Disusun Oleh :
Thasya Vinny Siti Yuniarsyah
P17324119062
Tingkat 1B
1
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan
kuasa-Nya penulis bisa menyelesaikan makalah berjudul “Bayi Tabung” dengan lancar
tanpa kendala yang berarti. Tidak lupa shalawat serta salam semoga tercurah limpah
kepada Nabi Muhammad SAW berserta keluarga, para sahabat, dan kita selaku
umatnya.
Penulisan makalah mata kuliah Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan ini tidak
terlepas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua orang yang terlibat
dalam penulisan makalah ini.
Penulisan makalah ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan dalam
pembuatannya. Sehingga penulis membutuhkan saran dan kritik yang mengandung
untuk memperbaiki makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
A. Pengertian Bayi Tabung............................................................................
B. Tujuan Bayi Tabung..................................................................................
C. Syarat-syarat Mengikuti Program Bayi Tabung........................................
D. Prosedur Bayi Tabung...............................................................................
E. Kedudukan Hukum Melalui Proses Bayi Tabung.....................................
BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN ...............................................................
A. Kasus.........................................................................................................
B. Pembahasan ..............................................................................................
BAB IV PENUTUP..................................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dua dekade terakhir ini, ilmu dan teknologi di bidang kedokteran
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu hasil di bidang ini adalah
dengan telah ditemukannya cara-cara baru dalam memproduksi manusia yang dalam
istilah kedokteran disebut dengan fertifisasi in vitro atau lebih populer dengan istilah
bayi tabung. Bayi tabung tersebut merupakan sebuah keberhasilan dari kerjasama
antara pakar kedokteran dan pakar teknologi farmasi, dimana mereka mengawinkan
sperma dan ovum di luar rahim dalam sebuah tabung yang dipersiapkan lebih dulu
untuk itu. Setelah terjadi pembuahan, barulah ditempalkan ke dalam rahim wanita
yang dipersiapkan sebelumnya. Dengan proses seperti ini akan menghasilkan bayi
sebagaimana yang diperoleh dengan cara yang alami.
Pada prinsipnya, program bayi tabung itu bertujuan untuk membantu mengatasi
pasangan suami isteri yang tidak mampu melahirkan keturunan secara alami yang
disebabkan karena ada kelainan pada masing-masing suami isteri, seperti radang
pada selaput lendir rahim, sperma suami kurang baik, dan lain sebagainya. Dengan
program bayi tabung ini, diharapkan akan mampu memberikan kebahagiaan bagi
pasangan suami isteri yang teiah hidup bertahun-tahun dalam ikatan perkawinan
yang sah tanpa keturunan. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran dalam hal
memproses kelahiran bayi tabung dengan cara asimilasi buatan, dari satu sisi dapat
dipandang sebagai suatu keberhasilan untuk mengatasi kesulitan bagi pasangan
suami isteri yang telah lama mengharapkan keturunan. Tetapi dari sisi lain program
bayi tabung tersebut, diatas telah banyak menimbulkan permasalahan di bidang
hukum, khususnya bagi umat Islam. Permasalahan-permasalahan yang pantas
ditampilkan antara lain mengenai bagaimana status hubungan nasab antara bayi
tabung dengan orang yang menjadi penyebab kelahirannya, bila terjadi kelahiran
bayi tabung itu dengan proses pengambilan sperma dari suami dan ovum dari isteri
yang setelah terjadi pembuahan kemudian ditransfer kedalam rahim perempuan lain
yang bukan isterinya, Faktor apa saja yang paling dominan untuk menghubungkan
4
nasab bagi bayi tabung dengan orang yang menjadi penyebab kelahirannya? Apakah
cukup untuk dapat dikatakan sebagai seorang ayah dan ibu yang hanya sementara
mereka telah menyerahkan beberapa tetes sperma dan ovumnya kepada seorang ahli
teknologi farmasi untuk memproses air tersebut menjadi bayi tabung dengan segala
akibatnya, sementara proses itu berjalan pada seorang Ibu titipan (surrogate mother
yanq mengandungnya dan melahirkannya. Apakah seoara psikologis ibu titipan yang
mengandung dan melahirkannya itu tidak berpengaruh terhad anak yang
dilahirkannya bayi tabung dari aspek kejiwaan, fisik dan lain sebagainya. Jika ada
pengaruhnya apakah tidak mungkin untuk menghubungkan nasab kepada ibu titipan
yang mengandung dan yang melahirkannya sebagai ibu bagi sibayi tabung?
Semua permasalahan tersebut di atas, di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadis, secara
eksplisit tidak didapatkan ketentuan hukumnya, bahkan dl Indonesia persoalan yang
berhubungan dengan bayi tabung timbul disebabkan karena peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang kedudukan hukum anak yang dilahirkan melalui
proses bayi tabung. Belum ada Hukum positif yang berlaku di Indonesia hanya
mengatur tentang pengertian anak sah yang dilahirkan secara alami, bukan melalui
proses bayi tabung. Pasal 250 KUH Perdata menyebutkan: "tiap-tiap anak yang
dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai
bapaknya". Demikian juga di dalam UU No. 1 Tahun 1974 pasal 42 menyebutkan:
"anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang
sah" (UU No. 1 tahun 1974 pasal 42). Kedua rumusan tentang pengertian anak sah,
baik yang tertuang di dalam KUH Perdata pasal 250 maupun didalam UU No. 1
Tahun 1974 itu sangat sederhana, karena di dalam pasal tersebut tidak dipersoalkan
tentang asal usul sperma dan ovum yang dipergunakannya, asal anak itu dilahirkan
dalam perkawinan yang sah maka sah kedudukan hukum anak itu, walaupun anak itu
produk dari sperma dan ovum donor atau sperma yang masuk kedalam rahim
perempuan itu tidak didahulul oleh perkawinan yang sah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud bayi tabung?
2. Apakah tujuan bayi tabung?
3. Apa saja syarat melakukan bayi tabung?
4. Apakah kedudukan bayi tabung?
5
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa itu bayi tabung
2. Mengetahui bayi tabung
3. Mengetahui syarat-syarat bayi tabung
4. Mengetahui kedudukan bayi tabung
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
7. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor, lau
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri.
8. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum berasal dari donor,
kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim surrogate
mother.
B. Tujuan Bayi Tabung
Pada hakikatnya program bayi tabung bertujuan untuk membantu
pasangan suami-isteri yang tidak mampu melahirkan keturunan secara alami
yang disebabkan karena ada kelainan pada tubanya, endometriosis (radang pada
selaput lendir rahim), oligospermia (sperma suami kurang baik), unexplained
infertility (tidak dapat diterangkan sebabnya), dan adanya factor immunologic
(faktor kekebalan). Dan ternyata program bayi tabung ini mampu memberikan
kebahagiaan bagi pasangan suami-isteri yang telah hidup bertahuntahun dalam
ikatan perkawinan yang sah. Program ini semakin lama semakin disenangi oleh
pasangan suami-isteri yang mandul untuk mendapatkan keturunan. Namun di
balik kebahagiaan itu ternyata program bayi tabung menimbulkan persoalan di
bidang agama dan hukum. Timbulnya persoalan di bidang agama disebabkan
karena di dalam berbagai agama tidak dikenal anak yang dihasilkan dari teknik
bayi tabung, tetapi yang dikenal adalah anak yang dihasilkan dari hubungan
badani antara pasangan suami-isteri. Sehingga para tokoh/pemimpin agama
harus mencari dan menemukannya di dalam kitab suci hal-hal yang ada
kesamaan dengan itu.
Sedangkan persoalan di bidang hukum timbul disebabkan karena
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan hukum anak
yang dilahirkan melalui proses bayi tabung belum ada, sedangkan hukum itu
bertujuan untuk melindungi kepentingan manusia agar di dalam masyarakat
terdapat ketertiban, keadilan dan kepastian hukum.
C. Syarat-Syarat Mengikuti Program Bayi Tabung
Pasangan suami-isteri yang diperkenankan adalah pasangan suami isteri
yang kurang subur, disebabkan karena:
1. steri mengalami kerusakan kedua saluran telur (tuba).
2. Lendir leher rahim isteri yang tidak normal.
8
3. Adanya gangguan kekebalan di mana terdapat zat anti terhadap sperma
di dalam tubuh.
4. Tidak hamil juga setelah dilakukan bedah saluran telur.
5. Tidak hamil juga setelah dilakukan pengobatan endometriosis.
6. Suami dengan mutu sperma yang kurang baik (oligospermia).
7. Tidak diketahui penyebabnya (unexplained infertility).
D. Prosedur Bayi Tabung
Prosedur dari teknik bayi tabung, terdiri dari beberapa tahapan yaitu:
1. Tahap pertama: Pengobatan merangsang indung telur. Pada tahap ini
isteri diberi obat yang merangsang indung telur, sehingga dapat
mengeluarkan banyak ovum dan cara ini berbeda dengan cara biasa,
hanya satu ovum yang berkembang dalam setiap siklus haid. Obat yang
diberikan kepada isteri dapat berupa obat makan atau obat suntik yang
diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah
ternyata sel-sel telurnya matang. Pematangan sel-sel telur dipantau setiap
hari dengan pemeriksaan darah isteri, dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG). Ada kalanya indung telur gagal bereaksi terhadap
obat itu. Apabila demikian, pasangan suami-isteri masih dapat mengikuti
program bayi pada kesempatan yang lain, mungkin dengan obat atau
dosis obat yang berlainan.
