Disusun oleh :
Kelompok 2
Rahma Firda Lutfia (P17324119040)
Salma Herda Yulianti (P17324119046)
Shilfa Nur Syalbiyah (P17324119047)
Syifa Nurul Fadilla (P17324119061)
Thasya Vinny Siti Y (P17324119062)
Ulfiyah Khoirunnisa (P17324119065)
Vitri Oki Damayanti (P17324119066)
Yoana Dwi Katresna (P17324119067)
Yuliana Dwi Rahmawati (P17324119068)
Puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, berkah dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul
PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN MUDA DAN
LANJUT dengan baik tanpa memiliki kendala yang berarti. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurah limpah kepada Nabi Muhammad SAW kepada keluarganya,
para sahabatnya dan kita selaku umatnya hingga akhir zaman.
Dalam upaya penyusunannya, tentu penulis menyadari bahwa terselesaikannya
makalah ini bukan semata-mata hasil jerih payah pribadi melainkan tidak terlepas
dari berbagai bantuan pihak baik berupa materi maupun dukungan, saran serta
motivasi. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
1. Ibu Desi Hindayanti , SST., MPH selaku dosen koordinator mata kuliah
asuhan kegawatdaruratan maternal dan neonatal sekaligus pengampu
pada topik perdarahan kehamilan muda dan lanjut.
2. Rekan-rekan satu kelompok yang ikut serta berkontibusi dalam
penyusunan makalah ini.
3. Orang tua penulis yang telah membantu memberikan motivasi dan
bantuan secara moril terhadap penulis.
Penulis berharap semoga setiap amal kebaikan yang telah dilakukan oleh
berbagai pihak yang membantu dapat menjadi pahala berlipat ganda dan
kebaikannya diterima disisi Allah SWT.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan kemampuan penulis dalam penyusunannya. Untuk itu diperlukan
kritik dan saran yang konstruktif bagi penulis kedepannya. Akhir kata penulis
sampaikan semoga karya tulis ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umunya
bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1. Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2. Tujuan ......................................................................................................... 1
1.3. Manfaat ....................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................3
2.1. Perdarahan Hamil Muda..............................................................................3
2.1.1. Abortus ............................................................................................. 3
2.1.2. Kehamilan Ektopik Terganggu..........................................................13
2.1.3. Mola Hidatidosa................................................................................20
2.2. Perdarahan Hamil Lanjut Dan Persalinan....................................................28
2.2.1. Plasenta Previa.................................................................................28
2.2.2. Solusio Plasenta...............................................................................32
2.2.3. Ruptura Uteri.....................................................................................39
2.4. Algoritma Dan Diagram Penanganan Pendarahan......................................44
2.5. Studi Kasus .................................................................................................50
2.5.1. Kasus ...............................................................................................50
2.5.2. Pembahasan Kasus..........................................................................50
2.5.3. Surat Rujukan...................................................................................58
BAB III PEMBAHASAN.....................................................................................59
3.1. Pelaksanaan Kegiatan Diskusi Kelompok ...................................................59
3.2. Hasil Diskusi ...............................................................................................59
BAB IV PENUTUP.............................................................................................73
4.1. Kesimpulan .................................................................................................73
4.2. Saran .......................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
juga perdarahan hamil lanjut meliputi Plasenta previa, solusio plasenta
sesuai kewenangan bidan
2. Mampu melakukan cara mendiagnosis melalui tanda-tanda dan
gejala berbagai jenis perdarahan kehamilan mudan dan lanjut
3. Mampu melakukan penatalaksanaan yang dilakukan untuk kasus
perdarahan kehamilan muda dan lanjut
4. Mampu mengenali etiologi, patologi, tatalaksana perdarahan
dalam persalinan meliputi solusio plasenta dan ruptura uteri
5. Mampu mengenali algoritma dan diagram penanganan
pendarahan
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3
bakteri yaitu streptokokus, atau yang disebabkan oleh parasit
seperti malaria.
2) Infeksi Kronis
Infeksi kronis yaitu infeksi yang terjadi secara lambat dalam
periode bulan hingga tahun. Infeksi kronis yang biasanya terjadi
abortus antara lain seperti sifilis yang dapat menyebabkan
terjadinya abortus pada kisaran usia kehamilan trimester dua,
tuberkolosis paru aktif, dan keracunan logam berat. Selain itu,
penyakit kronis seperti hipertensi, nephritis, diabetes, anemia
berat, penyakit jantung, toxemia gravidarum juga dapat
menyebabkan terjadinya abortus pada janin. Gangguan fisiologis
seperti syok dan ketakutan, serta adanya trauma fisik juga dapat
termasuk ke dalam infeksi kronis penyebab terjadinya abortus.
b. Macam-Macam Abortus
1) Abortus spontan
Abortus spontan merupakan peristiwa terjadinya penghentian
kehamilan sebelum janin mencapai kondisi viabilitas atau mencapai
usia kehamilan 22 minggu yang berlangsung tanpa tindakan yang
disengaja. Abortus spotan dapat terjadi disebabkan oleh beberapa
hal seperti kurangnya hormon estrogen, adanya kelainan
4
kromosom, terjadi infeksi (chlamydia dan mycoplasma), adanya
gangguan endokrin atau hormon, serta terpapar oleh oksidan
(rokok, alkohol, radiasi, toksin). Aspek klinis abortus spontan di bagi
menjadi abortus imminens (threatened abortion), abortus insipiens
(inevitable abortion), abortus inkompletus (incomplete abortion)
atau abortus kompletus (complete abortcion) (cunningham, 2006)
a) Abortus Imminens
Merupakan ancaman terjadinya abortus atau dapat dikatakan
kehamilan dapat berlanjut. Tanda-tanda dari abortus imminens
diantaranya adalah adanya perdarahan pervaginam, ostium uteri
internum (OUI) masih tertutup, ukuran uterus masih sesuai usia
kehamilan, serta kondisi hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.
b) Abortus Insipiens
Abortus insipiens kadang disebut sebagai kondisi kehamilan yang
tidak akan berkelanjut dan kemudian berkembang menjadi abortus
inkomplit atau abortus komplit. Peristiwa abortus insipiens ditandai
dengan beberapa hal seperti terjadinya perdarahan pervaginam,
adanya kontraksi yang semakin lama semakin kuat, serta ostium
uteri internum (OUI) yang telah membuka. Hasil konsepsi memang
masih berada dalam kavum uteri namun dakam proses
pengeluaran.
5
Gambar 2.2 Abortus Insipiens
Sumber : http://bit.ly/imageofabortusinsipiens
c) Abortus Inkompletus
Abortus inkompletus merupakan peristiwa terjadinya
pengeluaran sebagian jaringan hasil konsepsi sebelum usia
kehamilan 22 minggu dan berat janin kurang 500 gram. Abortus
inkompletus ditandai dengan adanya perdarahan pervaginam yang
banyak, terjadi kontraksi, serta terdapat pembukaan ostium uteri
internum (OUI). Perdarahan yang terjadi tidak akan berhenti sampai
jaringan hasil konsepsi keluar secara keseluruhan. Kemungkinan
dapat terjadi syok apabila perdarahan yang terjadi sangat banyak.
6
d) Abortus Kompletus
Abortus kompletus merupakan peristiwa terjadinya pengeluaran
keseluruhan jaringan hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 22
minggu dan berat janin kurang dari 500 gram. Peristiwa abortus
kompletus ditandai dengan adanya perdarahan pervaginam yang
banyak, terjadi kontraksi pada uterus, ostium uteri internum (OUI)
sudah menutup, tidak ada sisa jaringan hasil konsepsi pada
uterus, serta ukuran uterus yang kembali mengecil.
