Anda di halaman 1dari 25

PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ginekologi


Dosen Pengampu : Bu Sri Wisnu Wardani, SST., M.Keb

Disusun Oleh:
Kelompok 1

Annisa Putri Rahmawati P17324119038


Putri Valeri P17324119039
Rahma Firda P17324119041
Siti Hafsah P17324119052
Thasya Vinny Siti Y P17324119062

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG


JURUSAN D-III KEBIDANAN BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan pertolongan-Nya kepada semua makhluk yang ada di muka bumi ini
dengan segala kekuasaan-Nya. Dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
Makalah dengan judul Pendarahan Uterus Abnormal dengan tepat waktu.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad saw. yang telah menuntun umat manusia dari kebodohan hingga
menuju ilmu pengetahuan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Mengingat keterbatasan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa dalam
penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan
saran sangat penulis harapkan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dan
untuk perbaikan makalah yang akan datang. Semoga makalah ini memberikan
manfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca.

Bandung,03 Maret 2021

Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR............................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................1
1.2 Tujuan.....................................................................................1
1.3 Manfaat...................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................3
2.1 Definisi Pendarahan Uterus Abnormal....................................3
2.2 Patofisiologis Pendarahan Uterus Abnormal ..........................4
2.3 Diagnosa Pendarahan Uterus Abnormal.................................6
2.4 Endometritis............................................................................9
2.5 Penyebab Sistematik Pendarahan Uterus Abnormal............15
2.6 Kelainan Ovulasi...................................................................16
2.7 Pathway/diagram penanganan dari PUA..............................17
2.8 Studi Kasus...........................................................................19

BAB III PEMBAHASAN.....................................................................20


BAB IV PENUTUP.............................................................................21
1. Kesimpulan...........................................................................21
2. Saran.....................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) merupakan penyebab tersering
perdarahan abnormal per vaginam pada masa reproduksi wanita. Sekitar 30%
wanita datang ke pusat pelayanan kesehatan dengan keluhan PUA selama
masa reproduktif. Penyebab terjadinya PUA mencakup spektrum yang luas
dari berbagai penyakit. Klasifikasi utama yang digunakan untuk PUA
berdasarkan FIGO terdapat 9 kategori penyebab yaitu akronim dari “PALM-
COEIN”. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif, dengan menggunakan
data rekam medik pasien dengan PUA. Hasil penelitian memperlihatkan dari
51 kasus dengan PUA didapatkan paling sering pada usia 41-50 tahun
sebanyak 24 kasus (47,06%), dengan usia termuda 14 tahun dan usia tertua
55 tahun. Kasus PUA terbanyak dengan Indeks Massa Tubuh normal, paritas
multipara, dan pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga. Klasifikasi penyebab
dengan PALM-COEIN sebagian besar ialah jenis leiomioma sebanyak 29
kasus (56,86%) dan jenis ovulatory dysfuntion sebanyak 11 kasus (21,57%).
PUA didefinisikan sebagai perdarahan dari korpus uteri meliputi semua
kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Hal ini digambarkan
sebagai kronis kalau itu telah hadir untuk mayoritas 6 bulan sebelumnya, dan
akut jika cukup berat perdarahan memerlukan pengobatan cepat atau
intervensi. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus
haid yang memanjang atau tidak beraturan.
Menstruasi dianggap normal bila perdarahan uterus terjadi setiap 21 – 35
hari dan tidak berlebihan. Durasi normal perdarahan menstruasi adalah anatar
dua dan tujuh hari perdarahan uterus abnormal terjadi ketika baik frekuensi
atau jumlah perdarahan uterus abnormal berbeda dari yang disebutkan diatas.
Penyebab terjadinya perdarahan uterus abnormal dapat ditemukan diberbagai
wanita dan usia, tetapi terkadang muncul pada saat saat tertentu antara lain:
anovulasi (penyebab tersering), defek koagulasi, dan perimenopause
(pemendekan fase proliferasi dan disfungsi korpus luteum).

1.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti mengenai Pendarahan Uterus
Abnormal
2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami Patofisiologis dari
Pendarahan Uterus Abnormal
3. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami Diagnosa
4. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami mengenai Endometritis
5. Agar mahasiswa mengetahui dan memahi penyebab sistematik
Pendarahan Uterus Abnormal
6. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami mengenai Kelainan Ovulasi
pada Pendarahan Uterus Abnormal
1.3Manfaat
1. Manfaat Umum
Manfaat umum makalah ini adalah mempelajari tentang Pendarahan
Uterus Abnormal

2. Manfaat Khusus

1
Manfaat khusus pada makalah ini adalah :
a. Mengetahui definisi dari Pendarahan Uterus Abnormal
b. Mengetahui patofisiologis dari Pendarahan Uterus Abnormal
c. Mengetahui diagnose dari Pendarahan Uterus Abnormal
d. Mengetahui mengenai endometritis
e. Mengetahui apa saja penyebab sistematik dari Pendarahan Uterus
Abnormal
f. Mengetahui mengenai kelainan ovulasi