2. Tahap kedua: Pengambilan sel telur. Apabila sel telur isteri sudah
banyak, maka dilakukan pengambilan sel telur yang akan dilakukan
dengan suntikan lewat vagina di bawah bimbingan USG.
3. Tahap ketiga: Pembuahan atau fertilisasi sel telur. Setelah berhasil
mengeluarkan beberapa sel telur, suami diminta mengeluarkan sendiri
sperma. Sperma akan diproses, sehingga sel-sel sperma suami yang baik
saja yang akan dipertemukan dengan selsel telur isteri dalam tabung
gelas di laboratorium. Sel-sel telur isteri dan sel-sel sperma suami yang
sudah dipertemukan itu kemudian dibiak dalam lemari pengeram.
Pemantauan berikutnya dilakukan 18-20 jam kemudian. Pada
pemantauan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembelahan sel.
9
4. Tahap keempat: Pemindahan embrio. Kalau terjadi fertilisasi sebuah sel
telur dengan sebuah sperma, maka terciptalah hasil pembuahan yang
akan membelah menjadi beberapa sel, yang disebut embrio. Embrio ini
akan dipindahkan melalui vagina ke dalam rongga -rahim ibunya 2-3
hari kemudian.
5. Tahap kelima: Pengamatan terjadinya kehamilan. Setelah implantasi
embrio, maka tinggal menunggu apakah akan kehamilan terjadi. Apabila
14 hari setelah pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka dilakukan
pemeriksaan kencing untuk menentukan adanya kehamilan. Kehamilan
baru dipastikan dengan pemeriksaan USG seminggu kemudian.
Apabila semua tahapan itu sudah dilakukan oleh isteri dan ternyata
terjadi kehamilan, maka kita hanya menunggu proses kelahirannya, yang
memerlukan waktu 9 bulan 10 hari. Pada saat kehamilan itu sang isteri tidak
diperkenankan untuk bekerja berat, karena dikhawatirkan terjadi keguguran.
10
2. Kedudukan Hukum Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Bayi Tabung
Yang Menggunakan Sperma Donor Masalah anak sah diatur di dalam
Pasal 250 KUH Perdata dan Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1974. Pasal
250 KUH Perdata berbunyi: "Tiap-tiap anak yang dilahirkan atau
ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai
bapaknya". Selanjutnya Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1974 berbunyi
"Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah".
3. Kedudukan Hukum Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Bayi Tabung
Yang Menggunakan Surrogate Mother Hukum positif yang mengatur
tentang
surrogate mother secara khusus di Indonesia belum ada, namun apabila
kita menggunakan cara berpikir argumentum acontrario, maka kita dapat
menerapkan Pasal 1548 KUH Perdatai:
Sewa-menyewa ialah suatu persetujuan dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya kepada pihak lainnya kenikmatan suatu barang,
selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, dan pihak
yang tersebut belakangan disanggupi pembayarannya.
Berdasarkan bunyi Pasal 1548 KUH Perdata di atas, maka yang
dijadikan objek dalam sewa-menyewa, adalah barang yang dapat
memberikan kenikmatan bagi para pihak selama waktu tertentu dan
dengan pembayaran suatu harga. Tetapi kini muncul suatu pertanyaan,
apakah rahim seorang wanita dapat dianggap sebagai barang atau tidak?
Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata telah diatur tentang syaratsyarat
sahnya perjanjian. Bila syarat-syarat pertama dan kedua (subyektif) tidak
terpenuhi, maka perjanjiannya dapat dimintakan pembatatannya kepada
pengadilan (vernietigbaar), sedangkan kalau syarat ketiga dan keempat
tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum (null and
void).
Dalam undang-undang peraturan pemerintah RI nomor 61 tahun
2014 pada pasal 44 yang menyatakan bahwa Reproduksi dengan Bantuan
atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah dilarang untuk tujuan memilih
11
jenis kelamin anak yang akan dilahirkan kecuali dalam hal pemilihan
jenis kelamin untuk anak kedua dan selanjutnya. Dan Pelayanan
Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah harus
dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi
persyaratan, standar, dan memiliki izin dari Menteri.
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan
Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah wajib
membuat pencatatan dan pelaporan kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota dengan tembusan dinas kesehatan provinsi. Pelayanan
Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah harus
didahului dengan konseling dan persetujuan tindakan kedokteran
(informed consent).
12
BAB III
A. KASUS
1. Kasus 1
Terdapat sepasang suami istri, sudah menikah selama 10 tahun. Pasangan
tersebut belum dikaruniai anak sampai saat ini. Mereka sangat sedih karena
belum dikaruniai anak, walaupun mereka sudah berusaha dan tetap ikhtiar.
Lalu ada kerabat dari istri tersebut untuk menyarankan agar mereka
melakukan program bayi tabung, tentunya program bayi tabung tersebut
menggunakan sperma dari suaminya.