7
Tabel 2.1 Perbedaan Macam – Macam Abortus Spontan
Ciri – Ciri Abortus Abortus Abortus Abortus
Iminens Insipidens Inkompletus Komplektus
Intensitas Perdarahan Perdarahan Perdarahan Perdarahan
Perdarahan Pervaginam sangat banyak sangat sedikit
sedikit atau tidak banganyak
berhenti atau tidak
apabila hasil berhenti
konsepsi apabila hasil
belum keluar konsepsi
semua belum keluar
semua
Kondisi Kondisi hasil Hasil konsepsi Terjadi Semua
Hasil konsepsi memang pengeluaran hasil
Konsepsi masih baik masih berada sebagian konsepsi
dan berada dalam kavum hasil sudah
di uterus uteri namun konsepsi dan dikeluarkan
dalam proses masih ada
pengeluaran sisa di dalam
uterus
Keadaan Tidak ada Terdapat Terdapat Pstium
Ostium pembukaan pembukaan pembukaan sudah
ostium uteri serviks ostium uteri menutup
internum internum
(OUI) (OUI) dan
teraba sisa
Sakit yang Adanya Adanya Terdapat Adanya
Dirasakan nyeri melilin kontraksi yang kemungkinan kontraksi
semakin lama adanya syok pada
semakin kuat apabila uterus
perdarahan
sangat
banyak
Ukuran Ukuran Ukuran uterus Ukuran Ukuran
Uterus uterus sesuai dengan uterus sesuai uterus
sesuai usia dengan usia mulai
dengan usia kehamilan kehamilan mengecil
kehamilan
Sumber : Setyarini (2016)
e) Abortus yang Disengaja
8
Proses dihentikannya proses kehamilan sebelum janin mencapai
kondisi viabilitas disebut dengan abortus yang disengaja. Proses
abortus yang disengaja disebut juga dengan abortus terapeutik atau
abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medis. Abortus
terapeutik dilakukan pada usia kehamilan yang kurang dari 12
minggu. Abortus dilakukan atas pertimbangan atau indikasi
kesehatan ibu hamil yang jika kehamilan tersebut dilanjutkan atau
membahayakan dirinya. Contoh indikasi kesehatan yang dianggap
membahayakan ibu hamil adalah ibu hamil dengan penyakit jantung,
hipertensi atau penyakit ginjal, dan lain sebagainya. Selain atas
dasar pertimbangan kondisi ibu hamil, abortus yang sengaja
dilakukan dapat disebabkan pertimbangan atau indikasi kelainan
janin yang berat.
c. Penatalaksanaan Abortus
1) Tatalaksana Umum
a) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum
ibu termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah,
pernapasan, suhu).
b) Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi,
tekanan sistolik <90 mmHg). Jika terdapat syok lakukan
penatalaksanaan syok. Jika tidak terlihat tanda – tanda
syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong
melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena
kondisinya dapat membutuk dengan cepat.
c) Bila terdapat tanda – tanda sepsis atau dugaan abortus
dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai
ibu bebas deman untuk 48 jam.
1. Ampicilli 2g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
2. Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
3. Metronodazol 500 mg IV setiap 8 jam
9
d) Segera rujuk ke rumah sakit
e) Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapatkan
dukungan emosional dan konseing konrasepsi pasca
keguguran
f) Lakukan tatalaksana selajutnya sesuai jenis abortus.
2) Tatalaksana Khusus
a) Abortus Iminens
1. Pertahankan kehamilan
2. Tidak perlu pengobatan khusus
3. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau
hubungan seksual
4. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu
selanjutnya pada pemeriksaan antenatal termasuk
kadar Hb dan USG panggul serial setial 4 minggu.
Laukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi
5. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin
dengan USG. Nilai kemungkinan penyebab lain.
b) Abortus Insipiens
1. Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan
risiko dan rasa nyaman selama tindakan evaluasi, serta
memberikan informasi mengenai kontrasepsi
pascakeguguran.
2. Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu : Lakukan
evaluasi isi uterus. Jika evakuasi tidak dapat dilakukan
segera.
a. Berikan ergpmetrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15
menit kemudia bila perlu)
b. Rencanakan evakuasi segera
3. Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu :
a. Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan
dan evakuasi sisa hasil konsepsi dari dalam uterus
b. Bila perlu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1
liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan
10
kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
4. Lakukan pemantauan pascatindakan setiap 30 menit
selama 2 jam. Bila kondisi baik, pindahkan ke ibu ke
raung rawat.
5. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makrosopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
6. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam,
tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam
selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24
jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8g/dl,
ibu dapat diperbolehkan pulang.
c) Abortus Inkomplit
1. Lakukan konseling.
2. Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia
kehamilan kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau
forcep cicin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.
3. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, laukan evaluasi isi uterus. Aspirasi vakum
manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret
tajam sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia.
Jika evaluasi tidak dapat segera dilakuan, berikan
ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian
bila perlu)
4. Jikas usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus
40 IU oksitosin dalam 1 liter Nac 0,9% atau Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
penegeluaran hasil konsepsi.
5. Lakukan evalusia tanda vital pacsatindakan setiap 30
menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu
ke ruang gawat.
6. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratotium.
7. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam,
tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam
11
selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam.
Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8g/dl, ibu
dapat diperbolehkan pulang.
d) Abortus Komplit
1. Tidak diperlukan evakuasi lagi.
2. Lakukan konseling untuk memberikan dukungan
emosional dan menawarkan kontrasepsi pasca
keguguran.
3. Observasi keadaan ibu.Apabila terdapat anemia sedang,
berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2
minggu, jika anema berat berikan transfusi darah.
4. Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.
e) Abortus tertunda
1. Diberikan obat-obatan uterotonika dan antibiotik
dengan maksud agar fetus dan desidua dapat
dikeluarkan
2. Apabila dengan pemberian obat tidak berhasil
mengeluarkan fetus dan desidua, maka dilakukan
dilatasi dan kuretase
f) Abortus Septik
1. Memperbaiki kondisi umum dari ibu.
2. Memberi obat antibiotik dosis tinggi. Pemberian dosis
antibiotik nantinya disesuaikan dengan tes kepekaan.
3. Memberikan deksametason 40-60 mg IM diulang setiap
8 jam dengan dosis yang sama minimal selama 2 hari.
4. Apabila setelah pemberian antibiotika selama rentang
waktu 24 jam dan kondisi kuretase keadaan umum
tidak mengalami perbaikan, maka dapat
dipertimbangkan untuk melakukan histerektomi dan
SOB.
5. Pelaksanaan histerektomi juga dipertimbangkan
apabila besar uterus lebih dari 16 minggu, terdapat
infeksi dengan kuman C.welchi, memakai zat yang
bersifat korosif untuk proses abortus serta adanya
perforasi uterus.
12
g) Abortus yang Disengaja (Provokatus)
Pada peristiwa abortus yang disengaja
penatalaksanaanya hanya dilakukan atas indikasi medis
serta harus dilibatkan minimal 3 dokter, yaitu dokter ahli
yang bersangkutan, dokter ahli kebidanan dan kandungan,
serta direktur rumah sakit umum.
13
interstitsialis tuba fallopi. Selain ditemukan pada daerah tuba fallopi,
kehamilan ektopik juga dapat ditemukan pada bagian ovarium, rongga
abdomen, atau serviks.
14
tersebut karena sel telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan
saat melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan telur melekat
dan tumbuh di dalam saluran tuba. Beberapa hal dapat
menyebabkan gangguan saluran tuba diantaranya seperti
merokok, memiliki riwayat radang panggul, endometriosis, serta
pernah mengalami tindakan medis. Risiko wanita yang merokok
untuk mengalami kehamilan ektopik meningkat sekitar 1,6-3,5%
kali dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Hal tersebut
disebabkan karena merokok dapat menyebabkan penundaan
masa ovulasi, gangguan pergerakan sel rambut silia disaluran
tuba, serta penurunan kekebalan tubuh.
Bagi wanita yang memiliki riwayat radang panggul penyebab
terjadinya kehamilan ektopik yaitu karena adanya pelekatan di
dalam saluran tuba, gangguan pergerakan sel rambut silia yang
terjadi karena infeksi saluran TBC, klamidia, atau gonorea.
Sementara ini, bagi wanita dengan kasus endometriosis penyebab
terjadinya kahamilan ektopik karena adanya jaringan perut
disekitar saluran tuba. Selain karena pola buruk seperti merokok
dan riwayat penyakit, kehamilan ektopik juga dapat dipicu oleh
faktor resiko pengalaman tindakan medis seperti operasi saluran
tuba atau operasi daerah panggul, pengobatan infertilitas seperti
bayi tabung yang dapat menyebabkan parut pada rahim dan
saluran tuba.
15
Perdarahan uterus abnormal biasanya merupakan bercak
perdarahan dapat terjadi pada sebagian besar kasus ektopik.
Perdarahan tersebut merupakan akibat dari lepasnya sebagian
desidua.
3) Amenorea
Amenorea sekunder tidak selalu terdapat pada wanita yang
mengalami kehamilan ektopik. Sekitar hampir 50% wanita yang
mengalami kehamilan ektopik pernah mengeluh adanya spotting pada
saat haid sehingga tidak menduga adanya kehamilan.
4) Sinkope
Gejala yang dialami seperti pusing, pandangan berkunang-kunang
dan atau sinkope terjadi pada sepertiga sampai dengan setengah dari
kasus kehamilan ektopik terganggu.
