Anda di halaman 1dari 19

TEORI HUMANISTIK

Makalah disusun guna memenuhi tugas


mata kuliah Pelayanan dan Promosi Kesehatan

Dosen Pengampu : Desak Nyoman Sithi, S.Kp, MARS

Disusun oleh :

Nurul Aliyyah Rahmah 1810711003

Dini Sholihatunnisa 1810711030

Amalia Tiara Kusuma 1810711032

Rizki Nur Azizah 1810711033

Jumiati Lestari 1810711039

Dinar Aufia Fadilla Hakim 1810711051

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2019
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan karunianya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Humanistik

Dalam penulisan makalah ini penulis ingin mengucapkan terima kasih. Penulis
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya program
studi Ilmu Keperawatan nantinya.

Jakarta, 5 Maret 2019

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................................................. i

Daftar Isi ......................................................................................................................................... ii

A. Pengertian Teori Belajar Humanistik ......................................................................................... 1

B. Tokoh Teori Humanistik ............................................................................................................ 1

1. Carl Rogers .......................................................................................................................... 1

2. Arthur Combs .......................................................................................................................... 7

3. Abraham Maslow .................................................................................................................... 8

4. Bloom dan Krathwohl .......................................................................................................... 8

5. Kolb ......................................................................................................................................... 9

6. Honey dan Mumford ............................................................................................................... 9

7. Habermas ............................................................................................................................... 10

C. Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik ................................................................................ 12

D. Aplikasi Teori Belajar Humanistik .......................................................................................... 13

E. Implikasi Teori Belajar Humanistik ......................................................................................... 13

F. Kelebihan dan Kekurangan Aplikasi Teori Belajar Humanistik .............................................. 14

Daftar Pustaka ................................................................................................................................ iii

ii
TEORI BELAJAR HUMANISTIK

A. Pengertian Teori Belajar Humanistik


Selain teori belajar behavioristik dan teori kognitif, teori belajar humanistic juga
penting untuk dipahami. Menurut teori humanistik, Dalam teori belajar humanistik proses belajar
harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan
pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang
pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini
lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa
adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat
dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia”(mencapai aktualisasi diri dan
sebagainya) dapat tercapai.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya,
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia
yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya. (Uno, 2006: 13)

B. Tokoh Teori Humanistik


Adapun tokoh – tokoh yang mempelopori psikologi humanistik yang digunakan sebagai
teori belajar humanisme sebagai berikut :
1. Carl Rogers
Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar.
Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar
yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun
emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa
motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar
yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna
terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak
melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang belajar
karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari,
mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang
apakah proses belajarnya berhasil.

1
Asumsi dasar teori Rogers :

– Kecenderungan formatif

Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.

– Kecenderungan aktualisasi

Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan
potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan
masalahnya.

1. Struktur Kepribadian

Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada tiga
konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya: Organisme, Medan fenomena, dan self.

 Organisme

Pengertian organisme mencakup tiga hal:

- mahkluk hidup

organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan tempat
semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang
mengenai kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal

- Medan Fenomena

Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik
disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi
seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.

- Diri

Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan-potongan pengalaman
membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri akan identitas dirinya begitu bayi
mulai belajar apa yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur diri
itu sudah terbentuk, maka aktualisasi diri mulai terbentuk. Aktualisasi diri adalah kecenderungan
untuk mengaktualisasikan sang diri sebagai mana yang dirasakan dalam kesadaran. Sehingga
kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu kepada pengalaman organik individual, sebagai
suatu kesatuan yang menyeluruh, akan kesadaran dan ketidak-sadaran, psikis dan kognitif. Ada 2
subsistem dalam diri, yaitu:

2
1. Konsep diri yaitu penggabungan seluruh aspek keberadaan dan pengalaman
seseorang yang disadari oleh individual (meski tidak selalu akurat).
2. Diri ideal yaitu cita-cita seseorang akan diri.

Beberapa hal yang mempengaruhi Self Menurut Carl Rogers ada, yaitu:

1. Kesadaran

Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada. Ada 3 tingkat
kesadaran.

– Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal.

– Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsung diakui oleh
struktur diri.

– Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak
sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan
oleh konsep diri.

2. Kebutuhan

– Pemeliharaan

Pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara, dan keamanan ,
sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis dan menolak untuk berkembang.

– Peningkatan diri

Meskipun tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai kemampuan untuk
belajar dan berubah.

– Penghargaan positif (positive regard)

Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima oleh orang lain.

– Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)

Berkembangannya kebutuhan akan penghargaan diri (self-regard) sebagai hasil dari pengalaman
dengan kepuasan atau frustasi. Diri akan menghindari frustasi dengan mencari kepuasan akan
positive self-regard.

3. Stagnasi Psikis

Stagnasi psikis terjadi bila :

3
– ada ketidak seimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang dirasakan oleh diri
organis.

– Ketimpangan yang semakin besar antara konsep diri dengan pengalaman organis membuat
seseorang menjadi mudah terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan membuat
seseorang berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain namun juga untuk dirinya.

– Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa sebab dan akan
memuncak menjadi ancaman.

4. Dinamika Kepribadian

Penerimaan Positif (Positive Regard) → Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian
juga merasa puas dapat memberi regard positif kepada orang lain.

Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence) → organisme berfungsi
untuk memelihara konsistensi (keajegkan = keadaan tanpa konflik ) dari persepsi diri, dan
kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.

Aktualisasi Diri (Self Actualization) → Freud memandang organisme sebagai sistem energi,
dan mengembangkan teori bagaimana energi psikik ditimbulkan, ditransfer dan disimpan. Rogers
memandang organisme terus menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk
mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar organisme
untuk aktualisasi: yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance) dan peningkatan diri
(enhancement).

5. Perkembangan Kepribadian

Rogers meyakini adanya kekuatan yang tumbuh pada semua orang yang mendorong orang untuk
semakin kompleks, ekspansi, sosial, otonom, dan secara keselutuhan semakin menuju aktualisasi
diri atau menjadi Pribadi yang berfungsi utuh (Fully Functioning Person)

Ada lima ciri kepribadian yang berfungsi sepenuhnya:

 Terbuka untuk mengalami (openess to experience)

Orang yang terbuka untuk mengalami mampu mendengar dirinya sendiri, merasakan mendalam,
baik emosional maupun kognitif tanpa merasa terancam. Mendengar orang membual
menimbulkan rasa muak tanpa harus diikuti perbuatan untuk melampiaskan rasa muak tersebut.

 Hidup menjadi (Existential living).

Kecenderungan untuk hidup sepenuhnya dan seberisi mungkin pada seiap eksistensi. Disini
orang menjadi fleksibel, adaptable, toleran, dan spontan.

4
 Keyakinan Organismik (Organismic trusting)

Orang mengambil keputusan berdasarkan pengalaman organismiknya sendiri, mengerjakan apa


yang dirasanya benar sebagai bukti kompetensi dan keyakinannya untuk mengarahkan tingkah
laku. Orang mampu memakai perasaan yang terdalam sebagai sumber utama membuat
keputusan.

 Pengalaman kebebasan ( Experiental Freedom).

Pengalaman hidup bebas dengan cara yang diinginkan sendiri, tanpaperasan tertekan atau
terhambat. Orang itu melihat banyak pilihan hidup dan merasa mampu mengerjakan apa yang
ingin dikerjakannya.

 Kreatifitas (Creativity)

Merupakan kemasakan psikologik yang optimal. Orang dengan good life kemungkinan besar
memunculkan produk kreatif dan hidup kreatif.

 Terapi yang Diberikan

Seperti disebutkan di atas, bahwa Rogers menolak psikoanalisis Freud dan behavioris dalam
teorinya, sehingga terapi yang digunakannya juga berbeda. Rogers tidak mempermasalahkan
bagaimana klien menjadi seperti ini, namun lebih menekankan bagaimana klien akan berubah.
Terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan adalah klien itu
sendiri. Itulah sebabnya teori Rogers disebut sebagai person-centered theory.

Implikasi Teori Humanistik Carl Roger dalam Pembelajaran

Teori Roger dalam bidang pendidikan adalah dibutuhkannya tiga sikap dalam fasilitator belajar
yaitu realitas di dalam fasilitator belajar, penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan, dan
pengertian yang empati.

