Disusun Oleh:
Kelompok 1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan pertolongan-Nya kepada semua makhluk yang ada di muka bumi ini
dengan segala kekuasaan-Nya. Dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
Makalah dengan judul Pendarahan Uterus Abnormal dengan tepat waktu.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad saw. yang telah menuntun umat manusia dari kebodohan hingga
menuju ilmu pengetahuan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Mengingat keterbatasan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa dalam
penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan
saran sangat penulis harapkan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dan
untuk perbaikan makalah yang akan datang. Semoga makalah ini memberikan
manfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR............................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................1
1.2 Tujuan.....................................................................................1
1.3 Manfaat...................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................3
2.1 Definisi Pendarahan Uterus Abnormal....................................3
2.2 Patofisiologis Pendarahan Uterus Abnormal ..........................4
2.3 Diagnosa Pendarahan Uterus Abnormal.................................6
2.4 Endometritis............................................................................9
2.5 Penyebab Sistematik Pendarahan Uterus Abnormal............15
2.6 Kelainan Ovulasi...................................................................16
2.7 Pathway/diagram penanganan dari PUA..............................17
2.8 Studi Kasus...........................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti mengenai Pendarahan Uterus
Abnormal
2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami Patofisiologis dari
Pendarahan Uterus Abnormal
3. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami Diagnosa
4. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami mengenai Endometritis
5. Agar mahasiswa mengetahui dan memahi penyebab sistematik
Pendarahan Uterus Abnormal
6. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami mengenai Kelainan Ovulasi
pada Pendarahan Uterus Abnormal
1.3Manfaat
1. Manfaat Umum
Manfaat umum makalah ini adalah mempelajari tentang Pendarahan
Uterus Abnormal
2. Manfaat Khusus
1
Manfaat khusus pada makalah ini adalah :
a. Mengetahui definisi dari Pendarahan Uterus Abnormal
b. Mengetahui patofisiologis dari Pendarahan Uterus Abnormal
c. Mengetahui diagnose dari Pendarahan Uterus Abnormal
d. Mengetahui mengenai endometritis
e. Mengetahui apa saja penyebab sistematik dari Pendarahan Uterus
Abnormal
f. Mengetahui mengenai kelainan ovulasi
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Patofisiologis
A. Patofisiologi perdarahan uterus abnormal
3
Perdarahan uterus abnormal yang terjadi di dalam maupun diluar
siklus menstruasi, yang disebabkan gangguan fungsional mekanisme kerja
hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa kelainan organik alat
reproduksi. PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenarche dan
perimenopause. Perdarahan uterus disfungsional adalah penyebab utama
dari beban perawatan kesehatan yang signifikan bagi perempuan,
keluarga mereka, dan masyarakat secara keseluruhan. Perdarahan Uterus
Disfungsional (PUD) diketahui terjadi sekitar 20% pada kelompok usia
remaja, dan 50% pada usia 40-50 tahun. Di RSUD Dr.Soetomo Surabaya
pada tahun 2007 dan 2008 didapatkan angka kejadian perdarahan uterus
abnormal sebanyak 12,48% dan 8,8% dari seluruh kunjungan poli
kandungan Pada penelitian yang dilakukan oleh Doraiswami (2011) di
India, menemukan bahwa pada tahun 2005 hingga 2006 terdapat 620
pasien yang dating dengan klinis pendarahan uterus, dari keseluruhan
pasien tersebut 409 orang terbukti mengalami lesi endometrium dan
menjalani pemeriksaan histopatologis, dan ditemukan hanya 6% dari
keseluruhan yang mengalami suatu pendarahan uterus disfungsional yang
mencirikan suatu defek terkait estrogen (proliferative phase disorder).
4
fungsional. Perdarahan dan peluruhan dari lapisan inilah yang disebut
dengan menstruasi. Agregasi trombositlah yang kemudian mengontrol
pengeluaran darah. Selain itu, arteri yang tersisa di endometrium juga
mengalami vasokonstriksi untuk membatasi perdarahan lebih lanjut.