Setelah disarankan oleh kerabatnya mengenai program bayi tabung,
pasangan tersebut berniat untuk melakukan program bayi tabung tersebut.
Akan tetapi mereka juga bingung, apabila program bayi tabung yang mereka
jalani berhasil, bagaimana kedudukan bayi tersebut dalam hukum.
2. Kasus 2
Terdapat pasangan suami istri sudah menikah selama 12 tahun. Pasangan
tersebut belum dikaruniai anak sampai saat ini Mereka sangat sedih karena
belum dikaruniai anak, walaupun mereka sudah berusaha dan tetap ikhtiar.
Lalu ada kerabat dari istri tersebut untuk menyarankan agar mereka
melakukan program bayi tabung, tetapi suami tersebut tidak ingin
13
melakukan program bayi tabung. Suami tersebut menyuruh istrinya untuk
melakukan progam bayi tabung menggunakan sperma donor. Pasangan
tersebut akan menjalankan program bayi tabung tersebut, tetapi bingung.
Setelah bayinya lahir bagaimana kedudukan bayi tersebut.
B. Pembahasan
1. Kasus 1
Kedudukan Hukum Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Bayi Tabung
Yang Menggunakan Sperma Suami Bahwa hukum yang mengatur tentang
bayi tabung di Indonesia belum ada, sedangkan hukum positif yang
mengatur tentang status hukum anak, apakah itu anak sah maupun anak luar
kawin diatur di dalam KUHPerdata dan UU Nomor 1 Tahun 1974. Di dalam
Pasal 250 KUHPerdata diatur tentang pengertian anak sah yakni tiap-tiap
anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh
si suami sebagai bapaknya. Selanjutnya dalam Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun
1974 disebutkan bahwa "Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat dari perkawinan yang sah". Pada prinsipnya ketiga pendapat
dan pandangan di atas menyetujui penggunaan teknik bayi tabung yang
menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri kemudian
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri dan kedudukan yuridis
anak tersebut yang dilahirkan secara alami.
2. Kasus 2
Kedudukan Hukum Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Bayi Tabung
Yang Menggunakan Sperma Donor Masalah anak sah diatur di dalam Pasal
250 KUH Perdata dan Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1974. Pasal 250 KUH
Perdata berbunyi: "Tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan
sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya". Selanjutnya
Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1974 berbunyi "Anak sah adalah anak yang
dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah".
Karena dalam Pasal 250 KUH Perdata berbunyi: “Tiap-tiap anak yang
dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami
sebagai bapaknya.” Sedangakn dalam kasus tersebut suami tidak mau
menjalankan program bayi tabung dan memilih agar istrinya melakukan
14
program bayi tabung menggunakan sperma donor. Maka bayi tersebut
kedudukannya tidak sah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bayi tabung adalah merupakan individu (bayi) yang di dalam
kejadiannya, proses pembuatannya terjadi di luar tubuh wanita (in vitro). Jenis-
jenis bayi tabung apabila ditinjau dari segi sperma, dan ovum serta tempat
embrio ditransplansikan, dapat dibagi menjadi 8 jenis. Pada hakikatnya program
bayi tabung bertujuan untuk membantu pasangan suami-isteri yang tidak mampu
melahirkan keturunan secara alami yang disebabkan karena ada kelainan pada
tubanya, endometriosis (radang pada selaput lendir rahim), oligospermia
(sperma suami kurang baik), unexplained infertility (tidak dapat diterangkan
sebabnya), dan adanya factor immunologic (faktor kekebalan). Syarat-Syarat
Mengikuti Program Bayi Tabung adalah pasangan suami isteri yang kurang
subur. Prosedur bayi tabung adalah Pengobatan merangsang indung telur,
Pengambilan sel telur, Pembuahan atau fertilisasi sel telur, Pemindahan embrio,
Pengamatan terjadinya kehamilan. Kedudukan Hukum Anak Yang Dilahirkan
Melalui Proses Bayi Tabung Yang Menggunakan Sperma Suami, Yang
Menggunakan Sperma Donor, Yang Menggunakan Surrogate Mother.
15
DAFTAR PUSTAKA
https://www.neliti.com/publications/42561/bayi-tabung-status-hukum-dan-hubungan-
nasabnya-dalam-perspektif-hukum-islam
16
17
MAKALAH
Disusun Oleh:
(P17324119062)
Tingkat 1-B
18
PRODI D-III KEBIDANAN BANDUNG
TAHUN 2020
19
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya berupa kesempatan dan
pengetahuan sehingga makalah yang berjudul surrogate mother.
Makalah ini telah kami susun dengan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami ucapkan
terimakasih kepada pihak yang telah mendukung serta membantu kami selama proses
penyelesaian makalah ini. Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada dosen
mata kuliah etikolegal. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca.