5) Desidual cast
Sekitar 5-10% kasus kehamilan ektopik mengeluarkan “desidual
cast” yang sangat menyerupai hasil konsepsi.
Selain mengalami gejala-gejala yang sudah disebutkan , wanita
yang mengalami kehamilan ektopik juga dapat dilihat dari tanda-tanda
sebagai berikut:
1) Ketengangan abdomen
Wanita yang mengalami kehamilan ektopik akan merasakan tegang
abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir. Sekitar 80% dari kehamilan
ektopik terganggu mengalami tanda tegang abdomen. Selain
merasakan tegang abdomen sekitar 75% wanita pada kasus kehamilan
ektopik merasakan nyeri goyang serviks (dan ketegangan pada
adneksa).
2) Masa adneksa
Massa unilateral pada adneksa dapat di raba pada sepertiga sampai
dengan setengah dari kasus kehamilan ektopik. Kadang-kadang dapat
ditemuan adanya masa pada cavum douglasi atau hematokel.
3) Perubahan pada uterus
Terdapat perubahan-perubahan pada uterus yang umumnya terjadi
pada kehamilan normal seperti adanya riwayat terlambat haid dan
kehamilan muda.
Apabila seorang wanita dengan kehamilan ektopik mengalami gejala
dan tanda-tanda seperti yang disebutkan diatas, maka dapat dikatakan
bahwa wanita tersebut mengalami “kehamilan ektopik terganggu” dan
disarankan unuk segera memeriksakan diri ke dokter atau ke fasilitas
16
medis yang menunjang dikarenakan kehamilan ektopik dapat
mengancam nyawa apabila rupture (pecah) dan menyebabkan
perdarahan di dalam.
d. Patofisologi
Prinsip patofisiologi yaitu apabila terdapat gangguan mekanik
terhadap ovum yang telah di buahi dalam proses perjalanannya menuju
kavum uteri. Apabila suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak
dapat di penuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu maka,
akan ada beberapa kemungkinan akibat terjadi dari hal ini yaitu:
1) Abortus tuba
Peristiwa abortus tuba merupakan proses lepas dan keluarnya
darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) juga ke rongga abdomen.
Abortus terjadi pada sekitar 65% kasus dan umumnya terjadi pada kasus
implantasi di daerah fimbriae dan ampula. Peristiwa berulangnya
perdarah kecil pada tuba menyebabkan lepasnya dan yang diikuti
dengan kematian ovum. Peristiwa yang selanjutnya terjadi setelah
abortus tuba adalah terjadinya absoprsi lengkap secara spontan melalui
ostium tubae menuju cavum peritoneum. Selain itu, juga terjadi aborsi
sebagian sehingga terdapat konsepsi yang terbungkus bekuan darah
yang menyebabkan distensi tuba, hingga kemudian terjadi
pembentukkan “tubal blood mole”.
17
Gambar 2.8 Proses Setelah Terjadi Abortus Tuba
Sumber : http://bit.ly/abortustuba
2) Ruptur tuba
Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada
ismus. Ruptur pars ampularis umumnya terjadi pada kehamilan 6-10
minggu, tetapi ruptura pada pars isthmica dapat berlangsung pada usia
kehamilan yang lebih awal. Pada keadaan ini, trofoblast menembus
lebih dalam dan sering kali merusak lapisan serosa tuba. Ruptur dapat
berlangsung secara aktif atau gradual. Apabila ruptur terjadi pada sisi
mesenterik tuba, maka dapat terjadi hematoma ligamentum latum. Pada
kehamilan ektopik pars interstitisialis, rupture dapat terjadi pada usia
kehamilan yang lebih “tua” dan menyebabkan perdarahan yang jauh
lebih banyak sampai menimbulkan syok dan kematian.
18
e. Patologi
Proses implantasi dari hasil konsepsi baik yang terjadi pada tuba
maupun kavum uteri pada dasarnya sama. Telur yang berada di tuba
bernidasi secara kolumner atau intrakolumner. Perkembangan
selanjutnya dari sel telur biasanya terbatas disebabkan oleh kurangnya
vaskularisasi. Kemudian sel telur akan mati secara dini dan diresobsi.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur akan dipisahkan dari lumen
tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua yang dinamakan
pseudokapsularis. Proses pembentukan desidua di tuba tidaak berjaln
dengan sempurna. Perkembangan janin yang selanjutnya bergantung
pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba,
dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Terdapat
beberapa kemungkinan mengenai nasib dari kehamilan yang terjadi
dalam tuba. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi itu anatara
lain hasil konsepsi mati dini dan resorbsi, terjadi aborus ke dalam lumen
tuba, serta terjadinya ruptur dinding tuba. Sebagian besar kehamilan
tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
h. Penatalaksaan KET
Kehamilan ektopik terganggu merupakan hal yang dapat
mengancam nyawa, maka deteksi dini dan pengakhiran kehamilan
adalah tatalaksana yang disarankan. Pengakhiran kehamilan ektopik
dapat dilakukan melalui:
19
1) Setelah di diagnosis (sesuai kewenangan bidan) lakukan rujukan ke
pelayanan yang memiliki fasilitas penanganan KET.
2) Observasi keadaan umum dan kesadaran penderita
3) Stabilisasi keadaan umum penderita. Restorasi cairan tubuh dengan
cairan kristaloid NaCl 0,9% atau Ringer Laktat (500 mL dalam 15 menit
pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama.
a) Penangan Awal
1) Jika fasilitas memungkinkan segera lakukan uji silang darah dan
persiapan laparotomi
2) Jika fasilitas tidak memungkinkan, segera rujuk ke fasilitas lebih
lengkap dengan memperhatikan hal-hal yang diuraikan pada bagian
penilaian awal
b) Penanganan lanjut
1) Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling dan nasehat
mengenai prognosis kesuburannya. Mengingat meningkatnya resiko
akan kehamilan ektopik selanjutnya, konseling metode kontrasepsi.
2) Bila anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 600 mg/hari
peroral selama 2 minggu
3) Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
20
paling sering terjadi adalah ketika sel telur yang tidak mengandung
informasi genetik kemudian dibuahi oleh sperma. Selain itu, bisa juga
terjadi ketika sel telur normal dibuahi oleh dua sel sperma. Adapun
faktor yang memicu masalah kehamilan mola ini belum diketahui
dengan pasti, tetapi ada beberapa faktor yang berkemungkinan menjadi
penyebab terjadinya kehamilan mola, diantaranya seperti :
1) Sel telur yang secara patologi sudah mati, tetapi terlambat untuk
dikeluarkan
2) Adanya imunoseletif dari trofoblas.
3) Status sosial ekonomi yang rendah.
4) Paritas yang tinggi.
5) Defisiensi protein.
6) Adanya infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
21
5) Mengalami anemia.
6) Kondisi tiroid yang terlalu aktif (hipertiroidisme).
22
Kehamilan mola komplet memiliki insiden sekuele ganas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan mola parsial. Pada sebagian besar
penelitian, 15 sampai 20 persen mola komplet memperlihatkan tanda-
tanda penyakit trofoblastik persisten (Kerkmejjer dkk., 2006; Soper,
2006).
Gambar 3.10 Gelembung mola (sejumlah vili chorialis memiliki panjang sekitar
3cm)
Sumber : slideshare.net
23
3 dari 270 kehamilan mola yang dipelajari oleh Niemann dkk (2006)
yang merupakan tetraploid. Janin nonviable pada moht parssal triploid
biasanya mengalami malformasi multipel (Philipp dkk. 2004). Dalam
ulasan oleh Jauniaux (1999), 82 persen janin mengalami hambatan
pertumbuhan simetris.
Risiko penyakit trofoblastik persisten setelah mola parsial jauh lebih
rendah daripada setelah kehamilan mola konplet. Selain itu, penyakit
persisten jarang merupakan koriokatsinoma. Seckl dkk. (2000) mencatat
hanya 3 dari 3000 mola parsial yang mengalami penyulit
koriokarsinoma. Growdon dkk. (2006) menemukan bahwa kadan B-hCG
pascaevakuasi yang lebih tinggi berkorelasi dengan peningkatan risiko
penyakit yang persisten. Secara spesifk kadar> 200 mlU/mL pada
minggu ketiga sampai kedelapan pascaevakuasi dilaporkan berkaitan
dengan risiko penyakit persisten setidaknya 35 persen.