5
pembentukan kembali perdarahan siklus teratur. Dalam kasus yang
mendasari sistemik, endokrin atau gangguan perdarahan, pasien
mungkin memerlukan rujukan ke spesialis yang sesuai untuk evaluasi
dan manajemen lebih lanjut.
2.3 Diagnosa
Berdasarkan Himpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (2007)
penegakan diagnosis didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan
uterus, faktor risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan berat
badan yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien
dan keluarganya. Perlu ditanyakan siklus haid sebelumnya serta
waktu mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal. Pada
perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat
kepatuhan dan obat-obat lain yang diperkirakan menggangu
koagulasi.
b. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas
keadaan hemodinamik. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari
kanalis servikalis dan tidak berhubungan dengan kehamilan.
Pemeriksaan IMT, tanda-tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar
tiroid atau manifestsi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea, gangguan
lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib
diperiksa.
Awalnya, lokasi perdarahan uterus harus dikonfirmasi karena
perdarahan juga dapat berasal dari saluran reproduksi yang letaknya
lebih rendah, sistem pencernaan, atau saluran kemih. Hal ini lebih
sulit dilakukan jika tidak ada perdarahan aktif. Dalam situasi ini,
urinalisis atau evaluasi guaiac feses mungkin membantu pemeriksaan
fisik.
6
Temuan Etiologi Perdarahan
Obesitas Perdarahan anovulatori
Hiperplasia endometrium
Kanker endometrium
Tanda dari Sindrom Ovarium Perdarahan anovulatori
Polisiklik : Hiperplasia endometrium
1. Jerawat Kanker endometrium
2. Hirsutisme
3. Obesitas
4. Akantosis nigricans
Tanda-tanda hipotiroid : Perdarahan anovulatory
1. Gondok
2. Peningkatan berat badan
Tanda-tanda hipertiroid: Tidak terklasifikasi
1. Eksoftalmos
2. Penurunan berat badan
Memar, perdarahan gusi Koagulopati
Tanda-tanda hiperprolaktemia : Perdarahan anovulatory
1. Galaktorhea
2. Hemianopsia bilateral
Septum vagina longitudinal Pelepasan episodik dari mens yang
Terperangkap
Servisitis Endometritis
Tanda-tanda kehamilan : Aborsi
1. Serviks yang kebiruan Kehamilan ektopik
2. Pelembutan isthmic Penyakit trofoblastik gestasional
3. Uterus yang membesar
Masa endoserviks Prolaps leiomioma atau sarkoma uterus
Kanker serviks
Polip endoserviks
c. Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan. Teliti
untuk kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia
7
endometrium atau keganasan.
d. Penilaian ovulasi
Siklus haid yang berovulasi sekitar 22-35 hari. Jenis
perdarahan PUA- O bersifat ireguler dan sering diselingi
amenorea. Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan
pemeriksaan progesteron serum atau USG transvaginal bila
diperlukan.
e. Penilaian endometrium
Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan
pada semua pasien PUA. Pengambilan sample endometrium
hanya dilakukan pada :
1) Perempuan umur > 45 tahun
2) Terdapat faktor risiko genetik
3) USG transvaginal menggambarkan penebalan
endometrium kompleks yang merupakan faktor
risiko hiperplasia atipik atau kanker
endometrium.
4) Terdapat faktor risiko diabetes melitus, hipertensi, obesitas,
nulipara
5) Perempuan dengan riwayat keluarga
nonpolyposis colorectar cancer memiliki risiko
kanker endometrium sebesar 60% dengan
rerata umur saat diagnosis antara 48-50 tahun.
Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada
perdarahna uterus abnormal yang menetap (tidak respon
terhadap pengobatan). Beberapa teknik pengambilan
sample endometrium seperti D & K dan biopsi
endometrium dapat dilakukan.
f) Penilaian kavum uteri
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium
atau mioma uteri submukosum. USG transvaginal merupakan alat
penapis yang tepat dan harus dilakukan pada pemeriksaan awal PUA.