Namun dari itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan guna
penyempurnaan makalah ini.
penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................
D. Manfaat.................................................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA..........................................................................
A. Tidak Dilegalkannya Praktik Sewa Rahim Di Indonesia.....................
B. Pengertian Surrogate Mother................................................................
C.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah menjadi fitrah manusia berkeinginan untuk memiliki keturunan pada saat
setelah berlangsungnya pernikahan. Akan tetapi, masih banyak dari kalangan suami-istri
yang menjumpai hambatan untuk memperoleh keturunan. Sehingga ada beberapa
diantara mereka yang tidak dapat menghasilkan keturunan kemudian mengangkat
seseorang untuk dijadikannya sebagai anak. Dewasa ini perkembangan teknologi sudah
sangat pesat dan maju dengan demikian pula halnya dengan perkembangan cara untuk
memperoleh keturunan semakin banyak pula, salah satu cara untuk memperoleh ketrunan
yaitu dengan melakukan metode Surrogacy atau yang di Indonesia kita di kenal dengan
istilah sewa rahim.
Surrogacy merupakan perluasan dari metode bayi tabung yang dikenal sebagai
perjanjian sewa rahim, yaitu perjanjian antara seorang wanita yang mengikatkan diri
melalui suatu perjanjian dengan pihak lain (suami-istri) untuk menjadi hamil terhadap
hasil pembuahan suami istri tersebut yang ditanamkan ke dalam rahimnya, dan setelah
melahirkan diharuskan menyerahkan bayi tersebut kepada pihak suami istri berdasarkan
perjanjian yang dibuat.
Praktik surogasi dilarang di Indonesia. Larangan tersebut termuat dalam peraturan
umum mengenai "bayi tabung" pada Pasal 16 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
dan Keputusan Menteri Kesehatan No.72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan
Teknologi Reproduksi Buatan. Dari kedua peraturan tersebut dapat disimpulkan kalau
praktik "ibu pengganti" dilarang pelaksanaannya di Indonesia, dan dipertegas dengan
adanya sanksi pidana bagi yang mempraktikkannya (Pasal 82 UU No.23 Tahun 1992
tentang Kesehatan).Namun jika kita melihat dari sisi lain bahwa setiap warga negara
memiliki hak-hak yang melekat pada dirinya yaitu termasuk hak untuk memiliki
keturunan. Hak itu tercantum pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pasal 16 Ayat
(3).
3
Hak ini diatur antara lain pada Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI), Pasal 16 Ayat (1) Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (DUHAM), Pasal 2 piagam HAM Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia, dan Pasal 10 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia (UU HAM). Dengan demikian, negara wajib menjamin warga
negaranya untuk melanjutkan keturunan dan membentuk keluarga sebagai perlindungan
terhadap hak asasi manusia. Adanya pertentangan hukum mengenai hal tersebut, dirasa
perlu untuk mengupayakan suatu perlindungan hak bagi pasangan suami istri agar dapat
melakukan surrogate mother sebagai upaya untuk melanjutkan keturunan yang
merupakan hak asasi bagi setiap orang tidak di legalkan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah dilegakan praktik sewa Rahim di Indonesia ?
2. Apa yang dimaksud dengan sewa Rahim ?
3.
C. Tujuan
D. Manfaat
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
5
2. Tipe Genetic Surrogacy, dimana sel telur berasal dari perempuan lain yang bukan
istri, kemudian dipertemukan sperma dari suami yang selanjutnya ditanam dalam
rahim perempuan tersebut.
Melihat cara-cara untuk melakukan surrogate mother, maka yang menjadi focus analisa
dalam hukum pidana, yaitu pada penanaman benih yang dilakukan tanpa diikat pada
hubungan perkawinan yang sah, baik dalam penanaman benih yang berasal dari donor
kemudian ditanam pada rahim istri maupun benih dari suami istri dan ditanam pada
rahim orang lain, ataupun kedua-duanya tidak terikat perkawinan yang sah tempat di
mana benih tersebut ditanam.
Dari devinisi Surrogate Mother (Penyewaan Rahim) di atas, bahwa sapasang suami
istri menyewa rahim seorang perempuan untuk menampung serta merawat benih mereka,
maka ada beberapa macam pembagian dari masalah penyewaan rahim ini. Yaitu:
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Proses seperti ini digunakan dalam keadaan
isteri memiliki benih yang baik, akan tetapi rahimnya dibuang yang di sebabkan oleh
pembedahan, memiliki cacat rahim yang di akibatkan oleh penyakit yang kronis atau
2. Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan dan
3. Ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya yang sah )
dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Dalam hal ini adalah pada situasi
seorang suami mandul dan isteri ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi
6
4. Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain (bukan istri yang sah),
kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Hal ini terjadi apabila isteri
terkena atau memiliki penyakit pada ovari, sedangkan rahimnya tidak mampu untuk
menjalani proses kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap putus haid
(monopause).