24
Preeklampsia
Gambaran Villi membengkak Villus membengkak
menyeluruh, tidak ada sebagian dengan
tanda fetus cord, atau adanya fetus cord,
membrane amnion dan/atau membrane
amnion
Histologi Adanya tanda hyperplasia Sedikit hyperplasia sel
sel trofoblas, dikaitkan trofoblas dengan
dengan atypia. Tidak ada atypia jarang. Ada
pembuluh darah fetus. pembuluh darah fetus.
Sitogenetik 46,XX 69,XXY or 69,XXX
(biandrogenetic:semua (triploidy)
paternal )
PGTD Berkisar 20 % 5%
Choriocarcinoma 2 sampai 3% Tidak
Katiotipe Biasanya 69,XXX atau 46,XX atau 46,XY
69,XXY
Patologi
Mudigah janin Sering ada Tidak ada
Amnion, sel darah Sering ada Tidak ada
merah janin Bervariasi, fokal Difus
Edema vilus Berfariasi, fokal, ringan Bervariasi, ringan
Proliferasi trofoblastik sampai sedang sampai berat
Gambaran klinis
Diagnosis Missed abortion Gestasi mola
Ukuran uterus Kecil untuk usia kehamilan 50% besar untuk usia
Kista teka-lutein Jarang kehamilan
Penyulit medis Jarang 25-30%
Penyakit trofoblastik 1-5% Sering
persisten 15-20%
d. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa menurut Cunningham et al. (2006),
tidak diketahui, faktor-faktor yang dapat menyebabkan antara lain:
1) Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati,
tetapi terlambat dikeluarkan
2) Imunoselektif dari trophoblast
3) Keadaan sosioekonomi yang rendah
4) Paritas tinggi
5) Kekurangan protein
25
6) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
26
3) Jika tes kehamilan dengan urin yang belum memberi hasil
negatif setelah 8 minggu atau menjadi positif kembali dalam
satu tahun pertama, rujuk ke rumah sakit rujukan tersier untuk
pemantauan dan penanganan lebih lanjut
27
osmotik mungkin menolong. Serviks kemudian diperbesar lebih lanjut
agar kuret hisap 10 sampai 12 min dapat masuk. Setelah sebagian
besar jaringan mola dikeluarkan maka pasien diberi oksitosin.
c) Metode Lain Pengakhiran Kehamilan
Di Amerika Serikat, induksi persalinan atau histerotomi arang
digunakan untuk evakuasi mola. Kedua tindakan in kemungkinan
akan meningkatkan pengeluaran darah dan dapat meningkatkan
insiden penyakit trofoblastik persisten (American College of
Obstetricians and Gynecologists,2004).
d) Histerektomi
Jika pasien tidak lagi ingin hamil, histerektomi mungkin lebih
dianjurkan daripada kurétase isap. Ini merupakan tindakan yang logis
bagi wanita berusia 40 tahun atau lebih, karena paling sedikit
sepertiga dani para wanita ini akan mengalami neoplasia trofoblastik
gestasional persisten. Meskipun histerektomi tidak menghilangkan
kemungkinan ini, tetapi tindakan ini telah sangat mengurangi
kenungkinan timbulnya neoplasia trofoblastik gestasional persisten
(Soper, 2006). Yang terakhir, histerektomi adalah terapi adjuvan
penting bagi tumor yang kemoresisten (Doumplis dkk., 2007; Lurain
dkk., 2008). Setelah miometrium berkontraksi, biasanya dilakukan
kuretase yang menyeluruh tetapi lembut dengan kuret yang besar dan
tajam. Kami menemukan bahwa sonografi intraoperasi membantu
memastikan bahwa rongga uterus telah dikosongkan.
28
bayi dilahirkan secara normal, karena risiko perdarahan sangat
hebat.
2) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian
ostium uteri internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat
besar, dan biasanya janin tetap tidak dilahirkan secara normal.
3) Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada
pada pinggir ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang
menutupi jalan lahir. Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi
risiko perdarahan tetap besar.
4) Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga
dangerous placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak
lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2
cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada
namun tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal asal
tetap berhati-hati.
29
6) Riwayat abortus
7) Defek vaskularisasi pada desidua
8) Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar,
eriblastosis fetalis
9) Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada
kehamilan sebelumnya
10) Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok
atau pemakai kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan
dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terutama
terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari).
30
1. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti dengan atau tanpa pengobatan
tokolitik
2. Belum ada tanda inpartu
3. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas
normal)
4. Janin masih hidup dan kondisi janin baik
b) Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis.
c) Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak
plasenta.
d) Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
1. MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam,
atau
2. Nifedipin 3 x 20 mg/hari Pemberian tokolitik
dikombinasikan dengan betamethason 12 mg IV dosis
tunggal untuk pematangan paru janin
e) Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat
per oral 60 mg selama 1 bulan.
f) Pastikan tersedianya sarana transfusi.
g) Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37
minggu masih lama, ibu dapat dirawat jalan dengan pesan
segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.
3) Terapi Aktif
a) Rencanakan terminasi kehamilan jika:
1. Usia kehamilan cukup bulan
2. Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang
mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya
anensefali)
3. Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan
terapi aktif tanpa memandang usia kehamilan
b) Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat
sedikit, dan presentasi kepala, maka dapat dilakukan
pemecahan selaput ketuban dan persalinan pervaginam
masih dimungkinkan. Jika tidak, lahirkan dengan seksio
sesarea
c) Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan
terjadi perdarahan dari tempat plasenta:
a) Jahit lokasi perdarahan dengan benang
31
b) Pasang infus oksitosin 10 unitin 500 ml cairan IV (NaCl
0,9% atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 60
tetes/menit
c) Jika perdarahan terjadi pascasalin, segera lakukan
penanganan yang sesuai, seperti ligasi arteri dan
histerektomi
32
plasenta meningkat pada perempuan dengan paritas tinggi. Ras
atau etnisitas mempengaruhi pada terjadinya solusio plasenta.
Diantara 170.000 pelahiran yang dilaporkan oleh (Pritchard dkk,
1991) dari Parkland Hospital, solusio plasenta lebih lazim terjadi
pada perempuan Afrika Amerika dan Kaukasia (1 dalam 200)
dibandingkan perempuan Asia (1 dalam 300) atau perempuan
Amerika Latin (1 dalam 450). Sedangkan untuk faktor keluarga,
jika seorang perempuan sudah pernah mengalami solusio berat,
risiko untuk saudara perempuannya akan meningkat dua kali
lipat dan resiko yang dapat diwariskan diperirakan sebesar 16
persen.
2) Hipertensi
Dalam laporan Parkland Hospital mengenai 408 perempuan
yang mengalami solusio plasenta dan keguguran, hipertensi
ditemukan pada kurang lebih separuh perempuan setelah
kompartemen intravascular yang sebelumnya dipulihakan
(Pritchard dkk, 1991). Disisi lain, menurut (Annanth dkk, 2007)
peningkatan insiden solusio plasenta sebesar 2,4 kali lipat pada
hipertensi kronis dan peningkatan ini bahkan lebih tinggi lagi jika
disertai preeklampsia atau retriksi pertumbuhan janin.
(Zetterstrom dkk,2005) melaporkan peningkatan insiden solusio
plasenta sebesar 2 kali lipat pada perempuan dengan hipertensi
kronis dibandingkan dengan perempuan normotensif dengan
insiden 1,1, persen versus 0,5 persen. Namun keparahan
hipertensi tidak selalu berbhubungan dengan insiden solusio
plasenta menurut pengamatan (Witlin dkk, 1999 dan Zetterstrom
dkk,2005). Tetapi Magpic Trial Collaboration Group, 2002
memberikan gambaraan bahwa perempuan dengan hipertensi
yang memiliki resiko solusio plasenta akan lebih rendh jika
diterapi dengan magnesium sulfat.
3) Ketuban Pecah Dini dan Pelahiran Kurang Bulan
Major dkk, 1995 melaporkan bahwa insiden solusio plasenta
terjadi pada 5 persen diantara 756 perempuan dnegan ketuban
pecah antara minggu 20 dan minggu 36. Selain itu data survey
dari National Maternal and Infant Helath pada survey tahun 1998
melaporkan bahwa peningkatan kejadian solusio plasenta 3 kali
lipat pada kasus ketuban pecah dini dan mengajukan gagasan
bahwa peradangan dan infeksi mungkin merupakan sebab
33
utama dari solusi plasenta.
4) Merokok
Annath dkk, 1999 menemukan bahwa peningkatan resiko
solusio plasenta terjadi dua kali lipat pada perokok. Resiko ini
bertambah menjadi lima hingag adelapan akli lipat jika perokok
tersebut mengalami hipertensi kronis, peeklampsia berat atau
keduanya. Hal tersebut diperkuat dengan data temuan yang
sama dari Mortensen (2001), Hogberg (2007), Kamisky dkk
(2007).
5) Kokain
Perempuan pengguna kokain memiliki resiko lebh tinggi
untuk mengalami solusio plasenta (Bingol dkk, 1987)
dikarenakan ditemukannya kasus 50 perempuan yang
menyalahgunakan kokain selama kehamilan ditemukan 8 kasus
lahir mati akibat solusio plasenta. Kemudian hal ini diperkuat
dengan pernyataan (Addis dkk,2001) yang melaporkan bahwa
solusio plasenta lebih lazim pada perempuan yang
menggunakan kokain dibandingkan yang bukan merupakan
pengguna.
6) Trombofilia
7) Solusio Traumatik
Pada beberapa kasus trauma akibat kecelakaan eksternal
seperti kecelakaan berekndara dapat terjadi pemisahan
plasenta. Kettel (1998) dan (Stafford dkk, 1998) telah
menekankan secara tepat bahwa solusio dapat disebabkan oleh
trauma yang relative ringan.
8) Leiomioma
Tumor ini merupakan tumor yang terletak di belakang
tempat implantasi plasenta dan merupakan predisposisi
terjadinya kasusu solusio plasenta.Rice dkk, 1989 melaporkan
bahwa 8 dari 14 perepuan dengan leiomomioma retroplasenta
mengelamai solusio plasenta dan 4 perempuan melehirkan janin
lahir mati.
9) Solusio Berulang
Menurut Pritchard dkk, 1970 seorang perempuan yang
mengalami solusio plasenta khususnya yang mengakibatkan
kematian janin memiliki angka rekurensi sebesar 12 persen
pada kehamilan berikutnya. Bagi perempuan yang telah
mengalami yang telah mengalami dua kali solusio plasenta
34
berat, risiko menjadi 50 kali lipat untuk mengalami solusio
ketiga. Tatalaksana kehamilan setelah terjadinya solusio
merupakan hal yang sulit karena mendadak dapat terjadi solusio
berikutnya bahkan pada kehamilan yang masih jauh dari aterm.
b. Patologi
Solusio plasenta dimulai dengan perdarahan ke dalam
desidua basalis. Desidua kemudian memisah meninggalkan
lapisan tipis yang melekat ke myometrium. Karena itu, proses
dalam tahap paling awal terdiri atas pembentukan hematoma
desidua yang menyebabkan pemisahan, kompresi dan akhirnya
penghancuran plasenta yang berada di dekatnya. Selain itu
ditemukan bukti histologis peradagan lebih banyak terlihat pada
kasus solusio plasenta dibandingkan pada control normal (Nath
dkk, 2007). Pad kondisi tertentu, arteria spiralis desidua pecah
dan menimbukkan hematoma retroplasenta yang saat bertambah
besar, merusak lebih banyak lagi pembuluh darah sehingga lebih
banyak plasenta yang terpisah. Daerah terpisahnya plasenta
dengan cepat meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena uterus
masih membesar akibat produk konsepsi, uterus tidak mampu
berkontraksi secara adekuat untuk menekan pembuluh darah
yang robek yang mendarahi lokasi plasenta. Darah keluar dapat
menyebabkan diseksi mebran dari dinding uterus dan akhirnya
tampak dari luar atau dapat tertahan sepenuhnya dalam uterus.
c. Tatalaksana
1) Tokolisis
Sholl (1987) dan Combs dkk (1992) menyediakan data yang
menunjukkan bahwa tokolisis memperbaikikeluaran pada salah
satu kelompok terpilih dengan kehamilan kurang bulan yang
dipersulit dengan solusio plasenta parsial. Pada penelitian
penunjang lainnya, Towers dkk (1999) memberikan magnesium
sulfat, tebutalin atau keduanya pada 95 diantara 131 perempuan
dengan solusio plasenta yang didiagnoda sebelum 36 minggu
menghasilkan angka kematian perinatal sebesar 5 persen pada
perempuan dalam kelompok ini tidak berbeda dari kelompok
yang tidak mendapat perlakuan. Sehingga penelitian klisnis
secar ateracak dapat dilakukan dengan amannamun dari
penelitian tersebut memandang bahwa solusio palsenta secara
35
klinis harus diaggap sebagai kontraindikasi pada terapi toksolitik.
2) Pelahiran Caesar
Kayani dkk, 2003 meneliti hubungan antara kecepatan
pelahiran dan keluaran neonatal pada 33 kehamilan tunggal
yang dipersulit oleh solusio plasenta yang nyata secara klinis
dan bradikardia janin. Diantara 22 neonatus hidup tidka
mengalami kelainana neurologis, 15 dilahirkan dalam waktu 20
menit sejak adanya keputusan untuk dilakkannya tindakan
bedah.
3) Pelahiran Per Vagina
Hemostasis pada lokasi implantasi plasenta bergantung
pada kontraksi myometrium, dengan demikian pada pelahiran
per vagina, stimulasi myometrium secara farmakologis dan
pemijatan uterus akan menekan dan menutup pembuluh daraha
ditempat plasenta sehingga perdarahan berat dapat dihindarkan
meskipun mungkin terdapat defek koagulasi. Tetapi
pengecualian untuk pelahiran per vagina mencakup perdarahan
yang sedemikian hebat sehingga tidak dapat ditta laksana
dengan baik, bahkan dengan penggantian darah secara agresif
sekalipun atau terdapat penyulit obsetri lain yang mencegah
pelahiran per vagina
4) Persalinan
Pada solusio plasenta yang luas, uterus kemungkinan
berada dalam kondisii hipertonik persisten. Tekanan intraamnion
baseline dapat mencapai 50 mm Hg ataua lebih dengan
peningkatan ritmis hingga 75-100 mm Hg. Akibat hipertonis
persisten terkadang sulit untuk menentukan melalui palpasi
apakah uterus berkontraksi dan berelaksasi
5) Amniotomi
Amniotomi dilakukan guna mengurangi volume cairan
amnion yang dapat memperbaiki kompresi arteri spiralis dan
berperan untuk mengurangi perdarahan dari tempat imlantasi
sekaligus menurunkan aliran tromboplastin kedalam sirkulasi
ibu.
6) Oksitosin
Meskipun kondisi hypertonus baseline menggambarkan
fungsi pada sebagian besar kasus solusio plasenta berat, jika
tidak disertai kontraksi ritmis uterus dan sebelumnya
tidakpernah dilakukan tindakan bedah pada uterus, diberikan
36
oksitosin dalam dosis standar. Perangsanagn uterus untuk
memacu pelahiran ver vagina biasanya terbukti memiliki
manfaaf yangmelebihi risikonya. Penggunaan oksitosin dapat
memicu masuknya tromboplastin kedalam sirkulasi ibu sehingga
memulai atau mempercepat koagulopati konsumtif atau sindrom
embolisme cairan amnion.
37
terjadi gawat
janin
38
jantung janin
Gemelli Uterus
tegang dan
nyeri
Defisiensi Gizi
39
atau defek pada uterus yang terjadi sebelum atau selama kehamilan.
40
Ruptur uteri yang terjadi karena adanya locus minoris pada
dinding uterus sebagai akibat adanya jaringan parut bekas operasi
pada uterus sebelumnya, enukleasi mioma atau miomektomi,
histerektomi, histerotomi, histerorafi dan lain-lain. Seksio sesarea
klasik empat kali lebih sering menimbulkan ruptur uteri daripada
parut bekas seksio Sesaria profunda, Hal ini disebakan oleh
karena luka pada segmen bawah uterus yang merupakan daerah
uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan
lebih baik, sehingga parut lebih kuat.
