Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

KEBUTUHAN ELIMINASI

Disusun oleh:
Kelompok 5

Lataniya Auliya Rizky (1914301051)


Shintia Lega Utami (1914301053)
Dhimas Okthavian Arishandi (1914301054)
Serli Diani (1914301059)
Rara Suci Ariyati (1914301077)
Ade Putri Aulia (1914301084)
Qurrota A’yun Nurhasanah (1914301096)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
PROGRAM STUDI D4 KEPERAWATAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas Rahmatnya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini yang membahas tentang Kebutuhan Dasar Eliminasi.
Terima kasih kami ucapkan kepada para pengajar atas bimbingan dan pendidikan yang
diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Makalah ini merupakan hasil diskusi kelompok kami dengan materi eliminasi. Pembahasan
di dalamnya kami dapatkan dari kuliah, browsing internet, diskusi anggota, dll. Dengan
pemahaman berdasarkan pokok bahasan masalah kebutuhan dasar eliminasi pada manusia.

Kami sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaannya.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi kami yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi teman-
teman dan kami khususnya.

Bandar Lampung, 23 Juli 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUSAN MASALAH 1
1.3 TUJUAN 1
1.4 MANFAAT 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 DEFINISI 2
2.3 ANATOMI-FISIOLOGI SALURAN PERKEMIHAN 2
2.3 URINE 3
2.4 FISIOLOGI ELIMINASI URIN 3
2.5 GANGGUAN-GANGGUAN PADA ELIMINASI URIN 4
2.6 ASUHAN KEPERAWATAN 6
2.6.1 Pengkajian 6
2.6.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi 7
2.6.3 Proses Keperawatan 7
2.7 ANATOMI-FISIOLOGI SALURAN GATROINTESTINAL 9
ELIMINASI FEKAL
2.8 PROSES DEFEKASI 11
2.9 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES
DEFEKASI 11
2.10 MASALAH-MASALAH PADA ELIMINASI FEKAL 12
2.11 ASUHAN KEPERAWATAN 12
2.11.1 Pengkajian 12
2.11.2 Diagnosis Keperawatan dan Intervensi 13
BAB III PENUTUP 15
3.1 KESIMPULAN 16
3.2 SARAN 16
DAFTAR PUSTAKA 17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Eliminasi merupakan salah satu dari proses metabolic tubuh. Produk sampah dikeluarkan
melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara primer mengeluarkan
karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme pada jaringan. Kulit
mengeluarkan air dan natrium / keringat. Ginjal merupakan bagian tubuh primer yang utama
untuk mengekskresikan kelebihan cairan tubuh, elektrolit, ion-ion hydrogen, dan asam.Usus
mengeluarkan produk yang padat dan beberapa cairan dari tubuh.

Eliminasi fekal adalah proses pengeluaran sisa pencernaan melalui anus. Makanan yang
sudah dicerna kemudian sisanya akan dikeluarkan dalam bentuk feses.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Menjelaskan konsep kebutuhan eliminasi urine dan fekal.
2. Menjelaskan sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan eliminasi urine dan fekal.
3. Menjelaskan proses eliminasi urine dan fekal.
4. Menjelaskan gangguan-gangguan pada eliminasi urin dan fekal.

1.3 TUJUAN
1. Menjelaskan konsep pemenuhan kebutuhan eliminasi urin dan fekal.
2. Menjelaskan fisiologi sistem eliminasi urin dan fekal.
3. Menjelaskan gangguan-gangguan pada eliminasi urin dan fekal.
4. Menjelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi eliminasi urine dan fekal.
5. Menjelaskan asuhan keperawatan dengan pemenuhan kebutuhan urin dan fekal.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang melalui
ginjal berupa urin maupun melalui gastrointestinal yang berupa fekal. Proses pengeluaran
ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder,
dan uretra sedangkan organ-organ yang berfungsi pada eliminasi fekal yaitu mulut,faring,
esofagus, dan lambung.

2.2 ANATOMI FISIOLOGI SALURAN PERKEMIHAN


Saluran perkemihan pada eliminasi urin terdiri atas ginjal,ureter, kandung kemih,dan uretra.
1. Ginjal
Bentuknya seperti biji kacang, berjumlah dua. Ginjal terletak di kedua sisi medula
spinalis,di balik rongga peritoneum. Ginjal terdiri atas satu juta unit fungsional nefron
yang bertugas menyaring darah dan membuang limbah metabolik. Selain itu,ginjal
juga bertugas mempertahankan homeostatis cairan tubuh melalui beberapa
cara,yakni:
a. Pengaturan volume cairan.
b. Pengaturan jumlah elektrolit tubuh.
c. Pengaturan keseimbangan asam – basa tubuh.
d. Ekskresi sisa – sisa metabolisme..
e. Reabsorpsi bahan yang bersifat vital untuk tubuh.
f. Fungsi hormonal dan metabolisme.
Fungsi utama ginjal ialah mengeluarkan sisa nitrogen, toksin, ion, dan obat-obatan,
mengatur jumlah dan zat-zat kimia dalam tubuh, mempertahankan keseimbangan
antara air dan garam-garam serta asam dan basa, menghasilkan renin, enzim untuk
membantu pengaturan tekanan darah, menghasilkan hormon eritropoitin yang
menstimulasi pembentukan sel-sel darahmerah di sumsum tulang serta membantu
dalam pembenrtukan vitamin D.
2. Ureter
Ureter adalah tabung yang berasal dari ginjal dan bermuara di kandung kemih.
Panjangnya sekitar 25 cm dan diameternya 1,25 cm.Pada pertemuan antara ureter dan
kandung kemih,terdapat lipatan membran mukosa yang bertindak sebagai katup guna

5
mencegah refluks urine kembali ke ureter sehingga mencegah penyebaran infeksi dari
kandung kemih ke atas.
3. Kandung kemih
Kandung kemih ( vesika urinaria ) adalah kantung muskular tempat urine bermuara
dari ureter. Ketika kosong atau seetengah terisi,kandung kemih terletak di belakang
simfisis pubis. Pada pria, kandung kemih terletak di antara kelenjar prostat dan
rektum; pada wanita, kandung kemih terletak di antara uterus dan vagina. Dinding
kandung kemih sangat elastis sehingga mampu menahan regangan yang sangat besar.
Saat penuh, kandung kemih bisa melebihi simfisis pubis, bahkan bisa setinggi
umbilikus.
4. Uretra
Uretra membentang dari kandung kemih sampai meatus uretra. Panjang uretra pada
pria sekitar 20 cm dan membentang dari kandung kemih sampai ujung penis. Uretra
pria terdiri atas tiga bagian, yaitu uretra pars prostatika, uretra pars membranosa, dan
uretra pars spongiosa. Pada wanita, panjamg uretra sekitar 3 cm dan membentang dari
kandung kemih sampai lubang di antara labia minora 2,5 cm di belakang klitoris.
Karean uretranya yang pendek, wanita lebih rentan mengalami infeksi saluran kemih.

2.3 URINE

1. Ciri-ciri urine normal


a. Jumlah dalam 24 jam ± 1.500 cc, bergantung pada banyaknya asupan cairan
b. Berwarna oranye bening, pucat, dan tanpa endapan
c. Berbau tajam
d. Sedikit asam (pH rata-rata 6)
2. Proses pembentukan urine
Ada tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urine: filtrasi glomerulus,
reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
a. Filtrasi glomerulus.Saat darah melalui glomerulus,terjadi filtrasi plasma bebas
protein menembus membran kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman.
Filtrasi yang lolos tersebut terdiri atas air, glukosa, natrium, klorida, sulfat, dan
bikarbonat yang kemudian diteruskan ke tubulus ginjal.
b. Reabsorpsi tubulus. Pada tubulus bagian atas, terjadi penyerapan kembali
sebagian besar zat-zat penting seperti glukosa, natrium, klorida, sulfat, dan ion

6
bikarbonat. Proses tersebut berlangsung secara pasif yang dikenal dengan istilah
reabsorpsi obligator. Apabila diperlukan,tubulus bawah akan menyerap kembali
natrium dan ion bikarbonat melalui proses aktif yang dikenal dengan istilah
reabsorpsi fakultatif. Zat-zat yang direabsorpsi tersebut diangkut oleh kapiler
peritubulus ke vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan.
c. Sekresi tubulus. Mekanisme ini merupakan cara kedua bagi darah untuk masuk
ke dalam tubulus di samping melalui filtrasi glomerulus. Melalui sekresi
tubulus, zat-zat tertentu pada plasma yang tidak berhasil disaring di kapiler
tubus dapat lebih cepat dieliminasi.

