Disusun Oleh :
NIM 1401460023
JURUSAN KEPERAWATAN
B. Stadium Ca Endometrium
System reproduksi wanita terdiri dari organ dalam, yang terletak di dalam
rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia externa yang terletak di
perineum.Struktur reproduksi interna dan externa wanita menjadi berkembang dan
menjadi matur akibat rangsangan hormon esterogen dan progesteron.
a. Genitalia Externa
Genitalia luar (vulva) mencakup dua lipatan jaringan tebal yang
disebut labia mayora dan dua bibir yang lebih kecil, tersusun atas jaringan
yang sangat halus disebut labia minora, yang terletak diantara labia mayora.
Bagian atas dari labia minora bersatu membentuk parsial dari klitoris,
organ yang sangat sensitif yang terdiri atas jaringan erektil. Antara labia
minora, dibawah dan sebelah posterior klitoris, terdapat meatus urinarius,
yang merupakan ostium luar uretra wanita dengan panjang sekitar 3 cm.
Dibawah orifisium ini terdapat osteum yang lebih besar, yaitu orifisium
vagina atau introitus. Pada setiap sisi orifisium vagina terdapat kelenjar
vestibular (bartholin’s), suatu struktur biji kacang yang mengalirkan sekresi
mukusnya melalui duktus kecil.Ostium duktus terletak didalam labia minora,
disebelah externa hymen.Jaringan yang membentuk genitalia externa wanita
disebut perineum.
b. Alat Genetalia Interna
1) Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk perkembangan dan
pelepasan ovum, serta sintesis dari sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium,
panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5-3 cm, dan tebal 0,6-1 cm. Normalnya ovarium
terletak pada bagian atas rongga panggul dan menempel pada lekukan
dinding lateral pelvis di antara muka eksternal yang divergen dan pembuluh
darah hipogastrik Fossa ovarica waldeyer. Ovarium melekat pada
ligamentum latum melalui mesovarium.Dua fungsi ovarium ialah
menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Ovarium juga
merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid (estrogen,
progesteron, dan14 androgen) dalam jumlah yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal.
2) Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh
peritoneum/serosa.Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng.Uterus
wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita
multipara.Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70
gram.Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram/ lebih.
Uterus terdiri dari:
a) Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi
berinsensi ke uterus.
b) Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang
terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri
terdiri dari 3 lapisan: serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi
utama sebagai janin berkembang.
c) Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah
isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas
jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah.
d) Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan
sebagian lapisan luar peritoneum parietalis.
3) Tuba Falopii
Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine
hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga
uterus.Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm. Tuba falopii oleh peritoneum dan
lumennya dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi terdiri atas: pars
interstialis : bagian tuba yang terdapat di dinding uterus, pars ismika : bagian
medial tuba yang sempit seluruhnya, pars ampularis : bagian yang terbentuk agak
lebar tempat konsepsi terjadi, pars infudibulum : bagian ujung tuba yang terbuka
ke arah abdomen mempunyai rumbai/umbul disebut fimbria.
4) Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher.Tempat
perlekatan serviks uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian
supravagina yang panjang dan bagian vagina yang lebih pendek. Panjang
serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm menonjol ke dalam vagina pada wanita
tidak hamil. Serviks terutama disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta sejumlah
kecil serabut otot dan jaringan elastic (Evelyn, 2002).
D. Histerektomi
1. Pengertian
Histerektomi adalah operasi pengangkatan rahim dan uterus (kandungan) yang
dilakukan pada seorang wanita (ubpreneur.com?definisi-histerektomi-jenisnya).
Histerektomi adalah pengangkatan uterus melalui pembedahan, paling umum
dilakukan untuk keganasan dan kondisi bukan keganasan (endometriosis /
tumor), untuk mengontrol perdarahan yang mengancam jiwa dan kejadian
infeksi pelvis yang tidak sembuh-sembuh atau ruptur uterus yang tidak dapat
diperbaiki (doengoes, 2001).
2. Jenis - jenis histerektomi
a. Histerektomi subtotal (parsial). Pada tingkatan histerektomi ini yang
diangkat hanya rahim saja, sedangkan serviks (mulut rahim), tuba falopi
(saluran yang menghubungkan rahim dengan ovarium), dan ovarium
dibiarkan apa adanya. Dengan operasi yang demikian ini, si wanita masih
bisa mengalami kanker mulut rahim, karena itu perlu pemeriksaan rutin
terhadap leher rahim.
b. Histerektomi total. Tingkatan histerektomi ini mengharuskan pengangkatan
rahim dan mulut rahim, sedangkan tuba falopi dan ovarium tidak diangkat.
c. Histerektomi total dan salpingo-ooforektomi bilateral. Pada tingkatan
histerektomi ini rahim, serviks, tuba falopi, dan ovarium diangkat.
d. Histerektomi radikal. Tingkatan histerektomi ini mengangkat rahim, kelenjar
limfe (getah bening) di sekitar rahim dan uterus, serviks, bagian atas vagina,
dan sedikit jaringan lunak dari dalam panggul.
