Anda di halaman 1dari 8

BAB 1.

LATAR BELAKANG

Bencana diartikan sebagai peristiwaatau rangkaian peristiwa yang mengancam


dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam atau musibah yang menimpa di
suatu negara dapat saja datang secara tiba-tiba, sehingga masyarakat yang berada di
lokasi musibah bencana, tidak sempat melakukan antisipasi pencegahan terhadap
musibah tersebut (Putra dkk., 2015).
Secara geografis wilayah Indonesia terletak di dalam jalur lingkaran bencana
gempa (ring offire), dimana jalur sepanjang 1.200 km dari Sabang sampai Papua
merupakan batas-batas tiga lempengan besar dunia yaitu; lempengan Indo-Australia,
Eurasia dan Pasifik akan berpotensi memicu berbagai kejadian bencana alam yang
besar. Hadi Purnomo & Ronny Sugiantoro (2010) menyebutkan bahwa 87% wilayah
Indonesia adalah rawan bencana alam, sebanyak 383 kabupaten atau kotamadya
merupakan daerah rawan bencana alam dari 440 kabupaten atau kotamadya di seluruh
Indonesia. Bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, gunung meletus, tanah
longsor, dan angin topan yang sering terjadi di Indonesia tentu berdampak
kehancuran, juga menyebabkan penderitaan dan kerugian baik bagi masyarakat
maupun Negara (Putra dkk., 2015)
Perawat sebagai lini terdepan pada pelayanan kesehatan mempunyai tanggung
jawab dan peran yang besar dalam penanganan korban bencana alam. Saat ini
kebutuhan tenaga perawat untuk menangani korban bencana di masyarakat
merupakan kebutuhan terbesar yaitu sebanyak 33 % dari seluruh tenaga kesehatan
yang terlibat. Tenaga perawat merupakan tonggak pertama yang akan dicari oleh
masyarakat yang terkena musibah bencana (Munandar dan Wardaningsih, 2018).
Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi, dimana
perawat tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit saja melainkan
juga dituntut mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi
penanganan antara keadaan siaga dan keadaan normal memang sangat berbeda,
sehingga perawat harus mampu secara skill dan teknik dalam menghadapi kondisi
seperti ini. Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana
dapat dilakukan oleh proesi keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam
berbagai bentuk (Putra dkk., 2015)
Pertolongan yang diberikan perawat kepada korban bencana merupakan salah
satu bentuk caring perawat. Caring merupakan bentuk kepedulian perawat terhadap
klien sebagai bentuk perhatian, penghargaan dan mampu memenuhi kebutuhannya.
Keperawatan merupakan profesi yang mengutamakan sikap caring dan kasih sayang
terhadap klien (Perry, 2012; Firmansyah dkk., 2019). Caring merupakan dasar dan
sentral dalam praktek keperawatan. Perilaku yang ditampilkan caring dalam
keperawatan adalah dengan memberikan rasa nyaman, perhatian, kasih sayang,
peduli, pemeliharaan kesehatan, memberi dorongan, empati, minat, cinta, percaya,
melindungi, kehadiran, mendukung, memberi sentuhan dan siap membantu serta
mengunjungi klien Perilaku seperti itu akan mendorong klien dalam perubahan aspek
fisik, psikologis, spiritual, dan sosial kearah yang lebih baik. Perawat perlu mengenali
kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan biofisik, psikososial, psikolofisikal dan
interpersonal klien (Watson, 2012; Firmansyah dkk., 2019).
Penyedia layanan kesehatan harus dapat memenuhi kebutuhan dari komunitas
yang mendapatkan bencana dengan keterbatasan sumberdaya. Pada saat bencana
berlangsung, perawat harus berhati-hati terhadap potensi rintangan yang ada dalam
memberikan pelayanan dan memodifikasi layanan sesuai kebutuhan. Menyediakan
layanan kesehatan selama bencana juga memerlukan layanan yang terkoordinasi
dengan agensi dan disiplin ilmu yang lain dalam pelayanan kesehatan. Serta
mempertahankan fungsi dari fasilitas layanan kesehatan.

