitu menampar atau memukul,
menggigit, memutar tangan, menikam, menendang dan mengancam dengan
suatu benda atau senjata bahkan bisa berakhir dengan membunuh.
b. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam lingkup
rumah tangga yang dapat membuat seseorang merasa takut, trauma dan tidak
percaya diri. Seperti membentak anak atau isteri, selalu mengucapkan kata-
kata kasar(UU No 23 Tahun 2004). Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya atau penderitaan psikis berat seseorang. Adapun tindakan kekerasan
psikis seperti mengejek, menghina, mencaci maki, dan penjagaan yang
berlebihan (WHO, 2017).

c. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah segala tindakan seksual, upaya untuk
mendapatkan tindakan seksual, atau tindakan lain yang ditujukan terhadap
seksualitas seseorang dengan pemaksaan, oleh siapa pun tanpa memandang
hubungan antara pelaku dengan korban, di dalam setiap situasi (UU No 23
Tahun 2004). Setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,
pemaksaan hubungan dengan cara yang tidak wajar atau tidak disukai,
pemaksaan hubungan seksual dengan tujuan komersial atau tujuan tertentu
merupakan bentuk kekerasan dan memaksa selera seksual sendiri, tidak
memperhatikan kepuasan pihak istri (Sutrisminah, 2019).
Kekerasan seksual meliputi; 1). pemaksaan hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkungan ruamh tangga
tersebut, dan 2). Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam
ruang lingkup rumah tanggannya dengan tujuan komersial atau tujuan tertentu,
sehingga berdampak mengalami gangguan fungsi reproduksi, haid tidak
teratur, sering me
d. Kekerasan ekonomi
Berdasarkan Pasal 9 Ayat 2 UU No 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) Penelantaran
sebagaimana dimaksud adalah bagi setiap orang yang mengakibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di
bawah kendali orang tersebut.
Kekerasan ekonomi merupakan tindakan seseorang yang
menelantarkan orang dalam ruang lingkup rumah tangganya, padahal menurut
hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut
contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan
menghabiskan uang istri (Sutrisminah, 2019).
Suatu bentuk pelecehan ketika satu pasangan intim atau kepala
keluarga memiliki kendali atas akses pasangannya ke sumber daya ekonomi,
yang mengurangi kapasitas korban untuk menghidupi diri sendiri dan
memaksa mereka untuk bergantung pada pelaku secara finansial (Adams et al.,
2011).

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Domestic Violence


Domestic Violence nampaknya sudah menjadi sebuah polemik yang serius
pada masa sekarang, bahkan setiap kasus penyebabnya berbeda-beda pula. WHO
(2017) menyebutkan ada beberapa faktor tingkatan yang mempengaruhi kejadian
domestic violence baik di perkotaan maupun di pedesaan, antara lain :
a. Individual factor
1. Usia menikah muda
2. Tingkat pendidikan
3. Menggunakan alcohol dan obat – obatan
4. Gangguan kepribadian
5. Sejarah masa lalu
6. Pekerjaan suami
7. Religuitas suami
b. Relationship factor
1. Ketidakpuasan suami
2. Dominan laki – laki dalam keluarga
3. Pendapatan keluarga (ekonomi)
4. Perselingkuhan
5. Tingkat pendidikan
c. Community and societal factor
1. Budaya
2. Kemiskinan
3. Status sosial
4. Sanksi hukum yang lemah
5. Hukum perkawinan
4. Dampak Domestic Violence
Beberapa dampak domestic violence, yaitu :
a. Terhadap istri (korban)
Kejadian domestic violence memiliki dampak yang panjang pada
korban, tidak hanya dampak fisik tapi korban domestic violence mengalami
gangguan mental dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam Wahab (2010)
dampak domestic violence pada korban seperti :
1. Takut, adalah gambaran tentang perasaan yang mendorong individu untuk
menjauhi sesuatu dan sedapat mungkin menghindari kontak dengan hal
itu. Bentuk ekstrim dari takut adalah phobia. Seseorang yang mengalami
ketakutan berat akan mengalami sakit kepala, penglihatan kabur, dan
tekanan darah naik (Dayakismi, 2003).
2. Khawatir, adalah rasa takut yang tidak mempuanyaio objek yang jelas dan
tanpa objeknya lama sekali, kekuatiran nya menyebabkan rasa tidak
senang, gelisah, tegang, tidak tenang, dan rasa tidak aman,kekuatiran
seseorang untuk melanggar norma masyarakat adalah salah satu bentuk
kekuatiran umum yang terdapat pada setiap orang, dan merupakan sesuatu
yang positif karena akan menyebabkan kehati-hatian dan akan berusaha
untuk menyesuaikan dengan norma masyarakat (Indu et al., 2018).
3. Marah, yaitu hal-hal yang menganggu aktiviats untuk sampai tujuannya,
dengan demikian ketegangan yang terjadi dalam aktivitas itu tidak
mereda, bahkan bertambah (Ellsberg et al., 1999). Bahkan akibat marah
yang begitu memuncak, anak-anak menjadi korban di dalam rumah
tangga, sehingga anak tidak mendapat kasih sayang oleh orang tuanya.
4. Cemburu adalah suatu konsekuensi emosional yang potensial sewaktu-
waktu atau kapan pun hubungan terbentuk. Kehilangan pasangan atau
kemungkinan kehilangan pasangan akan menciptakan emosi, pikiran, dan
perilaku yang rumit yang dapat menghancurkan (Ramadhan, 2017).
Cemburu nampaknya menjadi suatu emosi yang unik yang lebih intens
daripada mundurnya hubungan romantik yang telah ada lama (Worchel,
2000).
5. Stress adalah suatu kondisi seseorang yang mengalami tuntunann emosi
berlebihan dan waktu yang membuatnya sulit mengfungsikan secara
efektif semua wilayah kehidupan. Keadaan ini dapat mengakibat kan
seseorang mudah marah, kekelehan kronis, sehingga menyebabkan
kualitas kerja yang rendah (Ermawati, 2009).
6. Kesedihan adalah rasa sakit yang dalam dan dapat menimbulkan emosi
yang kuat selain gejala fisik. Meskipun demikian, juga dapat menjadi
proses penyembuhan, asalkan dikendali, dihargai, dan diberi kesempatan
untuk dapat dieksperikan (Jacob, 2009).