2.4 FISIOLOGI ELIMINASI URIN


Faktor-faktor yang memengaruhi eliminasi urine meliputi
1. Pertumbuhan dan perkembangan. Jumlah urine yang diekskresikan dapat
dipengaruhi oleh usia dan berat badan seseorang. Normalnya, bayi dan anak-anak
mengekskresikan 400-500 ml urine setiap harinya. Sedangkan orang dewasa
mengekskresikan 1500-1600 ml urine per hari. Seiring penuaan,lansia juga
mengalami perubahan pada fungsi ginjal dan kandung kemihnya sehinggga
mengakibatkan perubahan pada pola eliminasi urine (misal: nokturia, sering
berkemih, residu urine).
2. Asupan cairan dan makanan. Kebiasaan mengkonsumsi jenis makanan atau
minuman tertentu (misal: teh, kopi, coklat, alkohol) dapat menyebabkan
peningkatan ekskresi urine karena dapat menghambat hormon antidiuretik (ADH).
3. Kebiasaan/gaya hidup. Gaya hidup ada kaitannya dengan kebiasaan seseorang
ketika berkemih. Sebagai contoh,seseorang yang terbiasa buang air kecil di sungai
atau di alam bebas akan mengalami kesulitan ketika harus berkemih di toilet atau
menggunakan pispot pada saat sakit.
4. Faktor psikologis. Kondisi stress dan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan
stimulus berkemih.
5. Aktifitas dan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan kerja (kontaksi) otot-otot
kandung kemih, abdomen, dan pelvis. Jika terjadi gangguan pada kemampuan
tonus otot, dorongan untuk berkemih juga akan berkurang. Aktivitas dapat
meningkatkan kemampuan metabolisme dan produksi urine secara optimal.

7
6. Kondisi patologis. Kondisi sakit seperti demam dapat menyebabkan penurunan
produksi urine akibat banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui penguapan kulit.
Kondisi inflamasi dan iritasi organ kemih dapat menyebabkan retensi urine.
7. Medikasi. Penggunaan obat-obat tertentu (misal: diuretik) dapat meningkatkan
haluaran urine, sedangkan penggunaan antikolinerrgik dapat menyebabkan retensi
urine.
8. Proses pembedahan. Tindakan pembedahan menyebabkan stres yang akan
memicu sindrom adaptasi umum. Kelenjar hipofisi anterior akan melepaskan
hormon ADH sehingga meningkatkan reabsorpsi air dan menurunkan haluaran
urine.Selain itu, respons stres juga meningkatkan kadar aldosteron yang
mengakibatkan penurunan haluaran urine.
9. Pemeriksaan diagnostik. Prosedur pemeriksaan saluran perkemihan,seperti
pielogram intravena dan urogram, tidak membolehkan pasian mengkonsumsi
cairan per oral sehingga akan memengaruhi haluaran urine. Selain itu, pemeriksaan
diagnostik yang bertujuan melihat langsung struktur perkemihan (misal:sitoskopi)
dapat menyebabkan edema pada outlet uretra dan spasme pada sfingter kandung
kemih. Ini menyebabkan kien sering mengalami retensi urine dan mengeluarkan
urine berwarna merah muda akibat adanya perdarahan.

2.5 GANGGUAN-GANGGUAN PADA ELIMINASI URIN


1. Perubahan Eliminasi Urine
Meskipun produksi urine normal, ada sejumlah faktor atau kondisi yang dapat
memengaruhi eliminasi urine. Beberapa perubahan yang terjadi pada pola eliminasi
urine akibat kondisi tersebut antara lain inkontinensia, retensi, enuresis, frekuensi,
urgensi, dan disuria.
a. Inkontinensia urine. Inkontinensia urine adalah kondisi ketika dorongan
berkemih tidak mampu dikontrol oleh sfingter eksternal. Sifatnya bisa
menyeluruh (inkontinensia parsial).
Ada dua jenis inkontinensia,yakni inkontinensia stres dan inkontinensia urgensi.
a) Inkontinensia stres. Inkontinensia stres terjadi saat tekanan intraabdomen
meningkat dan menyebabkan kompresi kandung kemih. Kondisi ini
biasanya terjadi ketika seseorang batuk atau tertawa. Penyebabnya antara
lain peningkatan tekanan intraabdomen, perubahan degeneratif terkait usia,
dan lain-lain.

8
b) Inkontinensia urgensi. Inkontinensia urgensi terjadi saat klien mengalami
pengeluaran urine involunter karena desakan yang kuat dan tiba-tiba untuk
berkemih. Penyebabnya antara lain infeksi saluran kemih bagian bawah,
spasme kandung kemih, overdistensi, penurunan kapasitas kandung kemih,
peningkatan konsumsi kafein atau alkohol, serta peningkatkan konsentrasi
urine (Taylor,1989).
b. Retensi urine. Retensi urine adalah kondisi tertahannya urine di kandung kemih
akibat terganggunya proses pengosongan kandung kemih sehingga kandung
kemih menjadi regang. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh obstuksi (misal:
hipertrofi prostat), pembedahan, otot sfingter yang kuat, peningkatan tekanan
uretra akibat otot detrusor yang lemah.
c. Sering berkemih (frekuensi). Sering berkemih (frekuensi) adalah
meningkatnya frekuensi berkemih tanpa disertai peningkatan asupan cairan.
Kondisi ini biasanya terjadi pada wanita hamil (tekanan rahim pada kandung
kemih), kondisi stres, dan infeksi saluran kemih.
d. Urgensi. Urgensi adalah perasaan yang sangat kuat untuk berkemih. Ini biasa
terjadi pada anak-anak karena kemampuan kontrol sfingter mereka yang lemah.
Gangguan ini biasanya muncul pada kondisi stres psikologis dan iritasi uretra.
e. Disuria. Disuria adalah rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih. Ini biasanya
terjadi pada kasus infeksi uretra, infeksi saluran kemih, dan trauma kandung
kemih.

2. Perubahan Produksi Urine


Selain perubahan eliminasi urine, masalah lain yang kerap dijumpai pada pola
berkemih adalah perubahan produksi urine. Perubahan tersebut meliputi poliuria,
oliguria, dan anuria.
a. Poliuria. Poliuria adalah produksi urine yang melebihi batas normal tanpa
disertai peningkatan asupan cairan. Kondisi ini dapat terjadi pada penderita
diabetes, ketidakseimbangan hormonal (misal:ADH), dan nefritis kronik.
Poliuria dapat menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan yang mengarah
pada dehidrasi.
b. Oliguria dan anuria. Oliguria adalah produksi urine yang rendah, yakni 1000-
500 ml/24 jam. Kondisi ini bisa disebabkan oleh asupan cairan yang sedikit atau
pengeluaran cairan yang abnormal, dan terkadang ini mengindikasikan

9
gangguan pada aliran darah menuju ginjal. Sedangkan anuria adalah produksi
urine kurang dari 100 ml/24 jam.