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pendarahan Uterus Abnormal


Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun
lamanya. Manifestasi klinisnya dapat berupa pendarahan dalam jumlah yang
banyak atau sedikit, dan haid yang memanjang atau tidak beraturan.
Perdarahan Uterus Abnormal merupakan sebab tersering perdarahan
abnormal per vaginam pada masa reproduksi wanita.
Secara klinis PUA bukan merupakan masalah baru lagi karena
penanggulangannya dapat dilakukan menurut gejala yang ditemukan. Dasar
penanggulangannya ialah memperbaiki keadaan umum, menghentikan
perdarahan dan mengembalikan siklus haid menjadi normal. Tetapi selama ini
pengobatan terhadap PUA hanya bersifat simtomatis, sedangkan
sesungguhnya pilihan pengobatan yang rasional ialah yang bersifat kausal dan
berdasar pada patofisiologinya.
Perdarahan pervaginam yang sifatnya tidak normal sering dijumpai.
Perdarahan tersebut dapat berhubungan dengan siklus haid ataupun tidak.
Perdarahan yang didahului oleh haid yang terlambat biasanya disebabkan oleh
abortus, kehamilan mola, atau kehamilan ektopik. Walaupun demikian,
kemungkinan perdarahan karena polip servisis uteri, erosio porsio uteri, dan
karsinoma servisis uteri tidak dapat disingkirkan begitu saja tanpa
pemeriksaan yang teliti. Perdarahan dalam menopause perlu mendapat
perhatian khusus karena gejala ini mempunyai arti klinik yang penting.
PUA pada wanita tidak hamil di usia reproduktif memiliki patologi yang
sangat luas. Terdapat banyak sekali terminologi yang digunakan baik untuk
mendeskripsikan gejala maupun mengenai gangguannya sendiri sehingga
dirasa cukup membingungkan dalam manajemen klinis dan dalam
menerjemahkan sebuat riset dan uji klinis.5 PUA didefinisikan sebagai
perdarahan dari korpus uteri meliputi semua kelainan haid baik dalam hal
jumlah maupun lamanya. Hal ini digambarkan sebagai kronis kalau itu telah
hadir untuk mayoritas 6 bulan sebelumnya, dan akut jika cukup berat
perdarahan memerlukan pengobatan cepat atau intervensi. Manifestasi klinis
dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau
tidak beraturan. Klasifikasi PUA terbagi menjadi 3 yaitu:
a. PUA akut
Perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang
cepat untuk mencegah kehilangan darah. PUA akut dapat terjadi pada
kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.
b. PUA kronik
Merupakan terminologi untuk PUA yang telah terjadi lebih dari 3 bulan.
Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat
dibandingkan PUA akut.
c. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding):
terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan
saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus.

2.2 Patofisiologis
A. Patofisiologi perdarahan uterus abnormal

3
Perdarahan uterus abnormal yang terjadi di dalam maupun diluar
siklus menstruasi, yang disebabkan gangguan fungsional mekanisme kerja
hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa kelainan organik alat
reproduksi. PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenarche dan
perimenopause. Perdarahan uterus disfungsional adalah penyebab utama
dari beban perawatan kesehatan yang signifikan bagi perempuan,
keluarga mereka, dan masyarakat secara keseluruhan. Perdarahan Uterus
Disfungsional (PUD) diketahui terjadi sekitar 20% pada kelompok usia
remaja, dan 50% pada usia 40-50 tahun. Di RSUD Dr.Soetomo Surabaya
pada tahun 2007 dan 2008 didapatkan angka kejadian perdarahan uterus
abnormal sebanyak 12,48% dan 8,8% dari seluruh kunjungan poli
kandungan Pada penelitian yang dilakukan oleh Doraiswami (2011) di
India, menemukan bahwa pada tahun 2005 hingga 2006 terdapat 620
pasien yang dating dengan klinis pendarahan uterus, dari keseluruhan
pasien tersebut 409 orang terbukti mengalami lesi endometrium dan
menjalani pemeriksaan histopatologis, dan ditemukan hanya 6% dari
keseluruhan yang mengalami suatu pendarahan uterus disfungsional yang
mencirikan suatu defek terkait estrogen (proliferative phase disorder).

Dalam anovulasi PUD, feedback positif dari estradiol ke luteinizing


hormone (LH) tidak bekerja dengan baik, yang akan membuat siklus
menstruasi monophasic dan anovulasi. Karena tidak adanya midcycle LH
surge, folikel atresia terjadi dan menjadi cystic, dan hanya menghasilkan
estrogen tapi tidak menghasilkan progesteron. Selama siklus anovulasi ini,
estrogen yang merupakan hasil dari folikel ovarium, menginduksi
proliferasi endometrium. Kurangnya stabilisasi progestogenic,
menyebabkan abnormal shedding pada endometrium.4 Pemeriksaan fisik
sangat diperlukan untuk menentukan etiologi dari perdarahan dan untuk
mengecualikan patologi vagina dan serviks. Keputihan, ukuran rahim dan
kontur, dan nyeri pada uterus harus dicatat. Gambaran studi diperlukan
untuk diferensial diagnosis. USG transvaginal adalah alat diagnostik lini
pertama untuk mengidentifikasi kelainan struktural dalam Perdarahan
Uterus Disfungsional

Patofisiologi perdarahan uterus abnormal terjadi akibat gangguan


hormon seks. Patofisiologi ini berbeda antara perdarahan uterus abnormal
yang terjadi pada siklus ovulasi dan anovulasi.