Ruptur uteri pada bekas seksio sesaria biasanya terjadi tanpa
banyak menimbulkan gejala, hal ini terjadi karena tidak terjadi
robekan secara mendadak melainkan terjadi perlahan-lahan pada
sekitar bekas luka. Daerah disekitar bekas luka lambat laun makin
menipis sehingga akhirnya benar-benar terpisah dan terjadilah
ruptur uteri. Robekan pada bekas sayatan lebih mudah terjadi
karena tepi sayatan sebelah dalam tidak berdekatan, terbentuknya
hematom pada tepi sayatan, dan adanya faktor lain yang
menghambat proses penyembuhan Pada penegakkan diagnosis
didapatkan
1) Anamnesis
a) Adanya riwayat partus yang lama atau macet
b) Adanya riwayat partus dengan manipulasi oleh penolong
c) Adanya riwayat multiparitas
d) Adanya riwayat operasi pada uterus (misalnya seksio
sesarea enukleasi mioma atau miomektomi, histerektomi
histeritomi dan histerorafi)
41
a) Nyeri tekan abdominal
b) Perdarahan per vaginam
c) Kontraksi uterus biasanya akan hilang
d) Pada palpasi bagian janin mudah diraba di bawah
dinding perut ibu atau janin teraba di samping uterus
e) Di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar
kepala bayi
f) Denyut Jantung Janin (DJJ) biasanya negatif (bayi sudah
meninggal)
g) Terdapat tanda-tanda cairan bebas
h) Jika kejadian ruptur uteri telah lama, maka akan timbul
gejala-gejala meteorismus dan defans muskular yang
menguat sehingga sulit untuk meraba bagian-bagian
janin.
4) Pemeriksaan Dalam
Pada ruptur uteri komplit:
a) Perdarahan pervaginam disertai perdarahan intra
abdomen sehingga didapatkan tanda cairan bebas dalam
abdomen
b) Pada pemeriksaan pervaginal bagian bawah janin tidak
teraba lagi atau teraba tinggi dalam jalan lahir, selain itu
kepala atau bagian terbawah janin dengan mudah dapat
didorong ke atas hal ini terjadi akrena seringkali seluruh
atau sebagian janin masuk ke dalam rongga perut
melalui robekan pada uterus
c) Meraba robekan pada dinding rahim dan jika jari tangan
dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba omentum,
usus, dan bagian janin
d) Pada kateterisasi didapat urin berdarah
Pada ruptur uteri inkomplit:
a) Perdarahan biasanya tidak terlalu banyak, darah
berkumpul di bawah peritoneum atau mengalir keluar
melalui vagina
b) Janin umumnya tetap berada dalam uterus
c) Pada kateterisası didapat urin berdarah.
42
2) Mulia pemberian dua jalur cairan intravena dengan
intrakateter nomor 16; satu untuk larutan elektrolit (RL) dan
jalur lain untuk transfuse darah (pertahankan jalur infus
terbuka dengan salin normal sampai darah didapat)
3) Memberitahukan kebutuhan akan transfuse darah dan
perkirakan jumlah unit darah yang diperlukan serta
kemungkinan kebutuhan plasma beku segar
4) Buat semua persiapan untuk pembedahan abdomen agar
segera dilakukan (laparotomi atau kemungkinan besar
histerektomi.
43
2.1 ALGORITMA DAN DIAGRAM PENANGANAN PERDARAHAN
2.2.1. Bagan Macam-Macam Perdarahan
44
2.2.2. Bagan Penatalaksanaan Abortus
45
2.2.4. Bagan Penatalaksanaan Plesenta Previa
46
2.2.6. Penatalaksanaan Solusio Plasenta
47
2.2.7 Algoritma Penanganan Awalan Keluar Darah Pervaginam Pada Kehamilan
Lanjut
48
2.2.8 Bagan Penatalaksanaan Mola Hydatidosa
49
2.2.9 Bagan Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
50
2.2 KASUS PERDARAHAN HAMIL MUDA DAN LANJUT
TINJAUAN KASUS
Keluhan Utama
Adanya perdarahan pervaginam (flek-flek kecoklatan) yang disertai dengan
gelembung-gelembung seperti anggur sejak tanggal 21 Maret 2021 Pukul 10.00
WIB. Selain itu, pasien merasakan mual dan muntah yang hebat serta merasa
pusing.
51
c) Gerakan Janin : belum terasa
d) Vitamin/jamuyang dikonsumsi : Ibu mengatakan tidak mengkonsumsi vitamin
maupun jamu
e) Keluhan-keluhan pada
Trimester I : mual, pusing
f) Penyuluhan yang pernah didapat : Ibu mengatakan pernah mendapatkan
penyuluhan tentang tablet Fe dan gizi ibu hamil saat kehamilan pertama
g) ANC : 1 kali di puskesmas, usia kehamilan 10 minggu
h) Imunisasi TT : Imunisasi TT sudah lengkap
i) Kekhawatiran khusus : Ibu mengatakan merasa cemas dengan keadaannya
2 Hamil sekarang
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sistemik: Tidak memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal, asma,
TBC, hepatitis, DM, hipertensi, epilepsi, dan penyakit lain seperti HIV/AIDS
Riwayat penyakit keluarga : Dari keluarganya maupun dari keluarga suaminya
tidak ada yang memiliki riwayat penyakit menurun seperti DM, jantung, hipertensi,
epilepsi, maupun penyakit menular seperti hepatitis, TBC dan HIV/AIDS.
Riwayat Kontrasepsi
Pernah menggunakan KB suntik 3 bulan dan tidak ada keluhan
Pola kebiasaan
1) Nutrisi
Selama hamil ibu mengalami kesulitan makan karena merasa mual dan
sering muntah. Ibu jarang mengkonsumsi daging-dagingan. Minum : air
putih 6-8 gelas dan teh manis hangat 2 gelas sehari.
2) Eliminasi
Selama hamil : Ibu mengatakan BAB 1 hari sekali, konsistensi lunak. BAK
4-5x warna kuning jernih.
.
52
3) Istirahat dan Aktivitas
bu tidur 7-8 jam pada malam hari, dan 1 jam pada siang hari. Ibu
melakukan pekerjaan rumah tangga sendiri, tidak dibantu oleh suami
maupun mertua.
4) Psikososial budaya
a) Perasaan menghadapi kehamilan ini :
Ibu mengatakan merasa cemas dengan kehamilan ini.
b) Kehamilan ini direncanakan/tidak :
Ibu mengatakan kehamilan ini direncanakan.
c) Dukungan keluarga terhadap kehamilan ini :
Ibu mengatakan keluarganya senang dan mendukung kehamilannya.
d) Penggunaan obat-obatan, jamu / rokok :
Ibu mengatakan hanya mengkonsumsi obat dari bidan, ibu dan suami
tidak merokok.
Pemeriksaan Sistematis
1) Muka : tidak oedema, tidak pucat, tidak terdapat cloasma gravida
2) Mata tidak oedema, konjungtiva merah muda. sklera putih
3) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid maupun limfe.
4) Payudara : Simetris, putting susu menonjol, tidak ada nyeri tekan dan tidak
terdapat massa
5) Abdomen : lebih besar dari usia kehamilan
6) Ekstremitas : Tidak oedema
7) Genetalia : Tidak terdapat varices. Terdapat pengeluaran flek-flek darah
kecoklatan dan cairan seperti anggur
Pemeriksaan Penunjang
53
a) Pemeriksaan Laboratorium :
Hb : 9 gr%
Gol. Darah : O+
Protein urine: + (positif 1)
b) Pemeriksaan penunjang lain :
USG kolaborasi dengan dokter terdapat gambaran badai salju, tidak
terlihatnya janin
ASSESMENT
Diagnosa Kebidanan:
G2P1A0 umur kehamilan 11 minggu dengan mola hidatidosa.
Masalah: kecemasan
PENATALAKSANAAN
1. Memberikan informasi pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan
ibu, bahwa KU : baik, TD : 140/90 mmHg, N : 81 x/menit, R : 22 x/menit,
S : 36,6 ºC, PPV : terdapat flek-flek darah kecoklatan.
2. Memberikan informasi pada ibu dan keluarga tentang keadaan kehamilan
ibu bahwa berdasar hasil pemeriksaan, ibu mengalami kehamilan mola
hidatidosa atau disebut dengan hamil anggur, di dalam rahim ibu tidak
terdapat janin, sehingga harus segera di akhiri dengan kuretase.
3. Memberikan dukungan psikologis dan support mental kepada ibu atas rasa
cemas, sedih dan kehilangan yang dialami dengan menenangkan hati ibu
dan memberi kata-kata penyemangat dengan melibatkan suami atau
keluarga.
4. Beri infus NaCl 0.9% atau RL preventif terhadap perdarahan hebat
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap untuk dilakukan evakuasi jaringan
mola
54
Study Kasus Plasenta Previa
Ny N datang pada tanggal 25 Maret 2021 pukul 15.00 WIB ke PMB Bidan Ani
diantar oleh suaminya dengan keluhan merasa cemas terhadap kehamilannya
dikarenakan keluar darah segar dari jalan lahir yang semakin deras dan cepat
A. Data Subjektif
Identitas Pasien
Nama : Ny N
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl Padjajaran No 23
Keluhan utama :
Ibu merasa cemas terhadap kehamilannya dikarenakan keluar darah segar dari
jalan lahir yang semakin deras dan cepat sejak 2 jam yang lalu meskipun tidak
terasa nyeri, namun sebelumnya ibu pernah mengalami perdarahan sebanyak 3
kali pada dua hari sebelumnya namun tidak ditangani dan dianggap sebagai hal
yang normal dikarenakan volume darah yang keluar sedikit.