1. Realitas di dalam fasilitator belajar

Merupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak
menyangkal diri sendiri, sehingga ia dapat masuk kedalam hubungan dengan pelajar tanpa ada
sesuatu yang ditutup-tutupi.

2. Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan

Menghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat timbulnya penerimaan akan satu
dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut, maka akan muncul kepercayaan akan satu
dengan lainnya.

5
3. Pengertian yang empati

Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru harus memiliki
pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus memiliki kesadaran yang
sensitif bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian
akan materi pendidikan dipandang dari sudut murid dan bukan guru.

Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti


memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk
pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning
mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan
adanya efek yang membekas pada siswa.

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:

 Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
 Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna
bagi siswa
 Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru
sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
 Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik


yang penting diantaranya ialah :

o Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.


o Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
o Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
o Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
o Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan
berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
o Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
o Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
o Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.

6
o Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai
terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
o Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.

Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang
dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan
para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan
balik positif.

Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :

o Merespon perasaan siswa


o Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
o Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
o Menghargai siswa
o Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
o Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan
segera dari siswa)
o Tersenyum pada siswa

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas
kemauan sendiri.

Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan
mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

2. Arthur Combs
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan
materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa
matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa
dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku
buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami

7
perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga
apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau
pandangan siswa yang ada.
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa
banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila
materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah
menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si
siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-
peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

3. Abraham Maslow
Di kenal sebagai pelopor aliran humanistik. Maslow percaya bahwa manusia
bergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang paling
di kenal adalah teori tentang Hierarchy of Needs ( Hirarki kebutuhan ). Dia
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis. Pada diri orang memiliki rasa takut yang dapat membahayakan apa
yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain memiliki dorongan untuk lebih
maju ke arah keutuhan. Manusia juga bermotivasi untuk memenuhi kebutuhan –
kebutuhan hidupnya. Kebutuhan – kebutuhan tersebut memiliki hirarki ( tingkatan )
mulai dari yang rendah sampai yang tinggi. Adapun hirarki – hirarki tersebut adalah :
(1) Kebutuhan fisiologis atau dasar
(2) Kebutuhan akan aman dan tenteram
(3) Kebutuhan akan dicintai dan disayangi
(4) Kebutuhan untuk dihargai
(5) Kebutuhan untuk aktualisasi diri

4. Bloom dan Krathwohl


Dalam hal ini, Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai
(dipelajari ) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut.
1. Kognitif
Kognitif terdiri dari tiga tingkatan:
(1) Pengetahuan ( mengingat, menghafal );
(2) Pemahaman ( menginterpretasikan );
(3) Aplikasi ( menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah );
(4) Analisis ( menjabarkan suatu konsep );
(5) Sintesis ( menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh);
(6) Evaluasi ( membandingkan ide, nilai, metode, dsb ).

8
2. Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
(1) Peniruan ( menirukan gerak );
(2) Penggunaan ( menggunakan konsep untuk melakukan gerak );
(3) Ketepatan ( melakukan gerak dengan benar );
(4) Perangkaian ( melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar );
(5) Naturalisasi ( melakukan gerak secara wajar ).

3. Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
(1) Pengenalan ( ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu );
(2) Merespon ( aktif berpartisipasi );
(3) Penghargaan ( menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu);
(4) Pengorganisasian ( menghubung - hubungkan nilai-nilai yang dipercayai );
(5) Pengalaman ( menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup ).

5. Kolb
Sementara itu, Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu:
1. Pengalaman konkret;
Pada tahap ini seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu
kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran tentang hakikat kejadian tersebut. Dia
pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti
itu.
2. Pengalaman aktif dan reflektif;
Siswa lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadian itu,
serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
3. Konseptualisasi;
Siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau “teori” tentang sesuatu hal
yang pernah diamatinya. Pada tahap ini siswa diharapkan sudah mampu untuk
membuat aturan-aturan umum ( generalisasi ) dari berbagai contoh kejadian yang
meskipun tampak berbeda-beda, tetapi mempunyai landasan aturan yang sama.
4. Eksperimentasi aktif
Siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru.
Dalam dunia matematika misalnya, siswa tidak hanya memahami “ asal-usul”
sebuah rumus, tetapi ia juga mampu memakai rumus tersebut untuk memecahkan
suatu masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya.