2.6 ASUHAN KEPERAWATAN

2.6.1 Pengkajian

Untuk mengidentifikasi masalah eliminasi urine dan mengumpulkan data guna


menyusun suatu rencana keperawatan, perawat melakukan pengkajian riwayat
keperawatan, melakukan pengkajian fisik, mengkaji urine klien, dan meninjau
kembali informasi yang telah diperoleh dari tes dan pemeriksaan diagnostik.

a. Riwayat Keperawatan
Riwayat keperawatan mencakup tinjauan ulang pola eliminasi dan gejala-gejala
perubahan urinarius, serta mengkaji faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
kemampuan klien untuk berkemih secara normal.

b. Pola perkemihan
Perawat menanyakan pada klien mengenai pola berkemih hariannya, termasuk
frekuensi dan waktunya, volume normal urine yang dikeluarkan setiap kali
berkemih, dan adanya perubahan yang terjadi baru-baru ini. Frekuensi berkemih
bervariasi pada setiap individu dan sesuai dengan asupan serta jenis-jenis haluaran
cairan dari jalur yang lain. Waktu berkemih yang umum saat bangun tidur, setelah
makan, dan sebelum tidur. Kebanyakan orang berkemih sebanyak lima kali atau
lebih dalam sehari. Klien yang sering berkemih pada malam hari kemungkinan
mengalami penyakit ginjal atau pembesaran prostat.

c. Faktor yang mempengaruhi perkemihan


Factor-faktor yang mempengaruhi perkemihan antara lain, usia, lingkungan, dan
riwayat pengobatan.

Pengkajian Fisik
1. Kulit
Perawat mengkaji kondisi kulit klien. Sering berkaitan dengan
ketidakseimbangan cairan elektrolit. Mengkaji status hidrasi klien dengan
mengkaji turgor kulit dan mukosa mulut

10
2. Ginjal
Apabila ginjal terinfeksi biasanya akan timbul nyeri. Perawat dapat mengkaji
adanya nyeri, tekan di daerah pinggul pada awal penyakit pada saat merkusi
sudut kostovertebra. Peradangan ginjal menimbulkan nyeri selama perkusi
dilakukan. Auskultasi juga dilakukan untuk mendeteksi adanya bunyi bruit di
arteri ginjal.
3. Kandung Kemih
Saat kandung kemih berdistensi, kandung kemih terangkat sampai ke atas
simfilis pubis pada garis tengah abdomen dan dapat membentang sampai tepat
di bawah umbilicus. Pada infeksi, perawat dapat melihat adanya
pembengkakan pada abdomen bagian bawah. Saat perawat memberi tekanan
ringan pada kandung kemih, klien mungkin akan merasakan suatu nyeri tekan
atau bahkan sakit. Perkusi pada kandung kemih yang penuh menimbulkan
bunyi perkusi tumpul.
4. Meatus Uretra
Pengkajian ini mendeteksi adanya infeksi atau kelainan lain dalam kondisi
normal, meatus berwarna merah muda dan tampak sebagai lubang kecil di
bawah klitoris dan di atas oripisium vagina. Tidak ada rabas yang keluar dari
meatus. Apabila ada rabas, spesiemen rabas uretra harus diambil sebelum klien
berkemih.

Pengkajian Urine
Asupan dan haluaran
Perawat mengukur asupan cairan klien di tempat pelayanankesehatan, baik jika
dokter memprogramkan pengukuran I & O maupun jika penilaian perawat
memerlukan suatu pengukuran yang lebih cepat. Mengukur semua sumber cairan,
termasuk asupan oral, infus cairan IV, makanan yang diberikan melalui selang,
dan cairan yang di masukkan ke dalam selang nasogastric atau selang gaster.

Karakteristik Urine
1. Warna
Warna urine normal bervariasi dari warna pucat, agak kekuningan, sampai
kuning cokelat tergantung pada kepekatan urine. Pendarahan dari ginjal, urine
menjadi merah gelap; pendardahan dari kandung kemih, urine menjadi merah

11
terang. Urine yang berwarna cokelat gelap dapat disebabkan oleh tingginya
konsentrasi bilirubin akibat disfungsi hati.
2. Kejernihan
Urine yang normal tampak transparan. Sedangkan urine yang menderita
penyakit ginjal dapat tampak keruh atau berbusa akibat tingginya konsentrasi
protein.
3. Bau
Semakin pekat warna urine maka semakin kuat baunya. Urine yang dibiarkan
dalam jangka waktu yang lama akan mengeluarkan bau ammonia.

2.6.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

a. Gangguan pola eliminasi urine: Inkontinensia Urine Stress


Kategori: Fisiologis
Subkategori: Eliminasi
Definisi
Kebocoran urine mendadak dan tidak dapat dikendalikan karena aktivitas yang
meningkatkan tekanan intraabdominal.

12
Penyebab
1. Kelemahan intrinsik spinkter uretra
2. Perubahan degenerasi/non degenerasi otot pelvis
3. Kekurangan estrogen
4. Peningkatan tekanan intraabdomen
5. Kelemahan otot pelvis

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif Objektif
Mengeluh keluar urine <50 ml sat (tidak tersedia)
tekanan abdominal meningkat
(mis.saat berdiri, bersin, tertawa, atau
mengangkat benda berat)

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
1. Pengeluaran urine tidak tuntas Overdistensi abdomen
2. Urgensi miksi
3. Frekuensi berkemih meningkat

Kondisi Klinis Terkait


1. Obesitas 5. Operasi abdomen
2. Kehamilan/melahirkan 6. Operasi prostat
3. Menopose 7. Penyakit Alzheimer
4. Infeksi saluran kemih 8. Cedera medula spinalis

Intervensi
Intervensi Utama
1. Latihan Otot Panggul
2. Perawatan Inkontinensia Urine

Intervensi Pendukung
1. Dukungan Kepatuhan Program Pengobatan
2. Manajemen lingkungan
3. Dukungan Perawatan Diri: BAB/BAK
4. Pemantauan Respirasi

13
5. Edukasi Program Pengobatan
6. Pemberian Obat Oral
7. Manajemen eliminasi Urine
8. Perawatan Perineum
9. Manajemen Inkontinensia Urine
10. Promosi Berat Badan
11. Manajemen Medikasi
12. Terapi Biofeedback

Latihan Otot Panggul


Definisi
Mengajarkan kemampuan menguatkan otot-otot elevator ani dan urogenital melalui
kontraksi berulang untuk menurunkan inkontinensia urin dan ejakulasi dini.

Tindakan
Observasi
- Monitor pengeluaran urine

Terapeutik
- Berikan reinforcement positif selama melakukan latihan dengan benar

Edukasi
- Anjurkan berbaring
- Anjurkan tidak mengkontraksikan perut, kaki dan bokong saat melakukan latihan
otot panggul
- Anjurkan menambah durasi kontraksi-relaksasi 10 detik dengan siklus 10-20
kali, dilakukan 3-4 sehari
- Ajarkan mengkontraksikan sekitar otot uretra dan anus seperti menahan
BAB/BAK selama 5 detik kemudian dikendurkan dan direlaksasikan dengan
siklus 10 kali
- Ajarkan mengevaluasi latihan yang dilakukan dengan cara menghentikan urin
sesaat saat BAK, seminggu sekali
- Anjurkan latihan selama 6-12 minggu

Kolaborasi

11
- Kolaborasi rehabilitasi medik untuk mengukur kekuatan kontarksi otot dasar
panggul, jika perlu

b. Inkontinensia Urine Berlanjut


Kategori: Fisiologis
Subkategori: Eliminasi

Definisi
Pengeluaran urine tidak terkendali dan terus-menerus tanpa distensi atau
perasaan penuh pada kandung kemih.