5. Sperma suami dan ovum isteri disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim
isteri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini isteri yang lain sanggup
Setiap hal yang dilakukan oleh manusia pasti memiliki dampak, baik bagi dirinya
sendiri atau bagi orang lain, bahkan bisa saja kedua-duanya terkena dampak dari
perbuatan salah satu orang. Dalam kasus Surrogate Mother atau Penyewaan Rahim
Damapak positif dari Surrogate Mother ini adalah dari kedua belah pihak yang
pihak penyewa mendapat keuntungan memiliki keturunan selain alasan mengapa memilih
jalan menyewa rahim. Sedangkan dari pihak yang menyewakan tentunya mendapatkan
Wanita ini sebenarnya pihak yang paling di rugikan, hal ini di karena ia hanya
disewa selama 9 bulan untuk mengandung bayi penyewanya, yang artinya bagaimana
kesehatan dan keadaan fisik perempuan tersebut setelah melahirkan nanti sudah
7
bukan tanggung jawab pasangan yang menyewanya. Jadi apabila terjadi pendarahan,
atau komplikasi pasca melahirkan, wanita ini tidak berhak menuntut apapun kepada
hanya berpikir untuk mengambil bayi hasil pesanan, bayar sewa dan selesai. Selain
itu secara psikis, bagaimanapun seorang ibu pasti mempunyai ikatan batin yang kuat
dengan bayi yang telah 9 bulan bergantung dalam rahimnya. Pasangan penyewa tidak
akan memperdulikan dengan kondisi dari perasaan si wanita yang notabene adalah
seorang ibu yang pasti akan merasa sangat kehilangan “sesuatu” yang telah menjadi
bagian dari dirinya. Apalagi ini juga diperberat dengan jika ASI si ibu keluar lancar,
ia akan merasa kesakitan untuk bisa menghentikan aliran ASI-nya. Memang wanita
sewaan telah mengetahui resiko akan ada rasa kehilangan tersebut, namun sebelum
benar-benar mengalaminya, seorang wanita tidak akan pernah tahu seberapa sakit
rasa dipisahkan dengan bayi yang seharusnya ia bisa asuh sendiri itu. Masyarakat
kita masih menjunjung tinggi kehormatan wanita dalam sebuah perkawinan yang
sah. Karena itu secara moral juga, si wanita akan dipandang hina oleh masyarakat
karena dianggap telah hamil di luar nikah, mengandung anak hasil perzinahan, dan
setelah melahirkan pun, pandangan rendah pada sosok wanita ini tak akan hilang
begitu saja. Dalam hal ini wanita sewaan mengalami kerugian fisik, mental, maupun
moral.
Bayi yang menjadi pusat permasalahan hingga terjadi proses sewa menyewa ini
tak kalah merugi dengan adanya kasus seperti ini. Bagaimana tidak karena ia sama
sekali tidak akan pernah mendapatkan haknya untuk menghisap ASI ibu kandungnya
8
sendiri. ASI merupakan asupan gizi vital yang seharusnya diberikan pada bayi,
namun dalam kasus sewa menyewa rahim, hal ini tidak akan pernah dipikirkan. Masa
kontrak hubungan penyewa dengan wanita yang disewanya hanya selama bayi
berada dalam kandungan. Setelah bayi lahir, hubungan mereka putus. Praktis ASI
bukan bagian dari kontrak sewa rahim. Seperti yang beberapa waktu lalu ditayangkan
dalam salah satu stasiun televisi, kenyataannya ada klinik-klinik tertentu yang malah
menyediakan layanan penyewan rahim ini satu paket dengan pengurusan dokumen-
dokumennya yang notabene adalah palsu. Dalam surat dan akta kelahiran si bayi pun
tertera nama ibu kandung yang sebenarnya adalah ibu angkat yang telah menyewa
rahim wanita malang itu. Jadi selama hidupnya si bayi tidak akan pernah merasakan
kasih sayang ibu kandung yang sebenarnya. Bayi yang dilahirkanpun mengalami
3) Si penyewa wanita.
Namun siapa yang tahu bahwa di kedalaman hatinya pastilah ada perasaan tak rela
mengijinkan suaminya sendiri berhubungan sex dengan wanita lain. Meski hanya
sebatas kontrak, namun mereka pasti telah menyeleksi wanita yang akan disewa
dengan perasaan si istri sah ini ketika membesarkan anak hasil hubungan suaminya
dengan wanita sewaan yang pastinya bukan wanita sembarangan. Ketulusan kasih
4) Si penyewa pria.