1. Endometrium dan Fisiologi Menstruasi


Endometrium terdiri dari dua zona yang berbeda, lapisan
fungsional dan lapisan basal. Lapisan basal yang terletak di bawah
lapisan fungsional adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan
miometrium dan lapisan ini kurang responsif terhadap hormon.
Lapisan basalis berfungsi sebagai reservoir untuk regenerasi lapisan
fungsional setelah terjadinya menstruasi. Sebaliknya, lapisan
fungsional melapisi rongga uterus, mengalami perubahan dramatis
selama siklus menstruasi dan akhirnya luruh selama menstruasi.

Pada akhir siklus menstruasi, kadar progesteron menurun drastis


dan mengakibatkan pelepasan lytic matrix metalloproteinases (MMP).
Enzim ini merusak stroma dan susunan vaskular dari lapisan

4
fungsional. Perdarahan dan peluruhan dari lapisan inilah yang disebut
dengan menstruasi. Agregasi trombositlah yang kemudian mengontrol
pengeluaran darah. Selain itu, arteri yang tersisa di endometrium juga
mengalami vasokonstriksi untuk membatasi perdarahan lebih lanjut.

2. Kekacauan Stimulasi Siklus Hormon Seks


Pada pasien dengan perdarahan uterus abnormal terjadi
kekacauan stimulasi siklus hormon seks yang diatur oleh
perkembangan folikel yang diikuti oleh ovulasi dan pembentukan
korpus luteum dan degenerasinya jika tidak terjadi kehamilan.

3. Patofisiologi Perdarahan Uterus Abnormal pada Siklus Ovulasi


Pada siklus ovulasi, perdarahan uterus abnormal dapat
disebabkan oleh terganggunya kontrol lokal hemostasis dan
vasokonstriksi yang berguna untuk mekanisme membatasi jumlah
darah saat pelepasan jaringan endometrium haid. Berbagai molekul
yang berguna untuk mekanisme kontrol tersebut, antara lain yaitu
endotelin, prostaglandin, VEGF, MMPs, enzim lisosom, dan fungsi
tomobosit. Beberapa keadaan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan uterus abnormal pada siklus ovulasi adalah
korpus luteum persisten dan insufisiensi korpus luteum.

4. Patofisiologi Perdarahan Uterus Abnormal pada Siklus Anovulasi


Pada siklus anovulasi, perdarahan uterus abnormal disebabkan
stimulasi estrogen berlebihan (unopposed estrogen) pada
endometrium. Endometrium mengalami proliferasi berlebih tetapi tidak
diikuti dengan pembentukan jaringan penyangga yang baik karena
kadar progesteron rendah. Endometrium menjadi tebal tapi rapuh,
jaringan endometrium lepas tidak bersamaan dan tidak ada kolaps
jaringan sehingga terjadi perdarahan yang tidak teratur. Penyebab
anovulasi bermacam-macam mulai dari belum matangnya aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium, sampai suatu keadaan yang
mengganggu aksis tersebut. Sindroma ovarium polikistik merupakan
salah satu contoh keadaan yang mengganggu aksis tersebut.
Agar patofisiologi PUD lebih mudah dipahami maka disfungsional
ini dapat dibagi menjadi 2 kategori: estrogen-related (anovulatori) dan
progesterone-related (ovulatori). Kategori PUD yang paling sering
ditemukan adalah estrogen-related, dimana episode pendarahan yang
berhubungan dengan rendahnya ovulasi dengan penurunan level
estrogen endogenus. Gambaran histopatologi yang termasuk kategori
estrogen-related adalah proliferative with glandular and stromal
breakdown, disordered proliferative phase dan atrophy. Kategori
kedua yang lebih jarang ditemukan yaitu PUD progesterone-related.
PUD progesterone-related berhubungan dengan abnormalitas dari
level progesteron endogenus. Gambaran histopatologi yang termasuk
kategori progesterone-related yaitu luteal phase defects (LPD),
irregular shedding dan abnormal secretory endometrium with
breakdown of unknown etiology. Manajemen PUD harus berdasarkan
etiologi yang mendasari dan tingkat keparahan perdarahan. Tujuan
utama adalah pencegahan komplikasi, seperti anemia dan

5
pembentukan kembali perdarahan siklus teratur. Dalam kasus yang
mendasari sistemik, endokrin atau gangguan perdarahan, pasien
mungkin memerlukan rujukan ke spesialis yang sesuai untuk evaluasi
dan manajemen lebih lanjut.
2.3 Diagnosa
Berdasarkan Himpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (2007)
penegakan diagnosis didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan
uterus, faktor risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan berat
badan yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien
dan keluarganya. Perlu ditanyakan siklus haid sebelumnya serta
waktu mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal. Pada
perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat
kepatuhan dan obat-obat lain yang diperkirakan menggangu
koagulasi.

b. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas
keadaan hemodinamik. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari
kanalis servikalis dan tidak berhubungan dengan kehamilan.
Pemeriksaan IMT, tanda-tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar
tiroid atau manifestsi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea, gangguan
lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib
diperiksa.
Awalnya, lokasi perdarahan uterus harus dikonfirmasi karena
perdarahan juga dapat berasal dari saluran reproduksi yang letaknya
lebih rendah, sistem pencernaan, atau saluran kemih. Hal ini lebih
sulit dilakukan jika tidak ada perdarahan aktif. Dalam situasi ini,
urinalisis atau evaluasi guaiac feses mungkin membantu pemeriksaan
fisik.

