Anda di halaman 1dari 30

Model Teori Medeleine Leininger

Disusun oleh :
1. Siti Juhariyah 1810711011
2. Regita Siti Nurjanah 1810711013
3. Nanda Syifa Melinda 1810711031
4. Siti Nur Khasanah 1810711047
5. Rizcha Aristiara 1810711049

Universitas Pembangunan Negeri Veteran Jakarta


S1 Keperawatan
2018
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah Teori Medeleine Leininger. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas Falsafah Keperawatan dari Ibu Desmawati, SKp. Mkep.
Sp.Mat.

Kami sadar bahwa penulisan makalah yang kami buat ini masih memiliki
banyak kekurangan, hal ini karena keterbatasan pengetahuan serta kemampuan
yang kami miliki. Namun kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik mungkin.

Saya mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini dan
dengan senang hati kami menerima saran dan pendapat dari semua pembaca demi
memperbaiki tugas dikelak kemudian hari. Harapan kami, semoga makalah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi kami pribadi dan bagi pembaca.

Depok, 05 September 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..............................................................................................4


1.2 Identifikasi Masalah......................................................................................4
1.3 Tujuan...........................................................................................................4

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Biografi........................................................................................................5
2.2 Sumber Teoritis............................................................................................9
2.3 Konsep Utama dan Definisi...................................................................... 12
2.4 Pengggunaan Bukti Empiris.......................................................................15
2.5 Bentuk Logis..............................................................................................17
2.6 Teori keperawatan berbasis Diversitas dan Universitas Budaya......18
2.7 Asumsi Utama...........................................................................................19
2.8 Kelebihan Teori Madeleine Leininger.................................................22
2.9 Kelemahan Teori Madeleine Leininger...............................................22
2.10 Penerapan Teori Madeleine Leininger dalam Keperawata.............22

BAB III. PENUTUP

3.1 Simpulan....................................................................................................27
3.2 Saran..........................................................................................................28

Daftar Pustaka....................................................................................................................29

iii
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keperawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga, dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga
profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan
menggunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana
ciri sebagai profesi adalah mempunyai body of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta
ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat langsung.
Perawat dalam mempratikan keperawatannya harus memperhatikan budaya dan keyakinan
yang dimiliki oleh klien, sebagaimana yang disebutkan oleh teori model Madeleine Leininger bahwa
teori model ini memiliki tujuan yaitu menyediakan bagi klien pelayanan spesifik secara kultural.
Untuk memberikan asuhan keperawatan dengan budaya tertentu, perlu memperhitungkan tradisi
kultur klien, nilai-nilai kepercayaan ke dalam rencana perawatan.
Berdasarkan latar belakang di atas kami membuat makalah mengenai penerapan teori model
Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan. Hal ini ditujukan supaya lebih memahami teori
model menurut Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan, agar perawat mampu melakukan
pelayanan kesehatan peka budaya kepada klien menjadi lebih baik.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa yang dimaksud teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan ?
2. Apa tujuan dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan ?
3. Apa kelebihan dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan ?
4. Apa kelemahan dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan ?
5. Bagaimana penerapan dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan.
2. Untuk mengetahui tujuan dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan.
3. Untuk mengetahui kelebihan dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatn.
4. Untuk mengetahui kelemahan dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan.
5. Untuk mengetahui penerapan dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek
keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN

4
2.1 Biografi
• Lahir : 13 Juli 1925 Sutton, Nebraska AS
• Meninggal : 10 Agustus 2012 (usia 87) Omaha, Nebraska AS
• Kebangsaan : Amerika
• Pendudukan : Perawat , mantan CEO Asosiasi Perawat Amerika

Madeleine M. Leininger adalah perawat yang memprakasai keperawatan transkultural dan


merupakan pemimpin dalam teori keperawatan transkultural dan teori human care. Leininger
seorang perawat profesional pertama yang mendapat gelar PhD dalam antropologi budaya dan sosial.
Leininger lahir di Sutton, Nebraska, dan memulai karirnya sebagai seorang perawat setelah lulus dari
program diploma disekolah Keperawatan St. Anthony di Denver.
Pada tahun 1950, Ia mendapatkan gelar sarjananya pada jurusan ilmu biologi dari
Benedictine College di Atchison, Kansas, tempat dimana ia juga memperlajari sedikit ilmu
humanistik dan filosofi. Setelah lulus, ia bekerja sebagai instruktur, perawat pelaksana, dan kepala
perawat di unit medikal bedah serta membuka unit psikiatrik ketika ia menjabat sebagai direktur
keperawatan di St. Josephs Hospital di Omaha, Nebraska (Leininger, 1995c, 1996b).
Pada tahun 1954, Leininger mendapat gelar masternya dalam keperawatan jiwa dari Catholic
University of America di Washington, DC. Ia kemudian bekerja di fakultas kesehatan University of
Cincinnati, tempat di mana ia juga memulai program spesialis dengan peminatan keperawatan jiwa
pada anak. Ia memprakarsai berdirinya program pasca sarjana untuk keperawatan jiwa yang pertama
di University of Cincinnati dan Pusat Keperawatan Jiawa Terapeutik di rumah sakit Universitas di
Cincinnati. Pada masa itu, Leininger dan Hofling menulis sebuah buku keperawatan jiwa dasar yang
berjudul Basic Psyhiatric Concepts in Nursing, yang diterbitkan pada tahun 1960 dalam 11 bahasa
(Hofling & Leininger, 1960).
Ketika di Cincinnati, Leininger menemukan bahwa staf keperawatan masih kurang
memahami tentang faktor-faktor budaya yang dapat memengaruhi perilaku anak-anak. Leininger
mengamati bagaimana anak-anak yang berasal dari latar belakang budaya yang beragam , memiliki
respons yang berbeda-beda terhadap perawatan dan tritmen kejiwaan yang diterimanya, sehingga
membuat Leininger sangat khawatir. Ia juga mengkhawatirkan tentang bagaimana tindakan dan
keputusan keperawatan yang telah diambil olehnya maupun stafnya yang lain, tidak cukup adekuat
untuk membantu anak-anak tersebut. Leininger mengajukan banyak pertanyaan pada dirinya sendiri
dan para staf mengenai perbedaan budaya pada anak-anak dan hasil dari terapi yang telah dijalani.
Leininger juga mengamati bahwa hanya sedikit stafnya yang memiliki pengetahuan tentang faktor-
faktor budaya pada diagnosis dan tritmen klien. Margaret Mead menjadi dosen tamu di Departemen

5
Psikiatri University of Cincinnati, dan pada kesempatan tersebut Leininger berdiskusi dengan Mead
tentang hubungan potensial antara keperawatan dengan antropologi. Meskipun tidak mendapat
dorongan dari Mead, Leininger tetap memutuskan untuk melanjutkan pendidikan doktornya dengan
fokus antropologi budaya, sosial, dan psikologi di University of Washington, DC.
Sebagai mahasiswa program doktoral, Leininger mempelajari banyak kebudayaan. Ia
menemukan antropologi sebagai ilmu yang menyenangkan dan ia percaya bahwa semua perawat
juga akan menyukai ilmu ini. Dia berfokus pada orang-orang Gadsup dari Dataran Tinggi Timur dari
New Guinea, dimana ia tinggal bersama masyarakat asli selama 2 tahun serta melakukan studi
etnografi dab etnonursing di dua desa (Leininger,1995c, 1996b).
Dia tidak hanya dapat mengobservasi fitur unik dari suatu budaya, tetapi juga mengamati
sejumlah perbedaan budaya yang terkait dengan praktik Caring dan kesehatan. Berdasarkan hasil
penelitian mendalam yang dilakukannya, disertai pengalaman yang di dapat langsung dari orang-
orang Gadsup, ia mengembakan teori ausah budaya muliknya, yaitu culture care theory of diversity
and university (teori culture care) metode ethnonursing (Leininger,1978, 1981, 1991b, 1995c).
Penelitian dan teori Leininger ini telah membantu mahasiswa keperawatan untuk memahami
perbedaan budaya dalam perawatan manusia, kesehatan dan kesakitan. Dia telah menjadi pelopor
pemimpin perawat yang mendorong banyak mahasiswa dan fakultas untuk mengejar pendidikan
pascasarjana dan praktik.Semangatnya dalam mengembangkan keperawatan transkultural dengan
fokus human care terus berlanjut selama lebih dari 5 dekade.
Leininger (1970, 1978) mengidentifikasi beberapa area umum dari pengetahuan dan minat
penelitian merumuskan konsep keperawatan dan antropologi, juga merumuskan konsep keperawatan
transkultural, teori prinsip, dan prakti. Leininger meletakkan dasar untuk pengembangan
keperawatan transkultural, Teori Culture Care, dan perawat kesehatan berbasis budaya, melalui
bukunya yang berjudul Nursing and Anthropolog : Two Worlds to Blend (1970). Dalam bukunya
yang kedua, Transcultural Nursing : ConceptsTheories, and Practice (1978), Leininger
mengidentifikasi konsep-konsep utama, ide-ide teoritis, dan praktik dalam keperawatan transkultural.
Leininger menciptakan, menjelaskan,dan menggunakan Teori Culture Care untuk
mempelajari banyak kebudayaan yang ada di Amerika Serikat dan seluruh dunia. Dia
mengembangkan metode penelitian kualitatif ethnonursing untuk menyesuaikan teorinya dan untuk
mengetahui perspektif etnis terkait kebudayaan (Leininger, 1991b, 1995c). Metode penelitian
keperwatan yang pertama dikembangkan bagi perawat untuk menguji keperawatan yang kompleks
dan fenomena budaya. Lebih dari 50 perawat yang dengan gelar doktor serta banyak mahasiswa
magister dan sarjana telah disiapkan untuk transculture nursing dan mereka juga telah menggunakan

