Di Susun Oleh :
Kelompok
1. Windi Anggriani Dahia ( 1901006 )
2. Rahmawati Inggrit Yunus ( 1901023 )
3. Nurfitriani Ningsi Muhammad ( 1901015 )
4. Riyandi Hamundu ( 1801024)
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan limpahan
rahmat-nya, maka kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu.Berikut ini
penulis susun sebuah makalah dengan judul Aspek legal dan etik dalam keperawatan jiwa
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan jiwa.
Kami ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Dosen pembimbing kami yang
telah membimbing kami dalam mengerjakan makalah ini.Dan kami ucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang juga turut serta dalam mengerjakan tugas ini.
Melalui kata pengantar ini kami terlebih dahulu meminta maaf bilamana isi makalah ini
kurang lengkap dan ada tulisan-tulisan yang kurang tepat.Oleh karena itu kami meminta kritik
dan saran kepada para pembaca.Dengan ini kami mengucapkan terimakasih dan semoga
Allah memberkahi makalah ini sehingga memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perawat merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Sebagai
salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan
praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan
yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai
body of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat
diimplementasikan kepada masyarakat langsung.
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk
implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada
individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan
dari sakit, dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitasi. Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara
langsung berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat
interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun
tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri
pelaku dan penerima praktek keperawatan.
Etika merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatan yang benar. Etika
berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang tidak baik dan dengan kewajiban
moral. Etika merupakan metode penyelidikan yang membantu orang memahami
moralitas perilaku manusia (yaitu ilmu yang mempelajari moralitas), praktik atau
keyakinan kelompok tertentu (misalnya, kedokteran, keperawatan, dll), dan standar
perilaku moral yang diharapkan dari kelompok tertentu sesuai dalam kode etik profesi
kelompok tersebut (Kozier, B : 2010).
Pelayanan kepada umat manusia merupakan fungsi utama perawat dan dasar
adanya profesi keperawatan. Kebutuhan pelayanan keperawatan adalah universal.
Pelayanan profesional berdasarkan kebutuhan manusia- karena itu tidak membedakan
kebangsaan, warna kulit, politik, status sosial dan lain-lain.Keperawatan adalah
pelayanan vital terhadap manusia yang menggunakan manusia juga, yaitu perawat.
Pelayanan ini berdasarkan kepercayaan bahwa perawat akan berbuat hal yang benar, hal
yang diperlukan, dan hal yang mnguntungkan pasien dan kesehatannya. Oleh karena
manusia dalam interaksi bertingkah laku berbeda-beda maka diperlukan pedoman untuk
mengarahkan bagaimana harus bertindak.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami konsep legal dan etik keperawatan
khususnya tentang aspek legal dan etik keperawatan jiwa.
2. Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui aspek legal dan etik dalam keperawatan jiwa
2. Mahasiswa mampu memahami aspek legal dan etik dalam keperawatan jiwa
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep dasar
1. Pengertian
Pengertian Etika keperawatan (nursing ethic) merupakan bentuk ekspresi
bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan di
atur dalam kode etik keperawatan. Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek
aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup
wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk
hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan.
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat
maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat sebagai
profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja membutuhkan
kesabaran.
Etik adalah cabang filosofi yang berkaitan dengan nilai nilai berdasarkan
suatu standar moral dari kelompok atau profesi (Shives, 2012). Menurut Aiken
(2004) Etik adalah seluruh pernyataan tentang benar atau salah dan apa yang
seharusnya dilakukan. Menurut Mandle, Boyle, dan O’Donohoe (1994), dikutip
dari Kozier etik mengatur bagaimana seseorang harus bertindak dan bagaimana
mereka melakukan hubungan dengan orang lain. Dari definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa etik berhubungan dengan bagaimana seseorang bertingkah
laku dan bertindak yang seharusnya dengan menghormati diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.
Etik dapat mengendalikan atau mengatur individu dan keluarga, kelompok
dan masyarakat dalam bertindak. Etik berkembang dari nilai-nilai yang
mendasarinya.