Penyebab
1. Neuropati arkus refleks
2. Disfungsi neurologis
3. Kerusakan refleks kontraksi detrusor
4. Trauma
5. Kerusakan medula spinalis
6. Kelainan anatomis (mis. fistula)

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif
Objektif
1. Keluarnya urin konstan tanpa (tidak tersedia)
distensi
2. Nokturia lebih dari 2 kali

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
1. Berkemih tanpa sadar (tidak tersedia)
2. Tidak sadar inkontinensia urin

Kondisi Klinis Terkait


1. Cedera kepala 4. Infeksi medula spinalis
2. Trauma 5. Fistula saluran kemih
3. Tumor
Intervensi

Intervensi utama
1. Kateterisasi urine
2. Perawatan inkontenensia urine
Intervensi pendukung
1. Dukungan perawatan diri : 2. Latihan berkemih
BAB/BAK 3. Latihan otot panggul

11
4. Manajemen cairan 7. Perawatan kateter
8. Perawatan retensi urine
5. Manajemen eliminasi urine
6. Pemberiaan obat oral
Kateterisasi Urine
Definisi
Memasukan selang kateter urine kedalam kandung kemih.
Tindakan
Observasi
- Periksa kondisi pasien.
Teraupetik
- Siapkan peralatan , bhan-bahan dan ruangan tindakan
- Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal reekumben
(untuk wanita) dan supine (untuk laki-laki).
- Pasangkan sarung tangan.
- Bersihkan daerah perineal dengan cairan NaCl.
- Lakukan insersi kateter urine dengan urine bag
- Isi balon dengan NaCl.
- Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau paha.
- Pastikan kantung rine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih.
- Berikan label waktu pemasangan .
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter
- Anjrkan menarik napas saat insersi selang kateter.

c. Inkontinensia Urine Berlebih


Kategori: Fisiologis
Subkategori: Eliminasi

Definisi
Kehilangan urine yang tidak terkendali akibat overdistensi kandung kemih.

Penyebab
1. Blok sfingter
2. Kerusakan atau ketidakadekuatan jalur aferen
3. Obstruksi jalan keluar urine (mis. impaksi fekal, efek agen
farmakologis)

11
4. Ketidakadekuatan detrusor (mis. pada kondisi stress atau tidak
nyaman, deconditioned voiding)

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif
1. Residu volume urine setelah berkemih atau keluhan kebocoran sedikit
urine
2. Nokturia

Objektif
1. Kandung kemih distensi (bukan berhubungan dengan penyebab
reversibel akut) atau kandung kemih distensi dengan sering, sedikit berkemih
atau dribbling

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
(tidak tersedia)

Objektif
1. Residu urine 100 ml atau lebih

Kondisi Klinis Terkait


1. Asma
2. Alergi
3. Penyakit neurologi: cedera/tumor/infeksi medula spinalis
4. Cedera kepala
5. Sklerosis multipel
6. Dimielinisasi saraf
7. Neuropati diabetikum
8. Neuropati alkohol
9. Striktura uretra/leher kandung kemih
10. Pembesaran prostat
11. Pembengkakan perineal

Intervensi

Intervensi utama
a. Kateterisasi urine
b. Perawatan inkontenensia urine
Intervensi pendukung
1. Dukungan perawatan diri : 3. Latihan otot panggul
BAB/BAK 4. Manajemen cairan
2. Latihan berkemih 5. Manajemen eliminasi urine

11
6. Pemberiaan obat oral 8. Perawatan retensi urine
7. Perawatan kateter

Kateterisasi Urine
Definisi
Memasukan selang kateter urine kedalam kandung kemih.
Tindakan
Observasi
- Periksa kondisi pasien.
Teraupetik
- Siapkan peralatan , bhan-bahan dan ruangan tindakan
- Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal reekumben (untuk
wanita) dan supine (untuk laki-laki).
- Pasangkan sarung tangan.
- Bersihkan daerah perineal dengan cairan NaCl.
- Lakukan insersi kateter urine dengan urine bag
- Isi balon dengan NaCl.
- Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau paha.
- Pastikan kantung rine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih.
- Berikan label waktu pemasangan .
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter
- Anjrkan menarik napas saat insersi selang kateter.

d. Inkontinensia Urine Fungsional


Kategori: Fisiologis
Subkategori: Eliminasi

Definisi
Pengeluaran urine tidak terkendali karena kesulitan dan tidak mampu mencapai toilet
pada waktu yang tepat.

Penyebab
1. Ketidakmampuan atau penurunan mengenali tanda-tanda berkemih
2. Penurunan tonus kandung kemih
3. Hambatan mobilisasi

11
4. Faktor psikologis: penurunan perhatian pada tanda-tanda kainginan berkemih
(depresi, bingung, delirium)
5. Hambatan lingkungan (toilet jauh, tempat tidur terlalu tinggi, lingkungan baru)
6. Kehilangan sensorik dan motorik (pada geriatri)
7. Gangguan penglihatan

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif
1. Mengompol sebelum mencapai atau selama usaha mencapai toilet

Objektif
(tidak tersedia)

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
1. Mengompol di waktu pagi hari
2. Mampu mengosongkan kandung kemih lengkap

Objektif
(tidak tersedia)

Kondisi Klinis Terkait


1. Cedera kepala
2. Neuropati alkoholik
3. Penyakit parkinson
4. Penyakit dimielinisasi
5. Sklerosis multipel
6. Stroke
7. Demensia progresif
8. Depresi

Intervensi

Intervensi utama
1. Latihan berkemih
2. Perawatan inkontensia urine
Intervensi pendukung
1. Dukungan perawatan diri : 5. Manajemen inkontensia urine
BAB/BAK 6. Manajemen lingkungan
2. Edukasi latihan berkemih 7. Pemberian obat oral
3. Edukasi latihan perawatan diri 8. Perawatan perinium
4. Manajemen eliminasi urine 9. Promosi kepercayaan diri

11
10. Terapi aktivitas

Latihan Berkemih
Definisi
Mengajarkan suatu kemampuan melakkan eliminasi urine.
Tindakan
Observasi
- Periksa kembali penyebab gangguan berkemih.
- Monitor pola dan kemampuan berkemih
Teraupetik
- Hindari penggunaan kateter indwelling
- Siapkan area toilet yang aman
- Sediakan peralatan yang di butuhkan
Edukasi
- Jelaskan arah-arah menuju kamar mandi
- Anjurkan intake cairan adekuat untuk mendkung output urine
- Anjurkan eliminasi normal dengan beraktvitas dan olahraga.

e. Inkontinensia Urine Urgensi


Kategori: Fisiologis
Subkategori: Eliminasi

Definisi
Keluarnya urine tidak terkendali sesaat setelah keinginan yang kuat untuk berkemih
(kebelet)

Penyebab
1. Iritasi reseptor kontraksi kandung kemih
2. Penurunan kapasitas kandung kemih
3. Hiperaktivitas detrusor dengan kerusakan kontraktilitas kandung kemih
4. Efek agen farmakologis (mis. deuretik)

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif
1. Keinginan berkemih yang kuat disertai dengan inkontinensia

Objektif
(tidak tersedia)

11
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) (tidak tersedia)

Kondisi Klinis Terkait


1. Riwayat penyakit peradangan pelvis dan/atau vagina
2. Riwayat pengunaan kateter urine
3. Infeksi kandung kemih dan/atau uretra
4. Gangguan neurogenik/infeksi
5. Penyakit Parkinson
6. Neuropati diabetikum
7. Operasi abdomen

Intervensi

Intervensi utama
1. Latihan berkemih
2. Perawatan inkontensia urine
Intervensi pendukung
1. Dukungan perawatan diri : 6. Manajemen lingkungan
BAB/BAK 7. Pemberian obat oral
2. Edukasi latihan berkemih 8. Perawatan perinium
3. Edukasi latihan perawatan diri 9. Promosi kepercayaan diri
4. Manajemen eliminasi urine 10. Terapi aktivitas
5. Manajemen inkontensia urine

Latihan Berkemih
Definisi
Mengajarkan suatu kemampuan melakkan eliminasi urine.
Tindakan
Observasi
- Periksa kembali penyebab gangguan berkemih.
- Monitor pola dan kemampuan berkemih
Teraupetik
- Hindari penggunaan kateter indwelling
- Siapkan area toilet yang aman
- Sediakan peralatan yang di butuhkan
Edukasi

11
- Jelaskan arah-arah menuju kamar mandi
- Anjurkan intake cairan adekuat untuk mendkung output urine
- Anjurkan eliminasi normal dengan beraktvitas dan olahraga.

