Anda di halaman 1dari 6

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI PARTUS PREMATURUS IMMINENS


Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20-

37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (ACOG 1995). Badan Kesehatan
Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan 37 minggu atau kurang. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di
Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan prererm adalah persalinan yang
terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.

3.2 EPIDEMIOLOGI PARTUS PREMATURUS IMMINENS


Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (1) persalinan atas indikasi
ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea; (2) PPI spontan
dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan ketuban pecah dini, terlepas apakah
akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesarea. Sekitar 30-35% dari PPI
berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan dengan selaput amnion utuh, dan
25-30% PPI yang didahului ketuban pecah dini (Harry dkk, 2010).
Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI pada wanita
kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion utuh, sedangkan
pada wanita kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah dini sebelumnya. PPI juga
bisa dibagi menurut usia kehamilan: sekitar 5% PPI terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31
minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia kehamilan 32-33 minggu (moderate
prematurity), dan 60-70% pada usia kehamilan 34-36 minggu (near term). Dari tahun ke
tahun, terjadi peningkatan angka kejadian PPI, yang sebagian besar disebabkan oleh
meningkatnya jumlah kelahiran preterm atas indikasi (Harry dkk, 2010).

Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labor
and Birth). Yogyakarta : YEM.

3.3 KLASIFIKASI PARTUS PREMATURUS IMMINENS


Menurut kejadiannya, persalinan preterm digolongkan menjadi:
1. Idiopatik/Spontan
Sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui, oleh karena itu digolongkan
pada kelompok idiopatik. Sekitar 12,5% persalinan preterm spontan didahului oleh
Ketuban Pecah Dini (KPD), yang sebagian besar disebabkan factor infeksi
(korioamnionitis).
2. Iatrogenik/Efektif
Persalinan preterm buatan/iatrogenic disebut juga sebagai elective preterm (Moutquin
JM, 2003).

Menurut usia kehamilan persalinan preterm diklasifikasikan dalam:


1. Preterm/kurang bulan
Usia kehamilan 32-36 minggu
2. Very preterm/sangat kurang bulan
Usia kehamilan 28-32 minggu
3. Extremely preterm/ekstrim kurang bulan
Usia kehamilan 20-27 minggu

Menurut berat badan lahir, bayi kurang bulan dibagi dalam kelompok:
1. Berat badan lahir rendah
Berat badan bayi 1500-2500 gram
2. Berat badan lahir sangat rendah
Berat badan bayi 1000-1500 gram
3. Berat badan lahir ekstrim rendah
Berat badan bayi <1000 gram

3.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO PARTUS PREMATURUS IMMINENS


Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi
keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya risiko tunggal dijumpai seperti distensi
berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma. Banyak kasus persalinan prematur
sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai
dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun janin, akibat
stres pada ibu atau janin
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari traktus
genitourinaria atau infeksi sistemik
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan pada uterus atau serviks

Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :


1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum (plasenta previa,
solusio plasenta, vasa previa), Ketuban Pecah Dini (KPD), pertumbuhan janin terhambat,
cacat bawaan janin, kehamilan ganda/gemeli, polihidramnion
2. Ibu : Penyakit berat pada ibu, Diabetes Mellitus, pre eklampsia, Hipertensi, Infeksi
saluran kemih/genital/intrauterin, penyakit infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus/serviks, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks
(panjang serviks <1 cm), pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan
imunologi/resus, stress psikologik.
Namun menurut Rompas (2004) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan partus
prematurus yaitu :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka
lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek kurang dari 1
cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat
persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat
operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah
kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari,
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.

Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono


Prawirohardjo.
Rompas, J, 2004. Pengelolaan Persalinan Prematur.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145_11Persalinan Preterm.pdf/145_11 Persalinan
Preterm. html, diakses Maret 2019.

3.5 DIAGNOSIS PARTUS PREMATURUS IMMINENS


Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan preterm.
Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar merupakan
ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman
persalinan preterm, yaitu (Sarwono,2011):
 Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu
10 menit.
 Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
 Perdarahan bercak
Perasaan menekan daerah serviks
 Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm, dan
penipisan 50-80%
 Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
 Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan preterm
Terjadi pada usia kehamiian 22-37 minggu

Penapisan untuk Persalinan Preterm


Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan sejak
awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan pasien yang
berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan
preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat
segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim dilakukan pada kunjungan antenatal,
sebenarnya pemeriksaan tersebut mempunyai manfaat cukup besar dalam meramalkan
terjadinya persalinan preterm. Bila dijumpai serviks pendek (< 1 cm) disertai dengan
pembukaan yang merupakan tanda serviks matang/inkompetensi serviks, mempunyai
risiko terjadinya persalinan preterm 3-4 kali (Sarwono,2011).

Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan preterm,


sebagai berikut (Sarwono,2011):
1. Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan pemendekan serviks
(secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya ketuban pecah dini juga meramalkan
akan terjadinya persalinan preterm.
2. Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah: jumlah leukosit dalam
air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (> 0,7 mg/ml), dan pemeriksaan leukosit
dalam serum ibu (>13.000/m1).
3. Indikator biokimia
 Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks dan air
ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara korion dan
desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau
lebih mengindikasikan risiko persalinan preterm.
 Corticotropin Releasing Hormone (CRH): peningkatan CRH dini atau pada trimester 2
merupakan indikator kuat untuk terjadinya persalinan preterm.
 Sitokin inflamasi: seperti IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF- α telah diteliti sebagai mediator
yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin.
 Isoferitin plasenta: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin sebesar 10 U/ml.
Kadarnya meningkat secara bermakna selama kehamilan dan mencapai puncak pada
trimester akhir yaitu 54,853 U/ml. Penurunan kadar dalam serum akan berisiko
terjadinya persalinan prererm.
 Feritin: Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk keadaan kurang
zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan berbagai keadaan reaksi fase akut
termasuk kondisi inflamasi. Beberapa peneliti menyatakan ada hubungan antara
peningkatan kadar feritin dan kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan preterm.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm antara lain
sebagai berikut:
 Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)
 Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
 Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik
 Anjuran tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang (narkotik)
 Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
 Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
 Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing
 Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai