Anda di halaman 1dari 80

MAKALAH PENANGANAN KEGAWATDARURATAN

KASUS PERDARAHAN HAMIL MUDA DAN LANJUT


Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal
Dosen Pengampu : Desi Hindayanti SST., MPH

Disusun oleh :
Kelompok 2
Rahma Firda Lutfia (P17324119040)
Salma Herda Yulianti (P17324119046)
Shilfa Nur Syalbiyah (P17324119047)
Syifa Nurul Fadilla (P17324119061)
Thasya Vinny Siti Y (P17324119062)
Ulfiyah Khoirunnisa (P17324119065)
Vitri Oki Damayanti (P17324119066)
Yoana Dwi Katresna (P17324119067)
Yuliana Dwi Rahmawati (P17324119068)

D-III KEBIDANAN BANDUNG


JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, berkah dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul
PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN MUDA DAN
LANJUT dengan baik tanpa memiliki kendala yang berarti. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurah limpah kepada Nabi Muhammad SAW kepada keluarganya,
para sahabatnya dan kita selaku umatnya hingga akhir zaman.
Dalam upaya penyusunannya, tentu penulis menyadari bahwa terselesaikannya
makalah ini bukan semata-mata hasil jerih payah pribadi melainkan tidak terlepas
dari berbagai bantuan pihak baik berupa materi maupun dukungan, saran serta
motivasi. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
1. Ibu Desi Hindayanti , SST., MPH selaku dosen koordinator mata kuliah
asuhan kegawatdaruratan maternal dan neonatal sekaligus pengampu
pada topik perdarahan kehamilan muda dan lanjut.
2. Rekan-rekan satu kelompok yang ikut serta berkontibusi dalam
penyusunan makalah ini.
3. Orang tua penulis yang telah membantu memberikan motivasi dan
bantuan secara moril terhadap penulis.
Penulis berharap semoga setiap amal kebaikan yang telah dilakukan oleh
berbagai pihak yang membantu dapat menjadi pahala berlipat ganda dan
kebaikannya diterima disisi Allah SWT.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan kemampuan penulis dalam penyusunannya. Untuk itu diperlukan
kritik dan saran yang konstruktif bagi penulis kedepannya. Akhir kata penulis
sampaikan semoga karya tulis ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umunya
bagi pembaca.

Bandung, 10 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1. Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2. Tujuan ......................................................................................................... 1
1.3. Manfaat ....................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................3
2.1. Perdarahan Hamil Muda..............................................................................3
2.1.1. Abortus ............................................................................................. 3
2.1.2. Kehamilan Ektopik Terganggu..........................................................13
2.1.3. Mola Hidatidosa................................................................................20
2.2. Perdarahan Hamil Lanjut Dan Persalinan....................................................28
2.2.1. Plasenta Previa.................................................................................28
2.2.2. Solusio Plasenta...............................................................................32
2.2.3. Ruptura Uteri.....................................................................................39
2.4. Algoritma Dan Diagram Penanganan Pendarahan......................................44
2.5. Studi Kasus .................................................................................................50
2.5.1. Kasus ...............................................................................................50
2.5.2. Pembahasan Kasus..........................................................................50
2.5.3. Surat Rujukan...................................................................................58
BAB III PEMBAHASAN.....................................................................................59
3.1. Pelaksanaan Kegiatan Diskusi Kelompok ...................................................59
3.2. Hasil Diskusi ...............................................................................................59
BAB IV PENUTUP.............................................................................................73
4.1. Kesimpulan .................................................................................................73
4.2. Saran .......................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kemajuan dalam ilmu kedokteran dan kebidanan telah mampu
menurunkan angka kematian ibu dan janin dalam jumlah yang cukup drastis.
Meskipun demikian, kematian ibu akibat perdarahan masih menduduki posisi
paling tinggi. Perdarahan merupakan sebab langsung pada lebih dari 17%
dari 4200 kematian ibu di Amerika Serikat menurut Pregnancy Mortality
Surveilance System of the Centers for Disease Control and Prevention
(Gerberding, 2003). Sedangkan di negara berkembang dengan sumber daya
yang jauh lebih terbatas, kejadian perdarahan jauh lebih banyak menyumbang
angka kematian ibu (Jegasothy, 2002; Rahman dkk, 2002). Perdarahan juga
merupakan salah satu komplkasi yang paling banyak pada masa kehamilan.
Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan dan jika tidak ditangani
dapat mengancam hidup ibu dan kegagalan kelangsungan kehamilan itu
sendiri.
Secara umum perdarahan obsetris terdiri atas perdarahan antepartum dan
perdarahan pascapartum. Pada perdarahan antepartum umumnya dimulai
dengan sedikit, bahkan tanpa, gejala dan kemudian berhenti tetapi kehamilan
dengan komplikasi seperti ini tetap memiliki peningkatan resiko untuk
terjadinya progonosis yang buruk baik saat atau pasca persalinan. Oleh
karena itu, bidan sebagai seorang yang ahli dalam menangani kondisi
fisiologis dan mendeteksi patologis pada usia subur harus mampu mengenali
berbagai macam jenis beserta hal lainnya terkait perdarahan antepartum baik
pada masa kehamilan muda atau lanjutan. Sehingga penulis menyajikan
beberapa permasalahan perdarahan pada kehamilan muda dan lanjut dalam
makalah ini guna menambah wawasan dan kemampuan bagi mahasiswi
kebidanan.
1.2. Tujuan
1. Mampu melakukan penilaian awal dan lanjut, antisipasi fajtor risiko, serta
manajemen awal pada kashs perdarahan hamil muda dan lanjut.
2. Mampu mendemontrasikan penanganan kegawatdaruratan lanjutan pada
kasus perdarahan hamil muda dan lanjut.
1.3. Manfaat
1. Mampu mengetahui dan mengenali definisi, penyebab, macam macam
dan cara kuretase perdarahan hamil muda meliputi Abortus, KET dan Mola

1
juga perdarahan hamil lanjut meliputi Plasenta previa, solusio plasenta
sesuai kewenangan bidan
2. Mampu melakukan cara mendiagnosis melalui tanda-tanda dan
gejala berbagai jenis perdarahan kehamilan mudan dan lanjut
3. Mampu melakukan penatalaksanaan yang dilakukan untuk kasus
perdarahan kehamilan muda dan lanjut
4. Mampu mengenali etiologi, patologi, tatalaksana perdarahan
dalam persalinan meliputi solusio plasenta dan ruptura uteri
5. Mampu mengenali algoritma dan diagram penanganan
pendarahan

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Hamil Muda, Hamil Lanjut dan Persalinan


2.1.1 Perdarahan Hamil Muda
2.1.1.1 Abortus
Secara definisi, abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh
akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia
22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan dengan berat badan janin kurang dari 500 gram
(Prawirohardjo, 2006). Tanda-tanda umum terjadinya abortus antara
lain seperti adanya kontraksi pada uterus, terjadi perdarahan, terjadi
dilatasi (pelebaran) pada serviks, serta ditemukan sebagian atau
seluruh hasil dari konsepsi. Pada proses kehamilan normal, janin akan
menempel pada endometrium sehingga endometrium harus tebal. Jika
endometrium tipis maka kemungkinan besar janin tidak akan bisa
menempel dengan sempurna.
Kondisi tebal atau tipisnya dari endometrium dipengaruhi oleh
hormon progesteron. Semakin banyaknya jumlah hormon progesteron,
maka endometrium akan semakin tebal sehingga kemungkinan besar
janin dapat menempel dengan sempurna. Sementara itu, semakin
sedikit hormon progesteron, maka endometrium akan tipis sehingga
kemungkinan besar janin menempel secara tidak sempurna dan dapat
menyebabkan terjadinya abortus. Selain kekurangan hormon
progesteron, tentunya banyak faktor lain yang menjadi penyebab
terjadinya abortus, seperti faktor usia ibu hamil, jarak kehamilan dengan
persalinan sebelumnya, paritas ibu, dan riwayat kehamilan
sebelumnya.
a. Penyebab
1) Infeksi Akut
Infeksi akut yaitu infeksi yang muncul dan terjadi dalam waktu
singkat. Infeksi akut yang biasanya terjadi pada ibu hamil dan
dapat menyebabkan terjadinya abortus antara lain yang
disebabkan oleh virus seperti cacar, rubella, dan hepatitis. Selain
yang disebabkan oleh virus, infeksi akut juga bisa disebabkan

3
bakteri yaitu streptokokus, atau yang disebabkan oleh parasit
seperti malaria.

2) Infeksi Kronis
Infeksi kronis yaitu infeksi yang terjadi secara lambat dalam
periode bulan hingga tahun. Infeksi kronis yang biasanya terjadi
abortus antara lain seperti sifilis yang dapat menyebabkan
terjadinya abortus pada kisaran usia kehamilan trimester dua,
tuberkolosis paru aktif, dan keracunan logam berat. Selain itu,
penyakit kronis seperti hipertensi, nephritis, diabetes, anemia
berat, penyakit jantung, toxemia gravidarum juga dapat
menyebabkan terjadinya abortus pada janin. Gangguan fisiologis
seperti syok dan ketakutan, serta adanya trauma fisik juga dapat
termasuk ke dalam infeksi kronis penyebab terjadinya abortus.

3) Penyebab yang Bersifat Lokal


Penyebab terjadinya abortus yang dapat di kategorikan sebagai
penyebab yang bersifat lokal diantaranya adalah adanya fibroid,
inkompetensia serviks, radang pelvis kronis, endometriosis, dan
retroversi kronis. Selain hal-hal tersebut, melakukan hubungan
seksual yang berlebihan selama masa kehamilan juga dapat
menyebabkan terjadinya hiperemia dan abortus.

4) Penyebab dari Janin


Penyebab abortus yang termasuk ke dalam kategori penyebab
dari janinnya itu sendiri seperti adanya kelainan bawaan pada
janin. Selain karena hal tersebut, abortus bisa juga terjadi akibat
adanya penyakit plasenta dan desidua seperti inflamasi serta
degenerasi. Abortus Spontan

b. Macam-Macam Abortus
1) Abortus spontan
Abortus spontan merupakan peristiwa terjadinya penghentian
kehamilan sebelum janin mencapai kondisi viabilitas atau mencapai
usia kehamilan 22 minggu yang berlangsung tanpa tindakan yang
disengaja. Abortus spotan dapat terjadi disebabkan oleh beberapa
hal seperti kurangnya hormon estrogen, adanya kelainan

4
kromosom, terjadi infeksi (chlamydia dan mycoplasma), adanya
gangguan endokrin atau hormon, serta terpapar oleh oksidan
(rokok, alkohol, radiasi, toksin). Aspek klinis abortus spontan di bagi
menjadi abortus imminens (threatened abortion), abortus insipiens
(inevitable abortion), abortus inkompletus (incomplete abortion)
atau abortus kompletus (complete abortcion) (cunningham, 2006)

a) Abortus Imminens
Merupakan ancaman terjadinya abortus atau dapat dikatakan
kehamilan dapat berlanjut. Tanda-tanda dari abortus imminens
diantaranya adalah adanya perdarahan pervaginam, ostium uteri
internum (OUI) masih tertutup, ukuran uterus masih sesuai usia
kehamilan, serta kondisi hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.

Gambar 2.1 Abortus Imminines


Sumber : http://bit.ly/imageofabortusimminens

b) Abortus Insipiens
Abortus insipiens kadang disebut sebagai kondisi kehamilan yang
tidak akan berkelanjut dan kemudian berkembang menjadi abortus
inkomplit atau abortus komplit. Peristiwa abortus insipiens ditandai
dengan beberapa hal seperti terjadinya perdarahan pervaginam,
adanya kontraksi yang semakin lama semakin kuat, serta ostium
uteri internum (OUI) yang telah membuka. Hasil konsepsi memang
masih berada dalam kavum uteri namun dakam proses
pengeluaran.

5
Gambar 2.2 Abortus Insipiens
Sumber : http://bit.ly/imageofabortusinsipiens

c) Abortus Inkompletus
Abortus inkompletus merupakan peristiwa terjadinya
pengeluaran sebagian jaringan hasil konsepsi sebelum usia
kehamilan 22 minggu dan berat janin kurang 500 gram. Abortus
inkompletus ditandai dengan adanya perdarahan pervaginam yang
banyak, terjadi kontraksi, serta terdapat pembukaan ostium uteri
internum (OUI). Perdarahan yang terjadi tidak akan berhenti sampai
jaringan hasil konsepsi keluar secara keseluruhan. Kemungkinan
dapat terjadi syok apabila perdarahan yang terjadi sangat banyak.

Gambar 2.3 Abortus Inkompletus


Sumber : http://bit.ly/imageofabortusinkompletus

6
d) Abortus Kompletus
Abortus kompletus merupakan peristiwa terjadinya pengeluaran
keseluruhan jaringan hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 22
minggu dan berat janin kurang dari 500 gram. Peristiwa abortus
kompletus ditandai dengan adanya perdarahan pervaginam yang
banyak, terjadi kontraksi pada uterus, ostium uteri internum (OUI)
sudah menutup, tidak ada sisa jaringan hasil konsepsi pada
uterus, serta ukuran uterus yang kembali mengecil.

Gambar 2.4 Abortus Komplektus


Sumber : http://bit.ly/imageofabortusinkompletus

7
Tabel 2.1 Perbedaan Macam – Macam Abortus Spontan
Ciri – Ciri Abortus Abortus Abortus Abortus
Iminens Insipidens Inkompletus Komplektus
Intensitas Perdarahan Perdarahan Perdarahan Perdarahan
Perdarahan Pervaginam sangat banyak sangat sedikit
sedikit atau tidak banganyak
berhenti atau tidak
apabila hasil berhenti
konsepsi apabila hasil
belum keluar konsepsi
semua belum keluar
semua
Kondisi Kondisi hasil Hasil konsepsi Terjadi Semua
Hasil konsepsi memang pengeluaran hasil
Konsepsi masih baik masih berada sebagian konsepsi
dan berada dalam kavum hasil sudah
di uterus uteri namun konsepsi dan dikeluarkan
dalam proses masih ada
pengeluaran sisa di dalam
uterus
Keadaan Tidak ada Terdapat Terdapat Pstium
Ostium pembukaan pembukaan pembukaan sudah
ostium uteri serviks ostium uteri menutup
internum internum
(OUI) (OUI) dan
teraba sisa
Sakit yang Adanya Adanya Terdapat Adanya
Dirasakan nyeri melilin kontraksi yang kemungkinan kontraksi
semakin lama adanya syok pada
semakin kuat apabila uterus
perdarahan
sangat
banyak
Ukuran Ukuran Ukuran uterus Ukuran Ukuran
Uterus uterus sesuai dengan uterus sesuai uterus
sesuai usia dengan usia mulai
dengan usia kehamilan kehamilan mengecil
kehamilan
Sumber : Setyarini (2016)
e) Abortus yang Disengaja

8
Proses dihentikannya proses kehamilan sebelum janin mencapai
kondisi viabilitas disebut dengan abortus yang disengaja. Proses
abortus yang disengaja disebut juga dengan abortus terapeutik atau
abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medis. Abortus
terapeutik dilakukan pada usia kehamilan yang kurang dari 12
minggu. Abortus dilakukan atas pertimbangan atau indikasi
kesehatan ibu hamil yang jika kehamilan tersebut dilanjutkan atau
membahayakan dirinya. Contoh indikasi kesehatan yang dianggap
membahayakan ibu hamil adalah ibu hamil dengan penyakit jantung,
hipertensi atau penyakit ginjal, dan lain sebagainya. Selain atas
dasar pertimbangan kondisi ibu hamil, abortus yang sengaja
dilakukan dapat disebabkan pertimbangan atau indikasi kelainan
janin yang berat.

f) Abortus Tidak Aman


Abortus tidak aman merupakan suatu prosedur abortus yang
dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman atau yang tidak
berada dalam lingkungan yang memenuhi standar medis minimal
atau kedua nya tanpa alasan medis. Abortus tidak aman biasa juga
disebut dengan abortus kriminal (abortus provocatus criminalis)
karena hal tersebut merupakan perbuatan yang melanggar hukum.

c. Penatalaksanaan Abortus
1) Tatalaksana Umum
a) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum
ibu termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah,
pernapasan, suhu).
b) Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi,
tekanan sistolik <90 mmHg). Jika terdapat syok lakukan
penatalaksanaan syok. Jika tidak terlihat tanda – tanda
syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong
melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena
kondisinya dapat membutuk dengan cepat.
c) Bila terdapat tanda – tanda sepsis atau dugaan abortus
dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai
ibu bebas deman untuk 48 jam.
1. Ampicilli 2g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
2. Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
3. Metronodazol 500 mg IV setiap 8 jam

9
d) Segera rujuk ke rumah sakit
e) Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapatkan
dukungan emosional dan konseing konrasepsi pasca
keguguran
f) Lakukan tatalaksana selajutnya sesuai jenis abortus.

2) Tatalaksana Khusus
a) Abortus Iminens
1. Pertahankan kehamilan
2. Tidak perlu pengobatan khusus
3. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau
hubungan seksual
4. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu
selanjutnya pada pemeriksaan antenatal termasuk
kadar Hb dan USG panggul serial setial 4 minggu.
Laukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi
5. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin
dengan USG. Nilai kemungkinan penyebab lain.

b) Abortus Insipiens
1. Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan
risiko dan rasa nyaman selama tindakan evaluasi, serta
memberikan informasi mengenai kontrasepsi
pascakeguguran.
2. Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu : Lakukan
evaluasi isi uterus. Jika evakuasi tidak dapat dilakukan
segera.
a. Berikan ergpmetrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15
menit kemudia bila perlu)
b. Rencanakan evakuasi segera
3. Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu :
a. Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan
dan evakuasi sisa hasil konsepsi dari dalam uterus
b. Bila perlu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1
liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan

10
kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
4. Lakukan pemantauan pascatindakan setiap 30 menit
selama 2 jam. Bila kondisi baik, pindahkan ke ibu ke
raung rawat.
5. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makrosopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
6. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam,
tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam
selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24
jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8g/dl,
ibu dapat diperbolehkan pulang.

c) Abortus Inkomplit
1. Lakukan konseling.
2. Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia
kehamilan kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau
forcep cicin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.
3. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, laukan evaluasi isi uterus. Aspirasi vakum
manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret
tajam sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia.
Jika evaluasi tidak dapat segera dilakuan, berikan
ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian
bila perlu)
4. Jikas usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus
40 IU oksitosin dalam 1 liter Nac 0,9% atau Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
penegeluaran hasil konsepsi.
5. Lakukan evalusia tanda vital pacsatindakan setiap 30
menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu
ke ruang gawat.
6. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratotium.
7. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam,
tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam

11
selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam.
Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8g/dl, ibu
dapat diperbolehkan pulang.

d) Abortus Komplit
1. Tidak diperlukan evakuasi lagi.
2. Lakukan konseling untuk memberikan dukungan
emosional dan menawarkan kontrasepsi pasca
keguguran.
3. Observasi keadaan ibu.Apabila terdapat anemia sedang,
berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2
minggu, jika anema berat berikan transfusi darah.
4. Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.

e) Abortus tertunda
1. Diberikan obat-obatan uterotonika dan antibiotik
dengan maksud agar fetus dan desidua dapat
dikeluarkan
2. Apabila dengan pemberian obat tidak berhasil
mengeluarkan fetus dan desidua, maka dilakukan
dilatasi dan kuretase

f) Abortus Septik
1. Memperbaiki kondisi umum dari ibu.
2. Memberi obat antibiotik dosis tinggi. Pemberian dosis
antibiotik nantinya disesuaikan dengan tes kepekaan.
3. Memberikan deksametason 40-60 mg IM diulang setiap
8 jam dengan dosis yang sama minimal selama 2 hari.
4. Apabila setelah pemberian antibiotika selama rentang
waktu 24 jam dan kondisi kuretase keadaan umum
tidak mengalami perbaikan, maka dapat
dipertimbangkan untuk melakukan histerektomi dan
SOB.
5. Pelaksanaan histerektomi juga dipertimbangkan
apabila besar uterus lebih dari 16 minggu, terdapat
infeksi dengan kuman C.welchi, memakai zat yang
bersifat korosif untuk proses abortus serta adanya
perforasi uterus.

12
g) Abortus yang Disengaja (Provokatus)
Pada peristiwa abortus yang disengaja
penatalaksanaanya hanya dilakukan atas indikasi medis
serta harus dilibatkan minimal 3 dokter, yaitu dokter ahli
yang bersangkutan, dokter ahli kebidanan dan kandungan,
serta direktur rumah sakit umum.

2.1.1.2 Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)


a. Definisi, Lokasi, dan Faktor Resiko
Dalam kondisi kehamilan yang normal, sel telur yang sudah dibuahi
oleh sperma akan melewati tuba fallopi yang kemudian menuju ke
uterus. Sel telur tersebut akan melekat berimplatasi pada rahim dan
kemudian terjadi proses pertumbuhan janin. Pada peristiwa kehamilan
ektopik, sel telur yang sudah di buahi berimplatasi kemudian tumbuh
dan berkembang di tempat yang tidak semestinya. Secara definisi,
kehamilan ektopik merupakan proses kehamilan yang ditandai dengan
terjadinya implatasi, pertumbuhan, dan perkembangan hasil konsepsi
yang terjadi diluar endometrium kavum uteri atau dikenal juga dengan
istilah kehamilan ekstrauterin. Namun, ada juga yang menyebutkan
implatasi terjadi diluar rongga uterus. Apabila kemudian kehamilan
tersebut mengalami proses abortus, maka disebut dengan kehamilan
ektopik terganggu. Abortus yang terjadi pada kehamilan ektopik
sehingga menjadi kehamilan ektopik terganggu dapat membahayakan
kondisi dari ibu hamil.

Gambar 2.5 Perbedaan Kehamilan Normal dan Kehamilan Ektopik


Sumber : http://id.depositphotos.com/

Kehamilan ektopik sering terjadi didaerah tuba fallopi dengan


presentase sekitar 98% yang tersebar di beberapa tempat seperi ujung
fimbriae tuba fallopi, ampula tubae, isthimus tuba fallopi, pars

13
interstitsialis tuba fallopi. Selain ditemukan pada daerah tuba fallopi,
kehamilan ektopik juga dapat ditemukan pada bagian ovarium, rongga
abdomen, atau serviks.

Gambar 2.6 Lokasi Kehamilan Ektopik


Sumber : http://rsiypdhi.com/

Ada berbagai macam faktor yang dapat menjadi penyebab dari


kehamilan ektopik. Namun, kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada
yang tidak memiliki faktor resiko apapun, sehingga kehamilan ektopik
ini dapat terjadi pada wanita manapun yang mengalami kehamilan.

b. Faktor Penyebab KET


1) Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Pada wanita yang memiliki riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya memilki resiko yang paling besar untuk mengalaminya
kembali. Angka kekambuhan sekitar 15% setelah kehamilan
ektopik pertama dan meningkat menjadi sekitar 30% setelah
kehamilan ektopik kedua.
2) Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesterone
Resiko kehamilan ektopik akan meningkat apabila ketika proses
kehamilan terjadi, seorang wanita masih menggunakan
kontrasepsi spiral (meningkat sekitar 3-4%). Selain penggunaan
kontrasepsi spiral, mengkonsumsi pil yang mengandung hormone
progesterone juga dapat meningkatkan kehamilan ektopik. Hal
tersebut karena pil progesterone dapat mengganggu pergerakan
dari sel rambut silia pada saluran tuba yang berfungsi membawa
sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.
3) Kerusakan pada saluran tuba
Apabila terjadi kerusakan atau gangguan pada saluran tuba,
maka seorang wanita dapat mengalami kehamilan ektopik. Hal

14
tersebut karena sel telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan
saat melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan telur melekat
dan tumbuh di dalam saluran tuba. Beberapa hal dapat
menyebabkan gangguan saluran tuba diantaranya seperti
merokok, memiliki riwayat radang panggul, endometriosis, serta
pernah mengalami tindakan medis. Risiko wanita yang merokok
untuk mengalami kehamilan ektopik meningkat sekitar 1,6-3,5%
kali dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Hal tersebut
disebabkan karena merokok dapat menyebabkan penundaan
masa ovulasi, gangguan pergerakan sel rambut silia disaluran
tuba, serta penurunan kekebalan tubuh.
Bagi wanita yang memiliki riwayat radang panggul penyebab
terjadinya kehamilan ektopik yaitu karena adanya pelekatan di
dalam saluran tuba, gangguan pergerakan sel rambut silia yang
terjadi karena infeksi saluran TBC, klamidia, atau gonorea.
Sementara ini, bagi wanita dengan kasus endometriosis penyebab
terjadinya kahamilan ektopik karena adanya jaringan perut
disekitar saluran tuba. Selain karena pola buruk seperti merokok
dan riwayat penyakit, kehamilan ektopik juga dapat dipicu oleh
faktor resiko pengalaman tindakan medis seperti operasi saluran
tuba atau operasi daerah panggul, pengobatan infertilitas seperti
bayi tabung yang dapat menyebabkan parut pada rahim dan
saluran tuba.

c. Tanda gejala KET


Pada minggu-minggu pertama kehamilan ektopik tanda-tanda
yang terjadi akan sama seperti kehamilan normal pada umumnya
seperti terlambat haid, mengalami mual dan muntah, badan yang
mudah lelah serta adanya perabaan keras pada payudara. Namun ada
beberapa tanda dan gejala yang lebih spesifik yang dirasakan wanita
yang mengalami kehamilan ektopik. Gejala-gejala tersebut diantaranya
seperti:
1) Nyeri
Selalu merasakan nyeri pada panggul atau abdomen. Nyeri yang
dirasakan dapat bersifat unilateral atau bilateral yaitu terlokalisir atau
menyebar.untuk nyeri subdiafragma atau nyeri bahu bergantung pada
ada atau tidaknya perdarahan intra-abdominal.
2) Perdarahan

15
Perdarahan uterus abnormal biasanya merupakan bercak
perdarahan dapat terjadi pada sebagian besar kasus ektopik.
Perdarahan tersebut merupakan akibat dari lepasnya sebagian
desidua.
3) Amenorea
Amenorea sekunder tidak selalu terdapat pada wanita yang
mengalami kehamilan ektopik. Sekitar hampir 50% wanita yang
mengalami kehamilan ektopik pernah mengeluh adanya spotting pada
saat haid sehingga tidak menduga adanya kehamilan.
4) Sinkope
Gejala yang dialami seperti pusing, pandangan berkunang-kunang
dan atau sinkope terjadi pada sepertiga sampai dengan setengah dari
kasus kehamilan ektopik terganggu.

5) Desidual cast
Sekitar 5-10% kasus kehamilan ektopik mengeluarkan “desidual
cast” yang sangat menyerupai hasil konsepsi.
Selain mengalami gejala-gejala yang sudah disebutkan , wanita
yang mengalami kehamilan ektopik juga dapat dilihat dari tanda-tanda
sebagai berikut:
1) Ketengangan abdomen
Wanita yang mengalami kehamilan ektopik akan merasakan tegang
abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir. Sekitar 80% dari kehamilan
ektopik terganggu mengalami tanda tegang abdomen. Selain
merasakan tegang abdomen sekitar 75% wanita pada kasus kehamilan
ektopik merasakan nyeri goyang serviks (dan ketegangan pada
adneksa).
2) Masa adneksa
Massa unilateral pada adneksa dapat di raba pada sepertiga sampai
dengan setengah dari kasus kehamilan ektopik. Kadang-kadang dapat
ditemuan adanya masa pada cavum douglasi atau hematokel.
3) Perubahan pada uterus
Terdapat perubahan-perubahan pada uterus yang umumnya terjadi
pada kehamilan normal seperti adanya riwayat terlambat haid dan
kehamilan muda.
Apabila seorang wanita dengan kehamilan ektopik mengalami gejala
dan tanda-tanda seperti yang disebutkan diatas, maka dapat dikatakan
bahwa wanita tersebut mengalami “kehamilan ektopik terganggu” dan
disarankan unuk segera memeriksakan diri ke dokter atau ke fasilitas

16
medis yang menunjang dikarenakan kehamilan ektopik dapat
mengancam nyawa apabila rupture (pecah) dan menyebabkan
perdarahan di dalam.

Gambar 2.7 Kehamilan Ektopik Terganggu


Sumber : http://bit.ly/kehamilanektopikterganggu

d. Patofisologi
Prinsip patofisiologi yaitu apabila terdapat gangguan mekanik
terhadap ovum yang telah di buahi dalam proses perjalanannya menuju
kavum uteri. Apabila suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak
dapat di penuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu maka,
akan ada beberapa kemungkinan akibat terjadi dari hal ini yaitu:
1) Abortus tuba
Peristiwa abortus tuba merupakan proses lepas dan keluarnya
darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) juga ke rongga abdomen.
Abortus terjadi pada sekitar 65% kasus dan umumnya terjadi pada kasus
implantasi di daerah fimbriae dan ampula. Peristiwa berulangnya
perdarah kecil pada tuba menyebabkan lepasnya dan yang diikuti
dengan kematian ovum. Peristiwa yang selanjutnya terjadi setelah
abortus tuba adalah terjadinya absoprsi lengkap secara spontan melalui
ostium tubae menuju cavum peritoneum. Selain itu, juga terjadi aborsi
sebagian sehingga terdapat konsepsi yang terbungkus bekuan darah
yang menyebabkan distensi tuba, hingga kemudian terjadi
pembentukkan “tubal blood mole”.

17
Gambar 2.8 Proses Setelah Terjadi Abortus Tuba
Sumber : http://bit.ly/abortustuba

2) Ruptur tuba
Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada
ismus. Ruptur pars ampularis umumnya terjadi pada kehamilan 6-10
minggu, tetapi ruptura pada pars isthmica dapat berlangsung pada usia
kehamilan yang lebih awal. Pada keadaan ini, trofoblast menembus
lebih dalam dan sering kali merusak lapisan serosa tuba. Ruptur dapat
berlangsung secara aktif atau gradual. Apabila ruptur terjadi pada sisi
mesenterik tuba, maka dapat terjadi hematoma ligamentum latum. Pada
kehamilan ektopik pars interstitisialis, rupture dapat terjadi pada usia
kehamilan yang lebih “tua” dan menyebabkan perdarahan yang jauh
lebih banyak sampai menimbulkan syok dan kematian.

Gambar 2.9 Proses Setelah Terjadi Ruptur Tuba


Sumber : hhtp://bit.ly/rupturtuba

18
e. Patologi
Proses implantasi dari hasil konsepsi baik yang terjadi pada tuba
maupun kavum uteri pada dasarnya sama. Telur yang berada di tuba
bernidasi secara kolumner atau intrakolumner. Perkembangan
selanjutnya dari sel telur biasanya terbatas disebabkan oleh kurangnya
vaskularisasi. Kemudian sel telur akan mati secara dini dan diresobsi.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur akan dipisahkan dari lumen
tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua yang dinamakan
pseudokapsularis. Proses pembentukan desidua di tuba tidaak berjaln
dengan sempurna. Perkembangan janin yang selanjutnya bergantung
pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba,
dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Terdapat
beberapa kemungkinan mengenai nasib dari kehamilan yang terjadi
dalam tuba. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi itu anatara
lain hasil konsepsi mati dini dan resorbsi, terjadi aborus ke dalam lumen
tuba, serta terjadinya ruptur dinding tuba. Sebagian besar kehamilan
tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.

f. Diagnosis kehamilan ektopik


Proses diagnosis yang dilakukan kepada wanita yang memiliki
indikasi kehamilan ektopik diantara adalah:
1) Anamnesis dari riwayat terlambat haid juga riwayat amenorrhea,
gejala dan tanda kehamilan muda, keberadaan nyeri pada perut
bagian kanan atau kiri bawah.
2) Pemeriksaan fisik berupa keadaan umum dan anda vital, ada atau
tanda akut pada abdomen, mmeriksa keberadaan nyeri apabila porsio
digerakkan (nyeri goyang porsio) saat dilakukan pemeriksaan
adneksa dengan vaginal touché.
3) Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti urine B-hCG (+),
kuldosentesis (ditemukan darah di kavum Douglasi) serta melalkukan
USG.
4) Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomy.

h. Penatalaksaan KET
Kehamilan ektopik terganggu merupakan hal yang dapat
mengancam nyawa, maka deteksi dini dan pengakhiran kehamilan
adalah tatalaksana yang disarankan. Pengakhiran kehamilan ektopik
dapat dilakukan melalui:

19
1) Setelah di diagnosis (sesuai kewenangan bidan) lakukan rujukan ke
pelayanan yang memiliki fasilitas penanganan KET.
2) Observasi keadaan umum dan kesadaran penderita
3) Stabilisasi keadaan umum penderita. Restorasi cairan tubuh dengan
cairan kristaloid NaCl 0,9% atau Ringer Laktat (500 mL dalam 15 menit
pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama.
a) Penangan Awal
1) Jika fasilitas memungkinkan segera lakukan uji silang darah dan
persiapan laparotomi
2) Jika fasilitas tidak memungkinkan, segera rujuk ke fasilitas lebih
lengkap dengan memperhatikan hal-hal yang diuraikan pada bagian
penilaian awal
b) Penanganan lanjut
1) Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling dan nasehat
mengenai prognosis kesuburannya. Mengingat meningkatnya resiko
akan kehamilan ektopik selanjutnya, konseling metode kontrasepsi.
2) Bila anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 600 mg/hari
peroral selama 2 minggu
3) Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu

2.1.1.3 Mola Hidatidosa


Mola hidatidosa merupakan pertumbuhan massa jaringan dalam
uterus yang tidak akan berkembang menjadi janin atau bayi dan
merupakan hasil konsepsi yang abnormal. Mola hidatidosa merupakan
jenis penyakit trofoblas gestasional serta merupakan bentuk kanker dari
penyakit trofoblas gestasional yang disebut dengan koriokarsinoma.
Massa sel abnormal tumbuh sebagai kantung berisi cairan (kista)
seperti rangkaian buah anggur, sehingga sering kali disebut sebagai
hamil anggur. Sel-sel abnormal yang disebut dengan "mol" atau
benjolan ini kemudian tumbuh pesat dalam rahim. Kehamilan mola
hidatidosa ini terjadi dengan gejala perdarahan pervaginam pada
trimester pertama.
a. Penyebab Kehamilan Mola Hidatidosa
Kehamilan mola disebabkan karena adanya ketidakseimbangan
dalam bahan genetik (kromosom) selama masa kehamilan. Hal yang

20
paling sering terjadi adalah ketika sel telur yang tidak mengandung
informasi genetik kemudian dibuahi oleh sperma. Selain itu, bisa juga
terjadi ketika sel telur normal dibuahi oleh dua sel sperma. Adapun
faktor yang memicu masalah kehamilan mola ini belum diketahui
dengan pasti, tetapi ada beberapa faktor yang berkemungkinan menjadi
penyebab terjadinya kehamilan mola, diantaranya seperti :
1) Sel telur yang secara patologi sudah mati, tetapi terlambat untuk
dikeluarkan
2) Adanya imunoseletif dari trofoblas.
3) Status sosial ekonomi yang rendah.
4) Paritas yang tinggi.
5) Defisiensi protein.
6) Adanya infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

b. Gejala Mola Hidatidosa


Seorang wanita yang mengalami mola hidatidosa akan tampak
seperti wanita yang mengalami proses kehamilan normal pada masa
awalnya. Setelah beberapa waktu kemudian, kehamilan ini kemudian
akan menimbulkan tanda dan gejala yang tidak seperti kehamilan
biasa, seperti :
1) Terjadinya perdarahan pervaginam dengan warna coklat gelap
sampai merah terang pada trimester pertama. Tanda ini merupakan
tanda yang paling sering dialami.
2) Mual dan muntah, hyperemesis gravidarum
3) Adanya cairan kista seperti anggur, kista ovarian theca luteal.
4) Adanya tekanan atau sakit di panggul, tetapi jarang terjadi.
5) Pada pemeriksaan USG tampak gambaran badai salju "snow storm"
atau multiple echos pada mola komplit, janin tidak ada.
6) Pada pemeriksaan HCG tampak jumlahnya meningkat secara
signifikan.
Selain tanda dan gejala seperti yang disebutkan di atas, ada
beberapa tanda lain yang mungkin dapat dilihat oleh tim medis pada
wanita yang mengalami mola hidatudosa, yaitu:
1) Pertumbuhan rahim yang terjadi sangat pesat atau ukuran rahim
terlalu besar untuk tahap kehamilan.
2) Mengalami tekanan darah tinggi.
3) Preeklamsia yaitu suatu kondisi yang menyebab kan tekanan darah
tinggi dan proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu
4) Terdapat kista ovarium.

21
5) Mengalami anemia.
6) Kondisi tiroid yang terlalu aktif (hipertiroidisme).

c. Patologi Kehamilan Mola Hidatidosa


Mola hidatidosa merupakan proses kehamilan patologis yang
ditandai dengan teriadinya pembesaran pada vili plasenta atau vili
korialis. Klasifikasi mola hidatidosa secara klinikopatologi dibagi
menjadi dua jenis yaitu mola komplit dan mola parsial.
1) Mola Hidatidosa Komplit
Kasus mola hidatidosa komplit terjadi ketika sel telur vang
kekurangan kromosom pelengkap kemudian dibuahi oleh sperma
haploid, biasanya sel telur tersebut akan mengandung kromosom X.
Duplikasi dari kromosom ini biasanya menghasilkan kariotipe 46, XX
yang berasal dari ayah. Tidak ada janin yang berkembang, tetapi
terdapat plasenta abnormal yang terdiri dari massa jaringan seperti
anggur. Selain itu, villi chorionic mengalami pembengkakan atau
menggembung. Secara umum, vili korionik tampak sebagai massa
yang terdiri dari vesikel-vesikel jernih .Vesikel-vesikel ini memiliki
ukuran bervariasi, dari sulit dilihat hingga beberapa sentimeter dan
sering menggantung berkelompok pada tangkai ramping. Secara
histologis, lesi biasanya memperlihatkan degenerasi hidropik dan
edema vilus; tidak adanya pembuluh darah vilus; proliferasi epitel
trofoblas dengan derajat bervariasi; dan tidak andanya unsur mudigah
seperti janin dan amnion.
Secara klinis, mola hidatidosa komplit dicu rigai terjadi pada
pasien dengan uterus lebih besar dari ukuran usia kehamilan normal,
terdapat pendarahan vagina, level hCG berulang-ulang dan meningkat,
adanya preeklamsia pada trimester pertama (kehamilan terkait
hipertensi). Selain itu, kadang-kadang juga terjadi pembesaran ovarium
bilateral serta kista lutein sekunder. Pada hasil tes USG memberikan
gambaran badai salju Sekitar 20% mola hidatidosa komplit memiliki
risiko berkembang menjadi penyakit trofoblas persistent (persistent
gestational trophoblastic disease-PGTD). Dalam kasus ini, setelah
dilakukan evakuasi mola, kadar hCG pasien akan tetap tinggi (terus
meningkat) atau ada bukti metastasis. Sekitar 2-3%, pasien dengan
mola komplit mengalami koriokarsinoma dan trofoblas neoplasma
ganas.
a) Potensi Keganasan

22
Kehamilan mola komplet memiliki insiden sekuele ganas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan mola parsial. Pada sebagian besar
penelitian, 15 sampai 20 persen mola komplet memperlihatkan tanda-
tanda penyakit trofoblastik persisten (Kerkmejjer dkk., 2006; Soper,
2006).

Gambar 3.10 Gelembung mola (sejumlah vili chorialis memiliki panjang sekitar
3cm)
Sumber : slideshare.net

2) Mola Hidatidosa Parsial


Pada kasus mola hidatidosa parsial, vili tersebar seperti anggur.
Ovum dibuahi oleh dua set kromosom haploid paternal. Hal ini dapat
terjadi ketika dua sperma membuahi ovum tunggal, atau terjadi ketika
sperma diploid membuahi ovum. Selain karena hal tersebut, dapat juga
terjadi ketika sperma haploid membuahi ovum diploid. Hasil dari
kemungkinan-kemungkinan pembuahan tersebut adalah triploidi dengan
69 kromosom. Karena set kromosom ibu ada, maka janin dapat
berkembang tetapi dengan kondisi cacat dan dalam jangka panjang
kehamilan jarang terjadi lagi. Hanya ada beberapa vili yang tampak
seperti anggur. Koriokarsinoma adalah bentuk yang langka dari mola
sebagian. Sebuah metode cepat untuk penilaian ploidi pada jaringan
molar adalah analisis cytometric DNA. Teknik ini dapat berfungsi
sebagai pelengkap untuk interpretasi patologis.
Gambaran suatu kehamilan mola inkomplet atau parsial mencakup
adanya sejumlah elemen jaringan janin dan perubahan hidatidiformis
yang bersifat fokal dan kurang lanjut. Terjadi pembengkakkan progresif
lambat di dalam stroma vilus korion yang biasanya avaskular, sementara
vilus vaskular yang memiliki sirkulasi janin-plasenta yang berfungsi, tidak
terkena (Shapter dan McLellan, 2001). Kariotipe ini masing-masing
tersusun oleh satu set kromosom haploid ibu dan dua set kromosom
haploid ayah (Berkowitz dkk. 1986, 1991, Wolf dan Lage, 1995). Hanya

23
3 dari 270 kehamilan mola yang dipelajari oleh Niemann dkk (2006)
yang merupakan tetraploid. Janin nonviable pada moht parssal triploid
biasanya mengalami malformasi multipel (Philipp dkk. 2004). Dalam
ulasan oleh Jauniaux (1999), 82 persen janin mengalami hambatan
pertumbuhan simetris.
Risiko penyakit trofoblastik persisten setelah mola parsial jauh lebih
rendah daripada setelah kehamilan mola konplet. Selain itu, penyakit
persisten jarang merupakan koriokatsinoma. Seckl dkk. (2000) mencatat
hanya 3 dari 3000 mola parsial yang mengalami penyulit
koriokarsinoma. Growdon dkk. (2006) menemukan bahwa kadan B-hCG
pascaevakuasi yang lebih tinggi berkorelasi dengan peningkatan risiko
penyakit yang persisten. Secara spesifk kadar> 200 mlU/mL pada
minggu ketiga sampai kedelapan pascaevakuasi dilaporkan berkaitan
dengan risiko penyakit persisten setidaknya 35 persen.

Gambar 3.11 Mola Hidatidosa Komplit dan Inkomplit


Sumber : http://bit.ly/imageofmolahidatidosa

Tabel 3.2 Perbedaan Mola Hidatidosa Komplit dan Parsial


Mola Komplit Mola Parsial
Tanda/Gejala Aborsi spontan pada Aborsi spontan
trimester ke-2 trimester pertama
Uterus Membesar Uterus kecil
Perdarahan hebat Perdarahan sedang

24
Preeklampsia
Gambaran Villi membengkak Villus membengkak
menyeluruh, tidak ada sebagian dengan
tanda fetus cord, atau adanya fetus cord,
membrane amnion dan/atau membrane
amnion
Histologi Adanya tanda hyperplasia Sedikit hyperplasia sel
sel trofoblas, dikaitkan trofoblas dengan
dengan atypia. Tidak ada atypia jarang. Ada
pembuluh darah fetus. pembuluh darah fetus.
Sitogenetik 46,XX 69,XXY or 69,XXX
(biandrogenetic:semua (triploidy)
paternal )
PGTD Berkisar 20 % 5%
Choriocarcinoma 2 sampai 3% Tidak
Katiotipe Biasanya 69,XXX atau 46,XX atau 46,XY
69,XXY
Patologi
Mudigah janin Sering ada Tidak ada
Amnion, sel darah Sering ada Tidak ada
merah janin Bervariasi, fokal Difus
Edema vilus Berfariasi, fokal, ringan Bervariasi, ringan
Proliferasi trofoblastik sampai sedang sampai berat
Gambaran klinis
Diagnosis Missed abortion Gestasi mola
Ukuran uterus Kecil untuk usia kehamilan 50% besar untuk usia
Kista teka-lutein Jarang kehamilan
Penyulit medis Jarang 25-30%
Penyakit trofoblastik 1-5% Sering
persisten 15-20%

d. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa menurut Cunningham et al. (2006),
tidak diketahui, faktor-faktor yang dapat menyebabkan antara lain:
1) Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati,
tetapi terlambat dikeluarkan
2) Imunoselektif dari trophoblast
3) Keadaan sosioekonomi yang rendah
4) Paritas tinggi
5) Kekurangan protein

