Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH AGAMA HINDU

PANDANGAN AGAMA HINDU DALAM PEMANFAATAN IPTEKS


TERHADAP TINDAKAN MEDIS KEBIDANAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Agama Hindu yang diampu oleh
Dr. Kadek Aria Prima Dewi PF.,S.Ag. M.Pd

Oleh :

SARJANA TERAPAN JURUSAN KEBIDANAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
JURUSAN KEBIDANAN
DENPASAR
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pandangan Agama
Hindu Dalam Pemanfaatan Ipteks Terhadap Tindakan Medis Kebidanan”. Adapun harapan kami
kepada para pembaca atau semua kalangan yang telah membaca makalah ini yaitu dapat
menambah wawasan ataupun pengetahuan dan semoga makalah ini dapat digunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca untuk lebih mengetahui mengenai
Hubungan Mikroorganisme dan Penyakit Pada Manusia.
Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan disebabkan
kurangnya kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik serta
saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya lebih baik.

Denpasar, 15 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3
A. KB..................................................................................................................3
B. Transplantasi Organ.......................................................................................3
C. Bayi Tabung...................................................................................................
D. Sewa Rahim...................................................................................................
E. Adopsi............................................................................................................
F. Aborsi.............................................................................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................................7
A. Simpulan........................................................................................................7
B. Saran...............................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, ketika ilmu
pengetahuan berkembang dengan otomatis teknologi juga ikut mengalami perkembangan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan lagi dari
perkembangan zaman saat ini. Semua hal kini selalu berkenaan dengan teknologi. Berbagai
produk teknologi diluncurkan guna mempermudah kegiatan manusia, semua hal kini
dilakukan dengan bantuan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
memang sudah tidak diragukan lagi manfaatnya , tetapi disisi lain ada beberapa hal yang
nampaknya kini sudah diabaikan Karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
hal-hal tersebut diantaranya akibat dari kemudahan yang ditimbulkan oleh perkembangan
teknologi kini manusia menjadi mahluk yang manja, hidup beketergantungan pada
teknologi, ini menyebabkan manusia tidak mau lagi bekerja keras dalam menyelesaikan
masalah-masalah dalam kehidupannya, sehingga ketika suatu keadaan mengharuskannya
untuk tidak menggunakan teknologi ia seperti orang yang kehilangan arah dan tidak tahu
harus berbuat apa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pandangan Agama Hindu Dalam Pemanfaatan Ipteks Terhadap Tindakan
Medis Kebidanan KB?
2. Bagaimana Pandangan Agama Hindu Dalam Pemanfaatan Ipteks Terhadap Tindakan
Medis Kebidanan Transplantasi organ?
3. Bagaimana Pandangan Agama Hindu Dalam Pemanfaatan Ipteks Terhadap Tindakan
Medis Kebidanan Bayi tabung?
4. Bagaimana Pandangan Agama Hindu Dalam Pemanfaatan Ipteks Terhadap Tindakan
Medis Kebidanan Sewa rahim?
5. Bagaimana Pandangan Agama Hindu Dalam Pemanfaatan Ipteks Terhadap Tindakan
Medis Kebidanan Adopsi?
6. Bagaimana Pandangan Agama Hindu Dalam Pemanfaatan Ipteks Terhadap Tindakan
Medis Kebidanan Aborsi?
C. Tujuan
1. Mengidentifikasi Pandangan Agama Hindu Dalam Pemanfaatan Ipteks Terhadap
Tindakan Medis Kebidanan KB.
2. Mengidentifasi Pandangan Agama Hindu Dalam Pemanfaatan Ipteks Terhadap Tindakan
Medis Kebidanan Transplantasi organ.
3. Mengidentifasi Pandangan Agama Hindu Dalam Pemanfaatan Ipteks Terhadap Tindakan
Medis Kebidanan Bayi tabung.
4. Mengidentifikasi Pandangan Agama Hindu Dalam Pemanfaatan Ipteks Terhadap
Tindakan Medis Kebidanan Sewa Rahim.
5. Mengidentifikasi Pandangan Agama Hindu Dalam Pemanfaatan Ipteks Terhadap
Tindakan Medis Kebidanan Adopsi.
6. Mengidentifikasi Pandangan Agama Hindu Dalam Pemanfaatan Ipteks Terhadap
Tindakan Medis Kebidanan Aborsi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KB
1. Pengertian dari KB.
Keluarga Berencana disingkat dengan KB. Keluarga Berencana mengandung arti
mengusahakan membangun keluarga kecil yang sehat dan sejahtera. Usaha Keluarga
Berencana dilaksanakan akibat dari diketahui bahwa pertumbuhan penduduk di Indonesia
sangat tinggi. Hal ini merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi dalam membangun
Indonesia. Dengan pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi mengakibatkan makin
meningkatnya kebutuhan hidup di berbagai bidang, seperti pangan, kesehatan, pendidikan,
perumahan, sandang dan lain-lain. Oleh karena itu mempersulit usaha-usaha untuk
mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat. Akibat dari itu juga struktur umur yang
kurang seimbang dan penduduk yang memasuki pasar kerja setiap tahun relatif besar,
sehingga dirasa sulit menyediakan lapangan kerja.
Untuk menanggulangi hal tersebut di atas salah satu kebijaksanaan pemerintah Republik
Indonesia dengan mengusahakan penurunan tingkat kelahiran. Berkenaan dengan itu akan
terdapatlah keseimbangan di antara pertumbuhan penduduk dan produksi barang beserta jasa,
jadi untuk itu lebih memungkinkan akan dapat dicapainya peningkatan kesejahteraan rakyat
yang lebih wajar. Berdasarkan hal itulah program Keluarga Berencana diterapkan di seluruh
pelosok tanah air.
2. Pandangan Agama Hindu terhadap KB.
Pandangan Agama Hindu tentang Keluarga Berencana (KB) menurut agama hindu
penggunaan KB diperbolehkan karena KB dapat membatasi jumlah anak dengan tujuan
terciptanya masyarakat sejahtera. Berdasarkan paham agama-agama yang ada, pada
umumnya menyatakan dapat menerima gagasan Keluarga Berencana. Dengan kata lain
prinsip untuk mensejahterakan umat manusia dari program KB ini tidak dilarang oleh agama
manapun. Hanya saja perbedaan pandangan yang masih ada ialah tentang cara-cara
pelaksanaannya atau alat-alat yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam KB.
Tujuan Keluarga Berencana di atas dihubungkan dengan tujuan agama Hindu sangat
identik dan cocok adanya. Dapat dikatakan demikian dengan bertolak dari tujuan
agama :“Moksartham jagathitaya ca iti dharmah“, artinya adalah tujuan agama Hindu
mencapai kesejahteraan jasmani (jagathita) dan kebahagiaan rohani (moksa).
Berkenaan dengan hal tersebut di atas sudah jelas secara prinsip antara tujuan
Keluarga Berencana dengan tujuan agama adalah sama penekanannya untuk mewujudkan
kesejateraan sosial. Hanya saja dari sudut agama Hindu, penekanan kesejahteraan sosial itu
lebih dirinci lagi dengan ketentuan bahwa untuk mendapatkan kesejahtraan sosial harus
dilandasi dengan “Dharma“. Bukan hanya sekedar mencapai kesejahteraan sosial saja. Hal
ini dinyatakan demikian karena keluhuran tujuan akan tetap mempunyai nilai luhur serta
utama apabila diusahakan dengan jalan yang luhur pula yakni ajaran Dharma.
Ajaran tujuan hidup manusia dalam agama Hindu, disebut Catur Purusa Artha atau
Catur Warga. Catur artinya empat; Purusa artinya manusia; Artha artinya tujuan. Catur
Purusa Artha berarti empat tujuan hidup manusia, yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa.
Keempat bagian itu disebut juga Catur Warga, yakni empat tujuan hidup manusia yang
terjalin erat. Dharma adalah kepatutan atau kewajiban hidup. Artha adalah harta benda, yang
meliputi Tri Bhoga, yakni Bhoga, makanan dan minuman (Wareg); Upabhoga, pakaian
perhiasan yaitu sandang (Wastra); Paribhoga, pendidikan (Waras), rumah (Wesma) dan
hiburan (Waskita). Kama adalah keinginan, yakni keinginan mempertahankan hidup dan
keinginan melanjutkan keturunan. Moksa adalah kebahagiaan rohani, baik semasih hidup
maupun nantinya atma/jiwa menyatu dengan sumber-Nya. Apabila keempat itu telah
terpenuhi, maka kesejahteraan dan kebahagiaan tercapai.