2. Nilai-Nilai Yang Melandasi Etika Keperawatan
nilai-nilai yang melandasi etika keperawatan yang mengacu pada Canadian
Nurses Association 1997 yang dapat digunakan untuk melandasi terapi keluarga
yang diberikan secara universal ( Yani, dkk 2002 ):
a. Health and well being
Perawat menghargai nilai sehat, sejahtera dan memberikan bantuan
terhadap keluarga dalam rangka mencapai derajat sehat yang optimal dalam
kondisi sehat, sakit atau proses kematian secara wajar.
b. Choise
Perawat menghormati dan mendorong agar keluarga memiliki otonomi serta
membantu mereka untuk mengekspresikan kebutuhan kesehatannya
maupun nilai-nilai sehat serta memperoleh informasi dari pelayanan
kesehatan.
c. Dignity
Perawat menghargai dan melakukan advokasi terhadap kemulian atau
martabat keluarga
d. Confidentiality
Perawat melindungi kepercayaan klien mengenai informasi yang
diperolehnya dalam hubungan profesional untuk tidak dibahas diluar tim
kesehatan, kecuali jika seizin keluarga.
e. Fairness
Perawat menerapkan prinsip keadilan dan keterbukaan dalam rangka
membantu klien menerima pengobatan dan pelayanan kesehatan secara
objektif dan proposional sesuai kebutuhan dasar klien.
f. Accountability
Perawat bertindak sedemikian rupa konsisten dengan tanggung jawab
profesinya serta standar praktek keperawatan.
g. Practice environments conducive to safe, competent and ethical care.
Perawat melakukan advokasi terhadap lingkungan prakteknya yang dapat
menciptakan suatu sistem yang terorganisasi dengan baik dan memberi
dukungan secara manusiawi serta menetapkan alokasi sumber dana dan
daya yang diperlukan dalam rangka pemberian pelayanan keperawatan yang
aman, kompeten dan etis
Selain nilai-nilai yang melandasi etik, berbagai prinsip yang melandasi etik perlu
diketahui oleh perawat mental psikiatri yakni :
a. Otonomi
Otonomi adalah kebebasan untuk menentukan yang terbaik bagi klien.
Klien yang memiliki otonomi akan menghargai orang lain tanpa adanya
keterikatan atau mengharapkan keuntungan dari orang lain.
b. Benefisence
Benefisence merupakan wujud perbuatan baik atau menguntungkankan
orang lain
c. Nonmalefisience
Nonmalefisience adalah prinsip melakukan tindakan tanpa bahaya, tidak
menambah penderitaan, tidak membunuh dan tidak mengurangi kebebasan
orang lain.
d. Veracity
Perawat dituntut bicara jujur untuk menyampaikan hal yang sebenarnya dan
terkait dengan konsep bahwa seseorang harus mengatakan secara
meneyeluruh secara benar
e. Justice
Memperlakukan orang lain secara adil tanpa membedakan status sosial, ras,
agama dan sebagainya.
f. Fidelity
Mempertahankan komitmen atau janji.
3. Hak Dan Tanggung Jawab Perawat Jiwa
Perawat psikiatri mempunyai hak dan tanggung jawab membantu tiga peran
legal yaitu: perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat sebagai
pegawai, dan perawat sebagai warga negara. Perawat mungkin akan mengalami
konflik antara ketiga hak dan tanggung jawabnya. Penilaian keperawatan
profesional memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam konteks asuhan
keperawatan, konsekuensi yang mungkin terjadi akibat tindakan seseorang, dan
alternatif tindakan yang mungkin dilakukannya (Stuart & Sundeen, 1995).
Keterampilan utama yang harus dimiliki oleh perawat psikiatri dalam
praktiknya menurut Robert (2002) dalam Stuart & Laraia ( 2005), yaitu:
a. Mampu untuk mengenali pertimbangan etik dalam praktik psikiatri,
meliputi bekerja dengan pengetahuan mengenai konsep etik sebagai dasar
aplikasi dalam memberikan pelayanan pada penyakit mental
b. Mampu menyadari mengenai nilai-nilai diri sendiri, kekuatan, dan
penyimpangan-penyimpangan sebagaimana aplikasi dalam merawat pasien,
meliputi kemampuan untuk mengenal rasa ketidaknyamanan dirinya sendiri
sebagai satu indikator dari potensial masalah etik.