25
6) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

e. Penatalaksanaan Mola Hidatidosa


Proses penatalakasnaan pada kasus mola hidatidosa terbagi
menjadi tiga bagian yaitu tatalaksana umum, tatalaksana khusus, serta
penanganan selanjutnya. Hal-hal yang termasuk tatalaksana umum
mola hidatidosa adalah sebagai berikut
a) Tatalaksana Umum
1) Diagnosis dini tanda mola
2) Beri infus NS/RL preventif terhadap perdarahan hebat
3) Observasi kadar HCg
4) Observasi kadar Hb dan T/N/S serta perdarahan pervaginam
5) Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap untuk dilakukan evakuasi
jaringan mola
b) Tatalaksana Khusus
1) Pasang infus oksitosin 10 unit dalam 500 ml NaCl 0.9% atau RL
dengan kecepatan 40-60 tetes/menit untuk mencegah
perdarahan.
2) Pengosongan isi uterus dengan menggunakan Aspirasi Vakum
Manual (AVM)
3) Ibu dianjurkan menggunakan kontrasepsi hormonal bila masih
ingin memiliki anak, atau tubektomi bila ingin menghentikan
kesuburan
4) Selanjutnya ibu dipantau:  Pemeriksaan HCG serum setiap 2
minggu.  Bila hasil HCG serum terus menetap atau naik dalam
2 kali pemeriksaan berturut-turut, ibu dirujuk ke rumah sakit
rujukan tersier yang mempunyai fasilitas kemoterapi
c) Penanganan Selanjutnya
1) Pasien dianjurkan menggunakan kontrasepsi hormonal atau
tubektomi
2) Lakukan pemantauan setiap 8 minggu selama minimal 1 tahun
pasca evakuasi dengan menggunakan tes kehamilan dengan
urin karena adanya resiko timbulnya penyakit trofoblas yang
menetap

26
3) Jika tes kehamilan dengan urin yang belum memberi hasil
negatif setelah 8 minggu atau menjadi positif kembali dalam
satu tahun pertama, rujuk ke rumah sakit rujukan tersier untuk
pemantauan dan penanganan lebih lanjut

Angka kematian akibat kehamilan mola saat ini praktik elah


berkurang hingga nol oleh diagnosis dini dan terapi yang sesuai.
Terdapat dua hal pokok yang penting dalam penatalaksanaan semua
kehamilan mola. Pertatma adalah evakuasi mola, dan kedua adalah
tindak lanjut (follow-up) teratur untuk mendeteksi penyakit trofoblastik
persisten. Sebagian besar dokter melakukan pemeriksaan radiografik
toraks praoperasi, kecuali jika terdapat tanda-tanda penyakit
ekstrauterus, maka pencitraan computed tomography (CT) atau
magnetic resonance (MR) untuk mengevaluasi hati atau otak tidak
dilakukan secara rutin. Pemeriksaan laboratorium mencakup
hemogram untuk menilai anemia, golongan darah dan penapisan
antibodi, kadar transaminase hati serum untuk menilai keterlibatan
hati, dan kadar basal B-hCG serum (Soper, 2006).
Knowles dkk. (2007) menganalisis efektivitas pemeriksaan
praevakuasi untuk kasus yang dicurigai kehamilan mola. Mereka
menyimpulkan bahwa hemogram dan golongan darah dengan
pemeriksaan penapisan antibody saja sudah cukup bagi kebanyakan
wanita tanpa gejala atau randa yang mencurigakan. Kehamilan
kembar dengan mola komplet plus janin dan plasenta dapat
menimbulkan masalah, terutama jika pada sonografi atau penentuan
kariotipe tidak ditemukan anomali janin. Belum diketahui kemungkinan
kelahiran bayi yang sehat atau risiko pada ibu jika kehamilan ini
dilanjutkan (Vejerslev, 1991).
a) Kemoterapi Profilaksis
Prognosis jangka-panjang bagi wanita dengan mola hidatidiformis,
tidak membaik dengan kemoterapi proflasis (Goldstein dan Berkowitz,
1995). Karena toksisitas-termasuh kematian-mungkin signifikan,
kemoterapi tidak dianjurkan secara rutin (American College of
Obstetricians and Gynecologists, 2004)
b) Kuretase Isap
Tanpa memandang ukuran uterus, biasanya dilakukan evakuasi
mola dengan kuretase isap. Untuk mola besar, perlu diberikan
anestesia yang adekuat dan persediaan darah yang cukup. Pada
keadaan serviks tertutup, pelebaran praoperasi dengan dilator

27
osmotik mungkin menolong. Serviks kemudian diperbesar lebih lanjut
agar kuret hisap 10 sampai 12 min dapat masuk. Setelah sebagian
besar jaringan mola dikeluarkan maka pasien diberi oksitosin.
c) Metode Lain Pengakhiran Kehamilan
Di Amerika Serikat, induksi persalinan atau histerotomi arang
digunakan untuk evakuasi mola. Kedua tindakan in kemungkinan
akan meningkatkan pengeluaran darah dan dapat meningkatkan
insiden penyakit trofoblastik persisten (American College of
Obstetricians and Gynecologists,2004).
d) Histerektomi
Jika pasien tidak lagi ingin hamil, histerektomi mungkin lebih
dianjurkan daripada kurétase isap. Ini merupakan tindakan yang logis
bagi wanita berusia 40 tahun atau lebih, karena paling sedikit
sepertiga dani para wanita ini akan mengalami neoplasia trofoblastik
gestasional persisten. Meskipun histerektomi tidak menghilangkan
kemungkinan ini, tetapi tindakan ini telah sangat mengurangi
kenungkinan timbulnya neoplasia trofoblastik gestasional persisten
(Soper, 2006). Yang terakhir, histerektomi adalah terapi adjuvan
penting bagi tumor yang kemoresisten (Doumplis dkk., 2007; Lurain
dkk., 2008). Setelah miometrium berkontraksi, biasanya dilakukan
kuretase yang menyeluruh tetapi lembut dengan kuret yang besar dan
tajam. Kami menemukan bahwa sonografi intraoperasi membantu
memastikan bahwa rongga uterus telah dikosongkan.

2.1.2 Perdarahan Hamil Lanjut


2.1.2.1. Plasenta Previa
Plasenta previa didefinisikan sebagai penanaman plasenta pada
segmen bawah uterin atau di diatas osteum uteri internum. Insiden
plasenta previa bervariasi dalam literatur. Plasenta previa dikatagorikan
berdasarkan luas osteum uteri internum. Osteum uteri dapat tertutup
total oleh plasenta atau hanya tertutupi sebagian. Plasenta previa
marginal adalah salah satu yang dalam 2 sampai 3 cm osteum uteri
tidak tertutupi Janin tumbuh dan uterus mengembang, implantasi
mungkin terganggu, menyebabkan plasenta berdarah melalui osteum
uteri. Plasenta previa berhubungan dengan kemungkinan perdarahan
yang mengancam jiwa dan kehilangan janin. Terdapat empat macam
plasenta previa berdasarkan lokasinya, yaitu:
1) Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin

28
bayi dilahirkan secara normal, karena risiko perdarahan sangat
hebat.
2) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian
ostium uteri internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat
besar, dan biasanya janin tetap tidak dilahirkan secara normal.
3) Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada
pada pinggir ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang
menutupi jalan lahir. Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi
risiko perdarahan tetap besar.
4) Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga
dangerous placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak
lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2
cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada
namun tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal asal
tetap berhati-hati.

Gambar 2.11 Macam Macam Plasenta


Sumber : http://repository.unimus.ac.id/

a. Etiologi Plasenta Previa


Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim
belumlah diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja
blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim.3
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan
endometrium yang kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium
atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa
ditemukan pada:
1) Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek
2) Mioma uteri
3) Kuretasi yang berulang
4) Umur lanjut (diatas 35 tahun)
5) Bekas seksio caesarea

29
6) Riwayat abortus
7) Defek vaskularisasi pada desidua
8) Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar,
eriblastosis fetalis
9) Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada
kehamilan sebelumnya
10) Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok
atau pemakai kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan
dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terutama
terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari).

b. Diagnosis Plasenta Previa


1) Perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan >22 minggu
2) Darah segar yang keluar sesuai dengan beratnya anemia
3) Syok
4) Tidak ada kontraksi uterus
5) Bagian terendah janin tidak masuk pintu atas panggul
6) Kondisi janin normal atau terjadi gawat janin
7) Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG

c. Penatalaksanaan Plasenta Previa


1) Tatalaksana Umum
a) Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam sebelum
tersedia kesiapan untuk seksio sesarea. Pemeriksaan
inspekulo dilakukan secara hati-hati, untuk menentukan
sumber perdarahan.
b) Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan
intravena (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat).
c) Lakukan penilaian jumlah perdarahan
1. Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan
seksio sesarea tanpa memperhitungkan usia
kehamilan
2. Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup
tetapi prematur, pertimbangkan terapi ekspektatif
2) Tatalaksana Khusus
a) Terapi Konservatif
Agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis
dilakukan secara noninvasif. Syarat terapi ekspektatif:

30
1. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti dengan atau tanpa pengobatan
tokolitik
2. Belum ada tanda inpartu
3. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas
normal)
4. Janin masih hidup dan kondisi janin baik
b) Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis.
c) Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak
plasenta.
d) Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
1. MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam,
atau
2. Nifedipin 3 x 20 mg/hari Pemberian tokolitik
dikombinasikan dengan betamethason 12 mg IV dosis
tunggal untuk pematangan paru janin
e) Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat
per oral 60 mg selama 1 bulan.
f) Pastikan tersedianya sarana transfusi.
g) Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37
minggu masih lama, ibu dapat dirawat jalan dengan pesan
segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.
3) Terapi Aktif
a) Rencanakan terminasi kehamilan jika:
1. Usia kehamilan cukup bulan
2. Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang
mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya
anensefali)
3. Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan
terapi aktif tanpa memandang usia kehamilan
b) Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat
sedikit, dan presentasi kepala, maka dapat dilakukan
pemecahan selaput ketuban dan persalinan pervaginam
masih dimungkinkan. Jika tidak, lahirkan dengan seksio
sesarea
c) Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan
terjadi perdarahan dari tempat plasenta:
a) Jahit lokasi perdarahan dengan benang

31
b) Pasang infus oksitosin 10 unitin 500 ml cairan IV (NaCl
0,9% atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 60
tetes/menit
c) Jika perdarahan terjadi pascasalin, segera lakukan
penanganan yang sesuai, seperti ligasi arteri dan
histerektomi

2.1.2.2. Solusio Plasenta


Solusio plasenta merupakan terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya sebelum pelahiran. Istilah latin abruptio placentae berarti
robek dan terlepasnya plasenta serta mengandung makna suatu
perisitiwa yang terjadi secara tiba-tiba yang menjadi ciri khas dari
kasusu solusio plasenta. Perdarahan yang terjadi akibat solusio
plasenta umumnya menyusup diantara membrane plasenta dan uterus
dan akhirnya keluar melalui serviks yang menyebabkan perdarahan
eksternal. Yang lebih jarang darah tidak berhasil keluar tetapi tertahan
diantara plasenta yang terlepas dan uterus, menyebabkan perdarahan
terselubung. Perdarahan terselubung ini jauh lebih berbehaya bagi ibu
dan janin dikarenakan mengakiatkan terjadi kemungkinann koagulopati
konsumtif, tetapi juga karena banyak dan luas perdarahan tidak
diketahui dengan segera dan diagnosis umunya terlambat (Chang dkk.,
2001). Keparahan solusio plasenta sering bergantung terhadap secepat
apa perempuan tersebut ditangani setelah gejala awal.
Frekuensi diagnosis solusio plasenta sangat bervariasi karena
perbedaan kriteria tetapi frekuensi rata-rata yang dilaporkan adalah 1
dalam 200 kelahiran. Dalam basis data mengenai 15 juta kelahiran
milik National Center of Health Statistics, Salihu dkk (2005)
melaporkan bahwa insiden solusio plsenta pada kelahiran bayi tunggal
sebanyak 1 diantara 160. Meskipun angka kematian janin akibat
solusio plasenta telah menuun namun, peran solusio plasenta sebagai
penyebab kematian janin masih tetap menonjol.
a. Etiologi
1) Usia, Paritas, Ras dan Faktor Familial
Perempuan yag berusia lebih dari 40 tahun ditemukan 2,3
kali lipat lebih mungkin mengalami solusio dibandingkan
perempuan berusia kurang dari 35 tahun (Cleary-Goldman dkk,
2005). (Pritchard dkk, 1991) melaporkan insiden solusio

32
plasenta meningkat pada perempuan dengan paritas tinggi. Ras
atau etnisitas mempengaruhi pada terjadinya solusio plasenta.
Diantara 170.000 pelahiran yang dilaporkan oleh (Pritchard dkk,
1991) dari Parkland Hospital, solusio plasenta lebih lazim terjadi
pada perempuan Afrika Amerika dan Kaukasia (1 dalam 200)
dibandingkan perempuan Asia (1 dalam 300) atau perempuan
Amerika Latin (1 dalam 450). Sedangkan untuk faktor keluarga,
jika seorang perempuan sudah pernah mengalami solusio berat,
risiko untuk saudara perempuannya akan meningkat dua kali
lipat dan resiko yang dapat diwariskan diperirakan sebesar 16
persen.