6. Honey dan Mumford


Berdasarkan teori Kolb ini, Honey dan Mumford menggolongkan siswa menjadi empat
tipe, yakni:
1. Aktivis
Ciri dari siswa ini adalah suka melibatkan diri pada pengalaman-pengalaman baru
dan cenderung berpikiran terbuka serta mudah diajak berdialog. Namun, siswa
seperti ini biasanya kurang skeptis terhadap sesuatu. Dalam belajar mereka
9
menyukai metode yang mampu mendorong seseorang menemukan hal-hal baru,
seperti brainstorming atau problem solving. Akan tetapi mereka cepat merasa
bosan dengan hal-hal yang perlu waktu lama dalam implementasi.
2. Reflektor
Siswa tipe ini cenderung sangat berhati-hati mengambil langkah sehingga dalam
mengambil keputusan mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat baik
buruknya.
3. Teoris
Siswa tipe ini biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai
pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Berpikir rasional adalah sangat
penting. Dan mereka cenderung sangat skeptis dan tidak suka hal-hal yang
spekulatif.
4. Pragmatis
Siswa pada tipe ini menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari segala
hal. Bagi mereka teori memang penting, tapi tidak akan berguna jika tidak
dipraktikkan.

7. Habermas
Menurutnya belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dari lingkungan maupun
dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini Habermas membagi belajar menjadi tiga
bagian, yaitu:
(1) Belajar teknis ( technical learning )
Dalam belajar teknis siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya.
Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari
ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
(2) Belajar praktis ( practical learning )
Pada belajar ini siswa juga belajar berinteraksi, tetapi yang lebih dipentingkan adalah
interaksi dia dengan orang-orang di sekelilingnya.
(3) Belajar emansipatoris ( emancipatory learning)
Pada belajar ini siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik
mungkin tentang perubahan ( transformasi ) kultural dari suatu lingkungan. Inilah
tujuan pendidikan yang paling tinggi.

Psikologi humanistik dan pengajaran di dalam bagian ini berisi tentang bagaimana para
psikolog humanistik berupaya menggabungkan keterampilan dan informasi kognitif
dengan segi efektif , nilai – nilai, dan perilaku antar pribadi. Sehubungan dengan itu akan
di bicarakan tiga macam program :
a. Confluent education
Adalah proses pendidikan yang memadukan atau mempertemukan pengalaman
– pengalaman efektif dengan belajar kognitif di dalam kelas.Sebagai contoh guru
bahasa indonesia memberikan tugas pada para siswa untuk membaca sebuah novel,
katakanlah misalnya tentang “keberanian” sebuah novel perang. Melalui tugas itu siswa
diharapkan memahami isi bacaan tersebut dengan sebaik – sebaiknya tetapi juga
memperoleh kesadaran antar pribadi yang lebih baik dengan jalan membahas

10
pengertian mereka sendiri mengenai keberanian dan perasaan takut. Untuk keperluan
itu tugas tersebut di lengkapi dengan tugas – tugas yang berkaitan, antara lain :
 Mewawancarai orang – orang yang tahu tentang perang.
 Mendengarkan musik perang, menuliskan pikiran – pikiran dan perasaan yang
timbul secara bebas, kemudian menghayatinya dalam kelompok – kelompok kecil.
 Memperdebatkan apakah perang itu dapat dihindari ataukah tidak.
 Membandingkan perang saudara dengan sajak – sajak perang.