f. Retensi Urin
Kategori: Fisiologis
Subkategori: Eliminasi

Definisi
Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap

Penyebab
1. Peningkatan tekanan uretra
2. Kerusakan arkus refleks
3. Blok spingter
4. Disfungsi neurlogis (mis. trauma, penyakit saraf)
5. Efek agen farmakologis (mis. atropine, belladonna, psikotropik, antihistamin,
opiate)

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif
1. Sensasi penuh pada kandung kemih

Objektif
1. Disuria/anuria
2. Distensi kandung kemih

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
1. Dribbling

Objektif
1. Inkontinensia berlebih
2. Residu urin 150 ml atau lebih

Kondisi Klinis Terkait


1. Benigna prostat hiperplasia
2. Pembengkakkan perineal
3. Cedera medula spinalis
4. Rektokel
5. Tumor di saluran kemih

Intervensi

11
Intervensi utama
a. Kateterisasi urine
b. Perawatan inkontenensia urine
Intervensi pendukung
1. Dukungan perawatan diri : 5. Manajemen eliminasi urine
BAB/BAK 6. Pemberiaan obat oral
2. Latihan berkemih 7. Perawatan kateter
3. Latihan otot panggul 8. Perawatan retensi urine
4. Manajemen cairan
Kateterisasi Urine

Definisi
Memasukan selang kateter urine kedalam kandung kemih.
Tindakan
Observasi
- Periksa kondisi pasien.
Teraupetik
- Siapkan peralatan , bhan-bahan dan ruangan tindakan
- Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal reekumben (untuk
wanita) dan supine (untuk laki-laki).
- Pasangkan sarung tangan.
- Bersihkan daerah perineal dengan cairan NaCl.
- Lakukan insersi kateter urine dengan urine bag
- Isi balon dengan NaCl.
- Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau paha.
- Pastikan kantung rine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih.
- Berikan label waktu pemasangan .
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter
- Anjrkan menarik napas saat insersi selang kateter.

2.6.3 Implementasi

11
1) Membantu Pasien Buang Air Kecil (BAK) di Tempat Tidur
a. Pengertian
Suatu kegiatan yang dilakukan yang untuk memenuhi kebutuhan eliminasi
urine.
b.Indikasi
Pasien dengan gangguan imobilitas fisik dan penyakit tertentu.
c. Tujuan
Memenuhi kebutuhan eliminasi fekal urine.
d. Persiapan Tempat dan Alat
1. Pispot /urinal 5. Selimut ektra
2. Alas 6. Sampiran/sketsel
3. Botol berisi air cebok 7. Bengkok.
4. Tisu
e. Persiapan Pasien
1. Memberitahu pasien dan menjelaskan tujuan tindakan.
2. Mengatur pasien yang aman dan nyaman.
f. Persiapan Lingkungan
Memasang sketsel/sampiran.
g. Pelaksanaan Membantu Pasien Buang Air Kecil (BAK) di Tempat
Tidur
1. Perawat cuci tangan
2. Pakaian pasien bagian bawah ditanggalkan dan bagian yang terbuka
ditutup dengan selimut
3. Pasien dianjurkan menekuk lutut (dorsal recumbent) dan angkat
bokong serta pasang pengalas
4. Pasang pispot (wanita)/urinal (laki-laki)
5. Bila telah selesai anus dan daerah sekitar genetalia dibersihkan
dengan air dan keringkan dengan tisu lalu dibuang ke dalam bengkok,
diulang beberapa kali sampai bersih
6. Pispot diangkat atau urinal dan urine diamati, bila ada kelalaian segera
lapor dan dicatat
7. Pasien dirapikan dan pakaian bawah dipasang
8. Pengalas dan selimut diangkat

11
9. Bersihkan dan rapikan alat-alat dibereskan dan dikembalikan ke
tempat semula
10. Sampiran dibuka
11. Perawat mencuci tangan
12. Observasi keadaan pasien
13. Mencatat kegiatan dan hasil tindakan (dokumen perawatan).
h. Sikap Selama Pelaksanaan
1. Menunjukkan sikap sopan dan ramah
2. Menjamin Privacy pasien
3. Bekerja dengan teliti
4. Memperhatikan body mechanism.
i. Evaluasi
Tanyakan keadaan dan kenyamanan pasien setelah tindakan.

2) Perawatan Kateter

Definisi
Perawatan kateter yag terbuat dari bahan yang dimasukkan kedalam saluran
kemih sampai kandung kemih untuk memungkinkan aliran ( drainasi ) urine.

Tujuan
1. Memperlancar aliran urine
2. Mencegah terjadinya infeksi
3. Mencegah aliran balik urine (refluks)

Indikasi
Pasien yang dipasang kateter menetap

Persiapan Pasien
Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan

Persiapan Alat
1. Sarung tangan steril 2. Kassa steril

11
3. Larutan antiseptic ( betadin 7. bengkok
10%) 8. cucing 2
4. Larutan Nacl 0,9 % 9. plester
5. Pinset anatomi 10. gunting plester
6. pinset sirurgi

Cara Kerja
1. Memperkenalkan diri
2. Beritahu dan jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
dan lihat respon klien
3. Dekatkan alat keklien
4. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
5. Bantu klien mengatur posisi sesuai kebutuhan sehingga luka mudah dirawat
6. Cucitangan
7. Gunakan scort dan handschoen
8. Bersihkan meatus uretra eksterna seperti halnya rawat luka dengan menarik
kateter sejauh 0,5 – 1 cn keluar, besihkan kotoran yang menempel dengan
pinset sirurgi keudian oleskan kassa betadin dengan pinset anatomis
disekitar kateter
9. Bersihkan bekas plester dengan bensin menggunakan kassa dan pinset
10. Pasang plester / hypavik
11. Rapikan pasien dan alat – alat bersihkan
12. Setiap hari posisi kateter harus diperhatikan dan harus pada posisi yang
benar yaitu di pasang fiksasi Antara paha bagian atas dan abdomen bagian
bawah
13. Anjurkan klien minum air 2 liter / hari kecuali ada kontrai ndikasi
14. Amati selang kateter untuk mengetahui adanya kebocoran dan lipatan
15. Jangan melepaskan sambungan kateter kecuali jika akan dibilas
16. Ambil urin untuk pemeriksaan dari selang yang ditusuk dengan jarum.
Bersihlan dulu selang yang akan ditusuk dengan disinfektan
17. Jangan sekali – kali meninggalkan kantong urobag lebih tinggi dari buli
–buli eratkan urobag pada rangaka tempat tidur bila pasien terlentang dan
pada daerah dibawah lutut bila pasien ambulasi

11
18. Kosongkan urobag ke gelas ukur dan gelas ukur harus dibersihkan secara
teratur
19. Periksa kultur urin jika diperlukan
20. Perhatikan urobag apakah adas edimen atau kebocoran
21. Kateter diganti kurang lebih 2 minggu sekali kacuali ada indikasi lain
22. Lepaskan handschoen dan cuci tangan
23. Dokumentasikan tindakan

2.7 ANATOMI FISIOLOGI SALURAN GATROINTESTINAL ELIMINASI


FEKAL

1. Mulut
Mulut dilengkapi dengan alat pencernaan (gigi dan lidah), serta kelenjar
pencernaan untuk membantu pencernaan makanan. Mulut terdiri dari dua
bagian atas, bagian luar (vestibula) yaitu ruang di antara gusi, gigi,bibir, dan
pipi. Rongga mulut bagian dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum, dan mandibularis di sebelah belakang dan
bersambung dengan faring. Rongga mulut berhubungan dengan orofaring yang
disebut faucium. Di rongga mulut, makanan yang masuk akan dicerna secara
mekanik dengan cara dicabik dan dikunyah, serta secara kimiawi melalui
peran dari enzim disaliva.

2. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
esofagus. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan
kelenjar limpe y6ang bany6ak mengandung limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi.

3. Esofagus
Esofagus berbentuk seperti tabung berotot yang menghubungkan rongga
mulut dengan lambung, dengan bagian posterior berbatasan dengan faring
setinggi kartilago cricoidea dan sebelah anterior berbatasan dengan korpus
vertebrae. Fungsinya adalah menyalurkan makanan ke lambung agar makanan
dapat berjalan sepanjang esofagus terdapat gerakan peristaltik.