3. Hubungan KB Dengan Catur Asrama
Bertitik tolak dari tujuan Keluarga Berencana dan tujuan agama Hindu, prinsip sasaran
yang dituju yang hendak dicapai adalah membangun manusia yang berkualitas, yang sehat
jasmani dan rohani. Apabila Keluarga Berencana dihubungkan dengan konsepsi ajaran
Catur Asrama dan Catur Purusa Artha, mempunyai arah yang sama agar tercapainya
manusia yang sehat, sejahtera, berbudi pekerti yang luhur serta mulia, mempunyai hubungan
yang selaras dengan sesama, dengan lingkungan dan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam
Catur Asrama, kehidupan manusia dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu Brahmacari,
Grehastha, Wanaprastha dan Bhiksuka.
Brahmacari, adalah tingkatan hidup manusia dalam masa belajar, yakni yang menjadi
fokus adalah Dharma. Dharma yang dimaksud adalah belajar sopan santun (sila), berkorban
(yajna), mengendalikan diri (tapa), belajar bersedekah (dana), belajar ilmu pengetahuan
agama (para widya), belajar pengetahuan umum (para widya), rajin sembahyang (yoga).
Grehastha, adalah tingkatan hidup berumah tangga, yang menjadi tujuannya adalah Artha
dan Kama. Dalam tingkatan ini diprogramkan untuk membentuk, membangun dan membina
rumah tangga (ingat 5 Wa). Tujuan utama orang berumah tangga adalah untuk mendapat
keturunan yang sehat, sejahtera dan bahagia, hal ini disebut dengan Suputra.
Maka jelaslah hubungan Keluarga Berencana, Catur Asrama, Catur Purusa Artha, adalah
membentuk dan membina rumah tangga ini diatur batas kelahiran, agar dapat terwujud
keluarga sehat, sejahtera dan bahagia.
Keluarga Berencana menegaskan walaupun jumlah anak sedikit, laki perempuan sama saja,
asalkan tercapainya manusia/anak yang berkualitas (suputra), itulah yang merupakan suatu
harapan.
Dalam ajaran agama Hindu, pustaka Slokantara, menyebutkan :
“Hana pwekang wang agawe talaga satus, alah ika dening magawe talaga tunggal,
lewih ikang magawe talaga. Hana pwekangwang gumawe talaga satus, alah ika phalanya
dening wang gumawayaken yajna pisan, atyanta lewihing gumawayaken yajna. Kunang
ikang gumawe yajna ping satus, alah ika phalanya denikang manak sanunggal, yan anak
wisesa”.
(Bila ada orang yang membuat sumur seratus, dikalahkan dengan membuat waduk satu
buah, sungguh mulia orang yang membuat waduk itu. Bila ada orang membuat waduk
seratus, pahalanya lebih sedikit dari pada melakukan yadnya sekali, amat utama orang yang
melakukan yadnya itu. Adapun orang yang melakukan korban seratus kali, lebih sedikit
pahalanya dari pada berputra tunggal, bila putra itu mulia”.
Jika kehidupan berumah tangga dapat dilakukan dengan baik, maka dapat dilanjutkan
dengan Wanaprastha, suatu kehidupan yang sudah mulai meninggalkan unsur-unsur duniawi,
sudah terfokus dengan peningkatan rohani, yakni persiapan menuju Moksa. Dengan
meningkatkan kerohanian, melakukan tapa, brata, yoga dan samadhi. Bila kehidupan
Wanaprastha sudah mantap, maka kehidupan selanjutnya adalah Bhiksuka, yakni hidup
menjadi orang suci, hanya satu tujuannya adalah moksa.
4. Manfaat Dari Penggunaan KB Menurut Agama Hindu
a. Manfaat bagi ibu:
1) Meningkatkan kesehatan mental dan sosial yang dimungkinkan oleh adanya
waktu yang cukup untuk beristirahat, dapat menikmati waktu terulang dan dapat
melakukan kegiatan kegiatan lainnya.
b. Manfaat bagi anak:
1) Terdapat kesempatan kepada anak anak agar perkembangan fisiknya lebih baik
karena setiap anak memperoleh makanan yang cukup dsri sumber yang tersedia
dalam keluarga.
2) Perkembangan sosial dan mental yang lebih sempurna karena pemeliharaan yang
lebih baik dan lebih banyak waktu yang dapat diberikan oleh ibu untuk setiap
anak.
3) Kesempatan penididikan yang lebih baik karena sumber-sumber pendapatan
keluarga tidak habis untuk mempertahankan hidup semata mata.
c. Manfaat bagi ayah:
1) Untuk mencegah kehamilan dan kelahiran yang tak diinginkan.
2) Sebagai perubahan dsri jumlah anak yang bisa dilahirkan seorang ibu.
3) Terdapat variasi jarak waktu antara kehamilan.
4) Perubahan saat terjadinya kehamilan terutama kehamilan yang pertama dan yang
terakhir sehubungan usia orang tua terutama sang ibu.
5. Dampak Penggunaan KB Menurut Agama Hindu.
a. Dampak positif:
1) Penurunan angka kematian ibu dan anak
2) Penanggulangan masalah kesehatan reproduksi
3) Peningkatan kesejahteraan keluarga
4) Peningkatan sistem pemgelolaan dan kapasitas SDM
b. Dampak negatif:
Pemakai kontrasepsi kb harus diperiksa terlebih dahulu tekanan darahnya.
Sebab pemakaian kontrasepsi pada umumnya dapat membuat tekanan darah sedikit
naik dari batas normal. Karena terdapat wanita yang menggunakan alat kontrasepsi
yang tekanan darahnya tinggi diatas batas normal, hal ini sangat berbahaya
Disamping itu dampak negatif dari penggunaan kb sangat berlainan bagi beberapa
wanita seperti contoh:
1) Berat badan bertambah
2) Kulit wajah menjadi berjerawat akibat tambahan hormon melalui kontrasepsi
3) Rambut rontok
4) Kelainan metabolisme lemak
5) Menstruasi menjadi tak teratur
6) Tulang menjadi keropos
B. Transplantasi Organ
1. Pengertian Transplantasi
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu
tempat ke tempat yang lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan
persyaratan dan kondisi tertentu. Transplantasi organ adalah transplantasi atau
pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari
suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama dan bermanfaat bagi pasien.
2. Pandangan Agama Hindu Terhadap Transplantasi Organ
Transplantasi Adalah Yadnya Mulia. Pesamuhan Sabha Pandita Parisada Hindu
Dharma Indonesia (PHDI) yang digelar di Jakarta pekan lalu menghasilkan salah satu
keputusan yang menyangkut transplantasi. Dengan kalimat yang sederhana inti dari
keputusan itu adalah “transplantasi adalah yadnya yang utama dan sangat mulia”. Disebut
utama dan mulia karena dengan memberikan donor dari organ tubuh seseorang maka ada
orang lain yang berkesempatan menikmati hidup yang normal. Membantu kehidupan
seseorang tentulah yadnya yang sangat mulia. Tetapi melakukan donor organ tubuh lain
yang bukan darah, masih terjadi kesimpang-siuran pemahaman di masyarakat.
Transplantasi sudah dikenal sejak lama. Saat Perang Dunia II transplantasi sudah
dilakukan khususnya transplantasi kulit untuk menutupi luka bakar. Sekarang ini sudah
banyak organ yang berpindah dari satu tubuh ke tubuh yang lain. Misalnya transplantasi
ginjal, jantung, sumsum tulang, hati, kornea mata, dan lain-lainnya. Tentu tak semuanya
berhasil dan secara kesehatan tak selalu sukses disebabkan sering terjadi penolakan
jaringan tubuh donor oleh penerima. Ini disebut reaksi imunologi.
Menurut pandangan Hindu, baik-buruk kehidupan seseorang di dunia ini sangat
tergantung pada karmavasana itu. Karma atau perbuatan baik-buruk, pahalanya dinikmati
dalam tiga dimensi waktu: yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Seseorang yang
sadar untuk memperbaiki dirinya dengan berpegang teguh kepada ajaran dharma (agama)
akan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya dan dapat mencapai moksa
pada saat kehidupan ini atau pada akhir kehidupannya atau pada penjelmaan selanjutnya,
asalkan ia selalu melaksanakan ajaran dharma. Dalam konsep ini maka seseorang yang
memerlukan organ tubuh orang lain adalah perwujudan dari memperbaiki diri itu.
Kesempatan untuk melakukan yadnya dengan memberikan sebagian kecil organ
tubuhnya untuk menyelamatkan kehidupan orang lain adalah juga termasuk
“memperbaiki kualitas kehidupannya”. Ini adalah punia yang lebih tinggi dari punia harta
benda. Karena organ yang didonorkan hakekatnya sama unsurnya yaitu Panca Maha
Bhuta. Menolong penderitaan orang lain sangat dianjurkan dalam Hindu. Karena itu
menurut Hindu teknologi transplantasi bisa diterima. Cuma ada catatannya. Tidak ada
unsur ekspoitasi manusia oleh manusia dalam kasus ini. Artinya tidak ada pemaksaan.
Juga tak ada unsur jual beli antara pemberi organ dan penerima organ. Transplantasi
menurut Hindu dapat diterima jika dilandasi rasa tulus ihklas dengan tujuan menolong
sesama manusia.
Berdasarkan prinsip-prinsip ajaran agama, dibenarkan dan dianjurkan agar umat Hindu
melakukan tindakan transplantasi organ tubuh sebagai wujud nyata pelaksanaan
kemanusian (manusa yajna). Tindakan kemanusiaan ini dapat meringankan beban derita