Tabel 2.1 Temuan Klinis yang Berhubungan dengan Perdarahan Uterus


Abnormal

6
Temuan Etiologi Perdarahan
Obesitas Perdarahan anovulatori
Hiperplasia endometrium
Kanker endometrium
Tanda dari Sindrom Ovarium Perdarahan anovulatori
Polisiklik : Hiperplasia endometrium
1. Jerawat Kanker endometrium
2. Hirsutisme
3. Obesitas
4. Akantosis nigricans
Tanda-tanda hipotiroid : Perdarahan anovulatory
1. Gondok
2. Peningkatan berat badan
Tanda-tanda hipertiroid: Tidak terklasifikasi
1. Eksoftalmos
2. Penurunan berat badan
Memar, perdarahan gusi Koagulopati
Tanda-tanda hiperprolaktemia : Perdarahan anovulatory
1. Galaktorhea
2. Hemianopsia bilateral
Septum vagina longitudinal Pelepasan episodik dari mens yang
Terperangkap
Servisitis Endometritis
Tanda-tanda kehamilan : Aborsi
1. Serviks yang kebiruan Kehamilan ektopik
2. Pelembutan isthmic Penyakit trofoblastik gestasional
3. Uterus yang membesar
Masa endoserviks Prolaps leiomioma atau sarkoma uterus
Kanker serviks
Polip endoserviks

Massa ektoserviks Ektropion


Kanker serviks
Pembesaran uterus Kehamilan Leiomioma
Adenomiosis
Hematometra Kanker
endometrium
Sarkoma uterus

Massa adneksa Kehamilan ektopik


Kanker tuba fallopi
Hormone-producing
Sumber: Hoffman B. L., et.all. 2012

c. Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan. Teliti
untuk kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia

7
endometrium atau keganasan.
d. Penilaian ovulasi
Siklus haid yang berovulasi sekitar 22-35 hari. Jenis
perdarahan PUA- O bersifat ireguler dan sering diselingi
amenorea. Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan
pemeriksaan progesteron serum atau USG transvaginal bila
diperlukan.
e. Penilaian endometrium
Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan
pada semua pasien PUA. Pengambilan sample endometrium
hanya dilakukan pada :
1) Perempuan umur > 45 tahun
2) Terdapat faktor risiko genetik
3) USG transvaginal menggambarkan penebalan
endometrium kompleks yang merupakan faktor
risiko hiperplasia atipik atau kanker
endometrium.
4) Terdapat faktor risiko diabetes melitus, hipertensi, obesitas,
nulipara
5) Perempuan dengan riwayat keluarga
nonpolyposis colorectar cancer memiliki risiko
kanker endometrium sebesar 60% dengan
rerata umur saat diagnosis antara 48-50 tahun.
Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada
perdarahna uterus abnormal yang menetap (tidak respon
terhadap pengobatan). Beberapa teknik pengambilan
sample endometrium seperti D & K dan biopsi
endometrium dapat dilakukan.
f) Penilaian kavum uteri
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium
atau mioma uteri submukosum. USG transvaginal merupakan alat
penapis yang tepat dan harus dilakukan pada pemeriksaan awal PUA.
Bila dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri submukosum
disarankan untuk melakukan SIS atau histeroskopi. Keuntungan dalam
penggunaan histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat dilakukan
bersamaan.
g) Penilaian myometrium
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau
adenomiosis. Miometrium dinilai menggunakan USG (transvagina,
transrektal dan abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI. Pemeriksaan
adenomiosis menggunakan MRI lebih ungguk dibandingkan USG
transvaginal.
h) Pemeriksaan Laboratorium
1. Tes β-Human Chorionic Gonadotropin dan Hematologik
Keguguran, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa dapat
menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa. Komplikasi dari
kehamilan dapat secara cepat dieksklusi dengan penentuan kadar
subunit beta human chorionic gonadotropin (β-hCG) dari urin atau
serum. Sebagai tambahan, pada wanita dengan perdarahan uterus
abnormal, complete blood count dapat mengidentifikasi anemia dan

8
derajat kehilangan darah. Diperlukan juga skrining untuk gangguan
koagulasi jika sebab yang jelas tidak dapat ditemukan. Yang termasuk
adalah complete blood count dengan platelet count, partial
thromboplastin time, dan prothrombin time dan mungkin juga
memeriksa tes spesial untuk penyakit von Willebrand.
2. Pemeriksaan “Wet Prep” dan Kultur Serviks
Pemeriksaan mikroskopik dari sekresi serviks diperlukan jika
perdarahan dicurigai karena servisitis yang akan memperlihatkan
gambaran sel darah merah dan neutrofil. Servisitis sekunder karena
herpes simplex virus (HSV) juga dapat menyebabkan perdarahan dan
diindikasikan untuk melakukan kultur secara langsung. Trikomoniasis
juga dapat menyebabkan servisitis dan ektoserviks yang rapuh.