b. Open Education
Adalah proses pendidikan terbuka, Menurut Walberg dan Thomas (1972), open
education itu memiliki delapan kriteria :
 Kemudahan belajar tersedia, artinya berbagai macam bahan yang di perlukan
untuk belajar tersedia
 Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan hangat artinya menggunakan bahan
buatan siswa : guru menangani masalah – masalah tingkah laku dengan jalan
berkomunikasi secara pribadi dengan siswa yang bersangkutan saja.
 Mendiagnosis peristiwa – peristiwa belajar , artinya siswa – siswa memeriksa
pekerjaan mereka sendiri.
 Pengajaran, artinya pengajaran individual ; tidak ada tes ataupun buku kerja.
 Penilaian, artinya guru membuat penilaian secara individual : hanya sedikit sekali
di adakan test formal.
 Mencari kesempatan untuk pertumbuhan profesional, artinya guru menggunakan
bantuan orang lain, guru bekerja dengan teman – teman sekerjanya.
 Persepsi guru sendiri, artinya guru berusaha mengamati semua siswa untuk
memantau kegiatan mereka.
 Asumsi tentang para siswa dan proses belajar, artinya suasana kelas hangat dan
ramah, sehingga para siswa asyik melakukan sesuatu.
Meskipun pendidikan terbuka itu memberikan kesempatan pada para siswa untuk bergerak
secara bebas di sekitar ruangan dan memilih aktifitas belajar mereka sendiri, namun
bimbingan guru tetap di perlukan. Kira-kira perlu di catat bahwa open education ini lebih
efektif dari pada pendidikan tradisional dalam hal meningkatkan hal belajar yang bersifat
efektif, kerja sama, kreatifitas, dll.

c. Cooperative learning
Belajar cooperative merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi
siswa. Menurut Slavin (1980) cooperative memiliki tiga karakterisik sebagai berikut :
 Siswa belajar dalam tim – tim yang kecil (4-6 orang anggota) komposisi ini tetap selama
berminggu – minggu.
 Siswa di dorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat
akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.
 Siswa diberi imbalan atau hadiah bagi yang berprestasi.
Adapun teknik dalam belajar cooperative learning itu ada empat macam :
 Team game tournament (TGT); dalam teknik ini siswa –siswa yang kemampuan dan
jenis kelaminnya berbeda di satukan dalam team (4 orang). Setelah itu guru menyajikan
soal dan team lalu mengerjakan, saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama se
team untuk menghadapi tournament yang biasanya di selenggarakan seminggu sekali.
11
 Teams – achievement divisions; teknik ini juga menggunakan team (4 orang) tetapi
kegiatan tournament di ganti dengan bertanya selama lima belas menit. Skor – skor
pertanyaan menjadi skor team.
 Jigsaw, dalam teknik ini siswa di masukan dalam tim –tim kecil yang bersifat heterogen.
Bahan pelajaran di bagikan kepada anggota anggota team. Kemudian siswa tersebut
mempelajari bahan pelajaran yang sama dengan team lain kemudian mereka kembali ke
kelompoknya masing – masing dan menjelaskan apa yang telah dipelajari dari kelompok
lain tersebut kepada kelompoknya.
 Group investigation adalah teknik di mana para siswa bekerja di dalam kelompok –
kelompok kecil yang menangani berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok
membagi tugas tersebut menjadi sub topik – sub topik, kemudian setiap anggota
kelompok melakukan penelitian yang di perlukan untuk mencapai tujuan kelompok,
setelah itu kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada kelas. Dalam metode ini
hadiah atau point tidak di berikan.
Menurut cooperative learning itu pada umumnya mempunyai efek yang positif terhadap
prestasi akademik. Keberhasilan cooperative learning ini juga tergantung dengan
kemampuan siswa berinteraksi di dalam kelompok.

C. Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik


Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik:
1. Manusia mempunyai belajar alami
2. Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi
dengan maksud tertentu
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
5. Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.
6. Belajar yang bermakna diperolaeh jika siswa melakukannya
7. Belajar lancer jika siswa dilibatkan dalam proses belajar
8. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
9. Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
10. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang
penting yaitu:
(1) Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu
alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan
asimilasi pengalaman baru.
(2) Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan
kebutuhan siswa.
(3) belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar.
(4) belajar secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang
belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri.
(5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun
perasaan akan lebih baik dan tahan lama.
(6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan
evaluasi diri orang lain tidak begitu penting.

12
D. Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik
adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran
mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar
kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi
dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses
yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur
dan positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri
5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko
perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi
ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan
pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain
dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang
lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

E. Implikasi Teori Belajar Humanistik

Guru Sebagai Fasilitator


Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini
merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):
(1) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas
(2) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di
dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.