13
4. Lambung
Lambung merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel karena dapat
menampung makanan sebanyak 1-2 liter. Bentuknya seperti huruf J atau
kubah, dan terletak di kuadran kiri bawah abdomen. Fungsi utamanya adalah
menyimpan makanan yang sudah bercampur dengan cairan yang dihasilkan
getah lambung. Lambung terdiri atas empat bagian, yaitu kardiak (bagian atas,
dekat dengan sfingterb gastroesofagus), fundus (berbentuk kubah, kontak
langsung dengan diafragma), korpus(area yang paling besar), dan
pilorus(bagian lambung berbentuk tabung yang mempunyai yang tebal
membentuk sfingter pilorus).

Makanan akan masuk ke dalam lambung dari esofagus melalui otot berbentuk
cincin yang disebut dengan sfingter. Fungsinya untu mencegah masuknya
kembali isi lambung ke dalam esofagus. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan tiga zat penting yaitu, mukus, asam klorida(HCl), dan prekursor
pepsin(enzim yang memecahkan protein).

5. Usus Halus
Usus halus merupakan kelanjutan dari,lambung yang terletak di antara sfingter
pilorus lambung dengan katup ileosekal yang merupakan bagian awal usus
besar, posisinya terletak di sentral bawah abdomen yang di dukung oleh
lapisan mesenterika(berbentuk seperti kipas) yang memungkinkan usus halus
ini mengalami perubahan bentuk (seperti berkelok-kelok). Mesenterika ini di
lapisi pembuluh darah,persarafan, dan saluran limfe yang menyuplai
kebutuhan dinding usus. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara
kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang duihasilkan oleh usus halus
serta senyawa kimia dari kelenjar pankreas yang dilepaskan ke usus halus salah
satunya yaitu disakaridase, erepsinogen, hormon sekretin, hormon CCK
(kolesistokinin).

6. Usus Besar atau Kolon


Kolon dibagi menjadi tiga daerah yaitu, kolon asenden, kolon transversum, dan
kolon desenden. Fungsi kolon itu menyerap air selama proses pencernaan,
tempat dihasilkannya vitamin K dan H sebagai hasil simbiosis dengan bakteri

14
usus, membentuk masa feses, mendorong sisa makanan hasil pencernaan
keluar dari tubuh.

7. Rektum
Rektum merupakan tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang
feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rektum.

2.8 PROSES DEFEKASI


Defekasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme berupa feses dan flatus
yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Proses defekasi terjadi 2
macam refleks, yaitu,
1) Refleks Defekasi Intrinsik
Berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum,
yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan
terjadilah gerak peristaltik. Setelah fgeses sampai di anus, secara sistematis
sfingter internal relaksasi, maka terjadilah defekasi.
2) Refleks Defekasi Parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian
di teruskan ke medula spinal. Dari jaras spinal kemudian dikembalikan ke
kolon desenden, sigmoid, dan rektum yang menyebabkan intensifnya
peristaltik, relaksasi sfingter internal, maka terjadilah defekasi.

2.9 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES DEFEKASI


a. Usia, pada bayi kontriol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia
lanjut kontrol defekasi menurun.
b. Diet, makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya
makanan yang masuk ke dalam tubuh juga memengaruhi proses defekasi.
c. Intake Cairan, intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses
menjadi lebih keras, disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat.
d. Aktifitas, tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma, akan sangat
membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan bahan
feses bergerak sepanjang kolon.

15
e. Fisiologis, keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan
peristaltik sehingga menyebabkan diare.
f. Pengobatan, beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan
konstipasi.
g. Gaya Hidup, kebiasaan untuk melatih pola buiang air besar sejak kecil
secvara teratur, fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air
besar.
h. Prosedur Diagnostik
i. Penyakit
j. Anestesi dan Pembedahan
k. Nyeri
l. Kerusakan Sensorik dan Motorik

2.10 GANGGUAN-GANGGUAN PADA ELIMINASI FEKAL

1. Konstipasi
Yaitu gangguan eliminasi yang diakibatkan adanya feses yang kering dan
keras melalui usus besar. Disebabkan oleh pola defekasi yang tidak teratur,
penggunaan laksatip dalam jangka waktu yang lama, stress psikologis,
obat-obatan, kurang aktifitas, dan usia.
2. Impaksi Fekal
Yaitu masa feses yang keras dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi
dan akumulasi material feses yang berkepanjangan.
3. Diare
Yaitu keluarnya feses cairan dan meningkatnya frekuensi buang air besar
akibat cepatnya kimus melewati usus besar sehingga usus besar tidak
mempunyai waktu yang cukup untuk menyerap air.
4. Inkontinensia Alvi
Yaitu hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan
gas melalui sfingter anusakibat kerusakan fungsi sfingter di daerah anus.
5. Kembung
6. Hemoroid

16
Yaitu pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di
daerah tersebut.

2.11 ASUHAN KEPERAWATAN

2.11.1 Pengkajian
Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kelainan, perawat
melakukan pengkajian riwayat keperawatan, pengkajian fisik abdomen,
menginspeksi karakteristik fekal, dan meninjau kembli hasil pemeriksaan
yang berhubungan.

Riwayat Keperwatan
Banyak riwayat keperawatan dapat dikelompokan berdasarkan faktor-faktor
yang mempengaruhi eliminasi.
1. Penentuan pola eliminasi klien yang biasa.
2. Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk meningkatkan eliminasi
normal.
3. Gambaran setiap perubahan terbaru dalam pola eliminasi.
4. Deskripsi klien tentang karekteristik feses.
5. Riwayat diet.
6. Gambaran asupan cairan setiap hari.
7. Riwayat olahraga.
8. Pengkajian penggunaan alat bantu buatan di rumah.
9. Riwayat pembedahan atau penyakit yang mempengaruhi saluran GI.
10. Keberadaan dan status diversi usus.
11. Riwayat pengobatan.
12. Status emosional.
13. Riwayat sosial.
14. Mobilitas dan ketangkasan.

Pengkajian Fisik

PARAMETER STRATEGI PENGKAJIAN

17
Mobilitas Pada klien yang dapat berjalan—Observasi cara klien berjalan;
tetapkan adanya kebutuhan penggunaan alat bantu.
Pada klien yang menggunakan kursi roda—Catat tingkat
kebutuhan klien akan bantuan untuk berpindah dari kursi
commode atau ke kamar mandi.

Minta klien mendemonstrasikan pergerakan tangan yang akan


Ketangkasan
dibutuhkan untuk memasukan supositoria atau melakukan
stimulasi secara manual.

Sensasi Pada klien yang mengalami rembesan feses tanpa merasa ingin
anorektal defekasi – masukan kateter urine dengan balon berukuran 30 cc
kedalam rektum.

Inspeksi anus saat beristirahat. Lakukan pemeriksaan secara


Fungsi
manual sambil meminta klien mengontraksi dan erelaksasikan
sfringter anus
sfringternya yang diikuti dengan Valsalva manuver.
Kontraksi otot
Instruksikan klien untuk mengedan sementara memvalvasi
abdomen
dinding abdomen dengn perlahan.

Karakteristik Feses

KARAKTERISTIK NORMAL ABNORMAL PENYEBAB

Warna Bayi; kuning. Putih atau warna Tidak ada kantung


tanah liat. empedu.
Orang dewasa;
coklat Hitam atau warna Pengkonsumsian
melena. zat besi atau pen-
darahan saluran GI
bagian atas.

Pendarahan saluran
Merah. GI bagian bawah,
hemoroid.

18
Pucat mengandung Malabsorpsi lemak.
lemak.

Perubahan yang
Bau Bau menyengat; Darah di dalam
berbahaya.
dipengaruhi oleh feses atau infeksi
tipe makanan.

Lunak,
berbentuk

Konsistensi
Cair. Diare, penurunan
Bervariasi
absorpsi.