Bila dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri submukosum
disarankan untuk melakukan SIS atau histeroskopi. Keuntungan dalam
penggunaan histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat dilakukan
bersamaan.
g) Penilaian myometrium
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau
adenomiosis. Miometrium dinilai menggunakan USG (transvagina,
transrektal dan abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI. Pemeriksaan
adenomiosis menggunakan MRI lebih ungguk dibandingkan USG
transvaginal.
h) Pemeriksaan Laboratorium
1. Tes β-Human Chorionic Gonadotropin dan Hematologik
Keguguran, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa dapat
menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa. Komplikasi dari
kehamilan dapat secara cepat dieksklusi dengan penentuan kadar
subunit beta human chorionic gonadotropin (β-hCG) dari urin atau
serum. Sebagai tambahan, pada wanita dengan perdarahan uterus
abnormal, complete blood count dapat mengidentifikasi anemia dan
8
derajat kehilangan darah. Diperlukan juga skrining untuk gangguan
koagulasi jika sebab yang jelas tidak dapat ditemukan. Yang termasuk
adalah complete blood count dengan platelet count, partial
thromboplastin time, dan prothrombin time dan mungkin juga
memeriksa tes spesial untuk penyakit von Willebrand.
2. Pemeriksaan “Wet Prep” dan Kultur Serviks
Pemeriksaan mikroskopik dari sekresi serviks diperlukan jika
perdarahan dicurigai karena servisitis yang akan memperlihatkan
gambaran sel darah merah dan neutrofil. Servisitis sekunder karena
herpes simplex virus (HSV) juga dapat menyebabkan perdarahan dan
diindikasikan untuk melakukan kultur secara langsung. Trikomoniasis
juga dapat menyebabkan servisitis dan ektoserviks yang rapuh.
3. Pemeriksaan Sitologi
Kanker serviks dan kanker endometrium dapat menyebabkan
perdarahan yang abnormal dan dapat sering ditemukan dengan
skrining Pap smear.
4. Biopsi Endometrium
Pada wanita dengan perdarahan abnormal, evaluasi histologi
endometrium mungkin mengidentifikasikan lesi infeksi atau neoplastik
seperti hiperplasia endometrium atau kanker. Terdapat perdarahan
abnormal pada 80 sampai 90 persen wanita dengan kanker
endometrium.
5. Histeroskopi
Prosedur ini menggunakan endoskop optik dengan diameter 3
sampai 5 mm ke dalam kavitas endometrium. Kemudian kavitas uterus
diregangkan dengan menggunakan larutan salin. Keuntungan utama
menggunakan histeroskopi adalah untuk mendeteksi lesi intrakavitas
seperti leiomioma dan polip yang mungkin terlewati jika menggunakan
sonografi atau endometrial sampling. Walaupun akurat untuk
mendeteksi kanker endometrium, namun histeroskopi kurang akurat
untuk mendeteksi hiperplasia endometrium.
2.4 Endometritis
a. Pengertian
Endometritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan
salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat
atau kurang adekuat dapat menjadi abses pelvik, peritonitis, syok septik,
thrombosis vena yang dalam, emboli pulmonal, infeksi pelvik yang
menahun, dispareunia (Buku Acuan Nasional, 2009).
Endometritis merupakan suatu peradangan endometrium yang
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan. Endometritis
paling sering ditemukan setelah sectio cecarea, terutama bila sebelumnya
pasien menderita korioamnionitis, partus lama atau ketuban pecah lama.
Penyebab lainya Endometritis adalah jaringan plasenta yang tertahan
setelah abortus atau melahirkan (ben-zion taber 2012).
Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium,
merupakan komplikasipascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam
setelah melahirkan.(Obstetri dan ginekologiuniversitas Padjajaran hal:
93,1981).