Riwayat menstruasi
55
f) Sifat darah : Cair, pengeluaran darah sedang
Hamil sekarang
Riwayat penyakit
Riwayat operasi :
Ibu mengatakan pernah melakukan operasi seksio caesar saat melahirkan anak
pertamanya.
Riwayat Perkawinan
Ibu mengatakan menggunakan alat kontrasepsi IUD selama kurang lebih 9 tahun
kemudian hamil anak kedua
56
B. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)
1) Status generalis
a) Keadaan Umum : Lemas
b) Kesadaran : Somnolen
TTV : TD : 130/90 mmHg S : 35,6ºC N : 76 x/ menit R : 18
x/ menit
c) TB : 160 cm
d) BB sebelum hamil : 55kg
e) BB setelah hamil : 47 kg
1. Muka
Terdapat oedema, pucat
2. Mata
a. Conjungtiva : pucat
b. Sklera : tidak akterus
3. Leher
a. Kelenjar Gondok : tidak ada kelenjar gondok
b. Tumor : tidak teraba benjolan
c. Pembesaran Kelenjar Limfe : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
4. Mammae
a. Membesar : membesar sesuai umur kehamilan
b. Tumor : tidak teraba benjolan
c. Simetris : simetris kanan kiri
d. Areola : hiperpigmentasi
e. Putting susu : menonjol
f. Kolostrum : terdapat kolostrum
5. Ektremitas
a. Varices : terdapat varices
6. Abdomen
57
d. Pergerakan janin : 2x/jam
e. DJJ : 130x/menit
7. Genitalia
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 9 gr%
Protein Urine :+
Assasment
Penatalaksanaan
c. Melakukan informed consent kepada ibu dan keluarga untuk segera dirujuk
e. Melakukan rujukan ke RS
58
.SURAT RUJUKAN
No. 151/BLH Bandung, 25 Maret 2021
Yth. Dokter Ahli Obstetri dan Ginekologi
RS : RS Santosa
Mohon pemeriksaan/penanganan lebih lanjut terhadap penderita
Nama Pasien : Ny N
Hub Keluarga : Istri Umur : 32 tahun Jenis Kelamin :
Perempuan
Alamat Rumah : Jl Padjajaran No 23
Anamnesa : Perdarahan berupa darah segar yang mengalir deras tanpa
nyeri disertai riwayat persalinan plasenta previa
Pemeriksaan Fisik :
a) Keadaan Umum : Lemas
b) Kesadaran : Somnolen
c) TD : 130/90 mmHg S : 35,6ºC N : 76 x/ menit R : 18 x/menit.
d) Muka terdapat oedema, pucat
k) Hb : 9 gr%
l) Protein Urine :+
Penatalaksaan :
Salam Sejawat
59
BAB III
PEMBAHASAN
60
Izin bertanya kepada kelompok. Penyebab dari abortus salah
satunya adalah adanya penyebab dari janin yakni janin yang
memiliki kelainan bawaan tersendiri. Kelainan bawaan pada janin
seperti apakah yang bisa menyebabkan abortus? dan apakah
setiap janin yang memiliki bawaan kelainan bisa menyebabkan
abortus?
7. Auzura Qatrunnida
Bagaimana tata laksana setelah pelahiran plasenta pada
kasus plasenta previa?
8. Siti Hafsah
Apakah asuhan bidan saat mengetahui ibu mengalami
kehamilan ektopik?
9. Sindy Oktaviani Iskandar
Mengapa kebiasaan merokok bisa menjadi salah satu
penyebab terjadinya solusio plasenta?
10. Siti Nisa
Dalam ppt ada membahas sedikit tentang abortus tuba yang
merupakan salah satu patofisiologi terjadinya KET, apakah
kasus abortus tuba ini hanya terjadi ketika adanya kehamilan
ektopik atau bila saat hamil biasa bisa kemungkinan terjadi?
Lalu bagaimana mengetahui bahwa abortus yang terjadi
adalah abortus janin atau abortus tuba?
11. Risnawati
Untuk kehamilan ektopik itu ada penanganan bidan
memberikan konseling dan nasehat mengenai prognosis
kesuburan ibu. bagaimana cara bidan mengedukasi ibu yg
tidak menerima kenyataan dan malah menyalahkan diri nya
yg salah sebagai penyebab kematian janinnya?
12. Putri Valeri
Pada kehamilan muda itu kan ada aborsi, KET, dan
molahidatidosaketiga tersebut sama sama mengalami
perdarahan. Bagaimana cara kita agar lebih mudah
membedakan perdarahan yang satu dengan yang lain antar
ketiga tersebut. Apa yg membedakannya?
61
Pada faktor keluarga, mengapa jika seorang perempuan
sudah pernah mengalami solusio berat, risiko untuk saudara
perempuannya akan meningkat dua kali lipat dan resiko yang
dapat diwariskan diperkirakan sebesar 16 persen.
62
ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menjaga
keguguran, yaitu:
a. Menerapkan pola makan sehat dengan gizi seimbang,
terutama meningkatkan konsumsi makanan yang
mengandung serat.
b. Menjaga berat badan normal.
c. Tidak merokok, tidak mengonsumsi minuman beralkohol,
dan tidak menyalahgunakan NAPZA.
d. Menerima vaksin sesuai anjuran dokter untuk mencegah
penyakit infeksi.
e. Menangani penyebab keguguran yang sudah terdeteksi,
misalnya suntik obat pengencer darah bila mengalami
sindrom antifosfolipid
63
penelitian tidak ditemukan efek samping yang lebih besar jika
interval antar kehamilan lebih pendek.
64
untuk mola usahakan untuk cek ke dokter dan cek bagian
genetika dan endokrinologi.
4. Syifa Nurul Fadilla
Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya abortus inkomplit
adalah sebagai berikut:
a. Faktor fetal Abortus pada usia kehamilan awal pada
umumnya disebabkan oleh abnormalitas zigot, atau
plasenta.
b. Faktor maternal - Kelainan anatomi uterus Adanya
kelainan anatomi uterus seperti Leiomyoma yang besar
dan multipel atau adanya sinekia uterus (Ashermann
Syndrome) dapat meningkatkan risiko abortus - Penyakit
metabolik Abortus sering dihubungkan dengan adanya
penyakit metabolik pada ibu seperti tuberkulosis, Diabetes
Mellitus, Hipotiroidisme, dan anemia. - Faktor Imunologi -
Trauma fisik
c. Faktor paternal Tidak banyak yang diketahui tentang faktor
paternal (ayah) dalam terjadinya abortus spontan. yang
jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat
menyebabkan abortus.
65
abortus.. Obesitas, merokok, penggunaan alkohol, dan
penggunaan kafein mungkin terkait dengan abortus. Merokok
memiliki efek buruk pada fungsi trofoblas dan terkait dengan
peningkatan risiko abortus. Modifikasi gaya hidup dan
pengurangan stres harus diterapkan dengan gaya hidup yang
lebih sehat, bebas dari rokok, alkohol, obatobatan terlarang, dan
stres. Hal ini dapat secara signifikan meningkatkan peluang
kesuksesan kehamilan (Jeve dan Davies, 2014).
66
degenerasi atau tidak mengandung mudigah blighted ovum.Pada
50 sampai 60 persen mudigah dan janin dini yang mengalami
abortus spontan, kelainan jumlah kromosom merupakan
penyebab utama . Kelainan kromosom menjadi lebih jarang
dijumpai seiring dengan kemajuan kehamilan dan ditenukan pada
sekitar sepertiga kematian trimester kedua, tetapi hanya 5 persen
dari lahir mati trimester ketiga.
Jika ibu datang dengan kondisi perdarahan tanpa rasa nyeri maka
bidan dilarang melakukan pemeriksaan VT sampai posisi plasenta
diketahui dengan pasti
67
d. Setelah perdarahan terhenti bidan dapat mengkonseling
dan menganjurkan pada ibu untuk istirahat tirah baring
serta selama perawatan observasi serviks harus
diistirahatkan dengan cara tidak boleh ada benda yang
dimasukan pada serviks supaya tidak memperburuk
kondisi perdarahan. Tentunya hal lain yang perlu
diperhatikan juga jika mendapatkan kasus ini bidan juga
perlu berkolaborasi dengan dokter guna melakukan USG
untuk mengetahui posisi plasenta apakah menutupi os
serviks atau tidak. Jika plasenta previa nya komplet maka
tidak bisa dilakukan persalinan pervaginam, melainkan
harus sc sedangkan untuk plasenta previa parsial atau
marginal memiliki kemungkinan untuk persalinan secara
pervaginam tetapi harus dalam pengawasan dokter.