Padat. Konstipasi

Frekuensi Bayi; > 6x sehari, < Hipomotilitas tau


Bayi 4-6 x
sekali setiap 1-2 hipermotilitas
sehari
hari.
(mengonsumsi
ASI)

1-3 x sehari Dewasa; > 3x sehari,


(mengonsumsi < sekali seminggu.
susu formula).

Orang dewasa
setiap hari / 2-3
x seminggu
Obstruksi,
Jumlah 150 g / hari Sempit berbentuk
peristaltik, yang
(dewasa ) pensil.
cepat.
Bentuk Menyerupai Darah, pus, materi
Pendarahan
diameter asing, lendir cacing.
internal, infeksi,
rektum.
materi-materi yng

19
tertelan, iritasi,
imflamasi.
Unsur-unsur Makanan tidak
dicerna, bakteri
mati, lemak,
pigmen empedu,
sel-sel yang
melapisi mukosa
usus, air.

Pemeriksaan Laboratorium Dan Diagnostik


Klien mungkin menjalani pemeriksaan diagnostik, baik sebagai pasienrawat jalan
maupun sebagai pasien rawat inap. Visualisasi struktur GI dapat dilakukan melalui
pendekatan langsung maupun tidak langsung.

2.11.2 Diagnosis Keperawatan


Inkontinensia Fekal
Kategori: Fisiologis
Subkategori: Eliminasi
Definisi
Perubahan kebiasaan buang air besar dari pola normal yang ditandai dengan
pengeluaran feses secara involunter (tidak disadari).

Penyebab
1. Kerusakan susunan saraf motorik bawah
2. Penurunan tonus otot
3. Gangguan kognitif
4. Penyalahgunaan laksatif
5. Kehilangan fungsi pengendalian sfingter rektum
6. Pascaoperasi pullthrough dan penutupan kolosomi
7. Ketidakmampuan mencapai kamar kecil
8. Diare kronis
9. Stress berlebihan

20
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Tidak mampu Objektif
mengontrol pengeluaran 1. Feses keluar sedikit-
feses sedikit dan sering
2. Tidak mampu menunda
defekasi

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Bau feses
2. Kulit parianal
kemerahan

Kondisi Klinis Terkait


1. Spina bifida
2. Atresia ani
3. Penyakit Hirschsprung

2.11.3 Intervensi
Inkontinensia Fekal
Intervensi Utama
1. Latihan Eleminasi Fekal
2. Perawatan inkontinensia Fekal

Intervensi pendukung
Dukungan Emosional Pemberian Obat
Dukungan Perawatan Diri: BAB/BAK Pemberian Obat Intravena
Edukasi Toilet Training Pemberian Obat Oral
Manajemen Demensia Pemberian Obat Rektal
Manajemen Diare Perawatan Perineum
Manajemen Eleminasi Fekal Promosi Latihan Fisik
Manajemen Lingkungan Rujukan ke Perawat Enterostoma
Manajemen Nutrisi Terapi Aktifitas

21
Latihan Eleminasi Fekal
Definisi
Mengajarkan suatu kemampuan melatih usus untuk dievakuasi pada interval tertentu.

Tindakan
Observasi
- Monitor peristaltik usus secara teratur
Terapeutik
- Anjurkan waktu yang konsisten untuk buang air besar
- Berikan privasi, kenyamanan dan posisi yang meningkatkan proses defekasi
- Gunakan enema rendah, jika perlu
- Anjurkan dilatasi rektal digital, jika perlu
- Ubah program latihan eleminasi fekal, jika perlu

Edukasi
- Anjurkan mengkonsumsi makanan tertentu, sesuai program atau hasil konsultasi
- Anjurkan asupan cairan yang adekuat sesuai kebutuhan
- Anjurkan olah raga sesuai toleransi
Kolaborasi
- Kolaborasi penggunaan supositoria, jika perlu

Tujuan yang diharapkan:


a. Pasien kembali ke pola normal dari fungsi fekal.
b. Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab konstipasi.

b. Risiko Konstipasi
Kategori: Fisiologis
Subkategori: Eliminasi

Definisi
Berisiko mengalami penurunan frekuensi normal defekasi disertai kesulitan dan
pengeluaran feses tidak lengkap.

Penyebab
Fisiologis
1. Penurunan mobilitas gastrointestinal
2. Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi
3. Ketidakcukupan asupan serat

2
4. Ketidakcukupan diet
5. Ketidakcukupan asupan cairan
6. Aganglionik (mis. penyakit Hircsprung)
7. Kelemahan otot abdomen
Psikologis
1. Konfusi
2. Depresi
3. Gangguan otot abdomen
Situasional
1. Perubahan kebiasaan makan (mis. jenis makanan, jadwal makan)
2. Ketidakadekuatan toileting
3. Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurakan
4. Penyalahgunaan laksatif
5. Efek agen farmakologis
6. Ketidakteraturan kebiasaan defekasi
7. Kebiasaan menahan dorongan defekasi
8. Perubahan lingkungan

Kondisi Klinis Terkait


1. Lesi/cedera pada medula spinalis
2. Sina bifida
3. Stroke
4. Sklerosis multipel
5. Penyakit parkinson
6. Demensia
7. Hiperparatiroidisme
8. Hipoparatiroidism

Intervensi Utama
3. Latihan Eleminasi Fekal
4. Perawatan inkontinensia Fekal

Intervensi pendukung
Dukungan Emosional Pemberian Obat
Dukungan Perawatan Diri: BAB/BAK Pemberian Obat Intravena
Edukasi Toilet Training Pemberian Obat Oral
Manajemen Demensia Pemberian Obat Rektal
Manajemen Diare Perawatan Perineum
Manajemen Eleminasi Fekal Promosi Latihan Fisik
Manajemen Lingkungan Rujukan ke Perawat Enterostoma

3
Manajemen Nutrisi Terapi Aktifitas

Latihan Eleminasi Fekal


Definisi
Mengajarkan suatu kemampuan melatih usus untuk dievakuasi pada interval tertentu.

Tindakan
Observasi
- Monitor peristaltik usus secara teratur
Terapeutik
- Anjurkan waktu yang konsisten untuk buang air besar
- Berikan privasi, kenyamanan dan posisi yang meningkatkan proses defekasi
- Gunakan enema rendah, jika perlu
- Anjurkan dilatasi rektal digital, jika perlu
- Ubah program latihan eleminasi fekal, jika perlu

Edukasi
- Anjurkan mengkonsumsi makanan tertentu, sesuai program atau hasil konsultasi
- Anjurkan asupan cairan yang adekuat sesuai kebutuhan
- Anjurkan olah raga sesuai toleransi
Kolaborasi
- Kolaborasi penggunaan supositoria, jika perlu

Tujuan yang diharapkan:


c. Pasien kembali ke pola normal dari fungsi fekal.
d. Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab konstipasi.

2.11.4 Implementasi
1). Membantu Pasien Bab Di Tempat Tidur
PENGERTIAN Menolong BAB pada pasien dewasa adalah suatu tindakan
pemenuhan kebutuhan eliminasi BAB (buang air
besar) dengan pispot.

TUJUAN 1. Kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi

4
2. Memberi rasa nyaman
3. Mengobservasi output
PERHATIAN 1. Bila kondisi pasien memungkinkan libatkan
pasien dalam melakukaan tindakan.
PROSEDUR I. Persiapan:

1. Persiapan pasien dan keluarga


1. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
2. Menjelaskan prosedur tindakan
3. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan
2. Alat-alat:
1. Pispot
2. Botol berisi air bersih untuk cebok
3. Tissue atau kertas kloset.
4. Pengalas pispot
5. Handschoen disposible
6. Schort
7. Selimut
8. Sampiran
9. Alat pemanggil/ Bel
3. Lingkungan:
1. Menjaga privacy pasien
2. Merapikan tempat tidur agar tidak
3. menghalangi tindakan yang akan dilakukan.
4. Perawat:
1. Mencuci tangan.
2. Menilai keadaan umum pasien
3. Mengukur tanda-tanda vital
4. Kemampuan mobilisasi
II. Pelaksanaan:
1. Pasang selimut atau kain penutup bagian bawah
tubuh pasien.