9
Sepertinya memang hanya si suami yang sama sekali tidak merugi dengan kasus
penyewaan rahim ini. Karena ia mendapatkan anak dari benihnya sendiri, yang
berarti bahwa bayi yang dilahirkan adalah anak kandungnya. Jadi dari keempat orang
yang terlibat dalam kasus ini tampaknya si suami penyewa rahim wanita itu adalah
kekurangan secara ekonomi, sehingga wanita dapat diatur dalam peraturan surrogacy
karena kesulitan finansial tanpa menghiraukan potensi resiko yan akan di hadapinya.
Surrogacy dapat menyebabkan wanita pengganti menjadi dikucilkan dan dijauhi oleh
orang-orang disekitarnya yang akan menimbulkan efek buruk bagi ibu pengganti dan
kandungannya karena dia merasa bayi yang dikandungnya milik orang lain sehingga
mana setiap warga negara mempunyai hak otonomi untuk mengatur hidupnya sendiri
selama tidak bertentangan dengan kepentingan umum, oleh karena itu adanya aturan
hukum. Aturan mengenai reproduksi dapat dilihat dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi “Setiap
orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah”. Menurut pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 36 Tahun 2009 tentang
alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
10
1) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan
2) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu;
Persyaratan mengenai kehamilan diluar cara alamiah diatur oleh peraturan pemerintah.
Diantaranya yaitu :
buatan hanya diberikan kepada pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang
sah dan sebagai upaya akhir untuk memperoleh keturunan serta berdasarkan pada
suatu indikasi medik”. Terhadap pelanggaran aturan ini dapat dikenakan sanksi
2) SK Dierjen Yan Medik Depkes RI tahun 2000 Tentang Pedoman Pelayanan Bayi
a) Pelayanan teknik reprodukasi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel sperma
11
Jadi, yang diperbolehkan oleh hukum Indonesia adalah metode pembuahan sperma
dan ovum dari suami istri yang sah yang ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum
berasal. Metode ini dikenal dengan metode bayi tabung. Adapun metode atau upaya
kehamilan di luar cara alamiah selain yang diatur dalam pasal 127 UU Kesehatan
pihak dalam berkontrak bebas untuk membuat perjanjian, apapun isi dan bagaimanapun
bentuknya “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”. Akan tetapi, asas kebebasan berkontrak tersebut tetap tidak
boleh melanggar syarat-syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu :
(1) Kesepakatan para pihak; (2) Kecakapan para pihak; (3) Mengenai suatu hal tertentu;
Salah satu syarat sahnya perjanjian adalah harus memiliki sebab yang halal, yaitu
(Ketentuan Pasal 1320 dan Pasal 1337 KUHPerdata). Sedangkan praktek ibu pengganti
bukan merupakan upaya kehamilan yang ”dapat dilakukan” menurut Pasal 127 UU
Kesehatan termasuk Surrogate Mother tidak diperbolehkan oleh aturan hukum. Dengan
12
Berkembangnya masalah ini tidak terlepas dari pantauan fiqih Islam karena segala
perbuatan manusia tidak akan pernah terlepas dari hukum Islam. Surrogate Mother /
Penyewaan rahim baik dengan suka rela atau dengan imbalan berupa materi dan dengan
tujuan apapun di hukum haram dalam islam. Untuk masalah penyewaan rahim, ulama
bersepakat bahwa masalah ini merupakan masalah yang terlarang dalam islam dengan
Tidak adanya tali pernikahan diantara pemilik sperma dan pemilik rahim. Dalam syariat
islam, syarat mutlak atas status legal atau sah dari kelahiran seorang anak ke alam
semesta adalah dengan melalui jalur resmi, yaitu pernikahan. Jika ada seorang perempuan
hamil diluar tali pernikahan, maka kehamilannya dihukumi kehamilan yang tidak sah,
begitu juga anak yang nanti akan lahir. Dengan adanya penyewaan rahim, maka
dihawatirkan akan timbul fitnah kepada perempuan yang dijadikan tempat penanaman
janin. Padahal islam sangat mengecam adanya perbuatan fitnah dan pencemaran nama
baik. Disamping itu juga dihawatirkan akan terjadi ketidak jelasan nasab dari anak yang
Tidak sah rahim itu menjadi barang jual beli. Rahim tidak termasuk dalam barang
yang bisa diserah terimakan dengan imbalan materi misalkan dengan disewa atau
diperjual belikan atau dengan tanpa imbalan misalkan dipinjamkan atau diserahkan
menyebabkan orang tua melepaskan tanggung jawab. Terkadang dapat terjadi penyia-
nyiaan terhadap anak yang dihasilkan dari penyewaan rahim, misalkan saja kalau terjadi
cacat pada anak tersebut atau hal-hal yang tidak dapat diterima oleh pihak penyewa, dan
pihak yang disewa juga tidak mau merawatnya karena tidak termasuk dalam perjanjian.