5. Kesehatan Mental Domestic Violence


Tindakan domestic violence ternyata tidak hanya merugikan pasangan suami
istri yang berkait tapi juga dapat memberikan efek negatif bagi tumbuh
kembangnya anak (Nindya & Margaretha, 2012; Calder, 2004).
a. Perilaku
b. Fisik
c. Sosial
d. Emosional
e. Kognitif

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KORBAN HUMAN TRAFFICKING,
CHILD ABUSE, DAN DOMESTIC VIOLENCE

A. Asuhan Keperawatan pada Korban Human Trafficking


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Seperti nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, agama, dan
sebagainya.
b. Pola persepsi kesehatan atau penanganan kesehatan
Seperti keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, lamanya keluhan,
faktor yang memperberat, upaya yang dilakukan untuk mengatasi keluhan,
riwayat penyakit dulu, persepsi klien tentang status kesehatan dan
kesejahteraan, riwayat kesehatan keluarga, susunan keluarga (genogram),
riwayat alergi
c. Pola nutrisi dan metabolik
d. Pola eliminasi
e. Pola aktivitas dan latihan
f. Pola istirahat dan tidur
g. Pola kognitif dan perseptual
h. Pola persepsi diri atau konsep diri
i. Pola peran dan hubungan
j. Pola seksualitas atau reproduksi
k. Pola koping atau toleransi stress
l. Pola nilai atau kepercayaan
m. Pemeriksaan penunjang
n. Terapi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi
ini tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas di alami secara subjektif
dan dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart & Laraia).
b. Harga diri rendah
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berharga,
tidak berarti, rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri (Keliat, 2011).
c. Risiko trauma

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi pada korban human trafficking, yaitu :

No Diagnosa Tujuan / Kriteria hasil Intervensi


.
1. Ansietas Setelah dilakukan 1.Terapi relaksasi
perawatan 24 jam, ansietas 2.Peningkatan
pasien dapat teratasi dengan koping
tujuan dan kriteria evaluasi : 3.Pengurangan
1.Pasien mampu mengatasi kecemasan
ansietasnya.
2. Harga diri rendah Setelah dilakukan 1. Peningkatan
perawatan 24 jam harga diri citra tubuh
rendah pasien dapat teratasi 2. Peningkatan
dengan tujuan dan kriteria harga diri
evaluasi :
1.Pasien dapat
menyesuaikan diri dengan
perubahan hidup.
3. Risiko trauma Setelah dilakukan 1. Manajemen
perawatan selama 24 jam, lingkungan
risiko trauma dapat teratasi 2. Manajemen
dengan tujuan dan kriteria penekanan
hasil :
1. Pasien mampu
menghindari cedera fisik