3. Pemeriksaan Sitologi
Kanker serviks dan kanker endometrium dapat menyebabkan
perdarahan yang abnormal dan dapat sering ditemukan dengan
skrining Pap smear.
4. Biopsi Endometrium
Pada wanita dengan perdarahan abnormal, evaluasi histologi
endometrium mungkin mengidentifikasikan lesi infeksi atau neoplastik
seperti hiperplasia endometrium atau kanker. Terdapat perdarahan
abnormal pada 80 sampai 90 persen wanita dengan kanker
endometrium.
5. Histeroskopi
Prosedur ini menggunakan endoskop optik dengan diameter 3
sampai 5 mm ke dalam kavitas endometrium. Kemudian kavitas uterus
diregangkan dengan menggunakan larutan salin. Keuntungan utama
menggunakan histeroskopi adalah untuk mendeteksi lesi intrakavitas
seperti leiomioma dan polip yang mungkin terlewati jika menggunakan
sonografi atau endometrial sampling. Walaupun akurat untuk
mendeteksi kanker endometrium, namun histeroskopi kurang akurat
untuk mendeteksi hiperplasia endometrium.

2.4 Endometritis
a. Pengertian
Endometritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan
salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat
atau kurang adekuat dapat menjadi abses pelvik, peritonitis, syok septik,
thrombosis vena yang dalam, emboli pulmonal, infeksi pelvik yang
menahun, dispareunia (Buku Acuan Nasional, 2009).
Endometritis merupakan suatu peradangan endometrium yang
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan. Endometritis
paling sering ditemukan setelah sectio cecarea, terutama bila sebelumnya
pasien menderita korioamnionitis, partus lama atau ketuban pecah lama.
Penyebab lainya Endometritis adalah jaringan plasenta yang tertahan
setelah abortus atau melahirkan (ben-zion taber 2012).
Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium,
merupakan komplikasipascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam
setelah melahirkan.(Obstetri dan ginekologiuniversitas Padjajaran hal:
93,1981).

9
b. Etiologi
1. Bakteri menginvasi area setelah pelahiran dan menyebar dengan
cepat
2. Sumber bakteri mungkin apa saja atau kombinasi dari :
a) Bakteri Vagina Endogen , biasanya patogen hanya saat jaringan
rusak atau mengalami devitalisasi :
1) Beta hemolytic streptococcus
2) Streptococcus viridans
3) Neisseria gonococcus
4) Gardnerella
b) Kontaminasi oleh bakteri usus yang normal
1) Clostridium welchii
2) Escherichia coli
3) Proteus mirabilis
4) Aerobacter aeroginosa
5) Enretoccus
6) Klebsiella pneumonia.
7) Pseudomonas aeruginosa
c) Kontaminasi dari lingkungan Stafilokokus adalah organisme yang
biasanya mengontomiasi (gerimorgan 2009 halaman 348).

c. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi
kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-
kadang lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput
ketuban. Keadaan ini dinamakan lokia metra dan dapat menyebabkan
kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan dibatasi. Uterus pada
endometrium agak membesar, sertanyeri pada perabaan, dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-haripertama
merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi
menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun,
dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali,
lokhea pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang
berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa
infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea
yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik dari endometritis :
1. Nyeri abdomen bagian bawah
2. Mengeluarkan keputihan
3. Kadang terjadi

d. Faktor Resiko
1. Persalinan Lama
2. Ketuban Pecah Dini
3. Persalinan Seksio Caesaria
4. Terlalu banyak pemeriksaan per vagina saat persalinan
5. Kelainan dalam teknik mencuci tangan

10
6. Setip manipulasi intrauterus : pemasangan kateter intrauterus, rotasi
internal, atau pengeluaran plasenta manual
7. Perawatan perineum yang tidak tepat, mengakibatkan kontaminasi
oleh bakteri gastrointestinal
e. Klasifikasi
1. Endometritis akut
Terutama terjadi pada masa postpartum / post abortum. Menurut
Wiknjosastro (2002). Pada endometritis postpartum regenerasi
endometrium selesai pada hari ke-9, Sehingga endometritis
postpartum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis
postabortum terutama terjadi pada abortus provokatus.
Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan
hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi,
edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yangbanyak, serta
perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah
infeksi gonorea daninfeksi pada abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar
ke atas dan menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan
dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas
ke miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat
menjalar ke parametrium, ketuban dan ovarium, dan keperitoneum
sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi
oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas
tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan
uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam
uterus di luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium
ke dalam uterus, memasukan IUD (intrauterine device) ke dalam
uterus, dan sebagainya.
Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus,
apakah endometritis akuttetap berbatas pada endometrium,
ataumenjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak
sebera papatogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan
jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari
endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan Endometritis akut
yang paling penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak
menjalar.
Tanda dan Gejalanya menurut geri morgan, 2009 :