6
Teori Culture Care dari Leininger (Leininger, 1990a, 1991b; Leininger & McFarland, 2002a;
Leininger & Watson, 1990).
Mata ajar transcultural nursing pertama kali ditawarkan di University of Colorado pada
tahun 1966, dimana Leininger merupakan profesor keperawatan dan antropologi (penganugerahan
gelar profesor keperawatan dari dua bidang ilmu untuk pertama kalinya di Amerika Serikat), dan di
mana ia menginisia dan memimpin program doktoral keperawatan (PhD).
Pada tahun 1969, dia diangkat sebagai Dekan dan Profesor Keperawatan serta sekaligus
sebagai Dosen Anropologi di University of Washington, Seattle. Pada masa itu, ia mendirikan
departemen keperawatan untuk program magister dan doktoral dalam keperawatan transkultural. Dia
menginisiasi sejumlah mata ajar keperawatan transkultural dan membimbing para perawat yang
pertama kali mengambil program PhD dalam keperawatan transkultural. Ia juga mnginisiasi Komite
Keperawatan dan Antropologi bersama dengan American Anthropological bersama dengan
American Anthropological Association pada tahun 1968.
Di tahun 1974, Leininger diangkat menjadi Dekan dan Profesor Keperawatan di College of
Nursing dan Adjunct Professor Anthropologi di University of Utah di Salt LakeCity. Disana,
Leininger menginisiasi program magister dan doktoral dalam keperawatan transkultural (Leininger,
1978). Program tersebut merupakan yang pertama kali menawarkan mata ajar substantif yang
berfokus secara spesifik pada keperawatan transkultural. Leininger direkrut oleh Wayne State
University di Detroit, dimana ia juga menjadi Profesor Keperawatan, Adjunct Professor
Anthropologi, dan Direkrut keperawatan transkultural sampai masa pensiunnya di tahun 1995.
Selama di Wayne State University, ia mengembangkan mata ajar dan seminar-seminar tentang
keperawatan transkultural,caring, dan metode penelitian secara kualitatif.
Dr. Leininger mengajar dan mementor mahasiswa dan perawat yang miliki fokus penelitian
tentang keperawatan transkultural. Sebagai salah satu perawat yang pertama kali menggunakan
metode penelitian kualitatif di tahun 1960, Leininger mengajarkan metode penelitian tersebut di
berbagai universitas di Amerika Serikat dan seluruh dunia. Leininger mempelajari 14 kebudayaan
dan terus melayani konsultasi untuk proyek dan institusi penelitian yang menggunakan Teori Asuhan
Budaya (Culture Care) miliknya.
Teori Asuhan Budaya miliknya telah digunakan di seluruh dunia dan terus berkembang
sesuai dengan penemuan pengetahuan dari berbagai kebudayaan. Leininger menginisiasi
terbentuknya Ikatan Keperawatan Transkultural Nasional (National Transcultural Nursing Society)
pada tahun 1947 dan mendirikan National Research Care Conference di tahun 1978 guna
memfasilitasi perawat untuk memperlajari fenomena asuhan yang manusiawi (Leininger, 1981,
1984a, 1988a, 1990a, 1991b; Leininger & Watson, 1990). Dia juga menginisiasi Journal of

7
Transcultural Nursing di tahun 1989 dan menjadi editor dalam jurnal tersebut sampai dengan tahun
1995.
Leininger bekerja dengan sangat pendidik dan praktisioner untuk memasukkan keperawatan
transkultural dan konsep-konsep keperawatan budaya yang spesifik ke dalam kurikulum keperawatan
dan praktik klinik untuk semua aspek keperawatan (Leininger, 1991b, 1995c,Leininger &
McFarland, 2002a; Leininger & Watson, 1990). Dia tetap aktif pada dua disiplin ilmu dan terus
berkontribusi untuk keperawatan dan antropologi, baik dalam konferensi dan pertemuan nasional
maupun internasional. Dr. Leininger tinggal di Omaha, Nebraska, dan sudah dalam masa pensiun
namum tetap aktif dalam memberi konsultasi, menulis, dan mengajar. Cita-citanya adalah ingin
mendirikan institut keperawatan transkultural untuk memfasilitasi dan mengedukasi tentang
penelitian terkait keperawatan transkultural dan fenomena kesehatan.
Leininger telah menulis dan mengedit lebih dari 30 buku yang termasuk dalam bibliografi
pada bab ini, serta lebih dari 200 artikel dan 45 bab buku. Dia telah tampil dalam beberapa film,
video, DVD, dan laporan penelitian yang berfokus pada keperawatan transkultural, asuhan yang
manusiawi dan fenomena kesehatan, masa depan keperawatan, dan topik-topik yang relevan dalam
keperawatan dan antropologi. Ia bertugas di depan dewan editorial dan merupakan orang yang
memiliki kewenangan untuk memutuskan layak tidaknya publikasi (refereed), dan ia juga aktif
dalam Kelompok Ilmuan Keperawatan Transkultural dan website miliknya (www.madeleine-
leininger.com). Dia merupakan salah satu penulis dalam dunia keperawatan yang paling kreatif,
produktif, inovatif, dan futuristik yang menyediakan materi-materi baru dan substantif mengenai
keperwatan transkultural yang berbasis penelitian untuk memajukan keperawatan sebagai disiplin
ilmu dan profesi.
Leininger telah menerima banyak penghargaan dan penghormatan untuk pencapaian
akademik dan profesionalnya semasa hidup. Dia masuk kedalam kategori Who’s who of American
Women, Who’s who in Health Care, Who’s Who in Community Leaders, Who’s Who of Womenin
Education, International Who’s Who in Community Servicr, Who’s Who in International Wome, dan
banyak katrgori lainnya. Namanya tercantum dalam Daftar Nasional untuk Orang Amerika yang
Terkemuka dan Tokoh-tokoh Internasional, Perempua-perempuan Internasional, Daftar Nasional
Pemimpin Tokoh Masyarakat. Dia telah menerima gelar kehormatan, termasuk the LHD dari kampus
Benedictine di Atchison, Kansas; gelar PhD dari University of Kuopio, Finland; dan gelar Doctorate
of Science (DS) dari the University of Indiana, Indianapolis. Pada tahun 1976 dan 1995, Leininger
diakui untuk kontribusinya yang signifikan bagi Asosisasi Kampus Keperawatan di Amerika
(American Association of Colleges of Nursing) dengan menjadi presiden penuh waktu pertama
dalam asosisasi tersebut. Dia menerima Russell Sage Outstanding Leadership Award pada tahun

8
1995 dan ditunjuk sebagai Fellow of American Academy of Nursing dan Perhimpunan Antropologi
(Society for Applied Anthropology).
Dia adalah ilmuan dan dosen tamu luar biasa pada 85 universitas di Amerika dan seluruh
dunia. Ketika di Wayne State University, Leiningermenerima Board of Regents’ Distinguished
Faculty Award, Distinguished Research Award, President’s Excellence dalam pengajararan, serta
Outstanding Graduate Faculty Mentor Award. Pada tahun 1996, Madonna University, Livonia,
Michigan, memberikan kehormatan untuknya dengan mendedikasikan koleksi buku Leininger dan
sebuah Ruang Baca dengan nama Leininger, sebagai bentuk penghargaan atas kontribusinya yang
luar biasa bagi keperawatan serta ilmu sosial dan humaniora.