c. Mampu untuk mengidentifikasi keterbatasan keterampilan dan kompetensi
klinik yang dimilikinya
d. Mampu untuk mengantisipasi secara spesifik adanya dilema etik dalam
perawatan
e. Mampu untuk mengkaji sumber-sumber etik di klinik, untuk memperoleh
konsultasi etik, dan untuk mengkaji supervisi berkelanjutan untuk kasus
sulit
f. Mampu untuk mengenal perlindungan tambahan dalam perawatan klinik
pasien dan memonitor keefektifannya.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Stuart & Laraia (2005) bahwa langkah-langkah
dalam penyelesaian dilema etik dan pengambilan keputusan etik, dapat
digambarkan sebagai berikut:
a. Langkah pertama dapatkan informasi yang menjadi latar belakang
terjadinya masalah untuk memperoleh kejelasan gambaran masalah
b. Langkah selanjutnya adalah identifikasi komponen dari etik atau asal dari
dilema, seperti kebebasan berlawanan dengan paksaan atau tindakan
perawatan berlawanan dengan penerimaan hak untuk menolak tindakan
c. Langkah ketiga adalah klarifikasi mengenai hak dan tanggung jawab terkait
dengan semua agen etik atau yang meliputi pengambilan keputusan
d. Semua pilihan yang mungkin harus diekplorasi dengan kejelasan mengenai
tanggung jawabnya pada setiap orang, dengan tujuan dan kemungkinan
yang timbul dari setiap pilihan yang ada
e. Perawat kemudian terlibat dalam aplikasi prinsip, dengan berdasar dari
falsafah keperawatan, pengetahuan keilmuan, dan teori etik. Ada empat
pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:
1) Utilitarianism, yang berfokus pada konsep tindakan
2) Egoism merupakan posisi yang mana individu mencari solusi yang
terbaik secara personal
3) Formalism, pertimbangan dari asal tindakan itu sendiri dan prinsip
yang ada
4) Fairness merupakan dasar dari konsep keadilan, dan manfaat terkait
dengan keuntungan sesuai dengan norma yang menjadi dasar
masyarakat dalam pengambilan keputusan
f. Langkah terakhir, yaitu resolusi dalam tindakan. Berhubungan dengan
konteks harapan sosial dan kebutuhan legal, keputusan perawat dengan
tujuan dan metode yang diimplementasikan.
4. Aspek Legal Untuk Kesehatan Mental Psikiatri
Aspek legal untuk kesehatan mental psikiatri menurut Townsend (2005),
meliputi: confidentiality and right to privacy (kerahasiaan dan hak atas privacy),
informed consent, restrain and seclusion. Menurut Hamid (2005) prinsip etik
dalam kesehatan jiwa terkait dengan hak klien, adalah:
a. Self determination; menolak tritmen, mencari saran/pendapat, memilih
bentuk tritmen lain
b. Informed concent
c. Least restrictive environment/pengekangan seminimal mungkin
d. Tidak bersalah karena gangguan jiwa
e. Hukum dan sistem perlindungan klien gangguan jiwa
f. Keputusan berorientasi pada peningkatan kualitas kehidupan klien
Menurut hukum, semua orang mempunyai hak untuk memutuskan mau
menerima atau menolak terhadap tindakan (Guido, 1997 dalam Townsend,
2005). Sebagai seorang pemberi pelayanan keperawatan dapat dibebani dengan
adanga sergapan dan serangan untuk menyediakan tindakan yang menopang
kehidupan bagi klien yang tidak menyetujui dengan tindakan tersebut. Doktrin
secara rasional tersebut dikatakan sebagai informed concent yang merupakan
suatu pemeliharaan dan perlindungan dari otonomi individual dalam penentuan
apa yang harus dan apa yang tidak harus terjadi terhadap tubuh seseorang (Guido,
1997 dalam Townsend, 2005).
Menurut Townsend (2005), peranan perawat dalam penerapan informed
concent adalah biasanya digambarkan sebagai agen pengambil kebijakan. Seorang
perawat menandatangani format persetujuan sebagai saksi bagi tandatangan klien.
Perawat bertindak sebagai advocat bagi klien untuk memastikan bahwa ada tiga
elemen utama yang harus ada dalam informed concent, yaitu:
B. Hospitalisasi involunter
1. Seharusnya klien masuk ke tempat rawat inap atas dasar sukarela
2. Keinginan klien untuk tidak mau dirawat di rumah sakit dan diobati harus
dihargai, kecuali mereka membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain.
3. Klien dengan kondisi seperti ini dimasukkan ke RS untuk perawatan psikiatri
sampai mereka tidak lagi berbahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain.
4. Seseorang dapat ditahan di fasilitas psikiatri selama 48 sampai 72 jam karena
keadaan darurat sampai dapat dilakukan pemeriksaan untuk menentukan kondisi
klien
5. Negara memiliki komitmen untuk menangani klien dengan masalah
penyalahgunaan zat yang berbahaya bagi diri sendiri atau orang lain
6. Komitmen sipil atau hospitalisasi involunter mengurangi hak klien untuk bebas
atau meninggalkan RS ketika ia menginginkannya. Hak klien yang lain tetap utuh.