13
(3) Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
(4) Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling
luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
(5) Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
(6) Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima
baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
(7) Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok,
dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
(8) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu
andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
(9) Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
(10) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :


1. Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan
segera dari siswa)
7. Tersenyum pada siswa

F. Kelebihan dan Kekurangan Aplikasi Teori Belajar Humanistik


Penggunaan teori sesuai pada fungsinya memiliki manfaat yang lebih terasa besar. Aplikasi dari
teori belajar ini memiliki dua sisi efek, yaitu kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian).
Daftar kelebihan dan kekurangan dari penggunaan teori belajar ini akan disampaikan secara
ringkas berikut.

Kelebihan Teori Belajar Humanistik

1. Aplikasi teori ini bisa memunculkan kreativitas peserta didik atau orang yang belajar. Hal
ini terjadi karena teori ini berpusat pada orang yang belajar, bukan pada materi yang
harus dijejalkan pada peserta didik.
2. Perkembangan teknologi yang pesar ekuivalen dengan perkembangan belajar.

14
3. Tenaga pendidik justru memiliki tugas yang lebih ringan, tidak terpaku untuk
menyelesaikan materi tetapi lebih fokus pada pengembangan setiap individu yang belajar.
4. Teori humanistik cenderung mampu merekatkan hubungan sosial antara peserta didik.
Tidak ada persaingan dalam pembelajaran karena semua orang berhak untuk
mengoptimalkan kemampuan diirnya, sesuai pada tingkatan masing-masing.
5. Teori belajar humanistik adalah pilihan kiblat yang cocok terutama untuk pendidikan
yang bersifat membentuk karakter, mengubah sikap, atau menganalisis fenomena sosial.
6. Indikator dari keberhasilan penerapan teori humanistik adalah perasaan senang dan tidak
ada tekanan yang dialami peserta didik. Mereka bahkan memiliki inisiatif tersendiri untuk
belajar. Pola pikir, perilaku, dan sikap mengikuti kemauan sendiri alias tidak terpaksa
atau kaku.
7. Melatih peserta didik sebagai pribadi yang bebas dan tidak terikat dengan pendapat orang
lain. Peserta didik diarahkan untuk bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

Kekurangan Teori Belajar Humanistik


Meskipun cenderung sangat membebaskan peserta didik dalam proses pembelajaran, nyatanya
teori ini memiliki beberapa kelemahan yang harus diwaspadai.

1. Aplikasi teori ini memungkinkan peserta didik untuk sulit memahamai potensi dirinya
sendiri. Ini terjadi karena tenaga pendidik yang terlalu ‘melepaskan’ peserta didik dalam
mengeksplorasi dirinya sendiri.
2. Peserta didik yang tidak berminat untuk mengikuti proses belajar akan tertinggal dengan
peserta didik lain yang sudah memiliki niatan untuk belajar dan memperbaiki diri.
3. Jika peserta didik tidak rajin untuk mengikuti proses pembelajaran, besar kemungkinan ia
akan kesulitan mengikuti proses belajar selanjutnya karena masih tertinggal di tahap-
tahap awal.
4. Apabila peserta didik mengalami ketidak tahuan atau kurang paham atas konten
pembelajaran dan tidak segera ditangani oleh tenaga pendidik, proses pembelajaran oleh
peserta didik tersebut bisa terhambat.
5. Peserta didik memiliki potensi untuk menyalahgunakan kebebasan yang diberikan.
6. Peserta didik yang belum mampu berpikir untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri
cenderung sulit untuk melakukan pemusatan pikiran.
7. Pada konteks atau praktisnya, teori ini kurang mungkin untuk diterapkan pada sistem
pembelajaran sekolah saat ini.

15
Daftar Pustaka

Dakir, Dasar-dasar Psikologi. Jakarta: Pustaka Pelajar, 1993.

Darsono, Max. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. 2001

Azies dan A. Chaedar Alwasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif; Teori dan Praktek. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 1996.

Hadis, Abdul. Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.

Mulyati, Psikologi Belajar. Yogyakarta: CV. Andi Offset. 2005.

iii

Anda mungkin juga menyukai