2.2 Sumber Teoritis


Teori Leininger berasal dari dua disiplin ilmu yakni, ilmu keperawatan dan antropologi
(Leininger, 1991b, 1995c, Leininger& McFarland, 2002b, 2006). Ia mendefinisikan keperawatan
transkultural sebagai area utama keperawatan yang berfokus pada studi komparasi dan analisi dari
keragaman budaya dan sub budaya di dunia dengan memperhatikan nilai caring , ekspresi,
kepercayaan tentang sehat-sakit,serta pola prilaku mereka.
Tujuan dari teori tersebut adalah untuk menemukan keragaman dan universalitas asuhan
manusiawi dihubungkan dengan cara pandang dunia, struktur sosial, dan dimensi lain, dan kemudian
untuk menemukan cara untuk menyediakan perawatan yang sesuai secara budaya pada orang dengan
budaya yang sama maupun berbeda guna menjaga atau memulihkan kesehatan atau kesejahteraan
mereka atau untuk menghadapi ajal dengan cara yang sesuai dengan kebudayaan mereka (Leininger,
1985b, 1988b, 1988c, 1988d; as cited in 1991b). Tujuan teori ini adalah untuk meningkatkan atau
menyediakan keperawatan yang sesuai budaya perawatan yang menguntungan dan bermanfaat untuk
klien, kluarga, atau kelompok budaya (Leininger 1991b).
Keperawatan transkultural lebih dari sekedar kesadaran untuk menggunakan ilmu
keperawatan asuhan budaya, tetapi juga menerapkan praktik keperawatan yang sesuai budaya dan
penuh tanggung jawab (Leininger, 1991b, 1995c). Leininger menyatakan bahwa akan ada praktik
keperawatan yang merefleksikan praktik keperawatan yang didefinisikan secara kultural, serta
berdasarkan dan spesifik secara kultural guna mengarahkan asuhan keperawatan yang disiapkan
untuk individual, kluarga, kelompok, dan institusi. Pengetahuan tentang perawatan dan budaya
merupakan inti dan penting untuk pendidikan dan praktik keperawatan karena keduanya merupakan
saran yang paling holistik untuk mengkonseptualisasi dan mengerti manusia (V, 1991b, 1995c;
Leininger & McFarland, 2002a, 2006). Ia menyatakan bahwa keperawatan transkultural merupakan
salah satu area studi formal, penelitian, dan praktik yang paling penting, relevan, dan sangat

9
menjanjikan karena kita hidup didunia yang multikultural (Leininger, 1984a, 1988a, 1995c;
Leininger & McFarland, 2002a, 2006). Leininger memprediksi pengetahuan dan kompetensi
keperawatan budaya akan menjadi sangat penting untuk menuntun semua keputusan dan tindakan
keperawatan agar mendapatkan hasil yang baik dan efektif (Leininger, 1991b, 1995c, 1996a, 1996b;
Leininger & McFarland, 2002a, 2006).
Leininger (2002a) membedakan antara keperawatan transkultural dan keperawatan lintas
kultural. Keperawatan transkultural merujuk pada perawat yang disiapkan dalam hal keperawatan
transkultural, yang berkomitmen untuk mengembangkan pengetahuan dan praktik dalam
keperawatan transkutural, sementara keperawatan lintas kultural diartikan sebagai perawat yang
mengaplikasikan konsep-konsep antropologi (Leininger, 1995c; Leininger & McFarland, 2002a). Ia
menspesifikasikan keperawatan internasional dan keperawatan transkultural sebagai berikut :
keperawatan internasional berfokus pada fungsi keperawatan diantara dua budaya; dan, keperawatan
transkultural berfokus pada beberapa budaya dengan suatu teori komparasi dan dasar praktik
(Leininger, 1995c; Leininger & McFarland, 2002a).
Leininger mendeskripsikan perawat transkultural generalis sebagai seorang perawat yang
disiapkan di tingkat sarjana yang mampu menerapkan konsep, prinsip, dan praktik keperawatan
transkultural yang telah disusun oleh perawat transkultural spesiali (Leininger, 1989a, 1989b, 1991c,
1995c; Leininger & McFarland, 2002a). Perawat transkultural spesialis sendiri di siapkan di tingkat
pasca sarjana yang memperoleh persiapan dan bimbingan yang mendalam tentang pengetahuan dan
keperawatan transkultural.
Seorang spesialis keperawatan transkultural mendapatkan keterampilan kompetensinya
melalui pendidikan pasca sarjana. “seorang spesialis keperawatan transkultural telah mempelajari
kebudayaan tertentu dengan cukup mendalam (nilai-nilai, kepercayaan, dan cara hidup) dan dia
sangat berpengetahuan serta berbasis teori tentang perawatan, kesehatan, dan faktor-faktor
lingkungan terkait perspektif keperawatan transkultural” (Leininger, 1984b, hal. 252).
Seorang spesialis keperawatan transkultural adalah seorang praktisi yang ahli dibidangnya,
guru, penelitian, dan konsultan dengan mempertimbangkan budaya tertentu. Individu ini menghargai
dan menggunakan teori keperawatan untuk mengembangkan dan memajukan pengetahuan di dalam
disiplin ilmu transcultural nursing (1995c, 2001).
Leininger (1995b) menyakini dan mempromosikan sebuah teori yang baru dan dengan tipe
yang berbeda. Dia mendefinisikan theory sebagai penemu pengetahuan yang kreatif dan sistematis
tentang sebuah ranah ketertarikan atau sebuah fenomena yang penting untuk dimengerti atau untuk
menjelaskan fenomena yang belum diketahui. Dia meyakini bahwa teori keperawatan harus
mempertimbangkan penemuan kreatif tentang individu, keluarga, dan kelompok serta caring, nilai,

10
ekspresi, kepercayaan dan praktik mereka, yang berdasarkan pada cara pandang budaya mereka
untuk dapat memberikan asuhan yang efektif, memuaskan sertas sesuai dengan budaya yang dianut.
Apabila asuhan keperawatan gagal untuk menyadari aspek budaya dari kebutuhan manusia, akan
muncul bukti ketidakpuasan terhadap pelayanan keperawatan, yang mana akan membatasi
penyembuhan dan kesejahteraan (Leininger, 1991b, 1995a, 1995c; Leininger & McFarland, 2002a,
2006)
Leininger (1991b) telah mengembangkan culture care theory of diversity and universality
dimilikinya, berdasarkan pada keyakinan bahwa seseorang dari budaya yang berbeda dapat
menerangkan dan mampu untuk mengarahkan tenaga profesional untuk dapat memberikan
perawatan sesuai dengan yang mereka harapkan atau butuhkan dari orang lain.
Budaya merupakan cara hidup seseorang yang berpola dan bernilai yang dapat
mempengaruhi keputusan dan tindakan mereka; oleh karen itu, teori ini di arahkan perawat untuk
menemukan dan mendokumentasikan dunia klien mereka dan untuk menggunak sudut pandang
emic, pengetahuan dan praktik dengan etic (pengetahuan profesional) yang sesuai sebagai dasar
untuk membuat keputusan dan tindakan perawat profesional yang sesuai dengan budaya (Leininger,
1991b, 1995c).
Culture care merupakan teori keperawatan yang luas karena mempertimbangan perspektik
kehidupan manusia yang holistik serta keberadaannya dari waktu ke waktu, termasuk faktor-faktor
struktur sosial, pandangan dunia, nilai-nilai dan sejarah budaya, konteks lingkungan (Leininger,
1981), ekspresi bahasa dan bangsa (generik) dan pola profesional dilihat dari segi budaya. Ini adalah
beberapa dasar penting untuk penemuan pengetahuan perawatan dasar, yang merupakan esensi dari
keperawatan yang mengarah pada kesejahteraan klien dan praktik keperawatan terapeutik
Teori cultural care adalah induktif dan deduktif, berasal dari pengetahuan emic (dalam)
maupun etic (luar) (1991b). Teori ini tidak termasuk kedalam teori middle-range maupun teori
makro, tetapi paling penting baik jika dilihat secara luas dengan ranah kepentingan yang spesifik
(1991b, 1995c; Leininger & McFarland, 2002a, 2006). Menurut Leininger (2002c), culture care
theory of diversity and universality memiliki beberapa keistimewaan.
Teori ini berfokus secara eksplisit pada penemuan asuhan budaya yang holistik dan
komprehensif, dan dapat digunakan dalam budaya barat maupun non barat karena beberapa faktor
holistik ditemukan secara universal. Teori ini di tunjukan untuk menemukan faktor-faktor
komprehensif yang dapat memengaruhi perawatan manusia, seperti pandanga dunia, fakto-faktor
struktur sosial, bahasa, perawatan tradisional dan profesional, ethnohistory, dan konteks lingkungan.
Teori ini memiliki tiga modalitas praktik teoritis untuk sampai pada keputusan dan tindakan
perawatan yang sesuai budaya guna mendukung kesejahteraan, kesehatan dan cara hidup yang