2) Hipertensi
Dalam laporan Parkland Hospital mengenai 408 perempuan
yang mengalami solusio plasenta dan keguguran, hipertensi
ditemukan pada kurang lebih separuh perempuan setelah
kompartemen intravascular yang sebelumnya dipulihakan
(Pritchard dkk, 1991). Disisi lain, menurut (Annanth dkk, 2007)
peningkatan insiden solusio plasenta sebesar 2,4 kali lipat pada
hipertensi kronis dan peningkatan ini bahkan lebih tinggi lagi jika
disertai preeklampsia atau retriksi pertumbuhan janin.
(Zetterstrom dkk,2005) melaporkan peningkatan insiden solusio
plasenta sebesar 2 kali lipat pada perempuan dengan hipertensi
kronis dibandingkan dengan perempuan normotensif dengan
insiden 1,1, persen versus 0,5 persen. Namun keparahan
hipertensi tidak selalu berbhubungan dengan insiden solusio
plasenta menurut pengamatan (Witlin dkk, 1999 dan Zetterstrom
dkk,2005). Tetapi Magpic Trial Collaboration Group, 2002
memberikan gambaraan bahwa perempuan dengan hipertensi
yang memiliki resiko solusio plasenta akan lebih rendh jika
diterapi dengan magnesium sulfat.
3) Ketuban Pecah Dini dan Pelahiran Kurang Bulan
Major dkk, 1995 melaporkan bahwa insiden solusio plasenta
terjadi pada 5 persen diantara 756 perempuan dnegan ketuban
pecah antara minggu 20 dan minggu 36. Selain itu data survey
dari National Maternal and Infant Helath pada survey tahun 1998
melaporkan bahwa peningkatan kejadian solusio plasenta 3 kali
lipat pada kasus ketuban pecah dini dan mengajukan gagasan
bahwa peradangan dan infeksi mungkin merupakan sebab

33
utama dari solusi plasenta.
4) Merokok
Annath dkk, 1999 menemukan bahwa peningkatan resiko
solusio plasenta terjadi dua kali lipat pada perokok. Resiko ini
bertambah menjadi lima hingag adelapan akli lipat jika perokok
tersebut mengalami hipertensi kronis, peeklampsia berat atau
keduanya. Hal tersebut diperkuat dengan data temuan yang
sama dari Mortensen (2001), Hogberg (2007), Kamisky dkk
(2007).
5) Kokain
Perempuan pengguna kokain memiliki resiko lebh tinggi
untuk mengalami solusio plasenta (Bingol dkk, 1987)
dikarenakan ditemukannya kasus 50 perempuan yang
menyalahgunakan kokain selama kehamilan ditemukan 8 kasus
lahir mati akibat solusio plasenta. Kemudian hal ini diperkuat
dengan pernyataan (Addis dkk,2001) yang melaporkan bahwa
solusio plasenta lebih lazim pada perempuan yang
menggunakan kokain dibandingkan yang bukan merupakan
pengguna.
6) Trombofilia
7) Solusio Traumatik
Pada beberapa kasus trauma akibat kecelakaan eksternal
seperti kecelakaan berekndara dapat terjadi pemisahan
plasenta. Kettel (1998) dan (Stafford dkk, 1998) telah
menekankan secara tepat bahwa solusio dapat disebabkan oleh
trauma yang relative ringan.
8) Leiomioma
Tumor ini merupakan tumor yang terletak di belakang
tempat implantasi plasenta dan merupakan predisposisi
terjadinya kasusu solusio plasenta.Rice dkk, 1989 melaporkan
bahwa 8 dari 14 perepuan dengan leiomomioma retroplasenta
mengelamai solusio plasenta dan 4 perempuan melehirkan janin
lahir mati.
9) Solusio Berulang
Menurut Pritchard dkk, 1970 seorang perempuan yang
mengalami solusio plasenta khususnya yang mengakibatkan
kematian janin memiliki angka rekurensi sebesar 12 persen
pada kehamilan berikutnya. Bagi perempuan yang telah
mengalami yang telah mengalami dua kali solusio plasenta

34
berat, risiko menjadi 50 kali lipat untuk mengalami solusio
ketiga. Tatalaksana kehamilan setelah terjadinya solusio
merupakan hal yang sulit karena mendadak dapat terjadi solusio
berikutnya bahkan pada kehamilan yang masih jauh dari aterm.

b. Patologi
Solusio plasenta dimulai dengan perdarahan ke dalam
desidua basalis. Desidua kemudian memisah meninggalkan
lapisan tipis yang melekat ke myometrium. Karena itu, proses
dalam tahap paling awal terdiri atas pembentukan hematoma
desidua yang menyebabkan pemisahan, kompresi dan akhirnya
penghancuran plasenta yang berada di dekatnya. Selain itu
ditemukan bukti histologis peradagan lebih banyak terlihat pada
kasus solusio plasenta dibandingkan pada control normal (Nath
dkk, 2007). Pad kondisi tertentu, arteria spiralis desidua pecah
dan menimbukkan hematoma retroplasenta yang saat bertambah
besar, merusak lebih banyak lagi pembuluh darah sehingga lebih
banyak plasenta yang terpisah. Daerah terpisahnya plasenta
dengan cepat meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena uterus
masih membesar akibat produk konsepsi, uterus tidak mampu
berkontraksi secara adekuat untuk menekan pembuluh darah
yang robek yang mendarahi lokasi plasenta. Darah keluar dapat
menyebabkan diseksi mebran dari dinding uterus dan akhirnya
tampak dari luar atau dapat tertahan sepenuhnya dalam uterus.

c. Tatalaksana
1) Tokolisis
Sholl (1987) dan Combs dkk (1992) menyediakan data yang
menunjukkan bahwa tokolisis memperbaikikeluaran pada salah
satu kelompok terpilih dengan kehamilan kurang bulan yang
dipersulit dengan solusio plasenta parsial. Pada penelitian
penunjang lainnya, Towers dkk (1999) memberikan magnesium
sulfat, tebutalin atau keduanya pada 95 diantara 131 perempuan
dengan solusio plasenta yang didiagnoda sebelum 36 minggu
menghasilkan angka kematian perinatal sebesar 5 persen pada
perempuan dalam kelompok ini tidak berbeda dari kelompok
yang tidak mendapat perlakuan. Sehingga penelitian klisnis
secar ateracak dapat dilakukan dengan amannamun dari
penelitian tersebut memandang bahwa solusio palsenta secara

35
klinis harus diaggap sebagai kontraindikasi pada terapi toksolitik.
2) Pelahiran Caesar
Kayani dkk, 2003 meneliti hubungan antara kecepatan
pelahiran dan keluaran neonatal pada 33 kehamilan tunggal
yang dipersulit oleh solusio plasenta yang nyata secara klinis
dan bradikardia janin. Diantara 22 neonatus hidup tidka
mengalami kelainana neurologis, 15 dilahirkan dalam waktu 20
menit sejak adanya keputusan untuk dilakkannya tindakan
bedah.
3) Pelahiran Per Vagina
Hemostasis pada lokasi implantasi plasenta bergantung
pada kontraksi myometrium, dengan demikian pada pelahiran
per vagina, stimulasi myometrium secara farmakologis dan
pemijatan uterus akan menekan dan menutup pembuluh daraha
ditempat plasenta sehingga perdarahan berat dapat dihindarkan
meskipun mungkin terdapat defek koagulasi. Tetapi
pengecualian untuk pelahiran per vagina mencakup perdarahan
yang sedemikian hebat sehingga tidak dapat ditta laksana
dengan baik, bahkan dengan penggantian darah secara agresif
sekalipun atau terdapat penyulit obsetri lain yang mencegah
pelahiran per vagina
4) Persalinan
Pada solusio plasenta yang luas, uterus kemungkinan
berada dalam kondisii hipertonik persisten. Tekanan intraamnion
baseline dapat mencapai 50 mm Hg ataua lebih dengan
peningkatan ritmis hingga 75-100 mm Hg. Akibat hipertonis
persisten terkadang sulit untuk menentukan melalui palpasi
apakah uterus berkontraksi dan berelaksasi
5) Amniotomi
Amniotomi dilakukan guna mengurangi volume cairan
amnion yang dapat memperbaiki kompresi arteri spiralis dan
berperan untuk mengurangi perdarahan dari tempat imlantasi
sekaligus menurunkan aliran tromboplastin kedalam sirkulasi
ibu.
6) Oksitosin
Meskipun kondisi hypertonus baseline menggambarkan
fungsi pada sebagian besar kasus solusio plasenta berat, jika
tidak disertai kontraksi ritmis uterus dan sebelumnya
tidakpernah dilakukan tindakan bedah pada uterus, diberikan

36
oksitosin dalam dosis standar. Perangsanagn uterus untuk
memacu pelahiran ver vagina biasanya terbukti memiliki
manfaaf yangmelebihi risikonya. Penggunaan oksitosin dapat
memicu masuknya tromboplastin kedalam sirkulasi ibu sehingga
memulai atau mempercepat koagulopati konsumtif atau sindrom
embolisme cairan amnion.

Tabel 3.3 Perbedaan Plasenta Previa dengan Solutio


Plasenta
Gejala dan Faktor Penyulit Lain Diagnosis
Tanda Utama Predesposisi
Perdarahan Grande Syok Plaenta
tanpa nyeri, Multipara Previa
usia gestasi
kurang dari 2
minggu
Darah segar Perdarahan
atau setelah koitus
kehitaman
dengan
bekuan
Perdarahan Tidak ada
dapat terjadi kontaksi
setelah miksi uterus
atau defikasi,
aktivitas fisik,
kontraksi
Braxton
Hicks atau
koitus
Bagian
terendah
janin tidak
masuk pintu
atas panggul
Kondisi janin
normal atau

37
terjadi gawat
janin

Tabel 3.4 Perbedaan Plasenta Previa dengan Solutio


Plasenta
Gejala dan Faktor Penyulit Lain Diagnosis
Tanda Predesposisi
Utama
Perdarahan Hipertensi Syok yang Solusio
dengan nyeri tidak sesuai Plasenta
interminten dengan
atau jumlah darah
menetap yang keluar
(tipe
tersembunyi)
Warna darah Versi Luar Anemia
kehitaman Berat
dan cair,
tetapi
mungkin ada
bekuan jika
solusio
relative baru
Jika ostium Trauma Melemah
terbuka, Abdominal atau
terjadi hilangnya
perdarahan gerak janin
berwaena
merah segar
Polihidramnion Gawat janin
atau
hilangnya
denyut

38
jantung janin
Gemelli Uterus
tegang dan
nyeri
Defisiensi Gizi

2.3.1. Ruptura Uteri


a. Pengertian
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan
atau persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Angka
kejadian ruptur uteri Indonesia masih tinggi yaitu berkisar antara 1:92
sampai 1:428 persalinan. Angka-angka tersebut masih sangat tinggi
jika dibandingkan dengan negara-negara maju yaitu antara 1:1250
sampai 12000 persalinan. Angka kematian ibu akibat ruptur uteri juga
masih tinggi yaitu berkisar antara 17,9% sampai 62,6%, sedangkan
angka kematian anak pada ruptur uteri berkisar antara 89,1% sampai
100%.
Janin umumnya meninggal pada ruptur uteri. Janin hanya dapat
ditolong apabila pada saat terjadinya ruptur uteri ia masih hidup dan
segera dilakukan laparatomi melahirkannya. Angka kematian janin
pada ruptur uteri mencapai 85%.
Pada kehamilan 28 minggu isthmus uteri berubah menjadi segmen
bawah rahim, dan saat kehamilan aterm segmen bawah rahim berada
12 cm di atas simfisis Saat persalinan kala 1 dan awal kala maka batas
antara segmen bawah rahim dan segmen atas rahim dinamakan
lingkaran retraksi fisiologis Saat persalinan at it apabila bagian
terbawah tidak mengalami kemajuan sementara segmen atas rahim
terus berkontraksi dan makin menebal maka segmen bawah rahim
makin tertarik ke atas dan menjadi tipis sehingga batas antara segmen
bawah rahim dan segmen atas cahim akan naik ke atas Apabila batas
tersebut sudah melampaui pertengahan antara pusat dan simfisis maka
Lingkaran retraksi fisiologis menjadi retraksi patologis (Band Ring)
Apabila persalinan tetap tidak ada kemauan, segmen bawah uterus
makin lama makin teregang sehingga akhirnya pada suatu saat
regangan yang terus bertambah ini melampaui batas kekuatan jaringan
meometrium sehingga terjadilah ruptur uteri.
Faktor etiologi terjadinya rupture uterus meliputi sejumlah cedera

39
atau defek pada uterus yang terjadi sebelum atau selama kehamilan.

b. Klasifikasi Rupture Uteri


Menurut keadaan robek
a) Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal) Ruptur uteri yang hanya
dinding uterus yang robek sedangkan lapisan serosa
(peritoneum) tetap utuh.
b) Ruptur uteri komplit (transperitoneal) Rupture uteri yang selain
dinding uterusnya robek lapisan seroso (peritoneum) juga robek
sehingga dapat berada di rongga perut
Menurut kapan terjadinya
a) Ruptur uteri pada waktu kehamilan (ruptur uteri gravidarum)
Ruptur uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah yang dapat
disebabkan oleh
1) Bekas seksio sesaria
2) Bekas enukleasi mioma uteri
3) Bekas kuretase/ plasenta manual
4) Sepsis post partum
5) Hipoplasia uteri
b) Ruptur uteri pada waktu persalinan Ruptur uteri pada dinding
uterus baik, tapi bagian terbawah janin tidak maju/ turun yang
dapat disebabkan oleh: (ruptur uteri intrapartum)Versi ekstraksi,
Ekstraksi forcep, Ekstraksi bahu, Manual plasenta.
Menurut etiologinya
a) Ruptur uteri spontan (non violent)
Ruptur uteri spontan pada uterus normal dapat terjadi karena
beberapa penyebab yang menyebabkan persalinan tidak maju.
Persalinan yang tidak maju ini dapat terjadi karena adanya
rintangan misalnya panggul sempit hidrosefalus makrosomia, janin
dalam letak lintang, presentasi bokong hamil ganda dan tumor
pada jalan lahir
b) Ruptur uteri traumatika (violent) Faktor trauma pada uterus
meliputi kecelakaan dan tindakan Kecelakaan sebagai faktor
trauma pada uterus berarti tidak berhubungan dengan proses
misalnya kehamilan trauma dan pada pesanan abdomen.
Tindakan berarti berhubungan dengan proses kehamilan dan
misinya versi ekstraksi persalinan ekstraksi forcep, Alat alat
embriotomi, manual plasenta, dan ekspresi dorongan
c) Ruptur uteri jaringan parut

40
Ruptur uteri yang terjadi karena adanya locus minoris pada
dinding uterus sebagai akibat adanya jaringan parut bekas operasi
pada uterus sebelumnya, enukleasi mioma atau miomektomi,
histerektomi, histerotomi, histerorafi dan lain-lain. Seksio sesarea
klasik empat kali lebih sering menimbulkan ruptur uteri daripada
parut bekas seksio Sesaria profunda, Hal ini disebakan oleh
karena luka pada segmen bawah uterus yang merupakan daerah
uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan
lebih baik, sehingga parut lebih kuat.
Ruptur uteri pada bekas seksio sesaria biasanya terjadi tanpa
banyak menimbulkan gejala, hal ini terjadi karena tidak terjadi
robekan secara mendadak melainkan terjadi perlahan-lahan pada
sekitar bekas luka. Daerah disekitar bekas luka lambat laun makin
menipis sehingga akhirnya benar-benar terpisah dan terjadilah
ruptur uteri. Robekan pada bekas sayatan lebih mudah terjadi
karena tepi sayatan sebelah dalam tidak berdekatan, terbentuknya
hematom pada tepi sayatan, dan adanya faktor lain yang
menghambat proses penyembuhan Pada penegakkan diagnosis
didapatkan
1) Anamnesis
a) Adanya riwayat partus yang lama atau macet
b) Adanya riwayat partus dengan manipulasi oleh penolong
c) Adanya riwayat multiparitas
d) Adanya riwayat operasi pada uterus (misalnya seksio
sesarea enukleasi mioma atau miomektomi, histerektomi
histeritomi dan histerorafi)

2) Gambaran klinis ruptur uteri didahului oleh gejala gejala ruptur


uteri yang membakat yaitu didahului his yang kuat dan terus
menerus rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah, nyeri
waktu ditekan, gelisah, nadi dan pernapasan cepat segmen
bawah uterus tegang nyeri pada perabaan, lingkaran tetraksi
(Van Bandle Ring) meningkat sampai mendekati pusat, dan
ligamentum rotunda menegang Pada saat terjadinya ruptur
uteri penderita dapar merasa sangat kesakitan dan seperti
ada robek dalam perutma keadaan umum penderita tidak
baik, dapat terjadi anemia sampai syok (nadi filipormis,
pernapasan cepat dangkal, dan tekanan darah turun).
3) Pemeriksaan Luar

41
a) Nyeri tekan abdominal
b) Perdarahan per vaginam
c) Kontraksi uterus biasanya akan hilang
d) Pada palpasi bagian janin mudah diraba di bawah
dinding perut ibu atau janin teraba di samping uterus
e) Di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar
kepala bayi
f) Denyut Jantung Janin (DJJ) biasanya negatif (bayi sudah
meninggal)
g) Terdapat tanda-tanda cairan bebas
h) Jika kejadian ruptur uteri telah lama, maka akan timbul
gejala-gejala meteorismus dan defans muskular yang
menguat sehingga sulit untuk meraba bagian-bagian
janin.
4) Pemeriksaan Dalam
Pada ruptur uteri komplit:
a) Perdarahan pervaginam disertai perdarahan intra
abdomen sehingga didapatkan tanda cairan bebas dalam
abdomen
b) Pada pemeriksaan pervaginal bagian bawah janin tidak
teraba lagi atau teraba tinggi dalam jalan lahir, selain itu
kepala atau bagian terbawah janin dengan mudah dapat
didorong ke atas hal ini terjadi akrena seringkali seluruh
atau sebagian janin masuk ke dalam rongga perut
melalui robekan pada uterus
c) Meraba robekan pada dinding rahim dan jika jari tangan
dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba omentum,
usus, dan bagian janin
d) Pada kateterisasi didapat urin berdarah
Pada ruptur uteri inkomplit:
a) Perdarahan biasanya tidak terlalu banyak, darah
berkumpul di bawah peritoneum atau mengalir keluar
melalui vagina
b) Janin umumnya tetap berada dalam uterus
c) Pada kateterisası didapat urin berdarah.

d. Penatalaksanaan ruptur uteri


1) Bidan harus segera memberitahukan kepada dokter
konsultan dan pediatrik

42
2) Mulia pemberian dua jalur cairan intravena dengan
intrakateter nomor 16; satu untuk larutan elektrolit (RL) dan
jalur lain untuk transfuse darah (pertahankan jalur infus
terbuka dengan salin normal sampai darah didapat)
3) Memberitahukan kebutuhan akan transfuse darah dan
perkirakan jumlah unit darah yang diperlukan serta
kemungkinan kebutuhan plasma beku segar
4) Buat semua persiapan untuk pembedahan abdomen agar
segera dilakukan (laparotomi atau kemungkinan besar
histerektomi.