2
2. Membantu membuka pakaian dalam bagian
bawah pasien, lalu ditutup dengan selimut.
3. Anjurkan pasien menekuk lutut dan mengangkat
bokong
4. Pasang pengalas pispot dan pispotnya
5. Beri penjelasan pada pasien untuk mulai BAB dan
bila sudah selesai dapat memberitahu perawat
dengan menekan bel yang sudah didekatkan
sebelumnya pada pasien.
6. Bila pasien sudah selesai BAB, perawat memakai
hand schoen, bilas genetalia pasien dengan air
bersih, angkat pispot.
7. Anjurkan pasien untuk miring
8. Bersihkan daerah anus dan bokong dengan
menggunakan tissue.
9. Lepaskan pengalas pispot.
10. Kenakan pakaian bagian bawah, rapikan tempat
tidur
11. Pispot di bawa ke WC, perhatikan konsistensi
feces, warna dan bau, lalu bersihkan pispot

Membuat catatan keperawatan yang mencakup:


a. Respon pasien
b. Tindakan yang dilakukan
c. Keadaan umum pasien
d. Hasil observasi output feces.

2). Memasang Huknah


Definisi
Memasukkan larutan kedalam rectum dan kolon sigmoid. Memasukkan cairan
kedalam rectum guna membuang feses ( gas) dari kolon dan rectum.
1. Huknah Rendah: memasukkan cairan melalui anus sampai kolon desenden.
2. Huknah Tinggi: memasukkan cairan melalui anus sampai kolon asenden.

3
Tujuan
Huknah Rendah
1. Meningkatkan defekasi dengan merangsang peristaltic
2. Mengosongkan usus sebagai persiapan operasi, kolonskopi
3. Tindakan pengobatan
Huknah Tinggi
1. Membantu mengeluarkan feses akibat konstipasi atau impaksi fekal
2. Membantu defekasi normal sebagai bagian dari program latihan defekasi
(bowel training program)
3. Tindakan pengobatan / pemeriksaan diagnostic

Indikasi
Konstipasi
Deficit perawatan diri, toileting
Persiapan operasi

Persiapan Pasien
Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan

Persiapan Alat
1) Irrigator lengkap ( irrigator, selang, klem, selang rectal
2) Ukuran selang rektal untuk bayi dan anak – anak 10-12 G French, 22-26 G Frenc
Untuk dewasa
3) Cairan (air hangat, NaCl 0,9% hangat, air kran, larutans abun)Bayi 150 - 250 cc
4) Toddler 250 - 350cc
5) Usia sekolah 300 - 500 cc
6) Remaja 500 - 750 cc
7) Dewasa 750 - 1000 cc
8) Bengkok, vaselin / jel
9) Beberapa potong kain kassa
10) Alas bokong
11) Selimut mandi
12) Pot / pispot dan tutupnya, air cebok dalam botol, kertas closet atau tissue

4
13) Bangku untuk pot
14) Standar untuk irrigator
15) Sarung tangan
16) Skort
17) Sampiran bila perlu

Cara Kerja
1) Jelaskan prosedur kepada klien
2) Tutup ruamgan / pasang sampiran
3) Bantu klien pada posisi miring kekiri ( lateral kekiri) untuk huknah rendah dan
miring kekanan untuk huknah tinggi dengan lutut kanan fleksi,. Anak – anak
pada posisi dorsal rekumben
4) Letakkan perlak dibawah bokong
5) Pasang selimut mandi, area anal yang kelihatan
6) Pasang irrigator set ( irrigator, selang, klem, selang rectal)
7) Gantung di standar irrigator
8) Tututp klem pengatur
9) Masukan larutan ke irrigator sesuai indikasi ( jenis dan diklem lagi )
10) Letakkan standaran irrigator dekat klien ( dekat bokong sebelah kanan untuk
huknah tinggi dan sebelah kiri untuk huknah rendah)
11) Letakkan pispot dekat tempat tidur
12) Cuci tangan, pasang sarung tangan dan pasang skort
13) Beri pelumas / gel 3-4cm pada ujung selang rectal
14) Dengan perlahan regangkan bokong dn cari letak anus, instriksikan klien rileks
dengan menghembuskan napas perlahan melalui mulut
15) Masukkan selang rectal secara perlahan dengan mengarahkan kearah umbilicus
klien, panjang insersi 7,4-10 cn untuk dewasa,5-7,5 untuk anak-anak 2,5-3,5
untuk bayi. Tarik selang dengan segera jika ditemukan obstruksi
16) Naikan irrigator secara perlahan sampai pada keitnggian diatas anus (30-45 cm
untuk hukanh tinggi dan 30 cm untuk hukanh rendah dan 7,5 cm untuk bayi.
17) Buka klem dan alirkan secara perlahan. Waktu pengaliran sesuai dengan
pemberian volume cairan ( 1 liter dalam 10 menit)
18) Bila klien mengeluh kram, rendahkan irrigator atau klem selama 30 detik,
kemudian alirkan kembali secara lambat

5
19) Klem selang setelah larutan habis
20) Beritahu klien untuk menahan napas ketika selang ditarik
21) Letakkan tissue pada sekitar anus dan Tarik selang anus secara perlahan
22) Buang tissue pada bengkok
23) Jelaskan pada klien bahwa perasaan distensi adalah normal. Minta klien untuk
menahan larutan selama mungkin saat berbaring ditempat tidur, untuk bayi dan
anak – anak dengan perlahan pegang kedua bokong selama beberapa menit
24) Singkirkan irrigator set dan selang tempat yang sudah disediakan
25) Atur posisi terlentang
26) Bantu klien ke kamar mandi atau pasang pispot di bawah bokong
27) Observasi karakter feses dan larutan ( beritahu klien jagan menyiram toilet
sebelum feses di observasi oleh perawat
28) Lepaskan perlak dari bawah bokong
29) Bantu / anjurkan klien untukb membersihkan daerah anal dengan air hangat dan
sabun
30) Lepaskan sarung tangan, cuci tangan dan lepaskan skort
31) Catat hasil enema pada lembar observasi

6
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Eliminasi materi sampah merupakan salah satu dari proses metabolic tubuh. Produk
sampah dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara
primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama
metabolisme pada jaringan. Hamper semua karbondioksida dibawa keparu-paru oleh
system vena dan diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan
natrium / keringat.

Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan air kecil)
dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar). Organ yang berperan dalam eliminasi
urine adalah: ginjal, kandung kemih dan uretra. Dalam pemenuhan kebutuhan
eliminasi urine terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan proses pengosongan
vesika urineria atau kandung kemih. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi
urine adalah diet, asupan, respon keinginan awal untuk berkemih kebiasaan seseorang
dan strespesikologi.

3.2 SARAN

Semoga dengan adanya makalah ini masyarakat dapat mengerti bahwa pentingnya
menjaga atau mengetahui ilmu tentang eliminasi karena itu bagian dari proses
berlangsungnya kehidupan manusia.

7
DAFTAR PUSTAKA

Armayani.2016.Kebutuhan Dasar Manusia.Kendari:halaman moeka.

Tarwoto, Wartonah.2015.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.Edisi


5.Jakarta.Salemba Medika.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Edisi I.


Cetakan II.Jakarta Selatan.DPP PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Edisi I.


Jakarta Selatan.DPP PPNI.

Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, dan


Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa:Renata Komalasari, dkk.Jakarta:EGC.2005

https://yonassnevert.blogspot.com/2014/11/makalah-kebutuhan-eliminasi.html

http://kebutuhaneliminasikelompok2.blogspot.com/2017/04/v-
behaviorurldefaultvmlo.html

https://www.academia.edu/KONSEP_DASAR_KEBUTUHAN_ELIMINASI

https://bidanwahyuni2015.wordpress.com/2016/04/08/eliminasi/

Anda mungkin juga menyukai