11
memuaskan bagi manusia. Teori ini dirancang untuk akhirnya menemukan perawat-mana yang
beragam dan mana yang secara universal terkait dengan keperawatan dan kesehatan-dan berfokus
untuk mengidentifikasi praktik asuhan keperawatan transkultural yang berbeda atau kontras
konstruk-konstruk keperawatan yang spesifik. Metode ethnonursing memiliki pengampu yang di
desain untuk mengurangi data emic yang mendalam dari informan yang dapat digunakan untuk
pengkajian kesehatan yang terkait budaya. Teori ini dapat menghasilkan teori baru dalam
keperawatan dan kesehatan untuk perawatan yang sesuai budaya, aman, dan bertanggung jawab .

2.3 Konsep Utama dan Definisi


Leininger telah mengembangkan istilah yang relefan dengan teorinya. Istilah utama
didefinisikan disini, dan informasi lebih lengkap tentang teori Leininger dapat diaksen melalui karya-
karya nya (Leininger, 1991b, 1995c; Leininger & Mc Farland, 2002a, 2006).

1. Asuhan manusia dan caring


Konsep dari asuhan manusiawi dan caring mengacu pada fenomena abstrak dan nyata
dengan ungkapan membantu, mendukung, memampukan, dan memfasilitasi cara untuk membantu
didi sendiri atau orang lain yang memiliki kebutuhan actual ataupun kebutuhan yang diantisipasi
guna meningkatkan kesehatan, kondisi manusia, atau cara hidup, atau untuk menghadapi hendaya
ataupun kematian.

2. Budaya
Budaya mengacu pada cara hidup yang berpola, nilai-nilai, keyakinan, norma-norma,
simbol, dan praktik dari individu, kelompok, atau institusi yang telah dipelajari, dibagikan, dan
biasanya diteruskan dari generasi ke generasi.

3. Asuhan budaya
Asuhan budaya mengacu pada prilaku caring yang secara budaya dibentuk untuk bersifat
membantu, mendukung, memampukan atau memfasilitasi terhadap diri sendiri atau orang lain yang
berfokus pada kebutuhan kebutuhan yang terjadi atau sudah terjadi untuk kesehatan atau
kesejahteraan klien, atau untuk menghadapi hendaya, kematian, atau kondisi manusia lainnya.

4. Difersitas asuhan budaya

12
Difersitas asuhan budaya mengacu pada fariabilitas budaya atau kebedaan dalam keyakinan
perawatan, makna, pola, nilai, simbol, serta cara hidup dalam dan antar budaya dan manusia.

5. Universalitas asuhan budaya


Universitas asuhan budaya mengacu pada asuhan berbasis budaya yang sama atau yang
berarti (“kebenaran”), pola, nilai-nilai, simbol, dan cara hidup merefleksikan asuhan sebagai suatu
kemanusiaan yang universal.

6. Pandangan dunia
Pandangan dunia mengacu pada cara individu atau kelompok melihat dan memahami dunia,
baik itu sebagai suatu nilai, sikap mental, gambaran, ataupun perspektif tentang kehidupan dan
dunia.

7. Dimensi budaya dan struktur sosial


Dimensi budaya dan struktur social mengacu pada pola yang dinamik, holistic, dan saling
berkaitan dari fitur terstruktur suatu budaya (atau sub budaya), termasuk agama (atau spiritualias),
kekerabaran (sosial), karakteristik politik (hokum), ekonomi, pendidikan, teknologi, nilai-nilai
budaya, filosofi, sejarah, dan bahasa.

8. Konteks lingkungan
Konteks lingkungan mengacu pada lingkungan secara keseluruhan (fisik, geografik, dan
social kebudayaan), siuasi, atau kejadian yang terkait dengan pengalaman yang memberi makna
interpretasi untuk mengarahkan ekpresi dan keputusan manusia dengan rujukan pada lingkungan
atau situasi tertentu.

9. Riwayat etnis (ethnohistory)


Riwayat etnis mengacu pada rangkaian fakta-fakta, kejadian-kejadian, atau perkembangan
sepanjang waktu yang diketahui, disaksikan, atau direkomendasikan tentang seseorang yang dirujuk
dari suatu budaya.
10. Emic
Emic mengacu pada pandangan dan nilai penduduk lokal, kaum adat, atau orang dalam
tentang suatu fenomena.

13
11. Etic
Etic mengacu pada pandangan dan nilai-nilai dari orang luar atau yang lebih universal
tentang suatu fenomena.

12. Kesehatan
Kesehatan mengacu pada tingkat kesejahteraan atau kesembuhan yang secara
kultural ditegakan, didefinisikan, dinilai, dan dipraktikan oleh individu atau kelompok yang
membuat mereka dapat menjalani kehidupannya sehari-hari.

13. Keperawatan transkulturan


Keperawatan traskulturan mengacu pada suatu area formal kemanusiaan serta pengetahuan
dan praktik ilmiah yang berfokus pada fenomena asuhan budaya yang holistic (caring dan
kompetensi untuk membantu individu atau kelompok yang mempertahankan atau memulikan
kesehatan mereka (atau kesejahteraan) dan untuk menerima hendaya, kematian atau kondisi-kondisi
lainnya dengan cara sesuai dengan budaya serta bermanfaat.

14. Pelestarian atau pemeliharaan asuhan budaya (culture care preserfation or


maintenance)
Pelestarian atau pemeliharaan budaya mengacu pada tindakan dan keputusan profesional
yang bersifat membantu, mendukung, memfasilitasi, atau memampukan, yang dapat menolong orang
dengan budaya tertentu untuk memulihkan atau mempertahankan nilai –nilai perawatan dan cara
hidup yang bermakna untuk kesejahteraan mereka, untuk pemulihan penyakit, atau untuk menerima
hendaya maupun kematian.

15. Akomodasi atau negososiasi asuhan budaya (culture care annommodation or


negotiation)
Akomodasi atau negosiasi asuhan budaya mengacu pada tindakan dan keputusan profesional
yang bersifat membantu, mendukung, memfasilitasi, atau memampukan, yang dapat menolong orang
dengan budaya (sub budaya) tertentu untuk beradaptasi atau untuk bernegosiasi dengan orang lain
guna mencapai luaran kesehatan yang bermakna, bermanfaat, dan sesuai budaya.

16. Pemolaan dan pengstrukturisasi ulang asuhan budaya (culture care repatterning
or restructuring)

14
Pemolaan dan pengstrukturisasi ulang asuhan budaya mengacu pada tindakan dan keputusan
profesional yang bersifat membantu, mendukung, memfasilitasi, atau memampukan, yang dapat
menolong klien mengatur kembali, mengubah, atau memodifikasi cara hidup mereka untuk luaran
kesehatan yang baru, berbeda, dan bermanfaat.
17. Asuhan keperawatan yang kompeten secara budaya (culturally competent nursing
care)
Asuhan keperawatan yang kompeten secara budaya mengacu pada penggunaan perawatan
berbasis budaya dan pengetahuan kesehatan dengan cara yang sensitif, kreatif, dan bermakna untuk
menyesuaikan dengan cara hidup umum dan kebutuhan individu atau kelompok guna mendapatkan
kemanfaatan serta kesehatan dan kesejahteraan yang berarti, atau untuk menghadapi penyakit,
hendaya, maupun kematian.