C. Keluar Dari Rumah Sakit
1. Klien yang masuk RS secara sukarela memiliki hak untuk meninggalkan RS jika
mereka tidak lagi berbahaya dengan menandatangani suatu permintaan tertulis.
2. Apabila klien masih yang berbahaya bagi dirinya maupun orang lain ingin pulang,
psikiater dapat menahan klien sampai kondisinya benar-benar aman.
3. Studi yang di lakukan Weinberger et al. (1998) menunjukkan bahwa pengadilan
menerima ˂ 50% petisi profesional kesehatan jiwa untuk tindakan hospitalisasi
pada klien psikiatri yang berbahaya. Perhatian pengadilan adalah “klien psikiatri
memiliki hak sipil dan tanpa alasan yang kuat tidak boleh ditahan di RS jika
mereka tidak berbahaya dan tidak ingin dirawat di RS”. Masyarakat menentang
dengan menuntut bahwa mereka patut dilindungi dari individu yang berbahaya.
D. Hak-Hak Pasien Jiwa
1. Hak untuk berkomunikasi dengan orang lain di luar RS dengan berkorespondensi,
telepon dan mendapatkan kunjungan
2. Hak untuk berpakaian
3. Hak untuk beribadah
4. Hak untuk dipekerjakan apabila memungkinkan
5. Hak untuk menyimpan dan membuang barang
6. Hak untuk melaksanakan keinginannya
7. Hak untuk memiliki hubungan kontraktual
8. Hak untuk membeli barang
9. Hak untuk pendidikan
10. Hak untuk habeas corpus
11. Hak untuk pemeriksaan jiwa atas inisiatif pasien
12. Hak pelayanan sipil
13. Hak mempertahankan lisensi hukum; supir, lisensi profesi
14. Hak untuk memuntut dan dituntut
15. Hak untuk menikah dan bercerai
16. Hak untuk tidak mendapatkan restrain mekanik yang tidak perlu
17. Hak untuk review status secara periodik
18. Hak untuk perwalian hukum
19. Hak untuk privasi
20. Hak untuk informend consent
21. Hak untuk menolak perawatan
E. Konservator
Pengangkatan konservator atau pelindung hukum merupakan proses yang terpisah
dari komitmen sipil. Individu yang mengalami disabilitas berat terbukti tidak kompeten
tidak dapat menyediakan makanan, pakaian, dan tempat tinggal bagi diri mereka sendiri
walaupun sumber-sumber tersedia dan tidak dapat bertindak sesuai keinginan mereka
sendiri, dapat memerlukan pengangkatan seorang konservator. Pada kasus ini,
pengadilan menunjuk seseorang untuk bertindak sebagai pelindung hukum. Petugas ini
memiliki banyak tanggung jawab untuk individu tersebut, seperti memberi persetujuan
tindakan, menulis cek, dan membuat kontrak. Klien yang memiliki pelindung hukum
tidak lagi memiliki hak untuk membuat kontrak atau persetujuan hukum (misal,
pernikahan atau penggadaian) yang memerlukan tanda tangan : hal ini mempengaruhi
banyak aktivitas sehari-hari yang kita anggap benar. Karena konservator atau pelindung
hukum berbicara atas nama klien, perawat harus mendapat persetujuan atau izin dari
konservator klien.
Hirarki Dalam Membatasi Pasien Jiwa (Stuart & Laraian, 2001)
Pembatasan bisa dalam makna dibatasi secara fisik atau dibatasi pilihannya. Hirarki dari
yang paling restriktif ke yang kurang restriktif.
1. Ektremitas tubuh
2. Batasan ruang gerak ( kamar isolasi)
3. Batasan dalam aktivitas sehari-hari, misal acara TV, waktu merokok, komunikasi
4. Aktivitas yang bermakna, misalnya: akses untuk ikut rekreasi
5. Pilihan perawatan
6. Kontrol sumber keuangan
7. Ekspresi verbal dan emosional
F. Metode Dalam Pengambilan Keputusan Etis
1. Menunjukan maksud baik.
2. Mengidentifikasi semua orang penting.
3. Mengumpulkan informasi yg relevan.
4. Mengidentifikasi prinsip etis yang penting
5. Mengusulkan tindakan alternatif.
6. Melakukan tindakan
PENGARUH HUKUM DALAM PRAKTEK KEP. JIWA
HAK-HAK
PASIEN
http://fauzistks.blogspot.com/2011/08/teori-perilaku-dan-kognitif.html
TEORI PERILAKU DAN KOGNITIF