3. Indikasi Hiterektomi
a. Fibroids (tumor jinak yang tumbuh di dalam dinding otot rahim).
b. Kanker serviks, rahim atau ovarium.
c. Endometriosis, pertumbuhan sel endometrium di bagian lain dari rahim.
d. Adenomyosis, kelainan dimana sel endometrium tumbuh hingga ke dalam
dinding rahim (sering juga disebut endometriosis interna).
e. Prolapsis uterus, kondisi dimana rahim turun ke vagina karena ligamen yang
kendur atau kerusakan pada otot panggul bawah.
f. Inflamasi pelvis karena infeksi.
A. Pengertian
Asuhan keperawatan perioperatif terdiri dari 3 tahap yaitu mempunyai pra, intra dan pasca
operative, dimana perawat mempunyai peran integral dalam rencana asuhan kolaboratif dengan
pembedahan.
a. Pre operatif
Fase intraoperatif dimulai ketika pasien dipindahkan ke meja operasi. Tahap ini
berakhir ketika pasien dipindahkan ke post anesthesia care unit (PACU) atau yang
dahulu disebut ruang pemulihan (recovery room, RR). Dalam tahap ini, tanggung
jawab perawat terfokus pada kelanjutan dari pengkajian fisiologis, psikologis,
merencanakan dan mengimplementasikan intervensi untuk keamanan dan privasi
pasien, mencegah infeksi luka, dan mempercepat penyembuhan. Termasuk
intervensi keperawatan yang spesifik adalah memberi dukungan emosional ketika
anastesia dimulai (induksi anastesia) dan selama prosedur pembedahan berlangsung,
mengatur dan mempertahankan posisi tubuh yang fungsional, mempertahankan
asepsis, melindungi pasien dari bahaya arus listrik (dari alat-alat yang dipakai seperti
electrocautery), membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menjamin ketepatan hitungan kasa dan instrumen, membantu dokter bedah,
mengadakan komunikasi dengan keluarga pasien dan anggota tim kesehatan yang
lain.
c. Post operasi
Fase pascaoperatif dimulai dengan pemindahan pasien ke PACU dan berakhir pada
waktu pasien dipulangkan dari rumah sakit. Termasuk dalam kegiatan perawatan
adalah mengkaji perubahan fisik dan psikologis, memantau kepatenan jalan napas,
tanda-tanda vital, dan status neurologis secara teratur, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, mengkaji secara akurat serta haluaran dari
semua drain.
B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi :
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan operasi.
b. Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dari brancart ke meja operasi.
Intra Operasi :
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan akibat dari insisi.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka akibat operasi.
Post Operasi :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anasthesi.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan dan otot.
C. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan operasi
Tujuan :
- Pasien tidak cemas
- Pasien mengerti tentang prosedur tindakan operasi
Intervensi :
1) Jelaskan tentang prosedur operasi secara singkat dan mudah dimengerti.
2) Berikan dukungan nyata pada emosional klien dengan rasa simpati dan empati.
3) Anjurkan klien untuk tenang dan rileks dengan nafas panjang.
Intra Operasi
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka operasi
Tujuan : - Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
- Limfosit dalam batas normal
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1) Kaji lokasi dan luas luka
2) Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor, kolor, dolor, tumor dan perubahan fungsi)
3) Pantau tanda-tanda vital pasien
4) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
5) Ganti balut dengan prinsip steril
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan out put berlebih.
Tujuan : - Tanda-tanda sirkulasi normal ( tekanan darah, nadi, serta perfusi jaringan
perifer )
Intervensi :
1) Monitor urine meliputi warna serta produksi urine
2) Observasi tanda-tanda vital
3) Pertahankan pencatatan komulatif, jumlah dan tipe pemasukan cairan
4) Monitor status mental pasien
Post Operasi
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anastesi.
Tujuan : - Tidak terjadi gangguan pernafasan
Kriteria Hasil :
- Tidak tersedak
- Sekret tidak menumpuk dijalan nafas
- Tidak ditemukan tanda cyanosis
Intervensi :
1) Kaji pola nafas pasien
2) Kaji perubahan tanda-tanda vital secara drastis
3) Kaji adanya cyanosis
4) Bersihan sekret dijalan nafas
5) Ciptakan lingkungan yang nyaman
6) Amati fungsi otot pernafasan
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan dan otot
Tujuan : - Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang
Intervensi :
1) Lakukan pendekatan pada keluarga dan klien
2) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
3) Jelaskan pada klien penyebab nyeri
4) Observasi tanda-tanda vital
5) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik komulatif, jumlah dan
tipe pemasukan cairan
6) Monitor status mental klien
DAFTAR PUSTAKA