13
Dalam hal ini para ulama telah sepakat tentang pengharaman sewa rahim
(Surrogate Mother) dalam keadaan berikut: menggunakan rahim wanita lain selain isteri,
percampuran benih antara suami dan wanita lain, percampuran benih isteri dengan lelaki
lain, atau memasukkan benih yang disenyawakan selepas kematian suami isteri,
sebagaimana pendapat Syekh Jad Al-Haq Ali Jad Al-Haq, Syekh Al-Azhar bahwa hal
BAB III
KESIMPULAN
Teknologi reproduksi buatan merupakan hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang pada prinsipnya bersifat netral dan dikembangkan untuk meningkatkan derajat hidup dan
14
kesejahteraan umat manusia. Dalam pelaksanaannya akan berbenturan dengan berbagai
permasalahan moral, etika, dan hukum yang komplek sehingga memerlukan pertimbangan dan
pengaturan yang bijaksana dalam rangka memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap
semua pihak yang terlibat dalam penerapan teknologi reproduksi buatan dengan tetap mengacu
kepada penghormatan harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
kehamilan diluar cara alamiah, dengan sperma dan sel telur yang berasal pasangan suami isteri
dan ditanamkan dalam rahim isteri. Dengan demikian teknologi bayi tabung yang sperma dan sel
telurnya berasal dari suami isteri dan ditanamkan dalam rahim isteri diperbolehkan di Indonesia,
Surrogate Mother adalah seorang wanita yang mengikat dirinya melalui suatu ikatan
perjanjian dengan pihak lain untuk menjadi hamil setelah dimasukkannya penyatuan sel benih
laki-laki (sperma) dan sel benij rahim (ovum) yang dilakukan pembuahannya diluar rahim (In
Vitro fertilzation) sampai melahirkan sesuai kesepakatan yang kemudian bayi tersebut
diserahkan kepada pihak lain untuk mendapatkan imbalan materi seperti kesepakatan yang telah
disepakati. Pelaksanaan Surrogate Mother di Indonesia batal demi hukum karena tidak terdapat
pengaturannya dalam UU Kesehatan serta melanggar syarat suatu perjanjian yang diatur dalam
Pasal 1320 KUHPerdata. Disini ketentuan 1338 KUHPerdata tidak dapat diberlakukan. Sehingga
pelaksanaan Surrogate Mother tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak ada perlindungan
hukumnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi
Manusia, Yayasan Obor Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia dan Kelompok Kerja Ake Arif, Jakarta, 2006.
Ameln, Kapita Selekta Hukum Kesehatan, Cet.I, Grafika Tama Jaya, Jakarta, 1991.
Anu, et all., Surrogacy and Women’s Right to Health in India:Issues and Perspective, Indian
Journal of Public Health, Volume 57, Issue 2, April-June, 2013.
Desriza Ratman, Bolehkan Sewa Rahim di Indonesia?, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2012.
H. Desriza Ratman, Surrogate Mother dalam Perspektif Etika dan Hukum : Bolehkah Sewa
Rahim di Indonesia?, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2012.
Tono Djuantono, dkk, Panduan Medis Tepat dan Terpercaya untuk Mengatasi Kemandulan
Hanya 7 Hari, Memahami Infertilitas, Refika Aditama, Bandung, 2008.
United Nations, Report of the International Conference on Population and Development Cairo
5-13 September 1994, New York, 1995.
16
1. Makalah ditulis dalam kertas A4, font 12, margin atas dan kanan 4 cm, kiri dan bawah 3 cm,
spasi 2 cm.
2. Jarak antara judul bab dan sub judul 2 ketukan enter, hurup pertama paragraph 5 ketukan
menjorok ke dalam.
3. Hurup menggunakan times new roman.
4. Outline makalah sebagai berikut:
a. Cover
b. Kata pengantar
c. Daftar isi
d. BAB I Pendahuluan
- Latar belakang
- Rumusan masalah
- Tujuan umum dan khusus
- Manfaat
e. BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Bayi tabung dipandang menurut etik dan moral
17
2.2. Bayi tabung dipandang menurut hukum internasional dan nasional
2.3. Bayi tabung dipandang menurut hokum agama
2.4. Surrogate mother dipandang menurut etik dan moral
2.5. Surrogate mother dipandang menurut hukum internasional dan nasional
2.6. Surrogate mother dipandang menurut hukum agama
f. BAB III Kasus dan Pembahasan
g. BAB IV Simpulan dan Saran
h. Daftar Pustaka
5. Daftar pustaka harus menggunakan sumber yang relevan dalam 10 tahun terakhir, baik berupa
jurnal, artikel, buku, jurnal elektronik, e-book, dsb.
6. Minimal buku yang digunakan berjumlah 30% dari total sumber pustaka lainnya.
7. Total daftar pustaka yang digunakan sekurang-kurangnya 10 sumber yang relevan.
8. Tugas dikumpulkan via GCR maks hari sabtu tanggal 4 April 2020.
18