43
2.1 ALGORITMA DAN DIAGRAM PENANGANAN PERDARAHAN
2.2.1. Bagan Macam-Macam Perdarahan

44
2.2.2. Bagan Penatalaksanaan Abortus

2.2.3. Bagan Plasenta Previa dan Tanda-Tandanya

45
2.2.4. Bagan Penatalaksanaan Plesenta Previa

2.2.5. Bagan Solusio Plasenta dan Tanda-Tandanya

46
2.2.6. Penatalaksanaan Solusio Plasenta

47
2.2.7 Algoritma Penanganan Awalan Keluar Darah Pervaginam Pada Kehamilan
Lanjut

48
2.2.8 Bagan Penatalaksanaan Mola Hydatidosa

49
2.2.9 Bagan Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

50
2.2 KASUS PERDARAHAN HAMIL MUDA DAN LANJUT

Study Kasus Mola Hidatidosa


Pasien datang ke Puskesmas, G2P1A0 hamil 11 minggu dengan
perdarahan pervaginam (flek-flek kecoklatan) disertai dengan gelembung-
gelembung seperti anggur sejak tanggal 21 Maret 2021 Pukul 10.00 WIB, Ibu
mengatakan cemas dengan kehamilannya sekarang, karena mengalami
perdarahan.

TINJAUAN KASUS

Tanggal : 21 Maret 2021


Jam : 10.30 WIB
Tempat : Puskesmas Cihanjuang

PENGKAJIAN DATA SUBJEKTIF


Identitas Pasien Identitas Suami
1. Nama : Ny.S Nama : Tn.J
2. Umur : 34 tahun Umur : 36 tahun
3. Agama : Islam Agama : Islam
4. Suku bangsa : Indonesia Suku bangsa : Indonesia
5. Pendidikan : SMP Pendidikan : SD
6. Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
7. Alamat : Jati Rt 12 / Rw 4 Cihanjuang, Cimahi

Keluhan Utama
Adanya perdarahan pervaginam (flek-flek kecoklatan) yang disertai dengan
gelembung-gelembung seperti anggur sejak tanggal 21 Maret 2021 Pukul 10.00
WIB. Selain itu, pasien merasakan mual dan muntah yang hebat serta merasa
pusing.

Riwayat Kehamilan Saat Ini


a) HPHT : 03 Januari 2021
b) HPL : 10 Oktober 2021

51
c) Gerakan Janin : belum terasa
d) Vitamin/jamuyang dikonsumsi : Ibu mengatakan tidak mengkonsumsi vitamin
maupun jamu
e) Keluhan-keluhan pada
Trimester I : mual, pusing
f) Penyuluhan yang pernah didapat : Ibu mengatakan pernah mendapatkan
penyuluhan tentang tablet Fe dan gizi ibu hamil saat kehamilan pertama
g) ANC : 1 kali di puskesmas, usia kehamilan 10 minggu
h) Imunisasi TT : Imunisasi TT sudah lengkap
i) Kekhawatiran khusus : Ibu mengatakan merasa cemas dengan keadaannya

Tgl/Thn Tempat Jenis Anak Nifas Keadaan anak


JK BB keadaan Laktasi
No Partus Partus UK Partus Penolong sekarang
1 2006 RS 38 SC dr.SpOG L 3500 baik ASI Hidup Umur 8 thn
minggu Eksklusif

2 Hamil sekarang

Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sistemik: Tidak memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal, asma,
TBC, hepatitis, DM, hipertensi, epilepsi, dan penyakit lain seperti HIV/AIDS
Riwayat penyakit keluarga : Dari keluarganya maupun dari keluarga suaminya
tidak ada yang memiliki riwayat penyakit menurun seperti DM, jantung, hipertensi,
epilepsi, maupun penyakit menular seperti hepatitis, TBC dan HIV/AIDS.

Riwayat Kontrasepsi
Pernah menggunakan KB suntik 3 bulan dan tidak ada keluhan

Pola kebiasaan
1) Nutrisi
Selama hamil ibu mengalami kesulitan makan karena merasa mual dan
sering muntah. Ibu jarang mengkonsumsi daging-dagingan. Minum : air
putih 6-8 gelas dan teh manis hangat 2 gelas sehari.

2) Eliminasi
Selama hamil : Ibu mengatakan BAB 1 hari sekali, konsistensi lunak. BAK
4-5x warna kuning jernih.
.

52
3) Istirahat dan Aktivitas
bu tidur 7-8 jam pada malam hari, dan 1 jam pada siang hari. Ibu
melakukan pekerjaan rumah tangga sendiri, tidak dibantu oleh suami
maupun mertua.

4) Psikososial budaya
a) Perasaan menghadapi kehamilan ini :
Ibu mengatakan merasa cemas dengan kehamilan ini.
b) Kehamilan ini direncanakan/tidak :
Ibu mengatakan kehamilan ini direncanakan.
c) Dukungan keluarga terhadap kehamilan ini :
Ibu mengatakan keluarganya senang dan mendukung kehamilannya.
d) Penggunaan obat-obatan, jamu / rokok :
Ibu mengatakan hanya mengkonsumsi obat dari bidan, ibu dan suami
tidak merokok.

PENGKAJIAN DATA OBYEKTIF


Status generalis
1) Keadaan Umum : Lemas
2) Kesadaran : Composmentis
3) TTV : TD : 140/90 mmHg S : 36,6 ºC N : 81 x/ menit R : 22 x/ menit
4) TB : 155 cm
5) BB sebelum hamil : 46 kg
6) BB sekarang : 45 kg
7) LLA : 24 cm

Pemeriksaan Sistematis
1) Muka : tidak oedema, tidak pucat, tidak terdapat cloasma gravida
2) Mata tidak oedema, konjungtiva merah muda. sklera putih
3) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid maupun limfe.
4) Payudara : Simetris, putting susu menonjol, tidak ada nyeri tekan dan tidak
terdapat massa
5) Abdomen : lebih besar dari usia kehamilan
6) Ekstremitas : Tidak oedema
7) Genetalia : Tidak terdapat varices. Terdapat pengeluaran flek-flek darah
kecoklatan dan cairan seperti anggur
Pemeriksaan Penunjang

53
a) Pemeriksaan Laboratorium :
Hb : 9 gr%
Gol. Darah : O+
Protein urine: + (positif 1)
b) Pemeriksaan penunjang lain :
USG kolaborasi dengan dokter terdapat gambaran badai salju, tidak
terlihatnya janin

ASSESMENT
Diagnosa Kebidanan:
G2P1A0 umur kehamilan 11 minggu dengan mola hidatidosa.
Masalah: kecemasan

PENATALAKSANAAN
1. Memberikan informasi pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan
ibu, bahwa KU : baik, TD : 140/90 mmHg, N : 81 x/menit, R : 22 x/menit,
S : 36,6 ºC, PPV : terdapat flek-flek darah kecoklatan.
2. Memberikan informasi pada ibu dan keluarga tentang keadaan kehamilan
ibu bahwa berdasar hasil pemeriksaan, ibu mengalami kehamilan mola
hidatidosa atau disebut dengan hamil anggur, di dalam rahim ibu tidak
terdapat janin, sehingga harus segera di akhiri dengan kuretase.
3. Memberikan dukungan psikologis dan support mental kepada ibu atas rasa
cemas, sedih dan kehilangan yang dialami dengan menenangkan hati ibu
dan memberi kata-kata penyemangat dengan melibatkan suami atau
keluarga.
4. Beri infus NaCl 0.9% atau RL preventif terhadap perdarahan hebat
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap untuk dilakukan evakuasi jaringan
mola

54
Study Kasus Plasenta Previa

Ny N datang pada tanggal 25 Maret 2021 pukul 15.00 WIB ke PMB Bidan Ani
diantar oleh suaminya dengan keluhan merasa cemas terhadap kehamilannya
dikarenakan keluar darah segar dari jalan lahir yang semakin deras dan cepat

Tanggal Kunjungan : 25 Maret 2021

Pukul : 15:00 WIB

Tempat : PMB Bidan Ani

A. Data Subjektif

Identitas Pasien
Nama : Ny N
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl Padjajaran No 23

Keluhan utama :
Ibu merasa cemas terhadap kehamilannya dikarenakan keluar darah segar dari
jalan lahir yang semakin deras dan cepat sejak 2 jam yang lalu meskipun tidak
terasa nyeri, namun sebelumnya ibu pernah mengalami perdarahan sebanyak 3
kali pada dua hari sebelumnya namun tidak ditangani dan dianggap sebagai hal
yang normal dikarenakan volume darah yang keluar sedikit.
Riwayat menstruasi

a) HPHT : 10 April 2021


b) Siklus : 28 hari
c) Lama : ± 7 hari
d) Banyaknya : 3-4 kali ganti pembalut/hari
e) Teratur/tidak teratur : Teratur

55
f) Sifat darah : Cair, pengeluaran darah sedang

Riwayat Hamil dan Persalinan Lalu

Tgl/Thn Tempat Jenis Anak Nifas Keadaan anak


JK BB keadaan Laktasi
Partus Partus UK Partus Penolong sekarang
2010 RS 30 SC dr.SpOG P 2400 baik ASI Hidup Umur 11 thn
minggu Eksklusif

Hamil sekarang

Ibu mengatakan pernah mengalami plasenta previa pada kehamilan pertama

Riwayat penyakit

a) Riwayat penyakit sistemik :


Ibu tidak memiliki penyakit seperti DM, jantung, hipertensi, epilepsi, maupun
penyakit menular seperti hepatitis, TBC dan HIV/AIDS.
b) Riwayat penyakit keluarga :
Ibu mengatakan keluarganya maupun dari keluarga suaminya tidak ada yang
memiliki riwayat penyakit seperti DM, jantung, hipertensi, epilepsi, maupun
penyakit menular seperti hepatitis, TBC dan HIV/AIDS.

Riwayat operasi :

Ibu mengatakan pernah melakukan operasi seksio caesar saat melahirkan anak
pertamanya.

Riwayat Perkawinan

Ibu mengatakan pernikahan ini merupakan pernikahan pertama dan sah

Riwayat Keluarga Berencana

Ibu mengatakan menggunakan alat kontrasepsi IUD selama kurang lebih 9 tahun
kemudian hamil anak kedua

56
B. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)
1) Status generalis
a) Keadaan Umum : Lemas
b) Kesadaran : Somnolen
TTV : TD : 130/90 mmHg S : 35,6ºC N : 76 x/ menit R : 18
x/ menit
c) TB : 160 cm
d) BB sebelum hamil : 55kg
e) BB setelah hamil : 47 kg

1. Muka
Terdapat oedema, pucat

2. Mata
a. Conjungtiva : pucat
b. Sklera : tidak akterus
3. Leher
a. Kelenjar Gondok : tidak ada kelenjar gondok
b. Tumor : tidak teraba benjolan
c. Pembesaran Kelenjar Limfe : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
4. Mammae
a. Membesar : membesar sesuai umur kehamilan
b. Tumor : tidak teraba benjolan
c. Simetris : simetris kanan kiri
d. Areola : hiperpigmentasi
e. Putting susu : menonjol
f. Kolostrum : terdapat kolostrum
5. Ektremitas
a. Varices : terdapat varices

b. Oedema : terdapat oedema

c. Reflek Patella : positif kanan kiri

6. Abdomen

a. Linea alba / nigra : tidak ada


b. Strie albican / livide : tidak ada
c. Kelainan : terdapat bekas luka operasi

57
d. Pergerakan janin : 2x/jam
e. DJJ : 130x/menit

7. Genitalia

Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan

Pengeluaran pervaginam : Darah segar ± 300 ml

Pemeriksaan Penunjang

Hb : 9 gr%

Protein Urine :+

Assasment

G2P1A0 usia kehamilan 32 minggu dengan kemungkinan plasenta previa

Penatalaksanaan

a. Melakukan pemberian infus Ringer Laktat 500 ml/jam

b. Melakukan pemberian oksigenasi 6-8%

c. Melakukan informed consent kepada ibu dan keluarga untuk segera dirujuk

Ibu dan keluarga menyetujui dilakukannya rujukan

d. Membuat surat rujukan ke RS

Bidan membuat surat rujukan

e. Melakukan rujukan ke RS

Bidan mendampingi rujukan ke RS

58
.SURAT RUJUKAN
No. 151/BLH Bandung, 25 Maret 2021
Yth. Dokter Ahli Obstetri dan Ginekologi