orang lain. Bahkan transplantasi organ tubuh ini tidak hanya dapat dilakukan pada orang
yang telah meninggal, melainkan juga dapat dilakukan pada orang yang masih hidup,
sepanjang ilmu kedokteran dapat melakukannya dengan tetap mengindahkan nilai-nilai
kemanusiaan.
Perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsip yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa
pamrih dan bukan dilakukan untuk maksud mendapatkan keuntungan material. Alasan
yang lebih bersifat logis dijumpai dalam kitab Bhagawadgita II.22 sebagai berikut:
“Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati naro parani, tatha sarirani wihaya jirnany
anyani samyati nawani dehi” Artinya: seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru
dan membuka pakaian lama, begitu pula Sang Roh menerima badan-badan jasmani yang
baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada berguna.
Kematian adalah berpisahnya Jiwatman atau roh dengan badan jasmani ini. Badan
jasmani atau sthula sarira (badan kasar) terbentuk dari Panca Maha Bhuta (apah = unsur
cair, prethiwi = unsur padat, teja = unsur sinar, bayu = unsur udara dan akasa = unsur
eter), ibarat pakaian. Apabila badan jasmani (pakaian) sudah lama dan rusak, kita akan
membuangnya dan menggantikannya dengan pakaian baru. Prinsip kesadaran utama yang
diajarkan dalam agama Hindu adalah bahwa badan identitas kita yang sesungguhnya
bukanlah badan jasmani ini, melainkan adalah Jiwatman (roh). Badan jasmani merupakan
benda material yang dibangun dari 5 zat (Panca Maha Bhuta) dan akan hancur kembali
menyatu kedalam makrokosmos dan tidak lagi mempunyai nilai guna. Sedangkan
Jiwatma adalah kekal, abadi, dia tidak mati pada saat badan jasmani itu mati, senjata
tidak dapat melukaiNya. Wejangan Sri Kresna kepada Arjuna dalam Bhagawadgita:
“Engkau tetap kecil karena sepanjang waktu engkau menyamakan dirimu dengan raga
jasmani. Engkau berpikir, “Aham Dehasmi”, ‘aku adalah badan’, pikiran ini
menyebabkan engkau tetap kecil. Tetapi majulah dari “aham dehasmi ke aham jiwasmi”,
dari aku ini raga ke aku ini jiwa, percikan tuhan”.
Berkat kemajuan dan bantuan teknologi canggih dibidang medis (kedokteran), maka
system pencangkokan organ tubuh orang yang telah meninggalpun masih dapat
dimamfaatkan kembali bagi kepentingan kemanusiaan. Dialog spiritual Sri Krisna dengan
Arjuna dalam kitab Bhagawadgita dapat ditarik suatu makna bahwa badan jasmani ini
diumpamakan sebagai pakaian jiwatman. oleh karena itu ajaran Hindu tidak melarang
umatnya untuk melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengorbanan
tulus iklas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia.
Demikian pandangan agama Hindu terhadap transplantasi organ tubuh sebagai salah satu
bentuk pelaksanaan ajaran Panca Yajna terutama Manusa Yajna.
C. BAYI TABUNG
1. Pandangan Agama Hindu Terhadap IPTEK
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, ketika ilmu
pengetahuan berkembang dengan otomatis teknologi juga ikut mengalami perkembangan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan lagi dari
perkembangan zaman saat ini. Semua hal kini selalu berkenaan dengan teknologi. Berbagai
produk teknologi diluncurkan guna mempermudah kegiatan manusia, semua hal kini
dilakukan dengan bantuan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
memang sudah tidak diragukan lagi manfaatnya , tetapi disisi lain ada beberapa hal yang
nampaknya kini sudah diabaikan Karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
hal-hal tersebut diantaranya akibat dari kemudahan yang ditimbulkan oleh perkembangan
teknologi kini manusia menjadi mahluk yang manja, hidup beketergantungan pada
teknologi, ini menyebabkan manusia tidak mau lagi bekerja keras dalam menyelesaikan
masalah-masalah dalam kehidupannya, sehingga ketika suatu keadaan mengharuskannya
untuk tidak menggunakan teknologi ia seperti orang yang kehilangan arah dan tidak tahu
harus berbuat apa. Hal inilah yang membuat manusia dapat terjebak pada pola hidup yang
hedonis, hidup hanya untuk mengejar kenikmatan indriawi semata. Seyogianya Iptek itu
sebagai alat manusia untuk mensukseskan tujuan hidupnya,tetapi Hidup yang dimanjakan
oleh hasil pengembangan Iptek dapat menimbulkan “budaya menerabas” budaya yang
menimbulkan sikap hidup yang ingin serba cepat dengan mengabaikan herbagai norma
hidup. Untuk mendapatkan kekayaan misalnya, orang yang memliki peluang akan
menggaruk kekayaan dengan mengabaikan norma hukum, etika, sopan santun maupun norma
agama. Misalnya, dalam mentaati suatu prosedur birokrasi, mereka akan menerabas saja
dengan kekuasaan, pengaruh maupun dengan uang. Budaya menerabas inilah akan
menimbulkan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Budaya menerabas ini akan
melemahkan hokum maupun moral elit yang berlaku. Untuk suatu urusan di suatu instansi,
mereka akan menggunakan prosedur koneksi-koneksi atau juga sogok-sogokan. Kalau punya
koneksi, apapun menjadi lancar, tidak perlu melalui prosedur birokrasi yang ditetapkan
berdasarkan hukum. Demikian pula tidak perlu melalui etika moral. Yang penting untuk
mendapatkan sesuatu, dapat diperoleh dengan cepat. Budaya menerabas tanpa diredam
dengan moral agama dan akan dapat menimbulkan sikap hidup yang keras dan kasar. Hal itu
nampak dalam berbagai kegiatan hidup misalnya berlalu lintas, ketidaksabaran mengikuti
prosedur birokrasi yang wajib melalui suatu prosedur/sistem. Masyarakat akan kehilangan
kesabaran menunggu suatu proses. Padahal, untuk mencapai apapun membutuhkan proses.
Ada orang yang tidak malu-malu menambahkan Prof. Dr. di depan namanya, padahal mereka
tidak pernah diangkat menjadi guru besar di suatu perguruan tinggi. Bukankah gelar Profesor
itu adalah jabatan akademis, bukan titel keahlian seperti gelar Doktor? Pun di birokrasi,
banyak rumor tentang orang-orang menduduki jabatan tertentu di kalangan sipil maupun
militer dengan mengeluarkan sejumlah dana. Tanpa itu, jabatan tidak mereka peroleh hanya
berdasarkan kecerdasan dan prestasi kerja. Jadi, budaya menerabas ini sesungguhnya salah
satu penyebab munculnya korupsi yang telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan.
Masyarakat banyak melihat orang yang tidak memiliki kualifikasi mendapatkan posisi yang
enak melalui budaya menerabas. Berbagai norma ataupun kriteria hanyalah bersifa formalitas
belaka. Hal itu hanyalah basa-basi saja. Akibatnya manusia modern makin banyak yang tidak
memiliki kesabaran, mentalnya tidak tangguh menunggu suatu proses untuk mencapai
sesuatu. Hal ini menimbulkan makin semerawutnya herbagai aspek kehidupan. Segala
sesuatunya dilakukan dengan tergesa-gesa agar cepat tercapai apa yang dikehendaki. Karena,
kalau ada koneksi dan uang, prosedur yang bertele-tele akan menjadi mudah. Kalau tidak ada
uang dan koneksi, prosedur yang semestinya mudah menjadi sulit dan bertele-tele. Budaya
menerabas tersebut akan membuat mereka yang susah akan semakin susah. Tak ada
keindahan dalam kehidupan bersama ini. Hanya dengan mengaplikasikan spiritual agama,
dan ilmu secara terpadu, budaya menerabas yang negatif itu dapat diatasi. Untuk itu, umat
hendaknya memposisikan agama dan ilmu dalam kehidupannya secara seimbang. Pada
dasarnya ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan, yang harus dipelajari
untuk dapat mempermudah kehidupan manusia, sehingga ketika seseorang memanfaatkan
teknologi maka tetap harus memperhatikan aspek agama sehingga akan tercapai suatu
keseimbangan antara hal yang menyangkut keduniawian dan juga ketuhanan. Iptek bertujuan
untuk memberikan berbagai kemudahan hidup. Penerapan Iptek seperti itu banyak
menimbulkan kenikmatan hidup. Kenikmatan hidup yang dinikmati dengan batas-batas
tertentu dengan kesadaran rokhani tentunya memberi makna pada arti kehidupan. Dalam
Hindu ilmu pengetahuan adalah suatu hal yang sangat diagungkan sebagai suatu anugerah
Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang didasari dharma, sehingga ketika sesorang memanfaatkan
pengetahuan itu diharapkan selalu mengingat Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai suatu
bentuk pengamalan dari berkarma berdasarkan dharma, dan Kemudahan serta kenikmatan
yang dapat diberikan oleh hasil pengembangan Iptek itu tentunya patut disyukuri sebagai