11
1) Demam dan menggigil
a) Demam, suhu 38-40 0 C bergantung pada beratnya infeksi
Suhu tubuh sering kali rendah selama beberapa hari kemudian
meningkat tajam c. Menggigil mengindikasikan infeksi yang
berat.
2) Takikardi antara 100 denyut/menit dan 140denyut/menit
tergantung pada berat infeksi
3) Tanda dan gejala pada uterus
a. Nyeri tekan yang meluas secara leteral
a) Nyeri yang lama setelah kelahiran
b) Distensi abndomen ringan
c) Abnormalitas lochea
d) Jumlah lochea sedikit dan tidak berbau bila infeksi anaerob.
e) Jumlah lochea banyak, berbau busuk, seropurulen, bila infeksi
aerob
2. Endometritis kronika
Endometritis kronika tidak seberapa sering terdapat, oleh karena
itu infeksi yang tidak dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat
mempertahan kan diri, karena pelepasan lapisan fungsional dan
endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja
tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan
normal dalam endometrium. Gejala-gejala klinis endometritis kronika
adalah leukorea dan menorargia. Sedangkan Pengobatannya
tergantung dari penyebabnya. Endometritis kronis ditemukan pada: .
1) Pada tuberkulosis.
2) Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
3) Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
4) Pada polip uterus dengan infeksi.
5) Pada tumor ganas uterus.
6) Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-
menerus karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi
di dalam kavum uteri.
Gejalanya :
1) Flour albus yang keluar dari ostium.
2) Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi. Terapi:
Perlu dilakukan kuretase.
Penatalaksanaan

12
1) Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan
pojok sasaran terapi.
Evaluasi klinis dari organisme yang terlihat pada pewarnaan
gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari
infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi
antibiotik.
2) Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti
untuk dehidrasi ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-
pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut.
Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk
memberikan nutrisi yang memadai.
3) Transfusi darah dapat diindikasikan untuk anemia berat
dengan post abortus atau postpartum.
4) Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang
banyak manfaatnya.
5) Tindakan bedah: endometritis postpartum sering disertai
dengan jaringan plasenta yang tertahan atau obstruksi
serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting.
Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan
kuretase perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan
salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila
klostridia telah meluas melampaui endometrium dan
ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok,
hemolisis, gagal ginjal)

f. Patofisiologi
Kuman-kuman masuk ke endometrium, biasanya pada luka
bekas insersio plasenta, dan waktu singkat mengikut sertakan
seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak
seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium.
Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi
nekrosis serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang
dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas lekosit-lekosit. Pada
infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat di lampaui dan
terjadilah penjalaran. Alur perjalanan infeksi endometrium antara
lain sebagai :
Infeksi mengenai dinding uterus bagian dalam (lapisan mukosa
supervisial / desidual) dari tempat plasenta.

13
Endometrium Pengaruh Imnunologi Infeksi pada lapisan
muskuler/berotot myometrium Endometritis STIKes Santa
Elisabeth Medan 43
g. Komplikasi
Jika infeksi tidak segera ditangani dapat mengakibatkan
salpingitis, sepsis, peritonitis, Infeksi salura kencing dan apabila
dicurigai memburuk, tardapat gejala yang tidak diketahui
penyebabnya, atau nyeri akut, segera konsultasikan dengan
dokter dan rujuk. (Varney 2010).

h. Penatalaksanaan
A. Bila riwayat/ tanda / gejala sesuai dengan endometritis
1. Lakukan spekulum sterill
a) Bs ciri dan bau lochea
b) Dapatkan kultur serviks bila perlu dan singkirkan
dugaan ims.
2. Lakukan pemeriksaan Bimanual sterill :
a) Kaji uterus untuk memeriksa adanya nyeri tekan yang
tidak biasa
b) Kaji terus untuk mengetahui adanya penonjolan.
3. Lakukan hitung darah lengkap bila terjadi demam
4. Berikan Terapi antibiotik:
a) Ampisilin 500 mg per oral 4 kali/hari selama 6 hari
bila tidak alergi
b) Bila alergi penisilin dan tidak menyusui, berikan
doksisiklin 100 mg per oral setiap 12 jam sekali
selama 7 hari.
c) Bila alergi peniisilin dan sedang menyusui, keflex
500 mg per oral 4 kali/hari selama 7 hari.
5. Bila uterus lunak atau perdarahan berlebihan resepkan
metergin 0,2 mg per oral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis.
Janagn berikan metergin bila pasien hipertensi.
6. Anjurkan pasien untuk mengukur suhu tubuh 4 kali/hari
untuk minggu berikutnya. Suhu tubuh harus di bawah 38
0 c setelah 48 jam pemberian antibiotik.
7. Anjurkan pasien untuk minum 3 L cairan setiap hari dan
tetap menjaga pola istirahat.
8. Dapatkan hasil kultur awal dan akhir. Pasien perlu
antibiotik yang sensitif terhadap organisme.

14
9. Anjurkan pasien untuk melapor bila gejala tidak mereda
dalam 24 jam, atau bila gejala bertambah buruk
10. Konsultasikan dengan dokter
i. Pencegahan dan deteksi dini endometritis
1. Anjurkan asupan nutrisi yang baik
2. Cegah atau obati anemia selama postpartum
3. Jangan melakukan pemeriksaan pervaginam bila tidak ada
tanda persalinan.
4. Lakukan pemeriksaan pervaginam seminimal mungkin bila
dalam masa persalinan fase aktif
5. Hindari pemeriksaan pervaginam yang tidak perlu, baik
ketuban utuh atau sudah pecah.
6. Pantau suhu tubuh ibu setiap 4 jam pada persalinan aktif dan
setiap 2 jam bila ketuban sudah pecah. STIKes Santa
Elisabeth Medan 45
7. Lakukan observasi antiseptik
a) Jaga agar area tetap sterill
b) Hindari kontamnasi rektum terhadap vagina
8. Kaji keutuhan plasenta 1
a) Waspada pada tanda-tanda infeksi bila kemungkinan
fragmen atau ketuban tertinggal
b) Lakukan eksporasi uterus bila kemungkinan atau
ketuban tertinggal.
9. Anjurkan pasien melakukan perawatan perineum yang baik
a) Bersihkan dari depan ke belakang
b) Ganti pembalut sedikitnya seiap 4 jam agar tidak terjadi
infeksi
c) Bilas vulva tiap hari dan sesuai keperluan