9
b. Etiologi
1. Bakteri menginvasi area setelah pelahiran dan menyebar dengan
cepat
2. Sumber bakteri mungkin apa saja atau kombinasi dari :
a) Bakteri Vagina Endogen , biasanya patogen hanya saat jaringan
rusak atau mengalami devitalisasi :
1) Beta hemolytic streptococcus
2) Streptococcus viridans
3) Neisseria gonococcus
4) Gardnerella
b) Kontaminasi oleh bakteri usus yang normal
1) Clostridium welchii
2) Escherichia coli
3) Proteus mirabilis
4) Aerobacter aeroginosa
5) Enretoccus
6) Klebsiella pneumonia.
7) Pseudomonas aeruginosa
c) Kontaminasi dari lingkungan Stafilokokus adalah organisme yang
biasanya mengontomiasi (gerimorgan 2009 halaman 348).
c. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi
kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-
kadang lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput
ketuban. Keadaan ini dinamakan lokia metra dan dapat menyebabkan
kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan dibatasi. Uterus pada
endometrium agak membesar, sertanyeri pada perabaan, dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-haripertama
merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi
menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun,
dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali,
lokhea pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang
berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa
infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea
yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik dari endometritis :
1. Nyeri abdomen bagian bawah
2. Mengeluarkan keputihan
3. Kadang terjadi
d. Faktor Resiko
1. Persalinan Lama
2. Ketuban Pecah Dini
3. Persalinan Seksio Caesaria
4. Terlalu banyak pemeriksaan per vagina saat persalinan
5. Kelainan dalam teknik mencuci tangan
10
6. Setip manipulasi intrauterus : pemasangan kateter intrauterus, rotasi
internal, atau pengeluaran plasenta manual
7. Perawatan perineum yang tidak tepat, mengakibatkan kontaminasi
oleh bakteri gastrointestinal
e. Klasifikasi
1. Endometritis akut
Terutama terjadi pada masa postpartum / post abortum. Menurut
Wiknjosastro (2002). Pada endometritis postpartum regenerasi
endometrium selesai pada hari ke-9, Sehingga endometritis
postpartum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis
postabortum terutama terjadi pada abortus provokatus.
Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan
hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi,
edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yangbanyak, serta
perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah
infeksi gonorea daninfeksi pada abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar
ke atas dan menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan
dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas
ke miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat
menjalar ke parametrium, ketuban dan ovarium, dan keperitoneum
sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi
oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas
tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan
uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam
uterus di luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium
ke dalam uterus, memasukan IUD (intrauterine device) ke dalam
uterus, dan sebagainya.
Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus,
apakah endometritis akuttetap berbatas pada endometrium,
ataumenjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak
sebera papatogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan
jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari
endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan Endometritis akut
yang paling penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak
menjalar.
Tanda dan Gejalanya menurut geri morgan, 2009 :
11
1) Demam dan menggigil
a) Demam, suhu 38-40 0 C bergantung pada beratnya infeksi
Suhu tubuh sering kali rendah selama beberapa hari kemudian
meningkat tajam c. Menggigil mengindikasikan infeksi yang
berat.
2) Takikardi antara 100 denyut/menit dan 140denyut/menit
tergantung pada berat infeksi
3) Tanda dan gejala pada uterus
a. Nyeri tekan yang meluas secara leteral
a) Nyeri yang lama setelah kelahiran
b) Distensi abndomen ringan
c) Abnormalitas lochea
d) Jumlah lochea sedikit dan tidak berbau bila infeksi anaerob.
e) Jumlah lochea banyak, berbau busuk, seropurulen, bila infeksi
aerob
2. Endometritis kronika
Endometritis kronika tidak seberapa sering terdapat, oleh karena
itu infeksi yang tidak dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat
mempertahan kan diri, karena pelepasan lapisan fungsional dan
endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja
tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan
normal dalam endometrium. Gejala-gejala klinis endometritis kronika
adalah leukorea dan menorargia. Sedangkan Pengobatannya
tergantung dari penyebabnya. Endometritis kronis ditemukan pada: .
1) Pada tuberkulosis.
2) Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
3) Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
4) Pada polip uterus dengan infeksi.
5) Pada tumor ganas uterus.
6) Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-
menerus karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi
di dalam kavum uteri.
Gejalanya :
1) Flour albus yang keluar dari ostium.
2) Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi. Terapi:
Perlu dilakukan kuretase.
Penatalaksanaan
12
1) Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan
pojok sasaran terapi.
Evaluasi klinis dari organisme yang terlihat pada pewarnaan
gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari
infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi
antibiotik.
2) Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti
untuk dehidrasi ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-
pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut.
Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk
memberikan nutrisi yang memadai.
3) Transfusi darah dapat diindikasikan untuk anemia berat
dengan post abortus atau postpartum.
4) Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang
banyak manfaatnya.
5) Tindakan bedah: endometritis postpartum sering disertai
dengan jaringan plasenta yang tertahan atau obstruksi
serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting.
Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan
kuretase perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan
salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila
klostridia telah meluas melampaui endometrium dan
ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok,
hemolisis, gagal ginjal)
f. Patofisiologi
Kuman-kuman masuk ke endometrium, biasanya pada luka
bekas insersio plasenta, dan waktu singkat mengikut sertakan
seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak
seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium.
Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi
nekrosis serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang
dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas lekosit-lekosit. Pada
infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat di lampaui dan
terjadilah penjalaran. Alur perjalanan infeksi endometrium antara
lain sebagai :
Infeksi mengenai dinding uterus bagian dalam (lapisan mukosa
supervisial / desidual) dari tempat plasenta.
13
Endometrium Pengaruh Imnunologi Infeksi pada lapisan
muskuler/berotot myometrium Endometritis STIKes Santa
Elisabeth Medan 43
g. Komplikasi
Jika infeksi tidak segera ditangani dapat mengakibatkan
salpingitis, sepsis, peritonitis, Infeksi salura kencing dan apabila
dicurigai memburuk, tardapat gejala yang tidak diketahui
penyebabnya, atau nyeri akut, segera konsultasikan dengan
dokter dan rujuk. (Varney 2010).
h. Penatalaksanaan
A. Bila riwayat/ tanda / gejala sesuai dengan endometritis
1. Lakukan spekulum sterill
a) Bs ciri dan bau lochea
b) Dapatkan kultur serviks bila perlu dan singkirkan
dugaan ims.
2. Lakukan pemeriksaan Bimanual sterill :
a) Kaji uterus untuk memeriksa adanya nyeri tekan yang
tidak biasa
b) Kaji terus untuk mengetahui adanya penonjolan.
3. Lakukan hitung darah lengkap bila terjadi demam
4. Berikan Terapi antibiotik:
a) Ampisilin 500 mg per oral 4 kali/hari selama 6 hari
bila tidak alergi
b) Bila alergi penisilin dan tidak menyusui, berikan
doksisiklin 100 mg per oral setiap 12 jam sekali
selama 7 hari.
c) Bila alergi peniisilin dan sedang menyusui, keflex
500 mg per oral 4 kali/hari selama 7 hari.
5. Bila uterus lunak atau perdarahan berlebihan resepkan
metergin 0,2 mg per oral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis.
Janagn berikan metergin bila pasien hipertensi.
6. Anjurkan pasien untuk mengukur suhu tubuh 4 kali/hari
untuk minggu berikutnya. Suhu tubuh harus di bawah 38
0 c setelah 48 jam pemberian antibiotik.
7. Anjurkan pasien untuk minum 3 L cairan setiap hari dan
tetap menjaga pola istirahat.
8. Dapatkan hasil kultur awal dan akhir. Pasien perlu
antibiotik yang sensitif terhadap organisme.
14
9. Anjurkan pasien untuk melapor bila gejala tidak mereda
dalam 24 jam, atau bila gejala bertambah buruk
10. Konsultasikan dengan dokter
i. Pencegahan dan deteksi dini endometritis
1. Anjurkan asupan nutrisi yang baik
2. Cegah atau obati anemia selama postpartum
3. Jangan melakukan pemeriksaan pervaginam bila tidak ada
tanda persalinan.