sebagai anugerah Tuhan. Dengan pengembangan Iptek yang tepat dan akurat, berbagai hal
dapat dilakukan dengan cepat praktis dan dapat memberi kemudahan dalam menjalankan
kehidupan ini tetapi tetap berdasarkan dharma sehingga keseimbangan antara hal-hal tersebut
dapat tercapai sekaligus tujuan hidup manusia untuk kebebasan didunia dan moksa dengan
berdasarkan dharma. Kesimpulan dari semua hal diatas adalah bahwa dalam Hindu iptek
adalah suatu hal yang memang merupakan suatu hal yang sangat penting, Karena Hindu
mengagungkan ilmu pengetahuan sebagai suatu anugerah Tuhan untuk dapat didaya gunakan
dengan baik oleh manusia sehingga dapat mempermudah manusia dalam kehidupannya,
tetapi kembali lagi kepada azas tunggal yang tidak dapat diabaikan, bahwa setiap hal harus
dilakukan berdasarkan dharma, sehingga keseimbangan hidup dapat dicapai yang menuju
pada tercapainya tujuan hidup dalam agama Hindu yaitu “Mokshartam Jagadhita Ya Ca Iti
Dharma”.
2. Pandangan Agama Hindu terhadap Bayi Tabung
Menurut Ketut Wilamurti, S.Ag dari Parisada Hindu Dharma Indonesia
(PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha Agung
Indonesia  (KASI). "Embrio adalah mahluk hidup. Sejak bersatunya sel telur dan sperma, roh
Brahman sudah ada didalamnya, tanda-tanda kehidupan ini jelas terlihat. Karena itu, embrio
yang dihasilkan baik secara alarm" (hamil karena hubungan seks/tanpa menggunakan
teknologi fertilisasi), dan kehamilan non alami (hamil karena menggunakan teknologi
fertilisasi; Bayi tabung) merupakan suatu hasil ciptaan Ranying Hatalla dan hasil ciptaan
manusia. Menurut agama kaharingan program bayi tabung tidak disetujui karena sudah
melanggar ketentuan. Maksudnya sudah melanggar kewajaran Tuhan (Ranying Hatalla)
untuk menciptakan manusia. Selain itu melanggar kuasa Hyang Widhi (Dewa Brahma)
sebagai pencipta alam semesta termasuk manusia. Secara tidak langsung dalam proses bayi
tabung terdapat perbuatan himsa karma. Termasuk perbuatan himsa karma karena ketika
perkembangan embrio di tabung terjadi pertumbuhan embrio 4- 6, dan yang di masukkan ke
rahm hanya 1. Sehingga yang lain di buang atau terbunuh.
 Bayi tabung dapat diterima atas persetujuan suami-isteri. Bayi tabung dilakukan oleh
pasangan suami isteri yang siap dan mengingini seorang anak. tidak ada satupun yang bisa
meiarang termasuk hukum. Karena hak ini terdapat dalam UUD bab XA Pasal 28B ayat l
yaitu setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah. Insemi atau pembuahan secara suntik bagi umat hindu dipandang tidak
sesuai dengan tata kehidupan agama hindu, karena tidak melalui ciptaan Tuhan. Walaupun
bayi tabung bisa dilakukan oleh pasangan suami isteri yang siap dan mengingini anak,
Agama hindu kaharingan tidak mengizinkan atau memperbolehkan teknologi fertilisasi ini.
Karena perbuatan ini sudah melanggar hak cipta yang yang dilakukan oleh Ranying Hatalla.
Seperti yang diakui oleh umat hindu bahwa Ranying Hatala Katamparan yaitu Ranyaing
Hatala yang telah menciptakan manusia. Pada mulanya ranying Menciptakan nenek moyang
(disebut Raja Bunu) di Pantai danum Sangiang, sebelum diturunkan ke Pantai Danum
Kalunen Ranying Hatalla terlebih dahulu membekali Raja Bunu dengan segala aturan, tata
cara, bahkan pengalaman langsung untuk menuju ke kehidupan sempurna yang abadi.
Agama hindu mewajibkan punya tiap umatnya untuk memilki anak. Jadi jika ada
pasangan yang tidak subur dapat melakukan pemujaan /Yajna kepada Dewa Brahma yang
merupakan manivestasi Sang Hyang Widhi sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta. Kemudian
menikah lagi dengan syarat keturunan dari istri kedua merupakan atau diakui sebagai anak
dari istri pertama.
D. Sewa Rahim
1. Pengertian Sewa Rahim
Sewa rahim adalah terjadinya penyatuan pembuahan benih laki-laki terhadap benih
wanita pada suatu cawan petri sekali dengan sumber benih tersebut, dilakukan dengan suatu
perjanjian sewa (surrogacy) yang dikenal dengan istilah surrogate mother. Penyatuan benih
laki-laki (suami) dan wanita (istri) yang, yang mana setelah terjadinya penyatuan tersebut
akan diimplantasikan atau ditanam kembali di rahim wanita lain yang tidak mempunyai
hubungan sama kemudian ditanam kembali di rahim ibu pengganti terikat melalui perjanjian
yang dibuat dengan pihak suami isteri dengan imbalan tertentu bagi wanita penyewa rahim.
Setelah melahirkan, ibu pengganti diwajibkan untuk memberikan bayi yang ia kandung
kepada orangtua yang telah menyewakan rahim berdasarkan perjanjian yang telah dibuat.
Untuk menjadi ibu pengganti dibatasi hanya diperbolehkan 1 (satu) kali dan hanya
menyewakan rahimnya kepada kerabat yang sudah kenal secara dekat. Tren sewa rahim ini
telah meluas ke negara-negara lainnya terutama negara-negara barat yang memperbolehkan
donasi sel sperma. Menurut ilmu kedokteran sendiri, yang disebut dengan sewa rahim ialah
perempuan yang menampung pembuahan suami-istri dan diharapkan melahirkan anak hasil
pembuahan. Apalagi, dengan ditemukannya metode pengawetan sperma, frekuensi
penggunaannya kian meningkat.
Praktik sewa rahim ramai berlaku di sejumlah negara, antara lain, Australia, Inggris,
Kanada, Prancis, dan Singapura. Bahkan, di India data statistik menyebut tak kurang dari 150
bayi lahir melalui rahim sewaan per tahunnya. Kehadirannya memang dianggap solusi
alternatif bagi pasangan yang hendak memiliki keturunan. Namun di sisi lain, praktik ini
dinilai rapuh dari segi hukum dan etika.
2. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian:
Syarat sahnya suatu perjanjian di atur dalam pasal 1320 KUH Perdata, sebagai berikut:
a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak
Adanya kebebasan bersepakat (konsensual) para subyek hukum atau orang dapat
terjadi dengan: Secara tegas, baik dengan mengucapkan kata atau tertulis. Secara
diam, baik dengan suatu sikap atau dengan isyarat.
b. Kecakapan bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan
hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang menimbulkan akibat hukum. Orang
yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang
sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah sudah berumur 21 tahun atau sudah
menikah.
c. Adanya obyek.
Di dalam berbagai literature disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah
prestasi. Prestasi ini terdiri atas:
1) Memberikan sesuatu
2) Berbuat sesuatu, dan
3) Tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata).
d. Adanya causa yang halal.
Dalam pasal 1320 KUH Perdata tidak diperjelas perngertian causa yang halal. Di
dalam pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab
adalah terlarang apabila bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan
ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan causa yang halal sebagai
sesuatu yang menjadi tujuan para pihak.
3. Bentuk-Bentuk Sewa Rahim
Sepasang suami istri menyewa rahim seorang perempuan untuk menampung serta
merawat benih mereka, maka ada beberapa macam pembagian dari masalah penyewaan
rahim ini, yaitu :
1. Bentuk pertama.
Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih suami (sperma), kemudian dimasukkan
ke dalam rahim wanita lain. Proses seperti ini digunakan dalam keadaan isteri memiliki
benih yang baik, akan tetapi rahimnya dibuang yang di sebabkan oleh pembedahan,
memiliki cacat rahim yang di akibatkan oleh penyakit yang kronis atau sebab-sebab yang
lain.
2. Bentuk kedua.
Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan dan
dibekukan kemudian dimasukkan ke dalam rahim perempuan yang di sewa selepas
kematian pasangan suami isteri itu.
3. Bentuk ketiga
Ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya yang sah ) dan
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Dalam hal ini adalah pada situasi seorang suami
mandul dan isteri ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih isteri dalam
keadaan baik.
4. Bentuk keempat.
Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain (bukan istri yang sah), kemudian
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Hal ini terjadi apabila isteri terkena atau
memiliki penyakit pada ovari, sedangkan rahimnya tidak mampu untuk menjalani proses
kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap putus haid (monopause)
5. Bentuk kelima.
Sperma suami dan ovum isteri disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim
isteri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini isteri yang lain sanggup
mengandungkan anak suaminya dari isteri yang tidak boleh hamil. Penggunaan suroogate
mother tergantung pada kondisi dan pasangan suami istri yang memesan. Ada pasangan
suami istri yang kurang baik sperma suaminya, yang bersangkutan dapat memilih
menggunakan sperma donor dan ovumnya berasal dari istri, kemudian di transplantasikan
ke Rahim suroogate mother. Surrogate mother inilah yang nantinya akan mengandung
atau melahirkan bayi atau anak tersebut.
4. Pandangan Agama Hindu terhadap Sewa Rahim
Masuknya Atman kedalam kandungan atau terciptanya seorang anak disebutkan dan
dijelaskan dalam beberapa Bhagavata Purana yang disebutkan sebagai berikut :
1. Dalam Bhagavata Purana 3.31.1 disebutkan; ”Karmana daiva netrena jantur
dehopapattaye stryah pravista udaram pumsa retah kanasrayah, dibawah pengawasan
Tuhan Yang Maha Esa dan sesuai dengan perbuatan (karma)nya, sang makhluk hidup
(jiva) di-masukkan ke dalam rahim sang ibu (oleh para Deva pengendali urusan
material dunia fana) melalui mani sang ayah untuk memperoleh badan jasmani baru
tertentu”
2. Dalam Bhagavata Purana 3.31.2- 4 dan 10 dijelaskan bahwa Sang Jiwa memperoleh
badan jasmani dan tumbuh berkembang dalam rahim sang ibu.Bhagavata Purana
3.31.5-8 menyebutkan bahwa dengan memperoleh gizi dari makanan dan minuman
yang di-konsumsi si ibu, sang jiva dalam janin tumbuh didalam rahim sang ibu.
Berdasarkan Bhagavanta Purana diatas dapat dikatakan anak semestinya dikandung dan
dirawat oleh ibunya dalam rahimnya sendiri dengan penuh tanggung jawab dan sepenuh
hati. Tetapi saat ini ada permasalahan yang dialami oleh ibu yaitu kerusakan Rahim yang
menyebabkan ibu tidak dapat mengandung sebagai mana mestinya. Dan dengan
berkembangnya teknologi terciptanya metode sewa rahim.
Menurut pandangan agama hindu terhadap sewa rahim jika dikaitkan dengan cerita Sri
Krisna yang merupakan anak dari Basudewa dan Devaki namun diasuh oleh Ibu Yasoda ,
jadi ibu Yasoda juga merupakan ibu dari Krisna walaupun hanya sebatas Ibu asuh. Sama
halnya seperti sewa rahim , pasangan suami istri yang memiliki anak dari sistem sewa rahim,
ibu yang rahimnya disewa juga termasuk dari ibu anak itu walaupun hanya sebatas ibu asuh
karena ibu itulah yang mengasuh dia selama rahim namun ibu kandungnya tetaplah
pasangan suami istri yang menciptakan benihnya.
E. ADOPSI
A. Pandangan Dan Hubungan Agama Hindu Mengenai IPTEK
Pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan, yang harus
dipelajari untuk dapat mempermudah kehidupan manusia, sehingga ketika seseorang
memanfaatkan teknologi maka tetap harus memperhatikan aspek agama sehingga akan
tercapai suatu keseimbangan antara hal yang menyangkut keduniawian dan juga ketuhanan.
Dalam Hindu ilmu pengetahuan adalah suatu hal yang sangat diagungkan sebagai suatu
anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang didasari dharma, sehingga ketika sesorang
memanfaatkan pengetahuan itu diharapkan selalu mengingat Ida Sang Hyang Widhi Wasa
sebagai suatu bentuk pengamalan dari berkarma berdasarkan dharma, dan kemudahan serta
kenikmatan yang dapat diberikan oleh hasil pengembangan IPTEK itu tentunya patut
disyukuri sebagai anugerah Tuhan. Seni sebagai penyeimbangan antara ilmu pengetahuan,
teknologi dan agama untuk mencapai tujuan agama hindu yaitu Moksartham Jagaddhitia Ya
Ca Iti Dharma atau kebahagiaan lahir batin. Dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi agama hindu selalu mengajarkan untuk berpedoman pada kesucian agar ilmu
pengetahuan maupun teknologi yang dikembangkan senantiasa tidak merusak tatanan
kehidupan dan bermanfaat bagi umat manusia karena bagaimana pun untuk mengejar
kesejahteraan lahir batin yang mencakup artha, kama untuk mencapai moksa tentu kita harus
tetap berpegangan pada ajaran dharma. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi ini juga kita hendaknya tetap berpedoman pada Tri Samaya, Dharma Sidhyartha,
Rasa Utsaha dan Logika.
B. Cara Pandang Agama Hindu Terhadap Perkembangan Iptek Kesehatan Yaitu
Adopsi
Sebagaimana disebutkan, bahwa salah satu tujuan perkawinan dilingkungan umat Hindu
di bali adalah untuk mendapat keturunan dengan maksud dengan untuk meneruskan warisan
orang tua atau keluarganya. Dalam Hukum adat Bali yang dijiwai oleh ajaran Hindu adalah
sebagai kewajiban (swadharma) dan hak, baik dengan hubungan dengan parahyangan,
pawongan maupun palemahan. Kepada mereka yang tidak mempunyai anak ini tidaklah
berarti jalan untuk mencapai kebahagiaan yang sejati, bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa
telah tertutup. Keluarga-keluarga ini dapat mengangkat anak, melakukan adopsi yang di
dalam bahasa Sanskerta disebut: Parigraha dan anak yang diangkat disebut: Katakaputra,
Datrimasuta atau Putra Dattaka. Jika kedudukan anak angkat sama dengan anak kandung,
kehadiran seseorang anak dalam keluarga memiliki makna yang sama dengan anak kandung.
Hal ini dapat dilihat dalam Manawadharmasastra IX.141 sebagai berikut:
Jika anak laki yang mempunyai anak angkat laki-laki yang mempunyai sifat-sifat mulia yang
sama akan mewarisi walaupun lahir dari keluarga yang lain.
Kemudian dalam Manawadharmasastra IX.142 menyatakan: Keluarga dan harta
warisan dari orang tua yang sebenarnya. Tarpana (upacara persenmbahan kepada kepada
orang tua yang meningal), ia arus mengikuti nama keluarga (yang mengangkat) serta
menerima warisan dari orang tua angkat (setelah tarpana kepadanya
3.  Makna Mengangkat Anak MenurutAjaran Agama Hindu
Ada pun beberapa makna yang dapat dikemukakan dalam pengangkatan anak adalah:
a. Meneruskan warisan, Menurut ajaran agama Hindu yang tercemin dalam hukum adat
Bali bahwa yang dimaksud dengan warisan adalah segala kewajiaban (swadharma) dan
hak, baik dalam hubungannya dengan parahyanagan, pawongan maupun palemahan.
Dengan demikian, anak angkat tidak saja berhak mewarisi harta benda orang tua
angkatnya, tetapi juga memiliki kewajiban seorang anak yang sama dengan anak
kandung. Kewajiaban itu misalnya memelihara merajan dan tempat suci lainya warisan
orang tua angkatnya termasuk melakukan persembahan roh leluhur orang tua angkatnya
(parahyangan), mensucikan orang tua angkatnya atau roh leluhurnya (upacara ngaben),
melaksanakan kewajiban dengan anggota keluarga yang lain dan dalam kaitanya dengan
sesoroh, banjar (pawongan) dan memelihara rumah, lingkungan milik orang tua
angkatnya (palemahan).
b. Menyelamatkan roh leluhur, Dengan adanya anak angkat maka sebuah keluarga tidak
mengalami puntung atau putus. Dalam kepercayaan Hindu, keturunan yang berlanjut ini
dapat menyelamatkan roh leluhur. Dalam adi parwa menyebutkan tentang pentingya
keturunan untuk menyelamatkan roh leluhur. Dalam Adiparwa disebutkan tentang
pentingnya keturunan untuk menyelamatkan roh leluhur. Betapa pentingnya kehadiran
seorang anak dalam keluarga sebagai pelanjut keturunan dan dapat menyelamatkan roh
leluhur dari neraka. Dalam Manawadharmasastra IX.138 menyebutkan karena anak laki-
laki akan mengantarkan pitara dari neraka yang disebut put, karena itu di sebut putra
dengan kelahirannya sendiri (Puja dan Tjokorda Rai sudharta,1973:564). Sedangkan
dalam Adiparwa, 74,38 disebutkan seseorang dapat menundukkan dunia dengan lahirnya
anak ia memperoleh kesenangan yang abadi, memperoleh cucu-cucu dan kakek-kakek
akan memperoleh kebahagiaan yang abadi dengan kelahiran cucu-cucunya.
c. Pengingkat tali kasih keluarga, kelahiran seorang anak/anak angkat dalam keluarga dapat
sebagai pengingkat tali kasih dalam keluarga hal ini diungkapkan dalam sastra hindu,
yakni dalam Adiparwa yang di sebutkan seorang anak merupakan pengikat tali kasih
yang sangat kuat dalam keluarga, ia merupakan pusat penyatunya cinta kasih orang
tuanya. Dalam ajaran agama Hindu dapat dikatakan kehadiran seorang anak atau anak
angkat sebagai penjalin cinta kasih dalam kelurga. Fenomena yang ada betapa pun
kemulut yang terjadi antara orang tua dan anak akan selalu damai dalam pelukan orang
tua, anak juga akan menjadi pelekat diantara orang tua. Anak juga dapat menciptakan
kedamaian dalam keluarga disamping orang suci dan seorang istri. Dengan melihat begitu
pentingnya peranan anak dalam keluarga yang perlu di simak sebagai seorang anak