2.5 Penyebab Sistemik Perdarahan Uterus Abnormal


Wanita umumnya mencari pertolongan medis pada perdarahan uterus
abnormal, seperti menoragia (haid yang banyak atau memanjang), metroragia
(perdarahan tidak beraturan di antara meristruasi), atau perdarahan pasca
menopause. Kondisi ini seringkali disebabkan oleh perdarahan uterus
disfungsional, polip endometrium, leiomyoma, hiperplasia endometrium, dan
karsinona endometrium.

Tabel.2.2 Penyebab Pendarahan Unterus Abnomal Berdasarkan Kelompok Usia

15
Kelompok usia Penyebab
Prepubertas Pubertas prekoks (berasal dari
hipotalamus, hipopisis, ovarium)
Adolenes Siklus anovulasi
Usia reproduktif Komplikaai kehamilan (aborsi,
penyakit trofoblastik, kehnmilan
ekropik) Proliferasi (leiomioma,
adenomiosis, polip, hiperplasia
endometrium. Karsinoma) Siklus
anovulasi Perdarahan disfungsional
ovulasi (seperti fase lutnal sidak
adekuat,
Perimenopouse Siklus anovulasi peluruhan ireguler
proliferasi (karsinoma, hiperplasi,
polip)
Pasca-menopouse Proliferasi (karsinoma, hiperplasi,
polip, atrofi endrometrium)
Kemungkinan penyebab perdarahan uterus bervariasi tergantung usia
pasien (Tabel). Perdarahan abnormal pada uterus tanpa lesi uterus organik
disebut perdarahan uterus disfungsional. Penyebab tersering perdarahan uterus
disfungsional adalah anovulasi (kegagalan ovulasi). Siklus anovulasi berasal dari
ketidakseimbangan hormon dan paling sering ditemukan pada menarke dan
periode menjelang menopause akibat fluktuasi pada poros hipotalamus/hipofisis /
ovarium.

Penyebab lain yang lebih jarang dari anovulasi antara lain:

1. Kelainan endokrin, seperti penyakit tiroid, penyakit adrenal, dan tumor


hipofisis.
2. Lesi ovarium, seperti tumor ovarium fungsional (tumor sel granulosa) atau
sindrom ovarium polikistik.
3. Gangguan metabolik umum, seperti obesitas, malnutrisi, atau penyakit
sistemik kronis.

Perdarahan uterus disfungsional juga dapat diakibatkan fase luteal yang tidak
memadai, diduga disebabkan oleh produksi progesteron dari korpus luteum yang
tidak mencukupi. Masalah-masalah sistemik yang tercemin dalam gejala pelvis-
diskrasia darah, hipertensj, obat-obatan dari luar, Perdarahan uterus disfungsional-
Perdarahan abnormal yang tidak berhubungan dengan tumor, peradangan, atau
kehamilan (biasanya disfungsi endoktrin)

2.6 Kelainan Ovulasi


Ovulatory dysfunction (PUA-O) adalah kegagalan ovulasi yang menyebabkan
terjadinya perdarahan uterus. Gejalanya berupa perdarahan uterus abnormal.
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi
perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi. Dahulu
termasuk dalam kriteria perdarahan uterus disfungsional (PUD). Gejala
bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga
perdarahan haid banyak. Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom

16
ovarioum polikistik, hiperprolaktenemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat
badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan.
2.7 Pathway/diagram penanganan dari PUA

17
18
2.8 Studi kasus
Ny. P umur 47 tahun yang mengalami masalah keperawatan nyeri akut
dengan
Diagnosa medis post kuretase atas indikasi dub (disfungsi uterine bleeding) di
Ruang dahlia ii rsud gambiran kota Kediri