B. Asuhan Keperawatan pada Korban Child Abuse


1. Pengkajian
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk mengakkan diagnose
keperawatam berkaitan dengan child abuse, antara lain :
a. Psikososial
- Melalaikam diri, baju dan rambut kotor serta bau
- Gagal tumbuh dengan baik
- Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan
psikososial
- With drawl (memisahkan diriI dari orang – orang dewasa
b. Muskuloskeletal
- Fraktur
- Dislokasi
- Keseleo (sprain)
c. Genito Urinaria
- Infeksi saluran kemih
- Perdarahan per-vagina
- Luka pada vagina atau penis
- Nyeri waktu miksi
- Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina dan anus

d. Integumen
- Lesi sirkulasi (biasanya kasus luka bakar karena rokok)
- Luka bakar pada kulit, memar, dan abrasi
- Adanya tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
- Bengkak

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan pengasuhan b.d usia muda terutama remaja, kurang
pengetahuan mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidakadekuatan
pengaturan perawatan anak.
b. Kapasitas adaptif : penurunan intracranial b.d cedera otak
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan memasukkan, mencerna dan mengabsorpsi makanan
karena faktor psikologis.

3. Intervensi Keperawatan
a. DX 1 : Kerusakan pengasuhan b.d usia muda terutama remaja, kurang
pengetahuan mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidakadekuatan
pengaturan perawatan anak.
NOC : setelah dilakukan asuhan keperawatan maka orang tua akan
menunjukkan disiplin yang konstruktif, mengidentifikasi cara yang efektif
untuk mengungkapkan marah atau frustasi yang tidak membahayakan
anak, berpartisipasi aktif dalam konseling atau kelas orang tua.
Intervensi :
- Dukung pengungkapan perasaan
- Bantu orang tua mengidentifikasi defisit atau perubahan menjadi
orang tua
- Berikan kesempatan interaksi yang sering untuk orang tua dan anak
- Keterampilan model peran menjadi orang tua

b. DX 2 : Kapasitas adaptif : penurunan intracranial b.d cedera otak


NOC : setelah dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukaan
peningkatan kapsitas adaptif intrakranial yang ditunjukkan dengan
keseimbangan cairan, keseimbangan elektrolit dan asam basa, status
neurologis dan status neurologia; kesadaran.
Intervensi :
- Pantau tekanan intrakranial dan intra serebral
- Pantau status neurologis pada interval yang teratur
- Perhatikan kejadian yang merangsang terjadinya perubahan pada
gelombang TIK.
- Tentukan data dasar tanda vital dan irama jantung dan pantau perubahan
selama dan sesudah aktifitas.
- Ajarkan pada pemberi perawatan tentang tanda-tanda yamg
mengindikasikan peningkatan TIK (misalnya peningkatan aktifitas
kejang).
- Ajarkan pada pemberi perawatan tentang situasi spesifik yang merangsnag
TIK pada klien (misalnya nyeri dan ansietas)
c. DX 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan memasukkan, mencerna dan mengabsorpsi makanan karena
faktor psikologis.
NOC : setelah dilakukan asuha keperawatan maka klien akan menunjukkan
status gizi; asupan makanan, cairan, dan gizi ditandai dengan indikator berikut
(rentang nilai 1-5 : tidak adekuat, ringan, sedang, kuat atau adekuat total).
Makanan oral, pemberian makan lewat selang atau nutrisi perenteral total
asupan cairan secara oral atau IV.
Intervensi :
- Identifikasi faktor- faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya
nafsu makan pasien.
- Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin, dan elektrolit
- Pengelolaan nutrisi : ketaui makanan kesukaan klien, pantau kandungan
nutrisi dan kalori pada cetakan asupan, timbang klien pada interva yang
tepat.
- Ajarkan metode untuk pencernaan makanan
- Ajarkam klien atau keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal
- Pengelolaan nutrisi : berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana memenuhinya.

C. Asuhan Keperawatan pada Korban Domestic Violence


1. Pengkajian
Pada dasarnya pengkajian pada klien prilaku kekerasan ditunjukan kepada
semua aspek, yaitu :
a. Aspek biologis
Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachkikardi,
muka merah, pupil melebar, pengeluaran urin meningkat
b. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, frustasi,
dendam, ingin memukul orang lain, ngamuk.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu , didapatkan melalui proses
intlektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dan proses intlektual sebagai suatu
pengalaman. Harus mengkaji klien marah, mengidentifikasi penyebab
kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi dan diintrgrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang emosi kemarahan orang lain.

e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa
tidak berdosa. Dapat dikelompokan menjadi 2 macam yaitu :
1. Data objektif : yang ditemukan secara nyata. Didapatkan melalui
observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat
2. Data subjektif : disampaikan secara lisan oleh klien atau keluarga.
Diperoleh dari wawancara perawat kepada klien dan keluarga, disebut
dengan data sekunder.

3. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan


perilaku kekerasan
- Data subjektif : klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang
lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak ngacak
lingkungan.
- Data objektif : klien mengamuk, merusak dan melempar barang-
barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang disekitarnya.
b. Perilaku kekerasan dengan gangguan harga diri : harga diri rendah
- Data subjektif
1. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
2. Klien suka membentak dan suka menyerang orang

- Data objektif
1. Mata merah, wajah agak merah
2. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai

3. Intervensi Keperawatan
a. Resiko mencedrai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
prilaku kekerasan
- Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya
- Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
e. Beri rasa aman dan sikap empati.
f. Lakukan kontak singkat tapi sering.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan :
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.


Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal. Observasi tanda perilaku kekerasan.
b. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa


dilakukan.
Tindakan :
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan. Tanyakan "apakah dengan cara yang
dilakukan masalahnya selesai

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan :
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
b. Prilaku kekerasan dengan gangguan harga diri : harga diri rendah

- Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara


optimal
- Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya,
b. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
d. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki
Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
Utamakan memberi pujian yang realistis.

3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan


Tindakan :
a. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat
digunakan selama sakit Diskusikan pula kemampuan yang dapat
dilanjutkan setelah pulang ke rumah.

4. Klien dapat menetapkan merencanakan kegiatan sesuai


kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan
total ).
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dsn


kemampuannya
Tindakan :
a. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan. Beri pujian atas keberhasilan klien.
b. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Human trafficking merupakan suatu bentuk kejahatan manusia yang sangat


kompleks dan mengerikan. Trafficking tidak lagi sekedar praktik perbudakan
manusia oleh manusia sebagaimana telah terjadi di masa lalu, melainkan
prosesnya dilakukan dengan kekerasan fisik, mental, seksual, penindasan, social,
dan ekonomi, dengan modus yang sangat beragam, mulai dengan cara yang halus
seperti bujukan dan penipuan sampai dengan cara yang kasar seperti paksaan dan
perampasan (Wyatt, 2009).

Child abuse adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik atau
pun emosional, penyalahgunaan seksual, pelalaian, eksploitasi komersial atau
eksploitasi lain yang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata ataupun
potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang
anak, ataupun martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung
jawab, kepercayaan, atau kekuasaan.

Domestic Violence merupakan tindakan yang dilakukan secara sendiri-sendiri


atau bersama-sama terhadap seseorang atau sepihak yang berakibatkan
kesengsaraan,penderitaan secara fisik, seksual, psikis, ekonomi, dan psikologi,
termasuk ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan, perampasan kemerdekaan
secara sewenang-wenang dalam ruang lingkup keluarga.

B. Saran

Makalah ini disarankan dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya, dan bagi
pembaca khususnya agar human trafficking, child abuse, dan domestic violence
bisa diminimalisir bahkan tidak ada lagi dan dapat melaksanakan intervensi
dengan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Ammarudin, M. (2010).Tinjauan tentang trafficking terhadap perempuan. 19 Januari

2012 . http://www.jurnalperempuan.com

Farhana. 2010. Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia. Jakarta: Sinar


Grafika

Hergun Shinigami. 2013. Askep Anak dengan Child Abuse. (Online). Tersedia pada :

https://id.scribd.com/doc/175485413/Askep-Anak-Dengan-Child-Abuse

[diakses pada tanggal 18 maret 2021]


Kustanty, Ulfah, Farida. 2018. Pencegahan, Perlindungan, dan Penanganan
Kekerasan

Terhadap Anak dan Remaja. Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender, 14


(2)

Maknun, Lu’luil. 2017. Kekerasan Terhadap Anak yang Dilakukan oleh Orang Tua

(Child Abuse). MUALLIMUNA : Jurnal Madrasah Ibtidaiyah. Vol. 3 No. 1

Peni, Tri. 2013. Kekerasan pada Anak (Child Abuse) di Pendidikan Anak Usia Dini

Mojokerto. Hospital Majapahit. Vol. 5 No. 2

Syafaat, Rachmad. 2002. Dagang Manusia-Kajian Trafficking Terhadap Perempuan

dan Anak di Jawa Timur. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.

Widiastuti, Daisy. Rini, Sekartini. 2005. Deteksi Dini, Faktor Resiko, dan Dampak

Perlakuan Salah pada Anak. Sari Pediatri. Volume 7 No. 2

BAB II Tinjauan Pustaka Domestic Violence. Diakses dari :


https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.unmuha.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456
789/462/BAB%2520II.pdf%3Fsequence%3D9%26isAllowed
%3Dy&ved=2ahUKEwiS1tSktLbvAhVEyDgGHTT5DhAQFjABegQIARAG&usg=AOvVa
w2vTV__E6KdONiyy0aTOfJ9

Anda mungkin juga menyukai