4. Lakukan pemeriksaan pervaginam seminimal mungkin bila
dalam masa persalinan fase aktif
5. Hindari pemeriksaan pervaginam yang tidak perlu, baik
ketuban utuh atau sudah pecah.
6. Pantau suhu tubuh ibu setiap 4 jam pada persalinan aktif dan
setiap 2 jam bila ketuban sudah pecah. STIKes Santa
Elisabeth Medan 45
7. Lakukan observasi antiseptik
a) Jaga agar area tetap sterill
b) Hindari kontamnasi rektum terhadap vagina
8. Kaji keutuhan plasenta 1
a) Waspada pada tanda-tanda infeksi bila kemungkinan
fragmen atau ketuban tertinggal
b) Lakukan eksporasi uterus bila kemungkinan atau
ketuban tertinggal.
9. Anjurkan pasien melakukan perawatan perineum yang baik
a) Bersihkan dari depan ke belakang
b) Ganti pembalut sedikitnya seiap 4 jam agar tidak terjadi
infeksi
c) Bilas vulva tiap hari dan sesuai keperluan
15
Kelompok usia Penyebab
Prepubertas Pubertas prekoks (berasal dari
hipotalamus, hipopisis, ovarium)
Adolenes Siklus anovulasi
Usia reproduktif Komplikaai kehamilan (aborsi,
penyakit trofoblastik, kehnmilan
ekropik) Proliferasi (leiomioma,
adenomiosis, polip, hiperplasia
endometrium. Karsinoma) Siklus
anovulasi Perdarahan disfungsional
ovulasi (seperti fase lutnal sidak
adekuat,
Perimenopouse Siklus anovulasi peluruhan ireguler
proliferasi (karsinoma, hiperplasi,
polip)
Pasca-menopouse Proliferasi (karsinoma, hiperplasi,
polip, atrofi endrometrium)
Kemungkinan penyebab perdarahan uterus bervariasi tergantung usia
pasien (Tabel). Perdarahan abnormal pada uterus tanpa lesi uterus organik
disebut perdarahan uterus disfungsional. Penyebab tersering perdarahan uterus
disfungsional adalah anovulasi (kegagalan ovulasi). Siklus anovulasi berasal dari
ketidakseimbangan hormon dan paling sering ditemukan pada menarke dan
periode menjelang menopause akibat fluktuasi pada poros hipotalamus/hipofisis /
ovarium.
Perdarahan uterus disfungsional juga dapat diakibatkan fase luteal yang tidak
memadai, diduga disebabkan oleh produksi progesteron dari korpus luteum yang
tidak mencukupi. Masalah-masalah sistemik yang tercemin dalam gejala pelvis-
diskrasia darah, hipertensj, obat-obatan dari luar, Perdarahan uterus disfungsional-
Perdarahan abnormal yang tidak berhubungan dengan tumor, peradangan, atau
kehamilan (biasanya disfungsi endoktrin)
16
ovarioum polikistik, hiperprolaktenemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat
badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan.