adalah menyucikan dan mengagungkan tugas-tugas dan fungsi-fungsi yang melekat pada
anak sesuai dengan sastra-sastra Hindu dengan berlaku
F. ABORSI
Aborsi dalam Teologi Hinduisme termasuk perbuatan yang disebut “Himsa karma” yaitu
salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, menyakiti, dan menyiksa.
Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam adalah menghilangkan nyawa. Berdasarkan
falsafah “atma” atau roh yang sudah berada dan melekat pada janin yang masih berbentuk
gumpalan darah.
1. Menurut The World Book Encyclopedia yang dikeluarkan A Collector’s Printing, hal.
14 a tahun 1976 – Aborsi adalah berakhirnya kehamilan seseorang sebelum janin bayi
dapat hidup diluar kandungan.
2. Menurut The New Lexicon Webster’s Encyclopedia Dictionary Of The English
Language Deluxe Edition, hal. 3 – Aborsi adalah pengeluaran janin bayi dari rahim
baik secara paksa maupun secara tidak sengaja.
3. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, hal. 2 – Aborsi adalah
pengguguran kandungan.
4. Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for Social,
Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai
pengentian kehamilan setelah bertemunya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim
(uterus), sebelumnya usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.
5. Di Indonesia, belum ada batasan resmi mengenai aborsi. Dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia (Prof. Dr. JS. Badudu dan Prof. Sutan Mohammad Zain, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1996) abortus dapat didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin,
melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak
menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). Secara umum istilah aborsi diartikan
sebagai penguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya saat janin masih berusia muda
(sebelum bulan ke empat masa kehamilan).
6. Sementara dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan
bentuk dari tindakan medis tertentu. Dengan demikian pengertian aborsi yang
didefinisikan sebagai tindakan tertentu untuk menyelamatkan ibu dan atau bayinya
(pasal 15 UU Kesehatan) adalah pengertian yang sangat rancu dan membingungkan
masyarakat kalangan medis.
7. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melarang keras dilakukannya aborsi
dengan alasan apapun sebagaimana diatur dalam pasal 283, 299 serta pasal 346-349.
Bahkan pasal 299 intinya mengamcam hukuman pidana penjara maksimal empat tahun
kepada seseorang yang member harapan kepada seseorang perempuan bahwa
kandungannya dapat digugurkan.
Aborsi secara umum adalah berakhirnya sutu kehamilan (oleh sebab-akibat
tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu hidup di luar kandungan. Secara
lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut:
“Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai
berat 1.000 gram.” Definisi lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Aborsi merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh (Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260).
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
a. Aborsi Spontan/Alamiah atau Abortus Spontaneus
b. Aborsi Buatan/Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
c. Aborsi Terapeutik/Medis atau Abortus Provocatus Therapeuricum
Aborsi spontan/alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan
disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Aborsi
buatan/sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan
disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau
dukum beranak). Aborsi terapeutik/ Abortus Provocatus Therapeuticum adalah
pengguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medic. Sebagai contoh, calon
ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit
jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang
dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-
gesa.
Pelaksanaan aborsi adalah sebagai berikut. Kalau kehamilan lebih muda, lebih
mudah dilakukan. Makin besar makin lebih sulit dan resikonya makin banyak bagi si ibu,
cara-cara yang dilakukan di kilinik-klinik aborsi ini bermacam-macam, biasanya
tergantung dari besar kecil janinnya.
1. Abortus untuk kehamilan sampai 12 minggu biasanya dilakukan dengan
MR/Menstrual Regulation yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu
yang biasa, tetapi 2 kali lebih kuat).
2. Pada janin yang lebih besar (sampai 16 minggu) dengan cara Dilatasi dan Curetage.
3. Sampai 24 minggu. Disini bayi sudah besar sekali, sebab itu biasanya harus dibunuh
terlebih dahulu dengan meracuni dia. Misalnya dengan cairan garam yang pekat
seperti saline. Dengan jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam rahim,
ke dalam air ketuban, sehingga anaknya keracunan, kulitnya terbakar, lalu mati.
4. Di atas 28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin sehingga terjadi
proses kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari tempat
pemeliharaan dan perlindunggannya.
A. Alasan-Alasan Melakukan Aborsi
Dengan berbagai alasan seseorang melakukan aborsi tetapi alasan yang paling
utama adalah alasan-alasan non medis. Di Amerika Serikat alasan aborsi antara lain:
1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir mengganggu karir, sekolah, atau
tanggung jawab yang lain (75%)
2. Tidak memiliki cukup uang (66%)
3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)
Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang
hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang
menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka
tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat
merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungan.
Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang
mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada di dalam
kandungannya adalah boleh dan benar. Semua alasan-alasan ini tidak berdasar.
Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita,
yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
Data ini juga didukung oleh studi dari Adida Torres dan Jacqueline
Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan bahwa hanya 1% kasus aborsi karena
perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah), 3% karena membahayakan nyawa
calon ibu, dan 3% karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius.
Sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan yang sifatnya untuk
kepentingan diri sendiri termasuk takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan,
malu, atau gengsi.
B. Faktor Penyebab Dan Akibat Dari Aborsi
Pemerkosaan. Perempuan yang hamil melalui hubungan seksual yang tidak
diinginkan yang paling sering menemukan bahwa mereka tidak dapat menangani sedang
dihadapi dengan bukti serangan mereka. Setelah aborsi dapat membantu mengurangi
trauma perkosaan penyebab dan bisa membantu korban dalam melanjutkan dengan
hidupnya. Faktor-faktor penyebab tejadinya aborsi antara lain:
1) Incest
Kehamilan incest disebabkan oleh hubungan seksual dengan anggota keluarga.
Apakah konsensual atau non-konsensual, dapat menjadi alasan untuk aborsi.
Penelitian telah menunjukkan bahwa seorang anak dari situasi seperti menghadapi
masalah medis atau kesehatan yang cukup besar disebabkan oleh perkawinan
sedarah. Mendapatkan aborsi bisa menjadi cara yang lebih ramah daripada memiliki
anak yang lahir dengan kekurangan mental atau fisik.
2) Alasan medis
Kadang-kadang, kondisi kesehatan wanita tidak bisa menangani kehamilan.
Wanita dengan HIV / AIDS, Hepatitis B atau penyakit lain mentransfer risiko
penyakit mereka kepada anak yang belum lahir mereka. Wanita dengan kondisi
jantung, yang rentan terhadap komplikasi dan bisa mati saat melahirkan. Dalam
kasus tersebut, aborsi mungkin keputusan yang paling logis untuk membuat dalam
rangka untuk menyelamatkan nyawa seorang wanita.
3) Alasan ekonomi
Beberapa wanita hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem yang mereka hampir
tidak mampu memberi makan dan pakaian sendiri, apalagi seorang anak.
Menghadapi keterbatasan keuangan tersebut dapat menjadi alasan untuk aborsi. Ini
akan mengecilkan hati membiarkan anak dilahirkan dan hidup dalam kondisi seperti
itu, dan orang tua dapat menghindari perasaan tidak berdaya jika mereka tidak
mampu untuk memberikan dukungan untuk anak mereka.