BAB 2. MATERI

2.1 Diskusi Caring dalam Keperawatan Bencana


Caring is all about life. Caring seharusnya sudah blending dalam diri seorang
perawat, Ketika kita sebagai perawat menginginkan adanya seseorang yang kita temui
menjadi bagian dari diri kita itu termasuk wujud dari sikap caring. Caring didalam
bencana memang situasinya terdiri dari berbagai siklus. Perawat memungkinkan
berfikir terkait resiko yang muncul ketika melakukan penyelamatan/ pertolongan
kehidupan pada kondisi bencana sehingga hal tersebut akan menurunkan sikap
caring. Padahal dalam kondisi apapun dalam bencana sekalipun perawat harus
menunjukkan perilaku caring salah satunya pemberian sikap caring pada jenazah.
Korban dalam bencana masih memiliki keluarga sehingga kita harus memenetapkan
identitas korban, kita berikan informasi, kita juga berkoordinasi.
Bencana yang terjadi akan membawa dampak negative pada masyarakat salah
satunya adalah dampak psikologis, perawat harus menunjukkan sikap caring dengan
memberikan tindakan spiritual karena pasien dalam kondisi tersebut membutuhkan
aspek psikososial-spiritual. Perawat dapat melakukan pendekatan dengan
menanyakan pada korban terkait bagaimana terjadinya bencana dan apa yang terjadi
pada mereka sehingga perawat dapat memahami apa yang harus dilakukan. Sikap dan
nilai caring harus diterapkan dalam kondisi apapun, pada pasien sadar maupun tidak
sadar. Caring harus hadir dalam perilaku perawat dalam kondisi tenang maupun
dalam kondisi krisis (bencana).
Caring tidak dapat dimaknai sempit, tetapi caring diimplementasikan sesuai
dengan makna perawat bahwa perawat mempu mengintegrasikan pelayanan
keperawatan dalam siklus sebelum lahir sampai meninggal, dan pasien sehat maupun
sakit. Setting pelayanan keperawatan antara lain di masyarakat, keluarga dan
individu. Caring harus diterapkan dalam kondisi apapun termasuk disaster sekalipun.
Namun bentuk caring yang dilaksanakan dalam kondisi disaster membutuhkan
kompetensi khusus terkait asuhan yang diberikan.
2.2 Caring dalam Keperawatan Bencana berdasarkan Teori

Judul Jurnal : Nurses' Roles, Knowledge And Experience In National Disaster


Preparedness And Emergency Response: A Literature Review
Penulis : (Grochtdreis dkk., 2016).

Mengenai peran umum perawat dalam bencana, memerlukan kompetensi dan


keterampilan yang berbeda. Perawat dianggap sebagai pemain kunci dalam tanggap
darurat. Namun tidak setiap perawat harus mampu memenuhi setiap peran, tetapi
tugas medis selama bencana mungkin wajib dilakukan. Dalam kondisi bencana
perawat akan bekerja di lokasi bencana atau di rumah sakit di dekat daerah bencana
serta akan bekerja di masyarakat. Kesiapan terhadap bencana serta respons yang
efektif dari perawat adalah harapan masyarakat.
Perhatian khusus diberikan pada peran perawat sebelum dan selama peristiwa
bencana terjadi. Untuk bersiap menghadapi bencana, penting untuk mendefinisikan
kompetensi inti yang berlaku untuk kualifikasi profesional perawat yang berbeda.
Beberapa kompetensi keperawatan bencana mungkin sangat terspesialisasi. Perawat
bencana harus memiliki kesadaran dan kesiapan terhadap bencana secara memadai
serta perawat harus dapat menanggapi suatu bencana dengan tepat. Latihan tanggap
darurat dan pelatihan bencana adalah elemen penting dalam mempersiapkan perawat
secara individu dan profesional untuk bencana dan mengevaluasi rencana bencana
yang ada. Selain itu latihan tanggap darurat dan pelatihan bencana perlu dirancang
sesuai dengan kebutuhan lokal dan kebutuhan perawat yang mengarah pada
peningkatan kesediaan perawat untuk menanggapi bencana dan respons seperti itu.
Lingkungan kerja seorang perawat selama memiliki tantangan khusus.
Perawat harus tahu sebelumnya apa yang mungkin dapat mereka lakukan; oleh karena
itu, mempersiapkan mereka melalui pendidikan dan pelatihan sangat penting. Untuk
perawat, harus jelas, bahwa perawatan selama bencana berbeda dari pekerjaan ruStin.
Saling ketergantungan dalam tim akan menjadi lebih penting serta advokasi untuk
pasien, alokasi sumber daya dan keputusan etis yang menantang (misalnya, selama
triase). Kesediaan untuk merespons bencana tergantung pada tingkat kepedulian,
tanggung jawab, dan pengetahuan medis perawat.
BAB 3. KESIMPULAN