2.7 Pathway/diagram penanganan dari PUA
17
18
2.8 Studi kasus
Ny. P umur 47 tahun yang mengalami masalah keperawatan nyeri akut
dengan
Diagnosa medis post kuretase atas indikasi dub (disfungsi uterine bleeding) di
Ruang dahlia ii rsud gambiran kota Kediri
Pembahasan
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada Ny.P tanggal 02 Juli 2015 didapatkan
data subjektif keluhan utama pasien mengatakan nyeri pada perut bagian
bawah nyeri terasa krues-krues / mules-mules, nyeri terasa terus
menerus dengan skala nyeri 6.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan prioritas yang muncul pada Ny. P adalah nyeri
akut
berhubungan dengan luka post kuretase ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri perut bagian bawah nyeri terasa krues-krues, nyeri
terasa
terus menerus dengan skala nyeri 6. Ekspresi wajah pasien terlihat
meringis kesakitan. TD : 100/60 mmHg, N : 68 x/mnt, RR : 20 x/mnt,
S : 36 °C. Adanya nyeri tekan di atas simpisis pubis.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan pada diagnosa prioritas
adalah observasi TTV, lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif
(lokasi, durasi, karakteristik, frekuensi, kualitas), ajarkan pasien tekhnik
nonfarmakologis ( relaksasi dan tekhnik distraksi), kendalikan faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi keadaan pasien terhadap
ketidaknyamanan (misal suhu, pencahayaan dan kegaduhan), kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian terapi analgesik
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan adalah
mengobservasi TTV pasien, melakukan pengkajian nyeri secara
komperhensif (lokasi, durasi, karakteristik, frekuensi, kualitas),
mengajarkan pasien tekhnik nonfarmakologis ( tekhnik relaksasi dengan
cara mengambil napas melalui hidung dan mengeluarkan pelan – pelan
melalui mulut, dan mengajarkan pasien tekhnik distraksi dengan cara
menganjurkan pasien untuk melakukan kompres hangat pada daerah
yang nyeri),menganjurkan keluarga pasien untuk tetap tenang dan tidak
gaduh ketika menjaga pasien, agar pasien merasa pasien, berkolaborasi
dengan dokter dalam pemberian terapi analgesik yaitu asam mefenamat
500 mg per oral.
5. Evaluasi
Pada pasien post kuretase atas indikasi DUB dengan diagnosa nyeri akut
berhubugan dengan luka post kuretase setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x4 jam yaitu pada evaluasi dituliskan sebagai
catatan perkembangan pasien, diperoleh hasil dari data yaitu sudah ada
yang tercapai kriteria hasil yang ditetapkan a ntara lain, sedikit nyeri, P:
19
post curetase, Q: krues – krues , R: nyeri perut bagian bawah, S: skala 2
( ringan, T: hilang timbul, TTV: TD: 120/70 mmHg, N : 80 x / mnt, S :
360C, RR: 20 x
BAB III
PEMBAHASAN
20
BAB IV
PENUTUP
1. Simpulan
Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal
jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinisnya dapat berupa pendarahan
dalam jumlah yang banyak atau sedikit, dan haid yang memanjang atau
tidak beraturan. Perdarahan Uterus Abnormal merupakan sebab tersering
perdarahan abnormal per vaginam pada masa reproduksi wanita.
Secara klinis PUA bukan merupakan masalah baru lagi karena
penanggulangannya dapat dilakukan menurut gejala yang ditemukan.
Dasar penanggulangannya ialah memperbaiki keadaan umum,
menghentikan perdarahan dan mengembalikan siklus haid menjadi
normal. Tetapi selama ini pengobatan terhadap PUA hanya bersifat
simtomatis, sedangkan sesungguhnya pilihan pengobatan yang rasional
ialah yang bersifat kausal dan berdasar pada patofisiologinya.
Perdarahan uterus abnormal yang terjadi di dalam maupun diluar
siklus menstruasi, yang disebabkan gangguan fungsional mekanisme kerja
hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa kelainan organik alat
reproduksi. PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenarche dan
perimenopause. Perdarahan uterus disfungsional adalah penyebab utama
dari beban perawatan kesehatan yang signifikan bagi perempuan,
keluarga mereka, dan masyarakat secara keseluruhan. Perdarahan Uterus
Disfungsional (PUD) diketahui terjadi sekitar 20% pada kelompok usia
remaja, dan 50% pada usia 40-50 tahun
2. Saran
Sebagai mahasiswa kebidanan sendiri harus belajar dan memahami
mengenai Pendarahan Uterus Abnormal sebagai salah satu cara untuk
meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai Kegawatdaruratn agar
masalah yang tidak diinginkan dapat dihindari dan supaya kedepannya
dapat memberikan penanganan secara baik.
21
DAFTAR PUSTAKA
22