4) Alasan sosial
Remaja dan kehamilan yang tidak diinginkan termasuk dalam kategori ini
alasan untuk aborsi. Seorang wanita muda yang baru mungkin terlalu muda untuk
menghadapi tuntutan membesarkan anak, atau mungkin kehamilan itu akibat dari one
night stand dan wanita merasa dia tidak siap untuk menjadi orangtua.
Aborsi memiliki risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan
maupun keselamatan hidup seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa
seseorang yang melakukan aborsi ia ” tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh
pulang “.
Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko kesehatan
dan keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis. Risiko kesehatan dan
keselamatan fisik yang akan dihadapi seorang wanita pada saat melakukan aborsi dan
setelah melakukan aborsi adalah:
1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat.
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.
4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation).
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya.
6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita).
7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer).
8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer).
9. Kanker hati (Liver Cancer).
10. Kelainan pada ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya dan pendarahan hebat pada kehamilan berikutnya.
11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi ( Ectopic Pregnancy).
12. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).
13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi
kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak
yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam
dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS.
Gejala-gejala ini dicatat dalam ” Psychological Reactions Reported After Abortion ” di
dalam penerbitan The Post-Abortion Review.
Oleh sebab itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal ini adanya
perhatian khusus dari orang tua remaja tersebut untuk dapat memberikan pendidikan
seks yang baik dan benar.
C. Aborsi dalam Pandangan Agama Hindu
Menurut Bagawan Dwija Hindu edisi 4 ABORSI DALAM THEOLOGY
HINDUISME << Kebenaran…Kedamaian…Keindahan) Aborsi adalah Theology
Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut “Himsa karma” yakni salah satu
perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, menyakiti, dan menyiksa.
Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam adalah menghilangkan nyawa.
Berdasarkan falsafah “atma” atau roh yang sudah berada dan melekat pada janin yang
masih berbentuk gumpalan darah yang belum sempurna seperti tubuh manusia. Segera
setelah terjadi pembuahan di sel telur maka atma sudah ada atas kuasa Hyang Widhi.
Dalam “Lontar Tutur Panus Karma”, penciptaan manusia yang utuh kemudian
dilanjutkan oleh Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai “Kanda-Pat” dan “Nyama
Bajang”. Selanjutnya Lontar itu menuturkan bahwa Kanda-Pat yang artinya ‘empat-
teman” adalah: I Karen, sebagai calon ari-ari; I Bra, sebagai calon lamas; I Angdian,
sebagai calon getih; dan I Lembana, sebagai calon yeh-nyom. Ketika cabang bayi sudah
berusia 20 hari maka Kanda-Pat berubah nama menjadi masing-masing: I Anta, I Preta, I
Kala dan I Dengen. Selanjutnya setelah berusia 40 minggu barulah dinamakan sebagai:
Ari-ari, Lamas, Getih dan Yeh-nyom. Nyama Bajang yang artinya “saudara yang selalu
membujang “ adalah kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang tidak berwujud. Jika Kanda-
Pat bertugas memelihara dan membesarkan jabang bayi secara fisik, maka Nyama Bajang
yang jumlahnya 108 bertugas mendudukkan serta menguatkan atma atau roh dalam tubuh
bayi.
Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangnya nyawa.
Kitab-kitab suci Hindu antara lain Rgveda 1.114.7 menyatakan : “Ma no mahantam uta
ma no arbhakam” artinya : Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi.
Atharvaveda X.1.29 : “Anagohatya vai bhima” artinya : Jangan membunuh bayi yang
tiada berdosa. Dan Atharvaveda X.1.29 : “Ma no gam asvam purusan vadhih” artinya :
Jangan membunuh manusia dan binatang. Dalam ephos Bharatayuda Sri Krisna telah
mengutuk Asvatama hidup 3000 tahun dalam penderitaan, karena Asvatama telah
membunuh semua bayi yang ada dalam kandungan istri-istri keturunan Pandawa, serta
membuat istri-istri itu mandul selamanya.
Pembuahan sel telur dari hasil hubungan sex lebih jauh ditinjau dalam falsafah
Hindu sebagai sesuatu yang harusnya disakralkan dan direncanakan. Baik dalam
Manava Dharmasastra maupun dalam Kamasutra selalu dinyatakan bahwa perkawinan
menurut Hindu adalah “Dharmasampati” artinya perkawinan adalah sacral dan suci
karena bertujuan memperoleh putra yang tiada lain adalah re-inkarnasi dari roh-roh para
leluhur yang harus lahir kembali menjalani kehidupan sebagai manusia karena belum
cukup suci untuk bersatu dengan Tuhan atau dalam istilah Theology Hindu disebut
sebagai “Amoring Acintya”. Oleh karena itu maka suatu rangkaian logika dalam
keyakinan Veda dapat digambarkan sebagai berikut:
Perkawinan (pawiwahan) adalah untuuk syahnya suatu hubungan sex yang
bertujuan memperoleh anak. Gambaran ini dapat ditelusuri lebih jauh sebagai tidak
adanya keinginan melakukan hubungan sex hanya untuk kesenangan belaka. Prilaku
manusia menurut Veda adalah yang penuh dengan pengendalian diri, termasuk pula
pengendalian diri dalam bentuk pengekangan hawa nafsu. Pasangan suami-istri yang
mempunyai banyak anak dapat dinilai sebagai kurang berhasilnya melakukan
pengendalian nafsu sex, apalagi bila kemudian ternyata bahwa kelahiran anak-anak tidak
dalam batas perencanaan yang baik. Sakralnya hubungan sex hendaknya direncanakan
dan dipersiapkan dengan baik, misalnya terlebih dahulu bersembahyang memujan dua
Deva yang berpasangan yaitu Deva Smara Devi Ratih, setelah mensuckan diri dengan
mandi dan memercikkan diri dengan tirta pensucian. Hubungan sex juga harus dilakukan
dalam suasana yang tentram, damai dan penuh kasih sayang. Hubungan sex yang
dilakukan dalam keadaan sedang marah, sedih, mabuk atau tidak sadar akan
mempengaruhi prilaku anak yang lahir kemudian.
Oleh karena hubungan sex terjadi melalui upacara pawiwahan dan dilakukan
semata-mata untuk memperoleh anak, jelaslah sudah bahwa aborsi dalam Agama Hindu
tidak dikenal dan tidak dibenarkan.
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu agama yang menyetujui diadakannya
aborsi. Karena aborsi merupakan suatu tindakan pembunuhan yang menimbulkan dosa,
melanggar perintah dari Tuhan untuk menjaga dan memelihara anak-anak karunianya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat ditarik kesimpulan dari penjelasan diatas bahwa pandangan masyarakat agama
hindu mengenai KB, Transplantasi organ, Bayi tabung, Sewa rahim, Adopsi, Aborsi. Maka
dari pembahasan di atas dapat disimpulkan pada dasarnya pandangan dan hubungan Agama
Hindu mengenai IPTEK adalah Dalam Hindu ilmu pengetahuan adalah suatu hal yang sangat
diagungkan sebagai suatu anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang didasari dharma,
sehingga ketika sesorang memanfaatkan pengetahuan itu diharapkan selalu mengingat Ida
Sang Hyang Widhi Wasa sebagai suatu bentuk pengamalan dari berkarma berdasarkan
dharma, dan kemudahan serta kenikmatan yang dapat diberikan oleh hasil pengembangan
IPTEK itu tentunya patut disyukuri sebagai anugerah Tuhan yang harus dipelajari untuk dapat
mempermudah kehidupan manusia, tentunya IPTEK patut disyukuri sebagai anugerah Tuhan.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini juga kita hendaknya tetap
berpedoman pada Tri Samaya, Dharma Sidhyartha, Rasa Utsaha dan Logika. dan cara
pandang agama hindu terhadap perkembangan Iptek Kesehatan yaitu Adopsi adalah Keluarga
dapat mengangkat anak, dengan melakukan adopsi yang di dalam bahasa Sanskerta disebut:
Parigraha dan anak yang diangkat disebut: Katakaputra, Datrimasuta atau Putra Dattaka. Jika
kedudukan anak angkat sama dengan anak kandung, kehadiran seseorng anak dalam keluarga
memiliki makna yang sama dengan anak kandung. Dengan hal tersebut terdapat makna
mengangkat anak dalam ajaran agama hindu yaitu meneruskan warisan, menyelamatkan roh
leluhur, mengikat tali kasih keluarga.
B. Saran