Pembahasan
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada Ny.P tanggal 02 Juli 2015 didapatkan
data subjektif keluhan utama pasien mengatakan nyeri pada perut bagian
bawah nyeri terasa krues-krues / mules-mules, nyeri terasa terus
menerus dengan skala nyeri 6.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan prioritas yang muncul pada Ny. P adalah nyeri
akut
berhubungan dengan luka post kuretase ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri perut bagian bawah nyeri terasa krues-krues, nyeri
terasa
terus menerus dengan skala nyeri 6. Ekspresi wajah pasien terlihat
meringis kesakitan. TD : 100/60 mmHg, N : 68 x/mnt, RR : 20 x/mnt,
S : 36 °C. Adanya nyeri tekan di atas simpisis pubis.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan pada diagnosa prioritas
adalah observasi TTV, lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif
(lokasi, durasi, karakteristik, frekuensi, kualitas), ajarkan pasien tekhnik
nonfarmakologis ( relaksasi dan tekhnik distraksi), kendalikan faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi keadaan pasien terhadap
ketidaknyamanan (misal suhu, pencahayaan dan kegaduhan), kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian terapi analgesik
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan adalah
mengobservasi TTV pasien, melakukan pengkajian nyeri secara
komperhensif (lokasi, durasi, karakteristik, frekuensi, kualitas),
mengajarkan pasien tekhnik nonfarmakologis ( tekhnik relaksasi dengan
cara mengambil napas melalui hidung dan mengeluarkan pelan – pelan
melalui mulut, dan mengajarkan pasien tekhnik distraksi dengan cara
menganjurkan pasien untuk melakukan kompres hangat pada daerah
yang nyeri),menganjurkan keluarga pasien untuk tetap tenang dan tidak
gaduh ketika menjaga pasien, agar pasien merasa pasien, berkolaborasi
dengan dokter dalam pemberian terapi analgesik yaitu asam mefenamat
500 mg per oral.
5. Evaluasi
Pada pasien post kuretase atas indikasi DUB dengan diagnosa nyeri akut
berhubugan dengan luka post kuretase setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x4 jam yaitu pada evaluasi dituliskan sebagai
catatan perkembangan pasien, diperoleh hasil dari data yaitu sudah ada
yang tercapai kriteria hasil yang ditetapkan a ntara lain, sedikit nyeri, P:

19
post curetase, Q: krues – krues , R: nyeri perut bagian bawah, S: skala 2
( ringan, T: hilang timbul, TTV: TD: 120/70 mmHg, N : 80 x / mnt, S :
360C, RR: 20 x

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pelaksanaan Kegiatan Diskusi Kelompok


a. Materi/topik : Perdarahan Uterus Abnormal
b. Waktu
Hari : Rabu
Tanggal : 16 Maret 2021
Jam : 15.30
Tempat : Zoom Meeting
c. Dosen pembimbing sebagai fasilitator/narasumber : Bu Sri Wisnu Wardani,
SST., M.Keb
d. Peserta yang mengikuti diskusi : kelompok mahasiswa, meliputi: ketua,
notulen dan anggota)
3.2 Hasil Diskusi
a. Daftar pertanyaan pada sesi diskusi pada saat presentasi
b. Hasil pembahasan pada sesi diskusi pa

20
BAB IV
PENUTUP

1. Simpulan
Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal
jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinisnya dapat berupa pendarahan
dalam jumlah yang banyak atau sedikit, dan haid yang memanjang atau
tidak beraturan. Perdarahan Uterus Abnormal merupakan sebab tersering
perdarahan abnormal per vaginam pada masa reproduksi wanita.
Secara klinis PUA bukan merupakan masalah baru lagi karena
penanggulangannya dapat dilakukan menurut gejala yang ditemukan.
Dasar penanggulangannya ialah memperbaiki keadaan umum,
menghentikan perdarahan dan mengembalikan siklus haid menjadi
normal. Tetapi selama ini pengobatan terhadap PUA hanya bersifat
simtomatis, sedangkan sesungguhnya pilihan pengobatan yang rasional
ialah yang bersifat kausal dan berdasar pada patofisiologinya.
Perdarahan uterus abnormal yang terjadi di dalam maupun diluar
siklus menstruasi, yang disebabkan gangguan fungsional mekanisme kerja
hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa kelainan organik alat
reproduksi. PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenarche dan
perimenopause. Perdarahan uterus disfungsional adalah penyebab utama
dari beban perawatan kesehatan yang signifikan bagi perempuan,
keluarga mereka, dan masyarakat secara keseluruhan. Perdarahan Uterus
Disfungsional (PUD) diketahui terjadi sekitar 20% pada kelompok usia
remaja, dan 50% pada usia 40-50 tahun

2. Saran
Sebagai mahasiswa kebidanan sendiri harus belajar dan memahami
mengenai Pendarahan Uterus Abnormal sebagai salah satu cara untuk
meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai Kegawatdaruratn agar
masalah yang tidak diinginkan dapat dihindari dan supaya kedepannya
dapat memberikan penanganan secara baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

A.M.Kaunitz, Approach to Abnormal Uterine Bleeding in Nonpregnant


Reproductive-Age Women, https://www.uptodate.com/contents/approach-to-
abnormal-uterine-bleeding-in-nonpregnant-reproductive-age-women, 2016

M.A.Behera, Abnormal Uterine Bleeding,


http://emedicine.medscape.com/article/257007, 2016

BMJ, Disfunctional Uterine Bleeding : Pathophysiology,


http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/658/basics/pathophysiology.html, 2017

Hendarto H. Gangguan Haid/Perdarahan Uterus Abnormal. In: Mochammad


Anwar, Ali Baziad, R. Prajitno Prabowo, editors. Ilmu Kandungan (3rd ed). Jakarta;
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011. p. 162-9.

Indarwati, Ika dkk(2017). Analysis of Factors Influencing Female Infertility. Journal


of Maternal and Child Health.vol. 2: 150-161

POGI dkk.2013.Konsesus Penanganan Infertilitas.Jakarta:

Yuliana,Era.2015. Studi Kasus Pada Ny. P Umur 47 Tahun Yang Mengalami


Masalah Keperawatan Nyeri Akut Dengan Diagnosa Medis Post Kuretase Atas
Indikasi Dub Di Ruang Dahlia Ii Rsud Gambiran Kota Kediri.Kediri: rtikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri

22

Anda mungkin juga menyukai