RS : RS Santosa
Mohon pemeriksaan/penanganan lebih lanjut terhadap penderita
Nama Pasien : Ny N
Hub Keluarga : Istri Umur : 32 tahun Jenis Kelamin :
Perempuan
Alamat Rumah : Jl Padjajaran No 23
Anamnesa : Perdarahan berupa darah segar yang mengalir deras tanpa
nyeri disertai riwayat persalinan plasenta previa
Pemeriksaan Fisik :
a) Keadaan Umum : Lemas
b) Kesadaran : Somnolen
c) TD : 130/90 mmHg S : 35,6ºC N : 76 x/ menit R : 18 x/menit.
d) Muka terdapat oedema, pucat

e) Mata terdapat conjungtiva pucat

f) Ektremitas terdapat varices terdapat varices, terdapat oedema, reflek patella


positif kanan kiri
g) Abdomen terdapat luka bekas operasi
h) Pergerakan janin : 2x/jam
i) DJJ : 130x/menit
j) Pengeluaran pervaginam : Darah segar ± 300 ml

k) Hb : 9 gr%

l) Protein Urine :+

Diagnosa Pemeriksa : G2P1A0 usia kehamilan 32 minggu dengan


kemungkinan plasenta previa

Penatalaksaan :

a) Melakukan pemberian infus Ringer Laktat 500 ml/jam

b) Melakukan pemberian oksigenasi 6-8%

Salam Sejawat

Bidan Ani Sutarno

59
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pelaksanaan Kegiatan Diskusi Kelompok


a. Materi/topik : Perdarahan Kehamilan Muda, Lanjut dan Pascasalin
b. Waktu :
Hari : Selasa
Tanggal : 23 Maret 2021
Jam : 07.30
c. Dosen Pembimbing : Desi Hindayani, SST.,MPH
d. Peserta yang mengikuti diskusi : Kelompok mahasiswa meliputi ketua,
notulen dan anggota

3.2 Hasil Diskusi


a. Daftar pertanyaan diskusi
1. Silvia Aliifah Yumna
Jelaskan bagaimana dan mengapa nyeri pada bahu dapat menjadi
tanda gejala KET?
2. Shifa Wilandha
Dalam ppt dikatakan bahwa dalam kasus abortus imminens ini
kehamilan dapat dilanjutkan. Bagaimana cara seorang ibu menjaga
kandungannya yang telah mengalami abortus imminens ini (baik
dari segi pola hidup, makanan dll)? dan bagaimana cara bidan
untuk mengedukasi ibu yang pernah mengalami abortus imminens
yang ingin melanjutkan kehamilannya?
3. Ulfah Husniyyah
Bagaimana pencegahan yang bisa dilakukan agar tidak terjadi
perdarahan hamil muda?
4. Alvi Afresha
Dalam makalah dijelaskan abortus inkompletus merupakan
pengeluaran sebagian jaringan hasil konsepsi sebelum 22 minggu,
nah apakah penyebab abortus inkompletus? Apakah bisa dilakukan
pencegahan untuk kasus tersebut?
5. Sri Salzabila Anisya
Bagaimana penanganan kepada pasien yang beriwayat hamil
ektopik agar tidak terjadi hamil ektopik kembali, dikarena dalam
makalah besar kemungkinan 15- 30% akan terjadi lagi?
6. Silvi Amelia Saputri

60
Izin bertanya kepada kelompok. Penyebab dari abortus salah
satunya adalah adanya penyebab dari janin yakni janin yang
memiliki kelainan bawaan tersendiri. Kelainan bawaan pada janin
seperti apakah yang bisa menyebabkan abortus? dan apakah
setiap janin yang memiliki bawaan kelainan bisa menyebabkan
abortus?
7. Auzura Qatrunnida
Bagaimana tata laksana setelah pelahiran plasenta pada
kasus plasenta previa?
8. Siti Hafsah
Apakah asuhan bidan saat mengetahui ibu mengalami
kehamilan ektopik?
9. Sindy Oktaviani Iskandar
Mengapa kebiasaan merokok bisa menjadi salah satu
penyebab terjadinya solusio plasenta?
10. Siti Nisa
Dalam ppt ada membahas sedikit tentang abortus tuba yang
merupakan salah satu patofisiologi terjadinya KET, apakah
kasus abortus tuba ini hanya terjadi ketika adanya kehamilan
ektopik atau bila saat hamil biasa bisa kemungkinan terjadi?
Lalu bagaimana mengetahui bahwa abortus yang terjadi
adalah abortus janin atau abortus tuba?
11. Risnawati
Untuk kehamilan ektopik itu ada penanganan bidan
memberikan konseling dan nasehat mengenai prognosis
kesuburan ibu. bagaimana cara bidan mengedukasi ibu yg
tidak menerima kenyataan dan malah menyalahkan diri nya
yg salah sebagai penyebab kematian janinnya?
12. Putri Valeri
Pada kehamilan muda itu kan ada aborsi, KET, dan
molahidatidosaketiga tersebut sama sama mengalami
perdarahan. Bagaimana cara kita agar lebih mudah
membedakan perdarahan yang satu dengan yang lain antar
ketiga tersebut. Apa yg membedakannya?

13. Siti karmilah

61
Pada faktor keluarga, mengapa jika seorang perempuan
sudah pernah mengalami solusio berat, risiko untuk saudara
perempuannya akan meningkat dua kali lipat dan resiko yang
dapat diwariskan diperkirakan sebesar 16 persen.

b. Jawaban Pertanyaan Diskusi

1. Salma Herda Yulianti


Seperti yang telah diketahui bahwa KET (Kehamilan ektopik
terganggu) ini merupakan penanaman blastosit atau hasil
konsepsi yang berlangsung dimanapun kecuali pada bagian
endometrium yang melapisi rongga uterus yani bisa melekat pada
tuba, serviks, ovarium serta abdomen. Atau KET mudah diartikan
sebagai implantasi hasil konsepsi yang tidak sesuai dengan
tempatnya. Untuk nyeri pada bagian leher dan bahu ini biasanya
terjadi pada kehamilan tuba. Dimana kehamilan tuba ini terjadi
ketika ovum yang telah dibuahi menjadi blastosit mengalami
implantasi di bagian tuba uterina. Dikarenakan tuba tidak memiliki
lapisan submukosa maka ovum yang telah dibuahi ini menembus
epitel dan zigot sehingga pada akhirnya berada di dekat dan
dalam otot. Trofoblas yang cepat berfoliferasi kemudian
menginvasi muskularis sekitar, sedangkan untuk sebagian yang
lain kehamilan ektopik pada ampula ini tetap berada di lumen tuba
dengan lapisan otot yang tidak terkena. Kehamilan tuba dengan
kondisi implantasi seperti yang telah dijelaskan mengakibatkan
perdarahan terjadi. Akibat perdarahan, hubungan antara plasenta
dan membran serta dinding tuba mengalami gangguan selama
hasil konsepsi masih berada di tuba. Darah yang menetes dari
fimbria tuba ke dalam rongga peritoneum. Maka, Ibu yang
mengalami nyeri di daerah leher ini disebabkan oleh iritasi
diafragma akibat perdarahan di dalam peritoneum
2. Rahma Firda
Cara menjaga kandungan dari keguguran dipengaruhi oleh
berbagai faktor, sulit menentukan langkah-langkah spesifik yang
perlu dilakukan untuk menjaga keguguran. Namun secara umum,

62
ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menjaga
keguguran, yaitu:
a. Menerapkan pola makan sehat dengan gizi seimbang,
terutama meningkatkan konsumsi makanan yang
mengandung serat.
b. Menjaga berat badan normal.
c. Tidak merokok, tidak mengonsumsi minuman beralkohol,
dan tidak menyalahgunakan NAPZA.
d. Menerima vaksin sesuai anjuran dokter untuk mencegah
penyakit infeksi.
e. Menangani penyebab keguguran yang sudah terdeteksi,
misalnya suntik obat pengencer darah bila mengalami
sindrom antifosfolipid

Peran bidan pada pasien yang baru pertama kali mengalami


abortus, pasien dapat diyakinkan bahwa kejadian abortus ini
bukan kesalahanya, serta selama pasien masih dalam usia
reproduktif dan tidak didapati kelainan lain, maka pasien masih
dapat hamil kembali dan kehamilan berikutnya bisa normal.
Namun, apabila pasien sudah mengalami abortus multipel,
sebaiknya pasien diedukasi untuk dirujuk ke konsultan fertilitas
dan endokrinologi reproduksi.

Pada pasien pasca abortus, yakinkan ibu bahwa merasa berduka


setelah mengalami keguguran adalah suatu hal yang normal.
Tetapi ibu sebaiknya menemui profesional jika tidak dapat
mengendalikan emosinya karena rasa bersalah, sedih, atau
merasa kehilangan. Selanjutnya informasikan pada pasien
mengenai kemungkinan akan mengalami haid tidak teratur dan
kram perut pada beberapa minggu pertama. Haid selanjutnya
dapat terjadi pada 4-6 minggu pasca abortus. Ovulasi bisa terjadi
2 minggu pasca abortus. Oleh karena itu, kontrasepsi dianjurkan
pada 2-3 bulan pertama pasca abortus jika ibu atau pasangan
belum siap mendapatkan kehamilan kembali. Kontrasepsi juga
berguna untuk memulihkan keadaan hormonal. Namun, pada

63
penelitian tidak ditemukan efek samping yang lebih besar jika
interval antar kehamilan lebih pendek.

Salma Herda Yulianti

Selain dari yang sudah disebutkan diatas, Bidan juga perlu


memperhatikan prognosis untuk kelanjutan kehamilan supaya
tidak bertambah buruk sehingga bidan juga bisa memberikan
informai kepada ibu dan berkonsultasi, merujuk atau
berkolaborasi dengan dokter serta tenaga kesehatan lain guna
menentukan sumber perdarahan dan memulai terapi serta
mengevaluasi kehamilan ibu dengan pemeriksaan fisik, serum
betha hCG dan progesteron, melakukan USG untuk melihat
kondisi janin.

3. Yuliana Dwi Rahmawati


Sebagai bentuk pencegahan pendarahan saat hamil muda,
a. Perbanyak waktu istirahat di tempat tidur
b. Konsumsi lebih banyak air putih agar tubuh tetap terhidrasi
c. Batasi aktifitas fisik yang membuat badan merasa lelah
berlebih
d. Meninggikan posisi kaki saat tidur
e. Hindari mengangkat barang lebih dari 4.5Kg
f. Mencukupi kebutuhan hormon progesteron, sebagai
hormon yang berperan dalam perkembangan janin.

Vitri Oki Damayanti


Untuk pencegahannya itu tergantung ke jenisnya, termasuk ke
perdarahan seperti apa. Semisal setelah abortus diusahakan
untuk ibu tidak hamil dulu dalam jangka waktu mininal 6bulan,
kemudian gunakan juga alat kontrasepsi jika semisal akan
melakukan hubungan seksual, serta lakukan konseling untuk pola
hidup ibu yang lebih baik lagi. Kemudian jika ibu pernah
mengalami kehamilan ektopik lakukan pemantauan fisik,
kemudian cek ke dokter untuk melihat apakah ada kelainan dari
alat reproduksinya dan coba juga untuk melakukan USG dan

64
untuk mola usahakan untuk cek ke dokter dan cek bagian
genetika dan endokrinologi.
4. Syifa Nurul Fadilla
Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya abortus inkomplit
adalah sebagai berikut:
a. Faktor fetal Abortus pada usia kehamilan awal pada
umumnya disebabkan oleh abnormalitas zigot, atau
plasenta.
b. Faktor maternal - Kelainan anatomi uterus Adanya
kelainan anatomi uterus seperti Leiomyoma yang besar
dan multipel atau adanya sinekia uterus (Ashermann
Syndrome) dapat meningkatkan risiko abortus - Penyakit
metabolik Abortus sering dihubungkan dengan adanya
penyakit metabolik pada ibu seperti tuberkulosis, Diabetes
Mellitus, Hipotiroidisme, dan anemia. - Faktor Imunologi -
Trauma fisik
c. Faktor paternal Tidak banyak yang diketahui tentang faktor
paternal (ayah) dalam terjadinya abortus spontan. yang
jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat
menyebabkan abortus.

5. Yoana Dwi Katresna


Pencegahan pada kasus abortus sesuai dengan penyebab atau
faktor risiko pada ibu hamil tersebut. Penyebab dari abortus dapat
diidentifikasi sebesar 50- 60% (Jeve dan Davies, 2014). Pada
kasus abnormalitas kromosom atau defek pada uterus, dapat
dilakukan prenatal genetic testing. Jika penyebabnya adalah
infeksi, maka terapi sesuai dengan penyebab infeksi dapat
diberikan, seperti antibiotik. Untuk masalah endokrin, diperlukan
terapi untuk menyeimbangkan status hormal dengan terapi
hormonal (Gaufberg, 2015). Dukungan psikologis sangat
berperan untuk kesuksesan dari wanita hamil. Stres psikologis
menyebabkan peningkatan hormon calcitonin dalam otak yang
akan merangsang peningkatan reaksi inflamasi dan prostaglandin
pada uterus. Hal ini berimplikasi pada meningkatnya kejadian

65
abortus.. Obesitas, merokok, penggunaan alkohol, dan
penggunaan kafein mungkin terkait dengan abortus. Merokok
memiliki efek buruk pada fungsi trofoblas dan terkait dengan
peningkatan risiko abortus. Modifikasi gaya hidup dan
pengurangan stres harus diterapkan dengan gaya hidup yang
lebih sehat, bebas dari rokok, alkohol, obatobatan terlarang, dan
stres. Hal ini dapat secara signifikan meningkatkan peluang
kesuksesan kehamilan (Jeve dan Davies, 2014).

6. Thasya Vinny S.Y


Wanita yang mengalami kehamilan ektopik biasanya bisa kembali
mencoba untuk hamil atau memulai program hamil lagi dalam
waktu 3 bulan setelah kondisinya benar-benar pulih. Sementara
itu, wanita yang menjalani bedah laparoskopi untuk mengatasi
kondisi hamil di luar kandungan, umumnya bisa hamil kembali
setelah mendapatkan menstruasi dua kali berturut-turut. Pada
wanita yang mendapatkan suntikan methotrexate sebagai
penanganan kehamilan ektopik, dokter menyarankan untuk
menunggu setidaknya 3 bulan atau hingga kadar hormon
hCG turun di bawah angka 5 lU/mL, sebelum memutuskan untuk
hamil kembali. Kadar hCG bisa dipantau melalui tes darah. Saat
wanita sudah diperbolehkan untuk memulai program hamil
kembali, dokter akan memberikan suplemen kehamilan yang
mengandung asam folat dan zat besi agar peluang hamil bisa
semakin tinggi dan mendukung tumbuh kembang janin. Dan
dianjurkan untuk menjalani gaya hidup sehat dengan
mengonsumsi makanan bergizi, mengurangi stres, berolahraga
secara rutin, tidak merokok, dan membatasi konsumsi minuman
beralkohol.

7. Shilfa Nur Syalbiyah


Abortus spontan dini sering memperlihatkan kelainan
perkembangan zigot, mudigah, janin, atau kadang, plasenta. Dari
1000 abortus spontan yang dianalisis oleh Hertig dan Sheldon
(1943), separuh memperlihatkan mudigah yang mengalami

66
degenerasi atau tidak mengandung mudigah blighted ovum.Pada
50 sampai 60 persen mudigah dan janin dini yang mengalami
abortus spontan, kelainan jumlah kromosom merupakan
penyebab utama . Kelainan kromosom menjadi lebih jarang
dijumpai seiring dengan kemajuan kehamilan dan ditenukan pada
sekitar sepertiga kematian trimester kedua, tetapi hanya 5 persen
dari lahir mati trimester ketiga.