2.4 Penggunaan Bukti Empiris


Selama lebih dari 6 dekade, leininger telah meyakini bahwa care adalah esensi dari
keperawatan serta fitur keperawatan yang dominan, khusus, dan berperan sebagai pemersatu (1970,
1981, 1988a, 1991b; leininger & Mc Farland, 2002a, 2006). Dia telah menemukan bahwa care
merupakan sesuatu yang kompleks, sukar dimengerti, dan tertanam dalam strutur social dan aspek
aspek budaya yang lain (1991b; Leininger & Mc Farland, 2006). Dia meyakini bahwa bentuk,
ekspresi, dan pola yang berbeda dari perawatan itu beragam, dan bebrapa bersifat universal
( Leininger, 1991b; Leininger & Mc Farland,2002a, 2006), Leininger (1985a 1990b) menyukai
metode kualitatif etnografi, khususnya ethnonursing, untuk mempelajari care. Metode- metode ini di
arahkan untuk menemukan people-truths, nilai-nilai, keyakinan, dan cara hidup yang berpola dari
individu.
Selama tahun 1960, Leininger mengembangkan metode ethnonursing untuk mempelajari
fenomena keperawatan transtruktural secara spesifik dan sistematik. Metode tersebut berfokus pada
klasifikasi keyakinan perawatan, nilai, dan praktik yang secara kognitif dan subjektif diketahui oleh
budaya yang ditunjuk (atau representative budaya) melalui bahasa,pengalaman, keyakinan, dan
system nilai dari emic lokal tentang fenomena keperawatan yang actual atau potensial seperti
perawatan, kesehatan, dan factor lingkungan ( Leininger, 1991b, 1995c; Leininger & Mc Farland,
2002a, 2006).
Walaupun keperawatan telah menggunakan kata care dan caring lebih dari satu abad,
definisi dan penggunaan dari kata –kata tersebut masih belum jelas dan lebih digunakan sebagai kata
klise tanpa arti yang spesifik, baik kepada budaya klien ataupun perawat (Leininger, 1981, 1984a).
“Konsep tentang caring memang msih termasuk dalam ilmu pengetahuan manusia yang paling

15
sedikit dimengerti, demikian juga dalam area penelitian, baik di dalam maupun diluar keperawatan”
(Leininger,1978,hal.33.
Teori perawat transcultural dan ethnonursing yang berlandaskan pada keyakinan emic (cara
pandang orang dalam), dapat mendekatkan seseorang pada penemuan perawat berbasis manusia,
karena data didapatkan langsung dari manusia itu sendiri, bukan dar keyakinan dan praktik etic (cara
pandang orang luar) dari peneliti, Tujuan penting dari teori ini adalah untuk mendokumentasikan,
mengetahui, memprediksi, dan menjelaskan secara sistematik melalui data lapangan mengenai mana
yang beragam dan mana yang universal tentang perawatan tradisional dan professional dari budaya
yang sedang di pelajari (Leininger, 1991b).
Leininger (1984a, 1988a) meyakini bahwa pengetahuan dan praktik dari caring yang detail
dan berbasis budaya seharusnya dapat membedakan kontribusi yang diberikan ilmu keperawatan
dengan kontribusi yang diberikan oleh disiplin ilmu lainnya. Alas an pertama untuk mempelajari
teori care adalah bahwa konstruk dari care itu sendiri merupakan sesuatu yang penting untuk
pertumbuhn manusia, perkembangan, dan kelangsungan hidup manusia sejak awal adanya spesies
manusia (Leininger, 1981. 1984a).
Alasan ke dua adalah untuk menjelaskan dan benar-benar memahami ilmu budaya dan peran
dari pemberi dan penerima perawatan yang memiliki latar belakang dari budaya berbeda untuk dapat
memberikan perwatan yang sesuai budaya (Leininger, 1981, 1984a, 1991b). ke empat, profesi
keperawatan perlu untuk mempelajari care secara sistematik dari perspektif budya yang luas dan
holistic untuk dapat menemukan ekspresi dan makna dari perawatan, kesehatan, penyakit, dan
kesejahteraan sebagai ilmu keperawatan (Leininger, 1991b, 1995c, 2002a, 2002b, 2002c).
Leininger (1991b, 1995c, 2002a, 2002b, 2002c) menemukan bahwa care sebagian besar
merupakan fenomena yang sulit dipahami yang sering tertanam dalam cara hidup budaya dan nilai.
Akan tetapi, ilmu ini merupakan dasar yang kuat untuk perawat dalam mengarahkan praktik mereka
menuju perwatan yang peka budaya dan cara terpeutik yang spesifik untuk memlihara kesehatan,
mencegah penyakit, menyembuhkan, atau membantu seseorang untuk menghadapi kematian
(Leininger, 1994). Tesis utama dari teori dan ini adalah bahwa apabila makna dari care dapat benar-
benar dipahami, maka kesejahteraan atau kesehatan individu, keluarga, dan kelompok menjadi dapat
diprediksi, dan perawatan yang sesuai budaya pun dapat diberikan (Leininger, 1991b).

2.5 Bentuk logis


Teori Leininger (1995c) berasal dari antropologi dan keperawatan , akan tetapi diformulasi
ulang untuk menjadi teori keperawtan transkutural dengan suatu perspektif asuhnan manusiawi. Ia
mengembangkan metode penelitian riwayat etnis dan telah menekan pentingnya mempelajari penting

16
nya manusia dari pengetahuan dan pengalaman emic atau lokal mereka sendiri untuk kemudian
membandingkan nya dengan keyakinan dan praktik etic (dari luar). Buku Leininger yang berjudul
qualitativt research methods in nursing (Leininger, 1985a) dan publikasi-publikasi terkait
miliknya(Leininger, 1990b, 1995c,2002c;Leininger & McFarland 2006) memberikan pengetahuan
substantis tentang metode kualitatif dalam keperawatan
Leininger terampil dalam menggunakan keperawatan etnis, etnogrifi, sejarah kehidupan,
fotografi, dan metode fenomonologi yang dapat memberikan pendekatan yang holistik untuk
mempelajari perilaku budaya dalam konteks lingkungan yang beragam. Dengan menggunakan
metode kualitatif ini, penelitian ini bergerak bersama orang-orang yang sedang mereka teliti dalam
keaktifitas dalam keseharianan untuk bisa memahami dunia mereka. Perawat peneliti mengumpulkan
data dari laporan deskriptif dan interpretatif yang didokumentasikan dari informan melalui obserfasi
dan partisipasi menjelaskan asuhan sebagai tantang utama dalam metode ini.
Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengembangkan pengetahuan dasar dan pengetahuan
yang berlandaskan pada data dasar subtantif mengenai asuhan budaya untuk mengarahkan perawat
dalam menjalankan tugasnya. Walaupun metode penelitian lain seperti uji hipotesi dan metode
kuantitatif eksperimental dapat digunakan untuk mempelajari perawatan transkulturan, metode yang
dipilih bergantung pada tujuan peneliti, target dari studi dan fenomena yang akan diteliti. Kreatifitas
dan pengalaman perawat peneliti untuk menggunakan penelitian yang berbeda guna menggunakan
ilmu keperawatan sangat dianjurkan. Namun, Leininger meyakini metode kualitatif merupakan
metode yang penting untuk menetepkan makna pengetahuan yang akurat.
Leininger mengembangan the sunrise enabler (11-1) pada tahun 1970 untuk menggambarkan
utama dari teorinya ia telah memperhalus the sunrise, sehingga enabler yang telah dikembangkan ini
menjadi lebih definitif dan lebih membantu memahami elemen atau komponen yang beragam dari
teori tersebut dan untuk membuat kejian klinis yang sesuai budaya informasi pilihan ditampilkaan
disini untuk mengenalkan pembaca pada hasil kerja kreatifLeininger dalam mengembangkan teori
dan sunrise enabler dari waktu kewaktu.
Sunrise enabler melambangan matahari terbit (care) (Leininger, 1991b, 1995c; Leininger &
McFarland, 2002a, 2006). Setengah lingkaran pada bagian atas menggambarkan komponen struktur
sosial dan faktor-faktor pandangan dunia yang mempengaruhi keperawatan dan kesehatan melalui
bahasa ethnohistory, dan konteks lingkungan. Faktor-faktor ini memperngaruhi masyarakat
profesional dan sistem keperawatan, yang merupakan bagian tengah darimodel. Dua bagian yang
bersatu membentuk matahari penuh, merepresentasikan alam semesta yang harus perawat
pertimbangkan untuk dapat menghargai asuhan yang manusiawi dan kesehatan