Kepada Penulis :

Diharapkan untuk penulis agar memiliki referensi lebih banyak lagi agar mampu
mengembangkan dan memperluas materi yang termuat dalam makalah ini. Selain itu penulis
harus mampu menggali lebih banyak ilmu pengetahuan baik dari sumber buku maupun
sumber laman.
Kepada Pembaca

Diharapkan mampu memberikan kritik maupun masukan terhadap kekurangan makalah


yang telah disusun oleh penulis. Agar penulis mampu memperbaiki kesalahan dalam
penyusunan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Narayana Smrti. 2009. Masuknya Atman kedalam kandungan Tersedia pada :


https://www.narayanasmrti.com/2009/08/masuknya-atman-kedalam-janin/. Diakses pada tanggal
14 November 2019.

Marwati, 2017,pengaturan hak melanjutkan keturunan dalam perjanjian surrogacy (sewa


Rahim) Tersedia :http://eprints.unram.ac.id/934/1/SKRIPSI.pdf. Diakses pada tanggal 14
November 2019.

Aryanatha, I. N. (2019). Ritual Agama Hindu dalam Membudayakan Nilai-Nilai Kearifan


Lokal. Widya Duta: Jurnal Ilmiah Ilmu Agama dan Ilmu Sosial Budaya, 13(2), 1-12
Suprapta, Made. _ . Ilmu Pengetahuan Dan Seni Dalam Perspektif Hindu.
Academia.https://www.academia.edu/32356497/ilmu_pengetahuan_dan_seni_dalam_perspektif_
hindu.docx , diakses pada 11 November 2019.
Ristiani, Ayu. 2015. Cara Pandang Agama Hindu Terhadap Perkembangan Iptek
Kesehatan.http://ayuristianti95.com/2015/03/cara-pandang-agama-hindu-terhadap.html?m=1 ,
diakses pada 11 November 2019.

Devianti, Puspa,2011, IPTEK DALAM PANDANGAN HINDU,worldpress.com,tersedia di:


https://puspadevianti.wordpress.com/2011/03/15/iptek-dalam-pandangan-hindu/, [diakses pada
tanggal 14 November 2019 pukul 19.00]

Tini,2015, Bayi tabung dalam agama Hindu,blogspot,tersedia di:


http://tiniethalove.blogspot.com/2015/02/bayi-tabung-dalam-agama-hindu.html, [diakses pada
tanggal 14 november 2019 pukul 19.00]

Anda mungkin juga menyukai