8. Shilfa Nur Syalbiyah


Tata laksana setelah pelahiran plasenta yaitu Fundus harus selalu
dipalpasi setelah pelahiran plasenta, baik manual maupun
spontan, untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi baik. Jika
tidak teraba keras, pemijatan fundus yang agresif harus
dilakukan. Sebagian besar bukti mendukung bahwa pemijatan
uterus mencegah perdarahan pascapartum akibat atonia uterus
(Hofmeyr, dkk., 2008). Biasanya, 20 U oksitosin dalam 1000 mL
Ringer Laktat atau salin normal terbukti efektif bila diberikan
secara intravena dengan kecepatan sekitar 10 mL/menit-200 mU
oksitosin per menit secara simultan dengan pemijatan uterus yang
efektif. Oksitosin tidak boleh diberikan dalam dosis bolus yang
tidak diencerkan karena dapat menyebabkan aritmia jantung atau
hipotensi berat.
Salma Herda Yulianti

Jika ibu datang dengan kondisi perdarahan tanpa rasa nyeri maka
bidan dilarang melakukan pemeriksaan VT sampai posisi plasenta
diketahui dengan pasti

a. Bidan harus melakukan pemantauan pada status dan


kondisi janin
b. Bidan harus mempertimbangkan usia kehamilan ibu, jika
janin telah berusia 37 Minggu atau lebih maka bidan bisa
merujuk dan berkolaborasi dengan dr SpOG untuk
dilakukan seksio sesaria
c. Bidan melakukan stabilisasi dengan pemberian cairan intra
vena dan jika diperlukan berikan juga cairan tokolitik

67
d. Setelah perdarahan terhenti bidan dapat mengkonseling
dan menganjurkan pada ibu untuk istirahat tirah baring
serta selama perawatan observasi serviks harus
diistirahatkan dengan cara tidak boleh ada benda yang
dimasukan pada serviks supaya tidak memperburuk
kondisi perdarahan. Tentunya hal lain yang perlu
diperhatikan juga jika mendapatkan kasus ini bidan juga
perlu berkolaborasi dengan dokter guna melakukan USG
untuk mengetahui posisi plasenta apakah menutupi os
serviks atau tidak. Jika plasenta previa nya komplet maka
tidak bisa dilakukan persalinan pervaginam, melainkan
harus sc sedangkan untuk plasenta previa parsial atau
marginal memiliki kemungkinan untuk persalinan secara
pervaginam tetapi harus dalam pengawasan dokter.
Sedangkan untuk kala III boleh dilakukan manual plasenta
terkecuali pada plasenta previa komplet. Disamping itu,
bagi ibu yang mengalami plasenta previa komplet, Bidan
juga perlu memberikan dukungan pada ibu post SC dan
konseling perawatan luka post SC, konseling hal yang
boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan ibu saat setelah
SC
9. Thasya Vinny Siti Yuniarsyah
a. Menjelaskan pada dan keluarga tentang kondisi ibu saat
ini, bahwa ketika dilakukan pemeriksaan Leopold uterus
teraba bulat lebar tetapi tidak teraba balotemen.
b. Jelaskan pada ibu bahwa kehamilan ibu ini adalah
kehamilan di luar rahim, janintumbuh di tuba kehamilan ini
biasanya tidak bertahan berakhir dengan abortus
c. Anjurkan untuk keluarga, agar selalu memberi dukungan
pada kehamilan ibu. Ibu segera memeriksakan
kehamilannya lebih lanjut ke dokter spesialis kandungan
agar ibu dan keluarga lebih jelas dengan tindakan lebih
lanjut untuk kehamilannya
d. Beritahu ibu tentang tindakan laparatomi yaitu
pembedahan di bagian perut dan segera lakukan tindakan

68
laparatomi di rumah sakit oleh dokter untuk menghilangkan
sumber perdarahan.
e. Menganjurkan ibu untuk istirahat. Istirahat tidur 8-9 jam/
hari
f. Melarang ibu untuk melakukan aktivitas yang berat karena
dapat terjadi perdarahan yang berat.
g. Jelaskan pada ibu tentang makan-makanan yang banyak
mengandung gizi yaitu makanan yang mengandung
protein, vitamin, karbohidrat, lemak, mineral. Misalnya
makanan sehari-hari; nasi, sayur, buah-buahan. Sayur
misalnya; wortel, tomat, bayam, katu. Lauk misal; tempe,
tahu, telur, hati, daging. Buah misalnya; jeruk, apel, melon,
pepaya, dan di tambah minum susu.Beritahu ibu agar
makan teratur 3x sehari, dan minum 7-8 gelas / hari
h. Jelaskan pada ibu tentang kelanjutan fungsi reproduksinya
kelenjar fungsi reproduksi ibu hanya 60% dari wanita yang
pernah dapat KET menjadi hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi.
i. Menjelaskan pada ibu tentang resiko kehamilan yang
berulang itu dilaporkan berkisar antara 0-14,6%
kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah 50%.
j. Memberitahu tentang kontrasepsi yang baik digunakan
yaitu dengan menggunakan kondom atau dengan KB
kalender.

10. Syifa Nurul Fadilla


Ibu yang merokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus
solusio plasenta sampai dengan 25% yaitu pada ibu yang
merokok ≥ 1 bungkus perhari, ini dapat diterangkan sebagi
berikut, pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter
lebih luas, dan terdapat beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya

Salma Herda Yulianti

69
Menurut Guan et al. (2009), jika paparan nikotin terjadi pada ibu
hamil, maka dapat meningkatkan tekanan darah arteri dan denyut
jantung ibu sehingga dapat mengubah denyut jantung janin,
mengubah aliran darah umbilikal, dan menginduksi hipoksia pada
janin. Selain itu, Timbal dalam asap rokok dapat menghambat
enzim asam δ-aminolevulinat dehidrase (ALAS) dan ferrokelatase
sehingga ALAS tidak dapat mengubah porfobilinogen. Akibatnya,
besi tidak bisa memasuki siklus protoporfirin. Hal ini dapat
menyebabkan ibu hamil mengalami anemia defisiensi besi
sehingga berdampak pula pada gangguan pertumbuhan janin.
Untuk kandungan Radikal bebas juga dapat menyebabkan
terjadinya gangguan pertumbuhan pada janin melalui mekanisme
kerusakan endotel dan gangguan metabolisme folat pada ibu.
Karbon monoksida yang terkandung dalam asap rokok lebih kuat
berikatan dengan hemoglobin dibandingkan oksigen sehingga
dapat menghasilkan carboxyhaemoglobin. Sehingga hal ini
menyebabkan gangguan pada plasenta dari tempat implantasinya
11. Rahma Firda
Patofisiologi kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) didasari oleh
adanya cacat pada proses fisiologis organ reproduksi sehingga
hasil konsepsi melakukan implantasi dan maturasi di luar uterus.
Hal ini paling sering terjadi karena sel telur yang sudah dibuahi
dalam perjalanannya menuju endometrium mengalami hambatan,
sehingga embrio sudah berkembang terlebih dulu sebelum
mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar kavum
uteri. Hal lain yang juga dapat menyebabkan kehamilan ektopik
walaupun jarang terjadi adalah terjadinya pertemuan antara ovum
dan sperma di luar organ reproduksi, sehingga hasil konsepsi
akan berkembang di luar uterus. Apabila kehamilan ektopik terjadi
di tuba, pada proses awal kehamilan dimana hasil konsepsi tidak
bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, ia dapat tumbuh
di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses
seperti pada kehamilan normal. Karena tuba bukan merupakan
suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio, maka
pertumbuhan ini dapat mengalami beberapa kemungkinan, yaitu

70
hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, abortus dalam lumen tuba,
ataupun terjadi ruptur dinding tuba. Cara mengetahui kehamilan
ektopik yaitu Dokter akan melakukan pemeriksaan dengan USG
transvaginal untuk memastikan terjadinya kehamilan ektopik.
Selain membantu dokter kandungan melihat kondisi organ
reproduksi pasien, prosedur ini dapat memastikan lokasi
kehamilan secara akurat. Tes lain yang dapat dilakukan adalah
tes darah, guna mengukur kadar hormon hCG dan progesteron.
Pada kehamilan ektopik, kadar kedua hormon tersebut cenderung
lebih rendah dibandingkan kehamilan normal.

Yoana Dwi Katresna


Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas
dan penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya
kelainan dalam kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau
ruptur tuba. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan
ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga
peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh
tekanan dari dinding tuba. Pada abortus tuba biasanya teraba
dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai
ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retouterina
dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas.

Ulfiyah Khoerunnisa
untuk mengetahui itu abortus janin atau abortus tuba mungkin
dilihat dari ukurannya. Untuk abortus janin bisa memungkinkan
ukurannya lebih besar dibandingkan abortus tuba dikarenakan
karena tidak memungkinkan janin untuk tumbuh di tuba falopii,
kalo embrio tetap dibiarkan di tuba fallopi, dikhawatirkan organ ini
akan pecah dan menyebabkan pendarahan selain itu juga bentuk
tuba fallopi kan kecil kalo hasil konsepsi dibiarkan tumbuh disitu
dikhawatirkan bisa pecah atau ruptur pada awal kehamilan.

12. Salma Herda Yulianti

71
Bidan tidak langsung memberikan konseling melainkan harus
memahami terlebih kondisi ibu yang berduka, membiarkan ibu
meluapkan emosinya dan perasaan bersalahnya. Bidan harus
empati, ikut merasakan pada situasi kesedihan yang dilami oleh
ibu dan mendengarkan secara aktif apapun yang ibu katakan atau
rasakan. Setelah ibu memiliki emosional yang cukup stabil maka
konseling dapat disampaikan dengan perlahan dan tidak lupa
melakukan evaluasi.

Yoana Dwi_2B_Izin menambahkan jawaban dari Salma Herda


Jika ibu menyalahkan dirinya, bidan bisa melakukan konseling
secara perlahan, sedikit demi sedikit. Dan konseling tidak hanya
dilakukan kepada ibu saja melainkan kepada suami dan keluarga
agar dapat memberikan dukungan emosional kepada ibu. Setelah
kondisi ibu stabil bisa diberikan konseling mengenai persiapan
kehamilan kembali agar terhindar dari kejadian serupa jika
memang ibu dan suaminya masih ingin memiliki keturunan
kembali.

13. Salma Herda Yulianti


Perbedaan antara abortus, KET, Molahydatidosa Ketiga
perdarahan memiliki ciri khas yang sama yaitu nyeri pada bagian
abdomen bawah atau bisa menjalar hingga ke sekitar punggung
bawah. namun yang membedakan :
Abortus : Serviks terbuka, pengeluaran darah relatif banyak bisa
disertai kepingan darah berukuran lebih dari 3 cm, implantasi
janin beraturan (endometrium) pada rongga uterus, beetha hCG
rendah KET : Jika dipalpasi teraba massa lunak dan lentur disisi
poterior atau lateral uterus, betha hCG rendah. Mola Hidatidosa:
Tidak ada DJJ, Tidak ada aktivitas janin, betha hCG sangat tinggi
dan abnormal. Namun hal itu semua bisa dibuktikan lebih lanjut
melalui USG
Abortus : Terlihat sisa sisa janin atau tidak adanya hasil konsepsi
KET: Terlihat di bagian mana implantasi blastosit (tuba,
serviks,ovrium,abdomen)

72
Mola Hidatidosa : massa berbentuk rangkaian manggantung
seperti anggur

14. Salma Herda Yulianti


Untuk kelainan solusio plasenta yang disebabkan oleh faktor
keluarga/paritas atau keturanan diduga disebabkan oleh
trombophili namun mekanismenya hingga saat ini kurang jelas.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui tetapi selalu
dihubungkan dengan vaskularisari yang tidak normal dan
gangguan hemostasis, yang menyebabkan tidak adekuatnya
sirkulasi maternaljanin. Resistensi pengaktif protein disebabkan
oleh mutasi adenine menjadi guanine nucleus 506 pada gen
faktor V (mutasi faktor V Leiden) yang dihubungkan dengan
thromboemboli pada vena. Homozygotis menyebabkan mutasi
Sitosin menjadi tiamin nucleus 677 pada gen encoding
methylenetetrahydrofolaet reductase menghasilkan penurunan
sintesis 5methyltetraydrofolate, donor primer methyl pada
konversi homosistein menjadi metionin dan menghasilkan
peningkatan konsentrasi plasma homosistein

73
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Beberapa jenis perdarahan yang dapat terjadi pada seorang ibu. Diantaranya
adalah perdarahan hamil muda, perdarahan hamil lanjut, dan perdarahan dalam
persalinan. Namun angka perdarahan dalam persalinan lebih tinggi dibanding
perdarahan pada jenis lainnya. Dan banyak sekali faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi untuk terjadinya perdarahan hamil muda, perdarahan hamil lanjut,
dan perdarahan dalam persalinan. Dan kita juga dapat mengetahui tanda-tanda
atau gejala-gejala terhadap ibu yang terkena perdarahan saat hamil muda, hamil
lanjut, dan saat persalinan. Namun perdarahan-perdarahan tersebut memiliki
manajemen atau penaganannya masing-masing untuk dapat mempertahankan
keselamatan ibu

4.2 Saran
Sebagai mahasiswa kesehatan, khususnya mahasiswa bidan sendiri harus
belajar dan memahami mengenai perdarahan-perdarahan yang dapat
menyebabkan kegawatdaruratan pada ibu, sebagai salah satu cara untuk dapat
menurunkan AKI di Indonesia. Dan agar nanti kedepannya dapat memberikan
penanganan dan dipraktikkan dengan benar.

74
DAFTAR PUSTAKA

Amelia Nur S W.2019.Asuhan Kebidanan Kasus Kompleks Maternal dan


Neonatal.Pustakan Baru Press:Yogyakarta
Soedigdomarto MH, Prabowo RP. Ruptura uteri Dalam: Prawirohardjo S,
Wiknjosastro H Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005.
Albar E. Ruptura uteri, Dalam: Prawirohardjo 5, Wiknjosastro H H, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, editor. Ilmu bedah kebidanan. Edisi ke-1. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007
Syamsuddi K. Ruptura uteri, Dalam: Pangebean W, Syamsuri K, editor. Bunga
rampai obstetri. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya; 2004
Martohoesodo S, Marsianto. Perlukaan dan peristiwa lain dalam persalinan Dalam:
Wiknjosastro H Saifuddin AB Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002
Amelia, N. S. (2019). Asuhan kebidanan Kasus Kompleks Maternal Neonatal.
Yogyakarta: PT.
Pustaka Baru.
Faiz AS and Ananth CV. Etiology and risk factors for placenta previa: An overview
and meta-analysis of observational studies. Journal of Maternal- Fetal and
Neonatal Medicine, 2003 13 hal: 175-190.
Itedal A, Qurashi M, Moawia A, Sayed M. Association of caesarean section and
multiparity with placenta previa in Sudan. IOSR Jurnal of Dental and Medicinal
Sciences, 2015 14 (7) hal: 29-32.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku saku pelayanan kesehatan Ibu di fasilitas
kesehatan dasar dan rujukan.

75
76
77

Anda mungkin juga menyukai