17
2.6. Teori keperawatan berbasis Diversitas dan Universitas Budaya
Leininger (1991b) melihat care sebagai salah satu konstruk yang paling kuat dan merupakan
fenomena utama dari keperawatan. Akan tetapi, konstruk dan pola dari care ersebut harus
sepenuhnya didokumentasikan, dimengerti, dan digunakan untuk memastikan bahwa perawatan yang
berbasis budaya menjadi petunjuk utama bagi terapi keperawatan keluarga dan digunakan untuk,
menjelaskan atau memprediksi praktik keperawatan (Leininger, 1991b).
Sampai saat ini, Leininger telah mempelajari beberapa budaya secara mendalam dan telah
mempelajari banyak budaya bersama fakultas dan mahasiswa sarjana pasca sarjana menggunakan
metode penelitin kualitatif.Ia telah menjelaskan konstruk care di seluruh budaya dimana masing
masing budaya memiliki makna, eksprsi budaya, dan kegunaan yang berbeda-beda, bak oleh orang-
orang dari budaya yang sama ataupun berbeda (Leininger, 1991b, 1995c; Leininger & Mc Farland,
2002a, 2006). Pengetahuan baru terus ditemukan oleh perawat-perawat transtruktural dalam proses
pengembangan praktik perawat transtruktural dengan budaya yang sama maupun berbeda. Leininger
(1991b) berpendapat bahwa lambat laun fitur yang beragam dan universal dari perawatan dan
kesehatan akan didokumentasikan sebagai inti dari ilmu dan praktik keperawatan.
Leininger percaya bahwa perawat harus berusaha menjelaskan penggunaan dan makna dari
care itu sendiri sehingga asuhan budaya, nilai, keyakinan, dan cara hidup dapat memberikan dasar
yang akurat dan reliable untuk merencanakan dan mengimplementasikan perwat sesuai budaya
secara efektif dan untuk mengidentifikasi fitur umum atau universal dari asuhan.
Dia menyatakan bahwa perawat tidak bisa memisahkan pandangan dunia, struktur social,
dan keyakinan budaya (masyarakat dan profesioanl) dari kesehatan, penyakit, atau perwatan ketika
bekerja dengan budaya, karena faktor-faktor sturktur social seperti agama, politik, budaya, ekonmi,
dan kekerabatan merupakan kekuatan signifikan yang memengaruhi pola penyakit dan kesejahteraan.
\
Dia menegaskan pentingnya menggali perawatan tradisional dari masyarakat asli atau
pribumi yang berakar dari budaya mereka dan membandingkannya dengan perawatan professional
(Leininger, 1991b). Ia telah menemukan bahwa kebutaan terhadap budaya dan ethnocentrismi oleh
perawat terus menurunkan kaulitas pelayanan yang mereka berikan kepada klien yang memiliki latar
belakang budaya berbeda dengan nya (Leininger, 1991a, 1994, 1995c; Leininger & McFarland,
2002a, 2006)
Ia menegaskan bahwa diagnosis keperawatan dan diagnosis medis yang tdiak berdasarkan
pada budaya klien diketahui dapat menciptakan masalah yang serius bagi beberapa budaya, yang
pada akhirnya dapat mengarahkan pada hasil yang tidak sesuai harapan (Leininger, 1990c).
perawatan yang sesuai budaya merupakan dorongan penyembuhan yang kuat untuk kualitas layanan

18
kesehatan yang paling dicari oleh klien ketika mereka membutuhkan pelayanan dari perawat, dan hal
tersebut dapat dirasakan ketika perawatan yang berbasis budaya telah diketahui dan digunakan.

2.7 Asumsi Utama


Asumsi utama dari Culture Care Theory Of Diversity and Universality milik Leininger
berasal dari karya definitive Leininger pada teori tersebut (Leininger, 1991b; Leininger & McFarland,
2002a, 2006)

1. Keperawatan
1. Care adalah esensi dari keperawatan dan merupakan focus yang khusus, dominan, inti, dan
mempersatukan.
2. Perawatan berbasisi budaa (caring) merupakan sesuatu bersifat esensial untuk kesejahteraan,
kesehatan, pertumbuhan, dan pertahanan,serta untuk menghadapi budaya dan kematian.
3. Perawatan berbasis budaya merupakan makna yang paling komprehensif dan holistic untuk
mengetahui, menjelaskan, menginterprestasikan, dan memperediksi fenomena asuhan
keperawatan dan untuk memadu keputusan dan tindakan keperawatan.
4. Keperawatan transcultural merupakan disiplin ilmu dan profesi yang humanis dan ilmiah,
yang tujuan utamanya adalah untuk melayani individu, kelompok, komunitas, masyarakat,
dan institusi.
5. Caring yang berbasis budaya merupakan sesuatu yang esenisal untuk tritmen dan pemulihan,
dan bahwa tidak mungkin kesembuhan tanpa adanya caring, tapi caring dapat tetap ada tanpa
adanya kesembuhan.
6. Konsep asuhan budaya, makna, ekspresi, pola, proses, dan bentuk structural dari perawatan
dapat beragam saecara transtruktural, dengan adanya keragaman (perbedaan) dan beberpa
universal (kesamaan).

2. Manusia
7. Setiap budaya manusia memilik pengetahuan dan praktik perawatan tradisional dan biasanya
pengetahuan dan Pratik perawatan professional, yang berbeda-beda baik secara transtruktural
ataupun individu.
8. Nilai-nilai asuhan budaya, keyakinan, dan praktil dipengaruhi oleh dan cenderung terkait
dengan pandangan dunia, bahasa, filosofi, agama (dan spiritualitas), kekerabatan, social,
politik, hokum, pendidikan, ekonomi, teknologi, riwayat etnis, dan lingkungan dari konteks
budaya.

19
3. Kesehatan
9. Perawat yang bermanfaat,menyehatkan, dan memuaskan secara budaya dapat mengaruhi
kesehatan dan kesejahteraan individu, keluarga, kelompok, dan komunitas di dalam konteks
lingkungan mereka.
10. Asuhan keperawatan yang sesuai budaya dan dapat dirasakan manfaatnya hanya dapat terjadi
ketika nila-nilai perawatan, ekspresi,atau pola telah diketahui dan digunakan secara eksplisit
untuk perawatan yang sesuai,aman, dan bermakna.
11. Terdapat persamaan daperbedaan Cultrue Care antara perawatan professional dan perawatan
tradisional dari klien dalam budaya manusia di seluruh dunia.

4. Lingkungan
12. Konflik budaya, kerugian praktik, stress budaya, dan nyeri terkait budaya mereflesi
kurangnya pengethuan tentang asuhan budaya yang merupakan dasar untuk dapat
memberaikan perawatan yang sesuai budaya, bertanggung jawab, aman, dan sensitf.
13. Metode penelitin keperawatan etnis memberikan makna penting untuk dapat menemukan dan
menginterpestasikan data yang terkait emic dan etic, data kompleks, dan data dengan
beragam asuhan budaya secara actual (Leininger, 1991b, hal. 44-45).

5. Penegasan Teoritis
Tenets adalah posisi yang seseorang yakini atau kodrat yang theorist gunakan
dengan sebuah teori dalam mengembangkan Teori Asuhan Budaya, empat prinsip (tenets)
utama yang di konseptualikasikan dan dirumuskan adalah (Leininger,2002c, 2006) :
1. Ekspresi- ekspresi, makna, pola, dan praktik Asuhan Budaya merupakan suatu hal yang
beragam, akan tetapi ada persamaan-persamaan dan beberapa atribut universal yang saling
dibagikan.
2. Pandangan dunia yang terdiri dari beberapa factor struktur social (misalnya agama, ekonomi,
nilai-nilai, budaya, riwayat etnis, konteks lingkungan, bahasa, serta perawatan professional
dan tradisional) merupakan pengaruh penting bagi pola asuhan budaya untuk dapat
memprediksi kesehatan, kesejahteraan. Penyakit, penyembuhan, dan cara seseorang
menghadapi hendaya atau kematian.