Sedangkan untuk kala III boleh dilakukan manual plasenta
terkecuali pada plasenta previa komplet. Disamping itu,
bagi ibu yang mengalami plasenta previa komplet, Bidan
juga perlu memberikan dukungan pada ibu post SC dan
konseling perawatan luka post SC, konseling hal yang
boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan ibu saat setelah
SC
9. Thasya Vinny Siti Yuniarsyah
a. Menjelaskan pada dan keluarga tentang kondisi ibu saat
ini, bahwa ketika dilakukan pemeriksaan Leopold uterus
teraba bulat lebar tetapi tidak teraba balotemen.
b. Jelaskan pada ibu bahwa kehamilan ibu ini adalah
kehamilan di luar rahim, janintumbuh di tuba kehamilan ini
biasanya tidak bertahan berakhir dengan abortus
c. Anjurkan untuk keluarga, agar selalu memberi dukungan
pada kehamilan ibu. Ibu segera memeriksakan
kehamilannya lebih lanjut ke dokter spesialis kandungan
agar ibu dan keluarga lebih jelas dengan tindakan lebih
lanjut untuk kehamilannya
d. Beritahu ibu tentang tindakan laparatomi yaitu
pembedahan di bagian perut dan segera lakukan tindakan
68
laparatomi di rumah sakit oleh dokter untuk menghilangkan
sumber perdarahan.
e. Menganjurkan ibu untuk istirahat. Istirahat tidur 8-9 jam/
hari
f. Melarang ibu untuk melakukan aktivitas yang berat karena
dapat terjadi perdarahan yang berat.
g. Jelaskan pada ibu tentang makan-makanan yang banyak
mengandung gizi yaitu makanan yang mengandung
protein, vitamin, karbohidrat, lemak, mineral. Misalnya
makanan sehari-hari; nasi, sayur, buah-buahan. Sayur
misalnya; wortel, tomat, bayam, katu. Lauk misal; tempe,
tahu, telur, hati, daging. Buah misalnya; jeruk, apel, melon,
pepaya, dan di tambah minum susu.Beritahu ibu agar
makan teratur 3x sehari, dan minum 7-8 gelas / hari
h. Jelaskan pada ibu tentang kelanjutan fungsi reproduksinya
kelenjar fungsi reproduksi ibu hanya 60% dari wanita yang
pernah dapat KET menjadi hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi.
i. Menjelaskan pada ibu tentang resiko kehamilan yang
berulang itu dilaporkan berkisar antara 0-14,6%
kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah 50%.
j. Memberitahu tentang kontrasepsi yang baik digunakan
yaitu dengan menggunakan kondom atau dengan KB
kalender.
69
Menurut Guan et al. (2009), jika paparan nikotin terjadi pada ibu
hamil, maka dapat meningkatkan tekanan darah arteri dan denyut
jantung ibu sehingga dapat mengubah denyut jantung janin,
mengubah aliran darah umbilikal, dan menginduksi hipoksia pada
janin. Selain itu, Timbal dalam asap rokok dapat menghambat
enzim asam δ-aminolevulinat dehidrase (ALAS) dan ferrokelatase
sehingga ALAS tidak dapat mengubah porfobilinogen. Akibatnya,
besi tidak bisa memasuki siklus protoporfirin. Hal ini dapat
menyebabkan ibu hamil mengalami anemia defisiensi besi
sehingga berdampak pula pada gangguan pertumbuhan janin.
Untuk kandungan Radikal bebas juga dapat menyebabkan
terjadinya gangguan pertumbuhan pada janin melalui mekanisme
kerusakan endotel dan gangguan metabolisme folat pada ibu.
Karbon monoksida yang terkandung dalam asap rokok lebih kuat
berikatan dengan hemoglobin dibandingkan oksigen sehingga
dapat menghasilkan carboxyhaemoglobin. Sehingga hal ini
menyebabkan gangguan pada plasenta dari tempat implantasinya
11. Rahma Firda
Patofisiologi kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) didasari oleh
adanya cacat pada proses fisiologis organ reproduksi sehingga
hasil konsepsi melakukan implantasi dan maturasi di luar uterus.
Hal ini paling sering terjadi karena sel telur yang sudah dibuahi
dalam perjalanannya menuju endometrium mengalami hambatan,
sehingga embrio sudah berkembang terlebih dulu sebelum
mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar kavum
uteri. Hal lain yang juga dapat menyebabkan kehamilan ektopik
walaupun jarang terjadi adalah terjadinya pertemuan antara ovum
dan sperma di luar organ reproduksi, sehingga hasil konsepsi
akan berkembang di luar uterus. Apabila kehamilan ektopik terjadi
di tuba, pada proses awal kehamilan dimana hasil konsepsi tidak
bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, ia dapat tumbuh
di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses
seperti pada kehamilan normal. Karena tuba bukan merupakan
suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio, maka
pertumbuhan ini dapat mengalami beberapa kemungkinan, yaitu
70
hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, abortus dalam lumen tuba,
ataupun terjadi ruptur dinding tuba. Cara mengetahui kehamilan
ektopik yaitu Dokter akan melakukan pemeriksaan dengan USG
transvaginal untuk memastikan terjadinya kehamilan ektopik.
Selain membantu dokter kandungan melihat kondisi organ
reproduksi pasien, prosedur ini dapat memastikan lokasi
kehamilan secara akurat. Tes lain yang dapat dilakukan adalah
tes darah, guna mengukur kadar hormon hCG dan progesteron.
Pada kehamilan ektopik, kadar kedua hormon tersebut cenderung
lebih rendah dibandingkan kehamilan normal.
Ulfiyah Khoerunnisa
untuk mengetahui itu abortus janin atau abortus tuba mungkin
dilihat dari ukurannya. Untuk abortus janin bisa memungkinkan
ukurannya lebih besar dibandingkan abortus tuba dikarenakan
karena tidak memungkinkan janin untuk tumbuh di tuba falopii,
kalo embrio tetap dibiarkan di tuba fallopi, dikhawatirkan organ ini
akan pecah dan menyebabkan pendarahan selain itu juga bentuk
tuba fallopi kan kecil kalo hasil konsepsi dibiarkan tumbuh disitu
dikhawatirkan bisa pecah atau ruptur pada awal kehamilan.
71
Bidan tidak langsung memberikan konseling melainkan harus
memahami terlebih kondisi ibu yang berduka, membiarkan ibu
meluapkan emosinya dan perasaan bersalahnya. Bidan harus
empati, ikut merasakan pada situasi kesedihan yang dilami oleh
ibu dan mendengarkan secara aktif apapun yang ibu katakan atau
rasakan. Setelah ibu memiliki emosional yang cukup stabil maka
konseling dapat disampaikan dengan perlahan dan tidak lupa
melakukan evaluasi.
72
Mola Hidatidosa : massa berbentuk rangkaian manggantung
seperti anggur
73
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Beberapa jenis perdarahan yang dapat terjadi pada seorang ibu. Diantaranya
adalah perdarahan hamil muda, perdarahan hamil lanjut, dan perdarahan dalam
persalinan. Namun angka perdarahan dalam persalinan lebih tinggi dibanding
perdarahan pada jenis lainnya. Dan banyak sekali faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi untuk terjadinya perdarahan hamil muda, perdarahan hamil lanjut,
dan perdarahan dalam persalinan. Dan kita juga dapat mengetahui tanda-tanda
atau gejala-gejala terhadap ibu yang terkena perdarahan saat hamil muda, hamil
lanjut, dan saat persalinan. Namun perdarahan-perdarahan tersebut memiliki
manajemen atau penaganannya masing-masing untuk dapat mempertahankan
keselamatan ibu
4.2 Saran
Sebagai mahasiswa kesehatan, khususnya mahasiswa bidan sendiri harus
belajar dan memahami mengenai perdarahan-perdarahan yang dapat
menyebabkan kegawatdaruratan pada ibu, sebagai salah satu cara untuk dapat
menurunkan AKI di Indonesia. Dan agar nanti kedepannya dapat memberikan
penanganan dan dipraktikkan dengan benar.
74
DAFTAR PUSTAKA
75
76
77