Meningkatnya kejadian bencana di seluruh dunia membuat setiap negara lebih


siaga dalam menghadapi hal yang tidak terduga, termasuk bencana alam. Karena itu,
manajemen bencana yang tepat dalam kesiapsiagaan, respon dan fase pemulihan
sangat penting untuk dibentuk. Meskipun banyak disiplin ilmu yang diperlukan untuk
mendukung manajemen bencana, perawat dianggap sebagai salah satu profesi
kesehatan yang harus disiapkan untuk menghadapi dan menangani bencana alam.
Keterlibatan perawat dalam penanganan manajemen bencana merupakan wujud dari
sikap Caring perawat. Caring merupakan bentuk kepedulian perawat terhadap klien
dalam bentuk perhatian, penghargaan serta memenuhi kebutuhannya.
Caring didalam bencana memang situasinya terdiri dari berbagai siklus.
Banyak resiko yang muncul ketika melakukan penyelamatan/ pertolongan kehidupan
pada kondisi bencana sehingga hal tersebut akan menurunkan sikap caring. Padahal
dalam kondisi apapun dalam bencana sekalipun perawat harus menunjukkan perilaku
caring. Caring tidak dapat dimaknai sempit, tetapi caring diimplementasikan sesuai
dengan makna perawat bahwa perawat mempu mengintegrasikan pelayanan
keperawatan dalam siklus sebelum lahir sampai meninggal, dan pasien sehat maupun
sakit. Setting pelayanan keperawatan antara lain di masyarakat, keluarga dan
individu. Caring harus hadir dalam perilaku perawat dalam kondisi tenang maupun
dalam kondisi krisis (bencana).
Perawat dianggap sebagai pemain kunci dalam tanggap darurat pada setting
bencana sehingga perawat perlu mengembangkan kompetensi inti mereka dengan
mempersiapkan diri dan memiliki pengetahuan dasar serta keterampilan untuk
menghadapi bencana. Dengan demikian, perawat bertanggung jawab untuk mencapai
peran dan kompetensi mereka dalam semua tahap bencana, terutama pada fase respon
atau tanggap darurat yang meliputi peringatan, mobilisasi, dan evakuasi adalah
tanggung jawab pertama yang dicapai. Kemudian, menilai masalah kesehatan korban
dan pelaporan data ke instansi pemerintah terkait harus dilakukan dalam rangka untuk
memberikan dan menstabilkan kondisi kesehatan korban bencana.Perawat harus
mengembangkan atau memperbaiki rencana pelayanan dalam kondisi bencana karena
asuhan keperawatan selama bencana akan berbeda dengan kondisi di fasilitas
pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah, C. S., R. Noprianty, dan I. Karana. 2019. Perilaku caring perawat


berdasarkan teori jean watson di ruang rawat inap. Jurnal Kesehatan
Vokasional. 4(1):33–48.

Grochtdreis, T., N. de Jong, N. Harenberg, S. Görres, dan P. Schröder-Bäck. 2016.


Nurses ’ roles , knowledge and experience in national disaster preparedness and
emergency response : a literature review. 1–19.

Munandar, A. dan S. Wardaningsih. 2018. Kesiapsiagaan perawat dalam


penatalaksanaan aspek psikologis akibat bencana alam: a literature review
nursing provisions in psychological aspect management of natural disasters: a
literature review. 9(2):72–81.

Putra, A., R. Juwita, Risna, R. Alfiandi, Y. Arnita, M. Iqbal, dan Ervina. 2015. Peran
dan kepemimpinan perawat dalam manajemen bencana pada fase tanggap
darurat. Idea Nursing Journal. 25–31.

Anda mungkin juga menyukai