20
3. Emic generic (mempresentasikan sudut pandangan orang dalam atau penduduk asli) dan
perawatan etic professional dalam konteks lingkungan yang berbeda dapat sangat
memengaruhi hasil kesehatan dan penyakit.
4. Dari analisa factor pemengaruh yang telah disebutkan sebelumnya, tiga petunjuk keputsan
dan tindakan utama diprediksi untuk menyediakan cara agar dapat memberikan perawatan
kesehatan yang sesuai, aman, dan bermakna untuk budaya. Tiga mode tindakan dan
keputusan berdasarkan budaya adalah sebagai berikut : (1) pelestarian atau pemeliharaan
Asuahan Budaya (2) akomodasi atau negosiasi Asuhan Budaya, Budaya, dan (3) pemolaan
ulang atau restrukturisasi Asuhan Budaya. Mode keputusan dan tindakan yang berdasar pada
budaya diprediksi sebagai factor kunci untuk menuju perawatan yang sesuai, aman, dan
bermakna Leininger telah menyatakan bahwa dokumentasi prinsip-prinsip ini diperlukan
untuk dapat memberikan perawatan yang bermakna dan memuaskan bagi klien, dan prinsip-
prinsip tersebut diprediksi sebagai factor pemengaruh dalam perawatan yang berbasis
budaya. Faktor-faktor ini harus didapatkan langsung dari informasi karena berhubungan
dengan kesehatan, kesejahteraan, penyakit, dan kematian. Modus yang ditetapkan dalam
keempat prinsip adalah pelestarian atau pemeliharaan Asuhan Budaya; akomadasi dan
negosiasi Asuhan Budaya; dan pemolaan kembali atau restrukturisasi Asuhan Budaya.
Peneliti mengacu pada temuan dari struktur sosial, praktik tradisional dan professional, dan
factor-faktor lain yang memengaruhi selama mempelajari perawatan berbasis budaya untuk
individu,keluarga,dan kelompok, factor-faktor ini dipelajari, dikaji, dan terjawab dalam
hubungan perawat-klien yang dinamis dan partisipatif (Leininger 1991b, 1995c; Leininger &
McFarland, 2002a, 2006). Menurut Leininger, keperawatan berperan sebagai jembatan
antara masyarakat dan sistem profesional. Tiga jenis dari asuhan keperawatan, keputusan dan
tindakan di prediksi dalam teori Leininger : pelestarian dan pemeliharaan budaya, akomodasi
atau negosiasi asuhan budaya, dan pemolaan ulang atau restrukturisasi asuhan budaya
(Leininger, 19991b, 1995c; Leininger dan McFarland, 2002a, 2006)
2.8 Kelebihan Teori Madeleine Leininger
1. Merupakan perspektif teori yang bersifat unik dan kompleks, karena tidak kaku memandang
proses keperawatan. Bahwa kebudayaan klien juga sangat patut diperhatikan dalam memberikan
asuhan.
2. Pengaplikasiannya memaksimalkan teori keperawatan lain, seperti Orem, Virginia Henderson,
dan Neuman.
3. Teori transkultural ini dapat mengarahkan perawat untuk membantu klien dalam mengambil
keputusan, guna meningkatkan kualitas kesehatannya.

21
4. Mengatasi berbagai permasalahan hambatan budaya yang sering ditemukan saat melakukan
asuhan keperawatan.

2.9. Kelemahan Teori Madeleine Leininger


Teori ini tidak mempunyai metode spesifik yang mencakup proses asuhan keperawatan.
2.10 Penerapan Teori Madeleine Leininger dalam Keperawatan

A. Riset (Research)
Teori Leininger telah diuji cobakan menggunakan metode penelitian dalam berbagai budaya.
Pada tahun 1995, lebih dari 100 budaya telah dipelajari dipelajari. Selain itu juga, digunakan untuk
menguji teori ethnonursing. Teori transcultural nursing ini, merupakan satu-satunya teori yang yang
membahas secara spesifik tentang pentingnya menggali budaya pasien untuk memenuhi
kebutuhannya. Kajian yang telah dilakukan mengenai etnogeografi dilakukan pada keluarga yang
salah-satu anggota keluarganya mengalami gangguan neurologis yang akut. Hal yang dilihat disini,
adalah bagaimana anggota keluarga yang sehat menjaga anggota keluarga yang mengalami gangguan
neurologis, tersebut.
Akhirnya, anggota keluarga yang sehat di wawancara dan diobservasi guna memperoleh
data. Ternyata mereka melakukan penjagaan terhadap anggota keluarga yang sakit, selama kurang
lebih 24 jam. Hanya satu orang saja yang tidak ikut berpartisipasi untuk merawat anggota yang sakit.
Setelah dikaji, ada beberapa faktor yang memengaruhi kepedulian anggota keluarga yang sehat untuk
menjaga anggota yang sakit. Faktor tesebut, dintaranya adalah komitmen dalam kepedulian,
pergolakan emosional, hubungan keluarga yang dinamis, transisi dan ketabahan. Penemuan ini
menjelaskan pemahaman yang nyata.
Bahwa penjagaan terhadap pasien merupakan salah ekspresi dari sifat caring dan
memperikan sumbangsih pada pengetahuan tentang perawatan peka budaya. Tujuan dari kajian
kedua adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis ekspresi dari pelaksaan sifat caring warga
Anglo Amerika dan Afrika Amerika dalam sift caring jangka panjang dengan menggunakan metode
ethonursing kualitatif. Data dikumpulkan dari 40 orang partisipan, termasuk di dalamnya adalah para
penduduk Anglo Amerika dan Afrika Amerika, staf keperawatan, serta penyedia pelayanan.
pemelihara gaya hidup preadmission, perawatan yang profesional dan memuaskan bagi penduduk,
perbedaan yang besar antara appartemen dengan rumah para penduduk, dan sebuah lembaga
kebudayaan yang mencerminkan motif dan pelaksanaan keperawatan. Penemuan ini berguna bagi

22
masyarakat dan para staf profesional untuk mengembangkan teori culture care diversity and
universality.

B. Edukasi (Education)
Dimasukannya keanekaragaman budaya dalam kurikulum pendidikan keperawatan bukan
merupakan hal yang baru. Keanekaragaman budaya atau dalam dunia keperawatan mulai
diintegrasikan ke dalam kurikulum keperawatan pada tahun 1917, saat komite kurikulum dari
National League of Nursing (NLN) mempublikasikan sebuah panduan yang berfokus pada ilmu
sosiologi dan isu sosial yang sering dihadapi oleh para perawat. Kemudian, tahun 1937 komite NLN
mengelompokan latar belakang budaya ke dalam panduan untuk mengetahui reaksi seseorang
terhadap rasa sakit yang dimilikinya.
Promosi kurikulum pertama tentang Transcultural Nursing dilaksanakan antara tahun 1965-
1969 oleh Madeleine Leininger. Saat itu Leininger tidak hanya mengembangkan Transcultural
Nursing di bidang kursus. Tetapi juga mendirikan program perawat besama ilmuwan Ph-D, pertama
di Colorado School of Nursing. Kemudian dia memperkenalkan teori ini kepada mahasiswa
pascasarjana pada tahun 1977. Ada pandangan, jika beberapa program keperawatan tidak mengenali
pengaruh dari perawatan peka budaya, akan berakibat pelayanan yang diberikan kurang maksimal.
Teori Leininger memberikan pengaruh yang sangat besar dalam proses pembelajaran keperawatan
yang ada di dunia. Namun, Leinginger merasa khawatir beberapa program menggunkannya sebagai
fokus utama. Karena saat ini pengaruh globalisasi dalam pendidikan sangatlah signifikan dengan
presentasi dan konsultasi di setiap belahan dunia.
Di Indonesia sendiri, sangat penting untuk menerapkan teori transcultural nursing dalam
sistem pendidikannya. Karena kelak, saat para perawat berhadapan langsung dengan klien, mereka
tidak hanya akan merawat klien yang mempunyai budaya yang sama dengan dirinya. Bahkan,
mereka juga bisa saja menghadapi klien yag berasal dari luar negara Indonesia.

C. Kolaborasi (Colaboration)
Asuhan keperawatan merupakan bentuk yang harus dioptimalkan dengan mengacu pada
kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya
yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap
lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
Dalam mengaplikasikan teori Leininger di lingkungan pelayanan kesehatan memerlukan suatu proses
atau rangkaian kegiatan sesuai dengan latar belakang budaya klien. Hal ini akan sangat menunjang
ketika melakukan kolaborasi dengan klien, ataupun dengan staf kesehatan yang lainnya. Nantinya,

23
pemahaman terhadap budaya klien akan diimplentasikan ke dalam strategi yang digunakan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
Strategi ini merupakan strategi perawatan peka budaya yang dikemukakan oleh Leininger,
antara lain adalah :

a) Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya.


Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relavan,
misalnya budaya berolah raga setiap pagi.

b) Strategi II, Mengakomodasi/negosiasi budaya.


Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar
dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya
klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani atau nabati lain yang nilai gizinya setara dengan ikan.
c) Strategi III, Mengubah/mengganti budaya klien
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi
tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya lebih menguntungkan & sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
D. Pemberi Perawatan (Care Giver)
Perawat sebagai care giver diharuskan memahami konsep teori Transcultural Nursing.
Karena, bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock atau
culture imposition. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya. Culture imposition adalah kecenderungan tenaga
kesehatan (perawat), baik secara diam maupun terang - terangan memaksakan nilai budaya,
keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya pada individu, keluarga, atau kelompok dan
budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi dari pada budaya kelompok lain.
Contoh kasus, seorang pasien penderita gagal ginjal memiliki kebiasaan selalu makan
dengan sambal sehingga jika tidak ada sambal pasien tersebut tidak mau makan. Ini merupakan tugas
perawat untuk mengkaji hal tersebut karena ini terkait dengan kesembuhan dan kenyamanan pasien
dalam pemberian asuhan keperawatan. Ada 3 cara melaksanakan tindakan keperawatan yang
memiliki latar budaya atau kebiasaan yang berbeda. Dalam kasus ini berarti perawat harus mengkaji

24
efek samping sambal terhadap penyakit gagal ginjal pasien, apakah memberikan dampak yang
negatif atau tidak memberikan pengaruh apapun. Jika memberikan dampak negatif tentunya sebagai
care giver perawat harus merestrukturisasi kebiasaan pasien dengan mengubah pola hidup pasien
dengan hal yang membantu penyembuhan pasien tetapi tidak membuat pasien merasa tidak nyaman
sehingga dalam pemberian asuhan keperawatan. Pemahaman budaya klien oleh perawat sangat
mempengaruhi efektivitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga
tidak akan terjadi hubungan terapeutik.

E. Manajemen
Dalam pengaplikasiannya di bidang keperawatan Transcultural Nursing bisa ditemukan
dalam manajemen keperawatan. Diantaranya ada beberapa rumah sakit yang dalam memberikan
pelayanan menggunakan bahasa daerah yang digunakan oleh pasien. Hal ini memugkinkan pasien
merasa lebih nyaman, dan lebih dekat dengan pemberi pelayanan kesehatan. Bisa saja, tidak semua
warga negara Indonesia fasih dan nyaman menggunakan bahasa Indonesia. Terutama bagi
masyarakat awam, mereka justru akan merasa lebih dekat dengan pelayanan kesehatan yang
menggunakan bahasa ibu mereka. Hal ini dikarena nilai-nilai budaya yang dipegang oleh tiap
orangnya masih cukup kuat.

F. Sehat dan Sakit


Leininger menjelaskan konsep sehat dan sakit sebagai suatu hal yang sangat bergantung, dan
ditentukan oleh budaya. Budaya akan mempengaruhi seseorang mengapresiasi keadaan sakit yang
dideritanya. Apresiasi terhadap sakit yang ditampilakan dari berbagai wilayah di Indonesia juga
beragam. Contohnya, Si A, yang berasal dari suku Batak mengalami influenza disertai dengan batuk.
Namun, dia masih bisa melakukan aktivitas sehari-harinya secara normal. Maka dia dikatakan tidak
sedang sakit. Karena di Suku Batak, seseorang dikatakan sakit bila dia sudah tidak mampu untuk
menjalankan aktivitasnya secara normal.

25
BAB IIIPENUTUP
3.1 Simpulan
Garis besar teori Leininger adalah tentang culture care diversity dan universality,
atau yang lebih dikenal dengan transcultural nursing. Berfokus pada nilai-nilai budaya,
kepercayaan, dan pelayanan kesehatan berbasis budaya, serta di dalam teorinya membahas
khusus culture, culture care, diversity, universality, worldview, ethnohistory. Tujuan
penggunaan keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains dan pohon keilmuan
yang humanis, sehingga tercipta praktik keperawatan pada kebudayaan yang spesifik dan
universal .

Dalam teori ini terdapat beberapa kelebihan dan juga kekurangan yang perlu
diperbaiki dan dipertahankan. Selain itu teori ini juga dapat diterapkan dalam berbagai

26
bidang/aspek diantaranya bidang riset, edukasi, kolaborasi, pemberi perawatan, manajemen,
dan sehat sakit. Dalam bidang riset, teori Leininger telah diuji cobakan menggunakan
metode penelitian dalam berbagai budaya, dimana hasil penemuan ini berguna bagi
masyarakat dan para staf profesional untuk mengembangkan teori transcultural nursing.
Dalam bidang edukasi, Leininger mengembangkan Transcultural Nursingdi bidang kursus
dan di sebuah program sekolah perawat.

Teori Leininger memberikan pengaruh yang sangat besar dalam proses pembelajaran
keperawatan yang ada di dunia karena teori ini sangat penting guna menciptakan perawatan
profesional yang peka budaya. Dalam bidang kolaborasi, teori Leininger ini diterapkan di
lingkungan pelayanan kesehatan ketika melakukan kolaborasi dengan klien, ataupun dengan
staf kesehatan yang lainnya. Dalam pemberian perawatan, perawat diharuskan memahami
konsep teori Transcultural Nursing untuk menghindari terjadinya cultural shock atau culture
imposition saat pemberian asuhan keperawatan. Dalam bidang manajemen teori
Transcultural Nursing bisa diaplikasikan saat pemberian pelayanan menggunakan bahasa
daerah yang digunakan oleh pasien. Hal ini memungkinkan pasien merasa lebih nyaman,
dan lebih dekat dengan pemberi pelayanan kesehatan.Dalam aspek sehat dan sakit,
Leininger menjelaskan hal tersebut sebagai suatu hal yang sangat bergantung, dan
ditentukan oleh budaya, karena budaya akan mempengaruhi seseorang mengapresiasi
keadaan sakit yang dideritanya.
3.2 Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Apabila ada kritik dan saran yang sifatnya membangun, maka sampaikanlah
kepada kami. Apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan kami selaku
penyusun mohon maaf dan semoga pembaca dapat memakluminya.

27
Daftar Pustaka
Buku Pakar Teori Keperawatan Vol 1 Hal 175

28
Pertanyaan

1. Tingkatan teori Madeleine Leininger ? (Retno Arum Sari)

Jawaban :

Termasuk tingkatan grand theory, karena sulit untuk pengaplikasiannya serta abstrak, hanya
memberi penjelasan secara luas dan dapat menjadi dasar ilmu keperawatan.

2. Contoh penerapan teori Leininger terhadap masyarakat Indonesia ? (Dinar Aufia)

Jawaban :

Cultural care pada adat Tolotang (Sulawesi Selatan)

a. Ibu hamil :

1. Pantangan duduk di pintu.


2. Keluar rumah sore hari.
3. Tidak boleh tidur di lantai yang berlubang (harus pakai tikar).
4. Pantangan memakan kerak nasi.

b. Ibu bersalin :

1. Pertolongan bersalin, mempercayakan kepada bidan desa.

29
2. Pengobatan tradisional dengan pergi ke orang pintar.

c. Ibu nifas / menyusui :

1. Larangan keluar rumah selama 40 hari.


2. Pantangan mengonsumsi jagung.
3. Pantangan memakan makanan yang pedas, panas, dan asam.

d. Anak ( usia 0 - 2 tahun )

1. Kebiasaan tetap menyusui meskipun belum keluar ASI.


2. Larangan membawa bayi keluar rumah selama 40 hari.

3. Pengaplikasiaan peran perawat kepada klien berdasarkan teori Leininger (Afifah Afriana)

Jawaban :

Di Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa, dan agama. Sebagai perawat, kita harus bisa
menghargai di setiap perbedaan yang ada. Dalam memberikan asuhan keperawatan juga harus
bersikap adil, tidak membeda - bedakan. Menjalin suatu hubungan lewat komunikasi yang baik
adalah salah satu caranya.

30

Anda mungkin juga menyukai